• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA

I Wayan Permaswitra

1

, I Kt. Gading

2

, I Md. Citra Wibawa

3

1,3

Jurusan PGSD,

2

Jurusan BK, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: iwayanpermaswitra@gmail.com

1

, ketutgading35@gmail.com

2

,

dekwi_petiga@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dan model nonkooperatif, (2)

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa dengan disiplin belajar tinggi dan siswa dengan disiplin belajar rendah, dan (3) pengaruh interaksi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan disiplin belajar terhadap hasil belajar IPS. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Rancangan penelitian ini adalah rancangan faktorial 2x2. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IV di SD Gugus II Kecamatan Tampaksiring tahun pelajaran 2014/2015. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD Negeri 1 dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Tampaksiring. Data hasil belajar IPS dikumpulkan dengan instrumen tes objektif dan disiplin belajar dikumpulkan dengan kuesioner. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan uji ANAVA dua jalur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang dibelajarkan dengan model nonkooperatif (F=13,727; p<0,05), (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa dengan disiplin belajar tinggi dan disiplin belajar rendah (F=68,994; p<0,05), (3) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan disiplin belajar terhadap hasil belajar IPS (F=5,041; p<0,05). Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dan disiplin belajar berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa di gugus II

kecamatan Tampaksiring.

Kata-kata kunci: Disiplin belajar, hasil belajar, model Jigsaw

Abstract

This study aims to determine (1) a significant difference between group of students' IPS learning outcomes by using Jigsaw cooperative learning model with group of students by non cooperative models, (2) a significant difference between the results of social studies between students with high learning discipline and with low learning discipline, and (3) the influence of interactions Jigsaw cooperative learning model and the discipline of learning to the IPS learning outcomes. This research is a quasi-experiment. Design of this research is factorial 2x2. The population was fourth grade students in elementary Cluster II District Tampaksiring school year 2014/2015 and the samples are fourth grade students of SD Negeri 1 and fourth grade students of SD Negeri 3 Tampaksiring. IPS learning outcome data were collected by an objective test instruments and disciplined study were collected by questionnaire. Data collected were analyzed using ANOVA two way. The results showed that : (1) there is a difference between students’ IPS learning outcomes by using with Jigsaw cooperative learning model and students by non cooperative model (F = 13.727, p < 0.05), (2) there are differences in IPS learning outcomes between students with high learning discipline and low learning discipline (F = 68.994, p < 0.05), (3) there is an interaction effect between type of Jigsaw cooperative learning model and the discipline

(2)

learning model and discipline of learning effect on students’ IPS learning outcomes in the second cluster of Tampaksiring..

Key words: The discipline of learning, learning outcomes, Jigsaw model

PENDAHULUAN

Persiapan dalam upaya

meningkatkan kualitas SDM harus dipersiapkan sejak dini, salah satunya adalah pada tingkat sekolah dasar (SD). Khususnya di SD mata pelajaran IPS bertujuan menyiapkan siswa agar menjadi masyarakat yang mampu berperan dalam kehidupan bermasyarakat. IPS adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Anonim (2011) menjelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Untuk menuju peradaban bangsa yang kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan di era global sekarang ini, maka pendidikan yang bermutu mutlak harus diusung. Depdiknas (2006) menyatakan bahwa, pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada kenyataan, sampai sekarang

ini bangsa Indonesia memiliki

permasalahan yang sangat besar dan menjadi perbincangan yang berkelanjutan yaitu pada mutu pendidikan. Pada tahun 2014 UNDP merilis laporan Human Development Index (HDI) untuk 187

negera, Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Menurut UNDP pendidikan Indonesia menempati peringkat ke-108 dari 187 negara pada tahun 2013, atau tidak mengalami perubahan dari tahun 2012. Posisi tersebut menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor nilai HDI Indonesia sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar 0,702 (Gunadarma, 2014). Fakta serupa juga dikemukakan oleh Kemendikbud (2014) yang menyatakan kondisi pendidikan di Indonesia berdasarkan pada pemetaan The

Learning Curve-Pearson tentang akses dan

mutu pendidikan pada tahun 2013 dan 2014 masuk pada posisi 40 dari 40 negara

Fakta dan data dalam laporan UNDP mengungkapkan tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah. Hal ini sejalan dengan keadaan di SD gugus II kecamatan Tampaksiring. Melalui observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, permasalah yang tampak di SD gugus II kecamatan Tampaksiring adalah proses pembelajaran IPS yang masih belum inovatif, guru selalu menggunakan model pembelajaran secara menoton yang didalamnya lebih banyak menggunakan metode ceramah sebagai pilihan utama dalam pembelajaran. Seperti pembelajaran IPS yang peneliti amati di SD gugus II

kecamatan Tampaksiring, pola

pembelajaran IPS yang digunakan guru antara lain: (1) diawali dengan penjelasan singkat materi oleh guru, pengajaran teori, definisi, teori yang sifatnya hafalan, (2) pemberian contoh soal, serta pelatihan (3) pemberian latihan soal serta pekerjaan

(3)

rumah (PR) kepada siswa sebagai kegiatan akhir.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV di SD gugus II kecamatan Tampaksiring, pola pembelajaran konvensional dengan lebih banyak menggunakan metode ceramah dipilih karena (1) dengan metode ceramah pengetahuan dianggap dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, sehingga ceramah adalah cara yang praktis dan efisien dalam mengajar, (2) Pemberian contoh soal kepada siswa agar siswa mempunyai gambaran mengenai masalah yang dipelajari, (3) pemberian pekerjaan rumah agar siswa mau belajar di rumahnya. Sedangkan berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan siswa kelas IV di SD Gugus II Kecamatan Tampaksiring, ketika siswa ditanyakan berkenaan dengan pelajaran IPS, sebagian besar siswa menyatakan mata pelajaran IPS di sekolah cenderung membosankan serta merupakan mata pelajaran yang cukup sulit.

Pendapat siswa berkenaan dengan pembelajaran IPS sejalan dengan sikap siswa ketika pembelajaran IPS. Bedasarkan observasi yang dilakukan di kelas IV

SD gugus II Kecamatan

Tampaksiring, terlihat masih banyak siswa yang kurang memperhatikan saat guru menerapkan metode ceramah. Sebagian

besar siswa cenderung tidak

memperhatikan serta kurang berkonsentrasi dalam setiap pembelajaran IPS. Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran IPS mengisyaratkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang sesuai dengan karakter siswa. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan siswa. Hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan orang lain dan berusaha mendekatkan diri dengan orang lain. Jadi dalam pembelajaran kurang baik jika komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja yaitu dari guru ke siswa.

Pembelajaran yang kurang sesuai dengan karakter siswa akan menimbulkan kurang optimalnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diperoleh, dengan demikian akan berpengaruh pada hasil belajar siswa yang kurang optimal pula. Begitu halnya pada hasil belajar siswa di SD gugus II kecamatan Tampaksiring, rendahnya hasil belajar IPS pada siswa juga dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian semester ganjil IPS kelas IV di Gugus II kecamatan Tampaksiring Tahun ajaran 2014/2015.

Berikut nilai rata-rata ujian semester ganjil Tahun ajaran 2014/2015 dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Ujian Semester Ganjil Mata Pelajaran IPS SiswaKelas IV Di Gugus II Kecamatan Tampaksiring Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015

Nama Sekolah Nilai Rata-Rata Kelas

SD No. 1 Tampaksiring 63, 58 SD No. 2 Tampaksiring 63, 76 SD No. 3 Tampaksiring 60, 98 SD No. 4 Tampaksiring 62, 43 SD No. 5 Tampaksiring 63, 87 SD No. 6 Tampaksiring 61, 46 SD No. 7 Tampaksiring 64, 88

( Sumber SD Gugus II Kecamatan Tampaksiring) Data hasil belajar siswa pada Tabel

di atas menunjukan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa masih belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata IPS siswa kelas IV di Gugus II

Kecamatan Tampaksiring yang masih terbilang rendah. Nilai rata-rata hasil belajar IPS tersebut masih terbilang rendah mengingat bahwa rata-rata KKM yang

(4)

ditetapkan di SD gugus II kecamatan Tampaksiring adalah 67.

Pembelajaran IPS dengan

menggunakan model pembelajaran

konvensional secara terus menerus akan mengakibatkan pembelajaran IPS yang kurang memiliki makna dalam pemahaman siswa. Guru yang profesional hendaknya dapat menjadi salah satu penyelenggara pembelajaran yang memberikan suasana belajar kreatif bagi anak didik di kelas. Salah satu kegiatan tersebut adalah melakukan pemilihan dan menentukan model pembelajaran secara tepat guna mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini akan meninggalkan konsep pembelajaran IPS yang selama ini ada bahwa pembelajaran IPS hanya suatu proses pemindahan seperangkat fakta, konsep, dan pengalaman mentah dari guru kepada siswa. Proses ini akan membuat semakin jauhnya esensi dan substansi dari mata pelajaran IPS itu sendiri. Namun, selain model pembelajaran masih terdapat faktor yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPS pada siswa, salah satunya adalah disiplin belajar.

Pada setiap kelas terdapat perbedaan antara siswa dengan disiplin belajar tinggi dan siswa dengan disiplin belajar yang rendah. Disiplin belajar merupakan salah satu sikap atau prilaku yang harus dimiliki oleh siswa, karena disiplin belajar memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Jenis disiplin belajar yang dimaksud yaitu (1) disiplin dalam masuk sekolah, (2) disiplin siswa dalam mengerjakan tugas, (3) disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, (4) disiplin siswa dalam mentaati tata tertib sekolah. Pada beberapa penelitian terdahulu, terdapat penelitian yang menyebutkan disiplin belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Sehingga dapat diduga disiplin belajar memegang peranan penting dalam menentukan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran IPS siswa SD kelas IV.

Setiap individu memiliki tingkat kedisiplinan yang berbeda. Dengan adanya perbedaan disiplin belajar pada siswa maka perlu dibentuk kelompok-kelompok belajar.

Tiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa sehingga memungkinkan setiap siswa ikut aktif dalam memecahkan persoalan atau tugas yang diberikan guru. Kelompok merupakan konsep yang paling penting dalam kehidupan manusia, karena sepanjang hidupnya manusia tidak akan terlepas dari kelompoknya. Kelompok dalam konteks pembelajaran dapat diartikan sebagai kumpulan individu yang berinteraksi secara tatap muka dan setiap individu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompoknya, sehingga mereka merasa memiliki dan merasa ketergantungan secara positif dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama.

Sebagai alternatif pemecahan masalah ini, maka perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang inovatif yang mampu mengaktifkan seluruh siswa agar dapat bersosialisasi dan berbagi

pengetahuan dengan menciptakan

kelompok belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model yang tepat untuk mengatasi permasalahan pembelajaran IPS di gugus II kecamatan Tampaksiring. Model pembelajaran ini dipilih sebagai solusi karena model ini adalah model yang paling cocok digunakan dalam pembelajaran IPS yang berisikan peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2010) yang menyatakan pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw merupakan salah satu tipe

pembalajaran inovatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.

Hilke (dalam Suardani, 2014) menjelaskan bahwa terdapat tujuh fase yang harus ditempuh guru dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, yakni: Fase (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, fase (2) menyajikan informasi, fase (3) base group/kelompok dasar/asal, fase (4) kelompok ahli/exepert group, fase (5) tim ahli kembali ke kelompok dasar, fase (6) Evaluasi, dan fase (7) Memberikan penghargaan.

Penerapan model pembelajaran ini akan membuat setiap siswa lebih

(5)

bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya, saling mengeluarkan ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, mengingat tingkat kedisiplinan siswa berbeda-beda, ada siswa dengan disiplin belajar yang tinggi dan ada pula siswa dengan disiplin belajar yang rendah sehingga model pembelajaran

Jigsaw merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa dengan disiplin belajar tinggi maupun siswa dengan disiplin belajar rendah. Diharapkan dengan pekerjaan kelompok, akan tercipta semangat belajar yang lebih baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, tampak bahwa hasil belajar IPS memiliki kaitan yang erat dengan model pembelajaran tipe Jigsaw. Diduga bahwa verifikasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan peluang perbaikan pada proses pembelajaran dan hasil belajar pada siswa yang memiliki disiplin belajar tinggi maupun disiplin belajar rendah. Oleh karena itu, penulis mengajukan penelitian

yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD gugus II Kecamatan Tampasiring Tahun Pelajaran 2014/2015”. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment),

Gading (2013:69) menyatakan “dalam hal mana penugasan subyek ke dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dapat dilakukan secara acak”. Hal ini terjadi karena perlakuan dalam penelitian ini berkaitan dengan mata pelajaran yang pembelajarannya terjadi dalam kelas yang telah terbentuk secara alami menurut kepentingan sekolah.

Penelitian ini dilaksanakan pada rentangan waktu semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SD gugus II kecamatan Tampaksiring.

Pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan teknik

random selection. Teknik ini digunakan

akibat dari subyek penelitian tidak dapat dipilih secara acak karena telah berupa kelas, Jadi dalam penelitian ini pengundian dilakukan pada kelas, bukan siswa dalam kelas. Dalam proses pengundian tersebut dipilih satu kelas eksperimen dan satu kelas control. Pada kelas eksperimen akan diberikan treatment yaitu Model kooperatif tipe Jigsaw, sedangkan kelas control yaitu kelas yang menggunakan pembelajaran nonkooperatif. Berdasarkan pengundian yang telah dilakukan, maka telah ditetapkan kelas IV di SD Negeri 1 Tampaksiring sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 3 Tampaksiring sebagai kelas kontrol.

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan faktorial 2 × 2. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok yang dipilih, salah satu sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok disiplin belajar tinggi dan disiplin belajar rendah, namun pengelompokan yang dilakukan menggunakan kendalii statistik sehingga siswa tidak

dikelompokkan secara fisik.

Pengelompokkan siswa dengan disiplin belajar tinggi dan disiplin belajar rendah dapat diketahui dari hasil kuesioner disiplin belajar yang diberikan. Berikut rancangan penelitian eksperimen dengan faktorial 2 x 2 yang digambarkan dalam tabel 2.

Tabel 2. Rancangan Faktorial 2x2 Model pembelajaran (A) Disiplin belajar (B) Kooperatif tipe Jigsaw (A1) Nonkooperatif (A2)

Disiplin belajar tinggi (B1) A1B1 A2B1

(6)

Keterangan

A1 : Kelompok eksperimen

A2 : Kelompok kontrol

B1 : Kelompok siswa dengan disiplin tinggi

B2 : Kelompok siswa dengan disiplin rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 1) Deskripsi data

Deskripsi hasil pretest dan Posttest masing-masing memaparkan mengenai deskripsi skor total, skor rata-rata (M), standar deviasi (SD), skor maksimum, skor

minimum, dan varian hasil belajar pada masing-masing kelompok. Deskripsi data masing-masing kelompok dianalisis menggunakan bantuan program IBM SPSS

Statistics 21 for Windows yang disajikan

pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Deskripsi Data Hasil Pretest Masing-masing Kelompok N Minimum Maximu m Mean Std. Deviation Variance Total 72 36.00 56.00 45.33 4.978 24.789 A1 36 40.00 56.00 46.66 4.780 22.857 A2 36 36.00 52.00 44.00 4.875 23.771 B1 34 36.00 56.00 45.29 5.184 26.881 B2 38 36.00 56.00 45.36 4.856 23.590 A1B1 17 40.00 56.00 46.82 4.639 21.529 A1B2 19 40.00 56.00 46.52 5.026 25.263 A2B1 17 36.00 52.00 43.76 5.379 28.941 A2B2 19 36.00 52.00 44.21 4.516 20.398 Valid N (listwise) 17

Tabel 4. Deskripsi Data Hasil Posttest Masing-masing Kelompok

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation Variance Hasil 72 52.00 100.00 77.44 10.768 115.969 A1 36 68.00 100.00 81.55 9.185 84.368 A2 36 52.00 92.00 73.33 10.775 116.114 B1 34 72.00 100.00 83.76 8.467 71.701 B2 38 52.00 88.00 71.78 9.435 89.036 A1B1 17 72.00 100.00 86.35 9.493 90.118 A1B2 19 68.00 88.00 77.26 6.539 42.760 A2B1 17 72.00 92.00 81.17 6.597 43.529 A2B2 19 68.00 88.00 77.26 6.539 42.760 Valid N (listwise) 17

(7)

Keterangan:

A1 : Kelompok eksperimen

A2 : Kelompok kontrol

B1 : Disiplin belajar tinggi

B2 : Disiplin belajar rendah

A1B1 : Kelompok eksperimen dengan disiplin belajar tinggi

A1B2 : Kelompok eksperimen dengan disiplin belajar rendah

A2 B1 : Kelompok kontrol dengan disiplin belajar tinggi

A2 B2 : Kelompok kontrol dengan disiplin belajar rendah

Untuk menentukan data hasil belajar (Posttest/Gain skor) yang akan dianalisis untuk uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan hasil belajar sebelum perlakuan (Pretest) antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk

menguji kesetaraan menggunakan teknik uji-t (t-test) dengan bantuan program IBM

SPSS Statistics 21 for Windows. Cuplikan

hasil perbandingan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Cuplikan Hasil Perhitungan t-test Data Pretest Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai t yang diperoleh sebesar 2,343 (p=0,022). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar sebelum perlakuan (Pretest) antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol, oleh karena itu perlu mencari gain skor sebagai data hasil belajar yang akan dianalisis pada uji hipotesis. Rata-rata data hasil perhitungan gain skor disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Deskripsi Data Hasil Posttest Masing-masing Kelompok

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation Variance Hasil 72 52.00 100.00 77.44 10.768 115.969 A1 36 68.00 100.00 81.55 9.185 84.368 A2 36 52.00 92.00 73.33 10.775 116.114 B1 34 72.00 100.00 83.76 8.467 71.701 B2 38 52.00 88.00 71.78 9.435 89.036 A1B1 17 72.00 100.00 86.35 9.493 90.118 A1B2 19 68.00 88.00 77.26 6.539 42.760 A2B1 17 72.00 92.00 81.17 6.597 43.529 A2B2 19 68.00 88.00 77.26 6.539 42.760 Valid N (listwise) 17

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Prete st

Equal variances assumed

0,012 0,914 2.343 70 0,022

Equal variances not assumed

2.343 69.97 3

(8)

2) Pengujian prasyarat

Teknik analisis data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah analisis varians (anava) dua jalur. Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan teknik tersebut, terlebih dahulu harus terpenuhi beberapa persyaratan. Anava mempersyaratkan pemenuhan normalitas sebaran data dan homogenitas varians. Uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data gain skor dari hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov.

Hasil uji normalitas menunjukkan nilai statistik Kolmogorov-Smirnov 0,116 (p = 0,200) pada kelompok eksperimen dan statistik 0,118 (p = 0,127) pada kelompok kontrol. Berdasarkan kelompok disiplin belajar Hasil pengujian menunjukkan nilai statistik Kolmogorov-Smirnov 0,133 (p = 0,137) pada kelompok disiplin belajar tinggi dan statistik 0,134 (p = 0,081) pada kelompok disiplin belajar rendah. Pada

kelompok eksperimen dan kontrol berdasarkan disiplin belajar, hasil pengujian menunjukkan nilai statistik

Kolmogorov-Smirnov 0,153 (p = 0,200) pada kelompok

A1B1, statistik 0,143 (p = 0,200) pada kelompok A1B2, statistik 0,181 (p = 0,144), dan pada kelompok A2B2 statistik 142 (p = 200) Hasil tersebut menunjukan bahwa data gain skor pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal.

Uji homogenitas varian antar kelompok dilakukan dengan menggunakan

Levene’s Test of Equality of Error Variance.

Semua hasil pengujian uji homogenitas

pada masing-masing kelompok

menunjukkan bahwa homogenitas varian terhadap data yang diperoleh menunjukkan angka signifikansi yang lebih besar daripada 0,05. Hal ini menyatakan bahwa varian data kelompok semua kelompok yang ditinjau bersifat homogen.

Ringkasan hasil uji hipotesis dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21

for Windows tersaji pada tabel 7.

Tabel 7. Cuplikan hasil uji anava dua jalur

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 3351.284a 3 1117.095 29.582 0,000 Intercept 75562.711 1 75562.711 2001.017 0,000 Model 518.352 1 518.352 13.727 0,000 Disiplin_belajar 2605.377 1 2605.377 68.994 0,000 Model * Disiplin_belajar 190.352 1 190.352 5.041 0,028 Error 2567.827 68 37.762 Total 80160.000 72 Corrected Total 5919.111 71

a. R Squared = .566 (Adjusted R Squared = .547)

Hasil uji hipotesis 1 menunjukkan nilai F untuk hipotesis sebesar 13.727 dengan nilai (p=0,000), jadi, terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran nonkooperatif kelas IV gugus II kecamatan Tampaksiring.

Hasil uji hipotesis 2 menunjukkan nilai F untuk hipotesis sebesar 68.994 dengan nilai (p=0,00), jadi terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa dengan disiplin belajar tinggi dan siswa dengan disiplin belajar rendah di kelas IV SD gugus II kecamatan Tampaksiring.

Hasil uji hipotesis 3 menunjukkan nilai F untuk hipotesis sebesar 5,041 dengan nilai (p=0,28), jadi terdapat

(9)

pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan disiplin belajar siswa terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD gugus II kecamatan Tampaksiring

Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan hasil belajar pada

masing-masing kelompok, maka dilanjutkan dengan perhitungan uji Scheffe. Perhitungan uji

t-Scheffe menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics 21 for Windows tersaji

pada tabel 8.

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji t-Scheffe

t df Sig. (2-tailed)

A1B1 dan A1B2 4,006 34 0,000**)

A1B2 dan A2B2 4,187 36 0,000**)

A2B1 dan A2B2 0,068 34 0,000**)

A1B1 dan A2B1 1,046 32 0,303*)

A1B1 dan A2B2 7,826 34 0,000**)

A2B1 dan A1B2 3,588 34 0,001**)

Keterangan:

A1B1 = Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan disiplin belajar tinggi

A1B2= Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan disiplin belajar rendah

A2 B1= Model pembelajaran nonkooperatif dan disiplin belajar tinggi

A2 B2= Model pembelajaran nonkooperatif dan disiplin belajar rendah

**) = Signifikan *) =Tidak Signifika PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS. Hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan model pembelajaran nonkooperatif. Berdasarkan deskripsi hasil

pretest dan deskripsi hasil posttest dapat

dilihat bahwa peningkatan hasil belajar IPS lebih tinggi pada kelompok eksperimen. Jadi terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa.

Lebih efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS karena model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang aktif. Sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui sosialisasi dengan temannya. Kegiatan belajar siswa secara berkelompok akan sukses secara akademis dibandingkan dengan bekerja sendiri karena bekerja dalam kelompok mendorong siswa untuk

membantu sama lain guna mencapai hasil yan diharapkan. Selain itu, dalam pembelajaran berkelompok siswa bisa saling melengkapi satu sama lain sebagai

sarana untuk mengembangkan

pengetahuan mereka lebih lanjut.

Iklim pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dapat mengerahkan dan memotivasi

siswa untuk belajar mandiri dan menumbuhkan rasa tanggung jawab. Salah satu motivasi siswa datang dari teman sebaya yang dapat digunakan secara efektif di kelas untuk meningkatkan, baik pembelajaran kognitif siswa maupun pertumbuhan efektif siswa (Isjoni, 2010).

Implementasi di SD Negeri 1 Tampaksiring selama penelitian, siswa mampu menjalankan fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan baik. Hal ini tentu membuat penelitian yang diselenggarakan mampu berjalan sesuai harapan. Siswa mampu menguasai materi-materi yang dipelajari dengan cara berdiskusi dan bertukar pikiran dengan temannya. Hal ini juga akan membuat

(10)

pembelajaran yang diterapkan akan lebih bermakna bagi siswa, karena model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mampu membuat konsep-konsep IPS tersimpan lebih lama dalam otak siswa akibat proses pembelajaran yang terjadi.

Sedangkan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran nonkooperatif dalam pelajaran khususnya IPS belum memperlihatkan kreatifitas siswa. Siswa lebih banyak mendengarkan kemudian diberikan penjelasan dengan ceramah atau berupa latihan soal. Hal inilah yang menyebabkan siswa kesulitan untuk memahami pelajaran di sekolah.

Dengan demikian jelas kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih unggul dalam mencapai hasil belajar IPS dibandingkan dengan model nonkooperatif. Penemuan serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Suardani, (2014) yang menemukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa dengan disiplin belajar tinggi dan kelompok siswa dengan disiplin belajar rendah. Hasil penelitian dalam mempertimbangkan disiplin belajar pada kegiatan pembelajaran juga dilakukan oleh

Septiarini (2012)

. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa siswa dengan disiplin belajar tinggi, rata-rata hasil belajarnya lebih tinggi daripada siswa dengan disiplin belajar rendah.

Fungsi utama disiplin belajar adalah mengendalikan diri dengan mudah, menghormati dan mentaati peraturan. Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran siswa dengan disiplin belajar tinggi mampu melakukan hal sebagai berikut: (a) menerapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenal hak milik orang lain, (b) mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan merasa mengerti larangan-larangan, (c) mengerti tingkah laku yang baik dan tidak baik, (d) belajar mengendalikan diri, keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman, (e) mengorbankan

kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain (Singgih, 2004).

Sikap disiplin belajar yang terlihat selama penelitian adalah siswa dengan disiplin belajar tinggi tampak lebih mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung, sehingga dalam setiap pembelajaran siswa dengan disiplin belajar tinggi tampak lebih leluasa dalam upayanya memahami materi pelajaran. .

Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan adanya interaksi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan disiplin belajar terhadap hasil belajar dengan nilai F = 5.041 dan angka signifikan 0,028. Angka signifikan tersebut lebih kecil dari 0,05. Jadi, terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan disiplin belajar siswa terhadap hasil belajar.

Hasil uji t-Scheffe menunjukkan ada perbandingan kelompok yang tidak berbeda secara signifikan, yaitu pada kelompok eksperimen dengan disiplin belajar tinggi dan kontrol dengan disiplin belajar tinggi. Selain perbandingan kedua kelompok tersebut semua hubungan antar kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal tersebut berarti antar kelompok dengan disiplin belajar tinggi tidak memiliki perbedaan hasil belajar secara signifikan.

Berdasarkan analisis deskriptif dan anava, maka dapat diambil suatu hasil penelitian bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang relatif lebih baik jika diterapkan pada siswa baik dengan disiplin belajar tinggi maupun pada siswa dengan disiplin belajar rendah. Sedangkan model pembelajaran nonkooperatif yang biasa diterapkan di SD gugus II kecamatan Tampaksiring dalam pencapaian hasil belajar siswa hanya baik digunakan pada siswa dengan disiplin belajar tinggi saja dan kurang baik diterapkan pada siswa dengan disiplin belajar rendah.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan, sebagai berikut. (1) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan

(11)

pembelajaran nonkooperatif di kelas IV SD gugus II kecamatan Tampaksiring (F=13,727; p<0,05), (2) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa dengan disiplin belajar tinggi dan siswa dengan disiplin belajar rendah di kelas IV SD gugus II kecamatan Tampaksiring (F=68,994; p<0,05), dan (3) terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dan disiplin belajar siswa terhadap

hasil belajar siswa kelas IV SD gugus II kecamatan Tampaksiring (F=5,041; p<0,05).

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2011. Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS. Tersedia pada Simdik.com.

Diakses tanggal 7 Januari 2015. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Gading, I Ketut. 2013. Pengaruh Pelatihan

Kendati Diri dan Jenis Kelamin

Terhadap Prilaku Prokrastinasi

Akademik Siswa SMP. Disertasi

(Tidak diterbitkan). Universitas Negeri Malang.

Gunadarma. 2014. Human Deplopment

Index 2014. Tersedia pada Majalah

Fakultas Ekonomi.htm. Diakses tanggal 7 Januari 2015.

Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja.

Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Isjoni. 2010. Cooperative learning.

Bandung: Alfabeta.

Suardani. 2014. Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPS

Dengan Kopariabel Motivasi

Berprestasi Pada Siswa Kelas V SD N 1 Semarapura Tengah. Tesis

(Tidak diterbitkan) Program Pasca Sarjana Undiksha.

Dan Disiplin Belajar Terhadap

Kemampuan Membaca Pemehaman Teks Bahasa Inggris Pada Siswa Kelas V SD Gugus XI Di Kecamatan Buleleng. Tesis (Tidak diterbitkan)

Program Pasca Sarjana Undiksha. Kemendikbud. 2014. Pendidikan Indonesia

Gawat Darurat.Tersedia pada

Pendidikan Indonesia Gawat Darurat _.htm. Diakses tanggal 7 Januari 2015.

Koyan, 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: UNDIKSH

Referensi

Dokumen terkait

Perdebabatan seputar pendidikan memang tidak pernah pudar, seiring bertambahnya waktu serta mengarah ke masyarakat yang lebih mapan. Sejak sebelum merdeka hingga

[r]

Untuk jenis data tentang motivasi belajar (motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik) akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menghitung berapa banyak peserta

Namun di Kabupaten Manggarai Barat sendiri masih terdapat beberapa kendala terkait kegiatan pariwisata,salah satunya adalah belum memiliki suatu sistem informasi yang tertata secara

Dari perspektif sejarah, undang-undang yang terkait dengan air, pengairan dan sumber daya air merupakan produk yang dihasilkan dari berbagai kepentingan yang dipicu oleh

Halim (2012:232) menyatakan bahwaProduk Bersama (Joint Products) yaitu beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses produksi secara

Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu tindak lanjut tahap ide tersebut (Tabrani, 2006:280) Dari penjelasan di atas, dalam proses kreatif ada tahapan-tahapan yang perlu kita lakukan.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pelaksanaan promosi jabatan terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PTPN V Pekanbaru, maka pada bab ini