• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

i

MEKANISME PELAKSANAAN SANKSI TINDAKAN PERAWATAN DI LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (LPKS)

TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (Studi Di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Oleh:

OKTAPIRA MEGA PRATIWI NIM 02011381419305

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG 2018

(2)
(3)
(4)

iv

Motto dan Persembahan

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai

penolongmu sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Jangan pergi mengikuti kemana jalan akan berujung. Buat jalanmu

sendiri dan tinggalkanlah jejak.

(Ralph Waldo Emerson)

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

 Ayahanda Tersayang Subeno, S.H., M.M. dan Ibunda

Tersayang Sugirah terima kasih untuk semua kasih sayang dan pengobanannya serta setiap do’a yang selalu mengiringi setiap langkahku menuju pintu keberhasilan

 Kedua Adikku Dessy Dwi Cahyani dan Rafif Dzaki

Naraya saudara kandungku yang kusayangi

 Keluarga besar yang memberikan dukungan serta

semangat untuk menuntaskan skripsi ini

 Alamamaterku Fakultas Hukum Universitas

(5)
(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “MEKANISME

PELAKSANAAN SANKSI TINDAKAN PERAWATAN DI LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (LPKS) TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM”. Dalam penyusunan skripsi

ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan, bimbingan serta saran dan juga motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Papaku Subeno, S.H., M.M, dan Mamaku Sugirah yang telah menjadi penyemangat hidupku serta mengiringi setiap jalanku dengan limpahan doa sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.

2. Saudariku Dessy Dwi Cahyani serta saudaraku Rafif Dzaki Naraya yang telah memberikan keceriaan dihidupku.

3. Bapak Dr. Febrian, S,H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

4. Bapak Dr. Firman Muntaqo, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

5. Bapak Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

(7)

vii

6. Bapak Prof. Dr. H. Abdullah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

7. Ibu Dr. Hj. Nashriana, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Program Kekhususan Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dan juga selaku Pembimbing Utama atas segala pembelajaran Ilmu, Tenaga, Waktu yang telah diluangkan serta nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Bapak Antonius Suhandi S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik, Terimakasih atas pengarahan dan segala masukan yang telah diberikan selama kegiatan perkuliahan hingga saat ini.

9. Ibu Vera Novianti, S.H., M.H. selaku Pembimbing Pembantu, atas segala masukan dan motivasi serta arahannya kepada penulis selama pembuatan skripsi ini dan waktu serta tenaga yang telah diluangkan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang senantiasa memberikan do’a dan ilmu serta memotivasi untuk maju lebih baik.

11. Seluruh Staf Administrasi, Laboratorium dan Staf Perpustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang telah membantu dan melayani dalam penyelesaian penulisan skripsi.

12. Girl’s Squad sahabatku dari awal SMA sampai sekarang Tria Permata Sari, Arinda Akhlakul Karimah, Yenni Ambari Sulaiman, dan Febriany Syafitri. Terima kasih telah memberikan semangat, dukungan, dan doa yang luar biasa.

(8)

viii

Terima kasih selalu ada disaat susah maupun senang dan menjadi teman yang takkan tergantikan.

13. Sahabat-sahabatku ALAY, Elya Fadillah Sari, S.H, Lisa Zulaiha, S.H, dan Marissa Anggun Larasati, S.H. Terima kasih telah setia menemani, sudah memberikan banyak tawa dan mewarnai hari-hariku selama aku menepuh gelar S.H, dimulai dari awal perkuliahan sampai sekarang, seterusnya dan selamanya. Amiin.

14. Sahabat-sahabatku semasa perkuliahan Pitri Mariani, Novi Sriyanti, Armela, Trisa, Ega Anzani, Imam, Judistira Y., Kurniawan, dan Deni Fatriawan yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama ini.

15. Kelompok D1 perjuangan Elya, Maul, Adiya, Bagus, Tulus, Riska, Yuli, Diani, Afifah, Denny, Chandra, Riduan, Suci, Agum, dan Teddy. Teman seperjuangan selama menempuh mata kuliah 10 sks PLKH kenangan yang tidak akan terlupakan.

16. Keluarga B.O Olympus Tulus, Gilang, Novrianto, Akim, Hody, Suci, Edot, Risa, Sitta, Diqin, Sawal, Fikry, Fajri, Angga, Diki, dan Stevano serta kakak tingkat dan adik tingkat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih telah memberikan banyak pengalaman berorganisasi.

17. Semua rekan-rekan yang telah membantu serta mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix ABSTRAK ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan ... 14 C. Tujuan Penelitian ... 14 D. Manfaat Penelitian ... 15 E. Ruang Lingkup... 16 F. Kerangka Teori... 17 G. Metode Penelitian ... 23 1. Jenis Penelitian ... 23 2. Pendekatan Penelitian ... 23

3. Jenis dan Sumber Data ... 24

4. Lokasi Penelitian ... 26

5. Sampel Penelitian ... 26

6. Teknik Pengumpulan Data ... 27

7. Analisis Data ... 28

(10)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Anak ... 28

1. Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 28

2. Hak-Hak Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 33

B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Sanksi Bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 39

1. Penjatuhan Sanksi Bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 39

2. Institusi-Institusi yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 41

C. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum ... 47

1. Pengertian Tentang Penegakan Hukum ... 47

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 51

D. Tinjauan Umum Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 54

1. Pengertian Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 54

2. Pengaturan Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 57

BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan Di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan (LPKS) terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 67

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sanksi tindakan Perawatan Di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 99

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 109

(11)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN ...

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1

(13)

xiii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN TABEL 1

Data mengenai Tindak Pidana, Jumlah anak, dan Status Anak Tahun 2018 ... 79

TABEL 2

Data mengenai Nama, Tempat kerja / Sekolah, dan Daerah ... 98

TABEL 3

Data mengenai Tahun, Jumlah Anak, Anggaran, dan Realisasi ... 102

BAGAN 1

Struktur Organisasi Lembaga Penyelenggaraan Kesejehateraan Sosial (LPKS) ... 75

BAGAN 2

Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelengaraan

Kesejahteraan Sosial terhadap ABH ... 83

BAGAN 3

Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelengaraan

(14)
(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang anak adalah hal penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang.1 Dan merupakan salah

satu aset pembangunan nasional yang harus diperhatikan dan di perhitungkan kualitas dan masa depannya sebab anak berperan sebagai penentu masa depan suatu bangsa.

Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak sangat penting karena potensi nasib manusia hari mendatang. Anak yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa yang mendatang. Anak sebagai generasi penerus bangsa, yang mempunyai peran dan kedudukan dalam membangun suatu bangsa. Sebagai generasi penerus bangsa, maka anak haruslah dilindungi serta mendapatkan bimbingan agar perkembangan mental anak selalu terkendalikan. Di jaman yang sangat modern seperti sekarang ini, permasalahan tentang anak sedang marak dibicarakan, baik didunia nyata maupun didunia maya.

Anak tidak lepas dari hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam diri anak. Pada dasarnya ketika anak sudah lahir didunia, maka anak sudah memiliki hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam diri anak tersebut. Sebagaimana telah diatur

(16)

2 dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Maksud dalam pasal ini yaitu bahwa hak-hak dalam diri anak wajib dilindungi oleh negara dari tindakan-tindakan yang membahayakan jiwa anak. Oleh karena itu, orang tua dan aparat penegak hukum berkewajiban ikut berpartisipasi aktif dalam melindungi anak dari pengaruh apapun.

Di Indonesia telah dibuat peraturan-peraturan yang pada dasarnya sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan hak-hak dari anak yaitu diratifikasinya Konvensi Hak Anak (KHA) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peraturan perundang-undangan lain yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia antara lain, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara substansinya Undang-Undang tersebut mengatur tentang hak-hak anak yaitu hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi, berpikir, bermain, berekreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial.

(17)

3 Selain itu, dalam Konstitusi UUD 1945 disebutkan bahwa “Fakir Miskin dan anak terlantar diperlihara oleh negara”,2 kemudian juga perlindungan spesifik hak

anak sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, masuk dalam Pasal 28B ayat (2), bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskrimnasi.”3

Dibuatnya aturan-aturan tersebut jelas terlihat bahwa negara sangat memperhatikan dan melindungi hak-hak anak. Hak-hak anak tersebut wajib dijunjung tinggi oleh setiap orang. Namun sayangnya dalam pengaplikasiannya masalah penegakan hukum (law enforcement) sering mengalami hambatan maupun kendala naik yang disebabkan karena faktor internal maupun faktor eksternal.

Salah satunya adalah dalam sistem pemidanaan yang sampai sekarang terkadang masih memperlakukan anak-anak yang terlibat sebagai pelaku tindak pidana itu seperti pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Anak ditempatkan dalam posisi sebagai seorang pelaku kejahatan yang patut untuk mendapatkan hukuman yang sama dengan orang dewasa dan berlaku di Indonesia.

Sebelum lahirnya UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada dasarnya anak-anak yang bermasalah dikategorikan dalam istilah kenakalan anak, yang mengacu pada UU No.

2 Pasal 34 UUD 1945

(18)

4 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.4 Setelah diundangkannya UU Perlindungan Anak, maka istilah tersebut berubah menjadi anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), dan saat ini UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pun menggunakan istilah anak yang berkonflik dengan hukum.5

Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.6 Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah

anak yang melakukan tindak pidana, yang berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Perbuatan terlarang bagi anak adalah yang menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam UU SPPA istilah anak nakal tidak dikenal lagi, tetapi digunakan istilah anak yang berkonflik dengan

4 Lihat Pasal 59 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak: “(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.

(2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak yang menjadi korban fornografi, anak dengan HIV/AIDS, anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandamg disabilitas, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

5 Lihat Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153).

6 Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(19)

5 hukum.7 Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu:8

1) Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah;

2) Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Kenakalan anak sering disebut dengan juvenile delinquency, yang diartikan dengan anak cacat sosial. Romli Atmasasmita mengatakan bahwa delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela.9

Kamus Besar Bahasa Indonesia, delikuensi diartikan sebagai tingkah laku yang menyalahi secara secara ringan norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat.10 Kenakalan anak adalah terjemahan kata juvenile delinquency dan dirumuskan sebagai sifat-sifat khas pada periode remaja, perbuatan, ataupun tindakan yang bersifat asosial, kriminal, pelanggar aturan, pengacau dan tidak dapat diperbaiki

7 Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 68.

8 M. Nasir Djamil, Ibid, hlm. 33.

9 Romli Atmasasmita, 1984, (b) Problem Kenakalan Anak dan Remaja, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 23

10 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

(20)

6 lagi.11 Anak adalah yang dalam usia diantara 12 (dua belas) tahun dan dibawah 18 (delapan belas) tahun serta belum menikah.

Menurut Soedjono Dirdjosisworo mengatakan bahwa kejahatan dapat ditinjau dari :12

a. Segi yuridis, yaitu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarnya diancam dengan sanksi;

b. Segi kriminologi, yaitu perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan mendapat reaksi negatif dari masyarakat;

c. Segi psikologi, yaitu perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar norma hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari sipelaku perbuatan tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dewasa ini, tingkat kejahatan yang dilakukan oleh anak semakin meningkat. Dalam rentang tahun (2011-2016), kasus anak yang berhadapan dengan hukum, baik itu sebagai pelaku, korban, maupun saksi tindak pidana berjumlah 7698 kasus. Kasus terbanyak terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah 2.208 kasus, dan pada tahun 2016 mengalami penurunan yang signifikan dengan jumlah 733 kasus.13

Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada saat ini pun semakin berkembang. Bukan saja melakukan kejahatan-kejahatan kecil seperti berbohong,

11 Nashriana, 2014, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Rajawali Pers,

Jakarta, hlm. 25

12 Soedjono Dirdjosisworo, 1977, Ilmu Jiwa Kejahatan, Karya Nusantara, Bandung, hlm. 20. 13 Lihat

(21)

7 berkelahi, membolos sekolah atau mengambil barang teman, namun anak-anak juga sudah melakukan kejahatan seperti yang dilakukan oleh orang dewasa yang mana perbuatan tersebut tergolong serius seperti membunuh, memperkosa, melakukan penganiayaan dan lain sebagainya.

Pada tahun 2016 tercatat ada 307 kasus dimana anak bertindak sebagai pelaku tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak sangat beragam dan merupakan tindak pidana yang tergolong berat diantaranya pelaku kekerasan fisik seperti tindak pidana penganiayaan, pengeroyokan, perkelahian, dan kekerasan fisik lainnya (62 kasus), pelaku kekerasan psikis seperti memberi ancaman dan intimidasi (23 kasus), pelaku kekerasan seksual seperti tindak pidana pemerkosaan, pencabulan, sodomi atau pedofilia, dan kekerasan seksual lainnya (82 kasus), pelaku tindak pidana pembunuhan (31 kasus), pelaku tindak pidana pencurian (24 kasus), pelaku kecelakaan lalu linta (39 kasus), kepemilikan senjata tajam (14 kasus), pelaku tindak pidana penculikan (5 kasus), dan pelaku aborsi (23 kasus).14

Setiap orang, baik anak-anak maupun dewasa yang melakukan tindak pidana harus menjalani serangkaian proses pemeriksaan dalam penegakan hukum. Dalam perspektif peradilan pidana anak, subsistem dalam sistem peradilan anak mempunyai kekhususan, dimana terhadap anak sebagai suatu kajian hukum yang khusus, membutuhkan aparat-aparat yang secara khusus diberi wewenang untuk menyelenggarakan proses peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan

14 Lihat

(22)

8 hukum.15 Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru maupun terpengaruh bujuk rayu orang dewasa. Oleh karena itu, sanksi yang dijatuhkan kepada anak tentu berbeda dengan sanksi terhadap oang dewasa.

Perdilan Pidana Anak mewujudkan kesejahteraan anak, sehingga anak diadili secara tersendiri. Segala aktivitas yang dilakukan dalam Peradilan Anak, seyogianya dilakukan oleh Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, atau Petugas Pemasyarakatan Anak, berdasarkan prinsip demi kesejahteraan anak.16 Artinya kepentingan terhadap anak sangatlah diutamakan. Dalam hal penjatuhan sanksi, hakim menjatuhkan sanksi pidana atau sanksi tindakan itu juga semata-mata hanya untuk memberikan kepentingan yang terbaik bagi anak.

Penjatuhan pidana atau tindakan merupakan suatu tindakan yang harus dipertanggungjawabkan dan dapat bermanfaat bagi anak. Setiap pelaksanaan pidana atau tindakan, diusahakan tidak menimbulkan korban, penderitaan, kerugian mental, fisik, dan sosial. Pidana dan tindakan bersifat edukatif, konstruktif, tidak destruktif dan disamping itu harus pula memenuhi kepentingan anak yang bersangkutan.17

Dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, hakim wajib untuk memperhatikan kebutuhan - kebutuhan si anak terutama hak -

15

Nashriana, Op.Cit, hlm. 106

16 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm. 156 17 Ibid., hlm. 157

(23)

9 haknya sebagai seorang anak.18 Dan juga dalam penjatuhan sanksi hakim tidak boleh menjatuhkan kumulasi hukuman terhadap anak, artinya pidana dan tindakan tidak boleh dijatuhkan sekaligus.

Berbicara mengenai sanksi dalam penjatuhan terhadap anak, dibedakan menjadi 2 (dua) yakni :

Pidana Pokok Anak terdiri atas:19 a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat:

1. Pembinaan di luar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; atau 3. Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga; e. Penjara.

Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:20 a. Pengembalian kepada orang tua/Wali;

b. Penyerahan kepada seseorang; c. Perawatan di rumah sakit jiwa;

18Annisa Febrina, 2017, Penegakan Hukum terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

Pencabulan dalam Konsep Restoratif Justice, Fakultas Hukum Universitas Nadlaul Ulama Sumatera

Barat, hlm. 207

19 Lihat Pasal 71 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2012 Nomor 153).

20 Lihat Pasal 82 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia

(24)

10 d. Perawatan di LPKS;

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. Perbaikan akibat tindak pidana

Pada hakikatnya, anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya, khususnya dalam pelaksanaan peradilan anak yang asing bagi dirinya. Anak perlu mendapat perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan terhadap dirinya yang dapat menimbulkan kerugian fisik, mental, dan sosial.

Sanksi pidana harus dihindari untuk dijatuhkan terhadap anak, apalagi jika sanksi tersebut bersifat membatasi kebebasan bagi anak. Karena dampak negatif dari membatasi kebebasan bagi anak yaitu dapat menghambat perkembanngan fisik, psikis, dan sosial anak selain juga memunculkan stigmatisasi.21Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak berbeda dengan orang dewasa. Selanjutnya, mengenai pidana penjara, anak sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 huruf a UU No. 3/1997 hanya dapat dikenakan ½ dari ancaman pidana penjara orang dewasa. Dan bila diancamkan

21

Nashriana, 2010, Reformulasi Pengaturan Sanksi bagi Anak Pelaku Tindak Pidana :

sebagai Upaya Optimalisasi Penerapan Sanksi Tindakan, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, hlm.

(25)

11 dengan pidana mati/seumur hidup maka anak dapat dijatuhkan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Bagi anak yang belum mencapai usia 12 (dua belas) tahun, maka anak hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa penyerahan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, dan bila belum mencapai usia 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam dengan pidana mati/seumur hidup. Maka dijatuhi salah satu tindakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UU No. 3/1997.22

Pidana penjara dapat dijatuhkan terhadap anak apabila tidak ada lagi sanksi yang dapat mengakomodir perbuatan anak. Hal ini bersesuaian dengan asas yang dianut dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu pemidanaan sebagai upaya terakahir atau yang dikenal dengan istilah

ultimum remedium. Namun dalam prakteknya sering kali pidana penjara menjadi opsi

utama untuk menghukum anak yang berhadapan dengan hukum.

Tindakan dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun. Dalam Pasal 83 menentukan bahwa Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan Anak yang bersangkutan. Tindakan perawatan Terhadap Anak dimaksudkan untuk membantu orang tua/Wali dalam mendidik dan memberikan pembimbingan kepada Anak yang bersangkutan.23

22 Nashriana, Op.Cit., hlm. 72 23 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm. 164

(26)

12 Proses penghukuman yang diberikan kepada anak lewat sistem peradilan pidana formal dimaksudkan untuk memberikan yang paling baik untuk anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak pribadi yang lebih baik. Penjara justru seringkali membuat anak semakin profesional melakukan tindak pidana. Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam menangani perkara anak adalah dengan memberikan sanksi tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

Sanksi tindakan sangat efektif untuk diterapkan kepada anak yang melakukan tidak pidana dan yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Penjatuhan sanksi tindakan mengutamakan kesejahteraan anak, untuk mengikuti pendidikan, pembinaan yang melihat masa depan anak -anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa.24

Khusus mengenai sanksi terhadap anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur kurang dari 14 (empat belas) tahun hanya dikenai tindakan, sedangkan bagi anak yang telah mencapai umur 14 (empat belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhi sanksi tindakan dan sanksi pidana.

Sanksi tindakan merupakan kekhususan yang diberikan terhadap anak, yang mana sanksi tindakan ini tidak dapat dikenakan terhadap orang dewasa. Sanksi

24 Anggoro Wicaksono, 2015, Sanksi Tindakan sebagai Sarana Alternatif Penanggulangan

Kejahatan Psikotropika bagi Pecandu dan Pelaku Anak dalam Perspektif Hukum Pidana, USU Law

(27)

13 tindakan yang dijatuhkan kepada anak pelaku tindak pidana dapat berupa penyerahan kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), dan lain sebagainya. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak. Sanksi tindakan tidak bertujuan sebagai pembalasan melainkan untuk mendidik dan membina anak agar menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan tersebut dikemudian hari.

Adapun data yang didapat dari pegawai Dinas Kesejahteraan Unit Pelaksana Teknis Dinas Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir terdapat berbagai macam tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang sedang menjalani pembinaan salah satunya adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Dan memang benar ada beberapa anak yang dikenakan sanksi tindakan perawatan yang sedang menjalani hukumannya di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala.25

Berdasarkan pada uraian serta segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal tersebut menjadi latar belakang permasalahan penelitian ini sehingga penulis mengangkat sebuah judul skripsi yaitu:

“MEKANISME PELAKSANAAN SANKSI TINDAKAN PERAWATAN DI LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (LPKS) TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (Studi di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir)”

(28)

14

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian latar belakang permasalahan yang penulis uraikan maka dapat ditarik rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum?

2. Faktor Apakah yang Mempengaruhi Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang berfungsi untuk menerangkan dan menjelaskan penelitian yang akan dilakukan.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial

(29)

15 Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum.

2. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum.

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian skripsi ini diharapkan berguna baik untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya hukum pidana khususnya mengenai Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Serta diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi masukkan bagi penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam bidang hukum pidana serta dapat dijadikan pedoman bagi praktisi hukum, mahasiswa maupun pihak yang berkepentingan dalam Pembahasan tentang Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Tindakan Perawatan di Lembaga

(30)

16 Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum.

E. Ruang Lingkup

Penyelesaian kasus hukum merupakan sesuatu yang memiliki cakupan sangat luas, karenanya agar pembahasan skripsi ini tidak menyimpang dari permasalahan sehingga dapat terarah dan sesuai dengan objek permasalahan dan judul. Maka penulis membatasi pembahasan pada masalah pengaturan dan pelaksanaan anak-anak yang berkonflik dengan hukum terkait mekanisme pelaksanaan sanksi tindakan perawatan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Pembatasan ruang lingkup ini merupakan pedoman bagi penulis agar pembahasan nantinya tidak terlalu meluas dari makna yang terkandung di dalam perumusan masalah dan juga diharapkan dapat memberikan pola pikir yang utuh, terpadu dan sistematis dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang ada. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan menyinggung hal lain yang berhubungan dengan permasalahan yang ada pada judul skripsi ini.

(31)

17

F. Kerangka Teori

Kerangka Teori adalah adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis26.

Dengan demikian penulis akan menggunakan beberapa teori yang dalam penulisan skripsi ini yaitu :

1. Teori Pemidanaan

Pidana sebagai sarana atau alat yang dapat digunakan untuk menegakan norma-norma hukum pidana akan berkaitan dengan latar belakang mengapa seseorang menggunakan sanksi pidana. Berkaitan dengan latar belakang mengapa seseorang menggunakan sanksi pidana dan dasar pembenaran dari suatu pemidanaan, maka dikenakanlah beberapa teori pemidanaan sebagai berikut:27

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (vergeldings theorieen)

Dasar pijakan teori ini adalah pembalasan, inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu kepada penjahat. Negara berhak untuk menjatuhkan pidana kepada penjahat karena telah melakukan penyerangan atau perkosaan pada hak

26M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 80. 27M. Rasyid Ariman, dan Fahmi Righib, 2010, Hukum Pidana (Tindak Pidana,

Pertanggungjawaban Pidana, Pidana dan Pemidanaan), Palembang : Bagian Hukum Pidana Fakultas

(32)

18 atau kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi.

Immanuel Kant memandang pidana sebagai “Kategorische

Imperative” yakni seseorang harus harus dipidana oleh Hakim karena

ia telah melakukan kejahatan. Pidana bukan merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, melainkan mencerminkan keadilan (uitdrukking van de gerechtigheid) sehingga pidana menunjukkan suatu tuntutan peradilan. Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat pada pendapat Immanuel Kant di dalam bukunya “Philosophy

of Law” sebagai berikut :

Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi si pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat tapi dalam semua hal harus dikenakan karena orang yang bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan.28

Artinya teori pembalasan tidak memikirkan bagaimana membina sipelaku kejahatan, padahal sipelaku kejahatan mempunyai hak untuk dibina dan untuk menjadi manusia yang berguna sesuai dengan harkat dan martabatnya.

28 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,

(33)

19

b. Teori Relatif atau Tujuan (doel theorieen)

Teori relatif yaitu alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Dasar pemikiran teori ini agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman, artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.29 Dengan demikian dasar pembenaran pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya.

Adapun yang dianggap sebagai tujuan pokok dalam menjatuhkan pidana itu adalah :”(de handhaving van de

maatschappelijke orde) dengan mencegah terjadinya kejahatan.

Tujuan pidana dibedakan menjadi 2 (dua) istilah, yaitu :30

1. Pencegahan Kejahatan Umum (generale preventie)

Pencegahan Kejahatan Umum lebih menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Pengaruh pidana ditunjukkan terhadap masyarakat pada umumnya dengan maksud untuk menakut-nakuti. Artinya pencegahan kejahatan yang ingin dicapai oleh pidana adalah dengan mempengaruhi tingkah laku anggota

29 Sani Imam Santoso, 2014, Teori pemidanaan dan Sandera Badan Gijzeling, Penaku,

Jakarta, hlm. 59.

(34)

20 masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana.

2. Pencegahan Kejahatan Khusus (speciale preventie)

Bahwa menurut teori ini, tujuan pidana ialah menahan niat buruk si pembuat. Pidana bertujuan agar si pelanggar tidak mengulangi kejahatannya, dengan cara :

a. Menakuti si penjahat b. Memperbaiki si penjahat

c. Kalau perlu, menyingkirkan si penjahat dengan pidana penjara atau pidana mati

c. Teori Gabungan (verenigings theorieen)

Teori ini merupakan penggabungan dari teori absolut dan relative. Menurut pandangan teori ini selain dimaksudkan sebagai upaya pembalasan atas perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang, pidana juga dimaksudkan untuk menciptakan rasa keadilan dan ketertiban dalam kehidupan di masyarakat.31

2. Teori Penegakan Hukum

Sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum yang dimaksud disini

(35)

21 yaitu yang merupakan pikiran-pikiran badan pembentuk Undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Perumusan pemikiran pembuat hukumyang dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan.32

Proses penegakan hukum itu sendiri memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegak hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.33

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structure of law), substansi hukum (substance of the law), dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup yang dianut dalam suatu masyarakat, struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran pengadila,

32 Munawir Ahmad, 2007, Penegakan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.

25

(36)

22 yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa) dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya.34

Soerjono Soekanto menyatakan secara konsepsional, makan inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyelesaikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.35

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :36

1. Faktor hukumnya sendiri. 2. Faktor penegak hukum. 3. Faktor sarana dan fasilitas. 4. Faktor masyarakat.

5. Faktor kebudayaan.

34Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum

Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 28

35Soerjono Soekanto, 1999, Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Rajawali, Jakarta, hlm. 24.

(37)

23

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah :

1. Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penulisan ini adalah Yuridis Empiris, yuridis artinya menggunakan Undang-undang ataupun bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan sedangkan empiris artinya penelitian terhadap data primer dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian data sekunder.37 Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang berfokus meneliti suatu fenomena atau dari keadaan dari objek penelitian secara detail dengan menghimpun kenyataan yang terjadi serta mengembangkan konsep yang ada. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder data primer diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan narasumber. Pengumpulan data dan penelitian dilakukan di Panti Sosial Marsudi Putra Darmapala Ogan Ilir.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan sosiologis (socio legal research).

Pendekatan undang-undang yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum dalam

(38)

24 penelitian ini konsep bertujuan untuk mempelajari atau melihat pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.38

Pendekatan sosiologis (socio legal research), yaitu pendekatan penelitian yang menggunakan logika-logika dan teori klasik maupun modern untuk menggambarkan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain.39

3. Sumber Data Penelitian

Jenis dan Sumber data Penelitian dalam penulisan ini adalah data

kualitatif yang bersumber pada:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui penelitian lapangan (field research).40 Perolehan data primer ini dilakukan melalui survey lapangan dan atau wawancara bebas, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja, akan tetapi juga harus mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan.41

b. Data Sekunder, yaitu data yang di peroleh melalui penelitian studi kepustakaan dengan cara menelusuri bahan hukum yang berhubungan

38 Amirudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press,

Jakarta, hlm. 90

39 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Penada Media Group, Jakarta,

hlm. 95

40 Aminuddin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hlm. 30

41 Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.

(39)

25 dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini,42data sekunder mencakup:

1) Bahan Hukum Primer, teknik pengumpulan data dengan bahan hukum primer ini melihat dan membahas permasalahan yang ada berdasarkan dengan ketentuan hukum yang bersifat mengikat yang dimuat dalam undang-undang, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

c. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat hubungannya dengan Data-data primer, dan dapat membantu menganalisi dan memahami Data hukum primer, meliputi rancangan peraturan perundang-undangan, hasil ilmiah para

(40)

26 sarjana, dan hasil-hasil penelitian.43 Dalam skripsi ini juga penulis menggunakan jurnal hukum, artikel, internet dan sumber hukum lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier ini adalah Data hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.44

4. Lokasi Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulisan dilaksanakan di wilayah hukum Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Ogan Ilir Jalan Raya KayuAgung NO. KM. 32 Inderalaya.

5. Populasi dan Sampel Penelitian

Penetapan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive

sampling, yaitu mengambil data dari instansi dengan melakukan

wawancara serta cara digunakan dengan menetapkan kelompoknya. Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan alasan; Responden terlibat langsung dalam pelaksanaan sanksi tindakan perawatan.

43 Suratman dan Philips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, hlm.

67.

(41)

27 Adapun Responden pada penelitian ini adalah :

1. 1 orang Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)

2. 1 orang Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial

6. Teknik Pengumpulan Bahan

Teknik pengumpulan data yang digunakan :

a. Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan bahan penelitian yang dilakukan menggunakan studi pustaka untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kemudian melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, dan mengutip dari bahan-bahan kepustakaan tersebut.

b. Studi Lapangan, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan atau melakukan wawancara terstruktur kepada pihak yang berkompeten dalam masalah mekanisme pelaksanaan sanksi tindakan perawatan di LPKS terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu pelaku dan pegawai pada panti sosial Marsudi Putra Dharmapala guna mendapatkan data primer yang akurat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

(42)

28

7. Analisis Data

Data-data yang diperoleh dan terkumpul nantinya akan diolah dan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganalisis data primer dan Data-data sekunder yang biasa diterapkan dalam penelitian sehingga di dapatkan jawaban yang berupa kesimpulan dari seluruh permasalahan ini.45

8. Penarikan Kesimpulan

Penarik kesimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan Metode Deduktif, yang artinya dengan penarikan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan penjelasan secara umum kemudian berkaitan dengan permasalahan yang khusus, seperti menjabarkan mekanisme pelaksanaan sanksi tindakan di LPKS terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sanksi tindakan perawatan di LPKS terhadap anak yang berkonflik dengan hukum untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian skripsi ini.

(43)

117

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan Anak, LaksBang PRESSIndo, Yogyakarta.

Andi Hamzah, 2001, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Aminuddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 2002, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Beni Ahmad Saebani, 2009, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Setia, Bandung. Shant Dellyana, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan

Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta.

Hilman Hadikusuma, 1993, Hukum Adat Dalam Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Irma Setyowati Sumitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta.

Kartini Kartono, 1981 , Gangguan-gangguan Psikis, Sinar Baru, Bandung.

_____________, 1998, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Raja Grafindo, Jakarta. Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan

(44)

118

Mardjono Reksodipuro, 1997, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan

Karangan Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga

Kriminologi Universitas Indonesia.

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung. ______, 2016, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung.

Moeljatno, 2002, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum

Pidana, Bina Aksara, Yogyakarta

______________, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta.

M. Rasyid Ariman dan Fahmi Righib, 2010, Hukum Pidana (Tindak Pidana,

Pertanggungjawaban Pidana, Pidana dan Pemidanaan), Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum UNSRI, Palembang.

M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV, Mandar Maju, Bandung. Muladi, 2002, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1982, Pidana dan Pemidanaan, FH UNISULA, Semarang.

______________, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. Munawir Ahmad, 2007, Penegakan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nashriana, 2014, Perlindungan Hukum Pidana bagi anak di Indonesia, Rajawali

Pers, Jakarta.

Romli Atmasasmita, 1983, (b) Problema Kenakalan Anak dan Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

______________, 1996, Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan

Abosilisionisme, Bina Cipta Bandung.

Sani Imam Santoso, 2014, Teori pemidanaan dan Sandera Badan Gijzeling, Penaku, Jakarta.

(45)

119

Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.

Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta.

Soedarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Soedjono Dirdjosisworo, 1977, Ilmu Jiwa Kejahatan, Karya Nusantara, Bandung. ______________, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung.

Soerjono Soekanto, 1999, Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta.

______________, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. ______________, 2009, Pengantar Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta.

Sri Sutatiek, 2012, Rekonstruksi Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Anak di

Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.

Sudarsono, 1992, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta.

Suratman dan Philips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung. Wagiati Soetodjo, 2010, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung.

B. Undang-Undang

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153).

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967)

(46)

120

C. Situs Internet

http://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-per-tahun/data-kasus-berdasarkan-klaster-perlindungan-anak-2011-2016 , diakses pada tanggal 25 januari 2018, pukul 21.27 WIB.

http://kesos.unpad.ac.id/2010/04/29/assessment-dalam-praktek-pekerjaan-sosial/, diakses pada tanggal 17 Mei 2018, pukul 13.43 WIB.

D. Jurnal

Anggoro Wicaksono, 2015, Sanksi Tindakan sebagai Sarana Alternatif

Penanggulangan Kejahatan Psikotropika bagi Pecandu dan Pelaku Anak dalam Perspektif Hukum Pidana, USU Law Jurnal.

Annisa Febrina, 2017, Penegakan Hukum terhadap Anak yang Melakukan Tindak

Pidana Pencabulan dalam Konsep Restoratif Justice, dimuat pada Jurnal

Hukum Fakultas Hukum Universitas Nadlaul Ulama Sumatera Barat.

Nashriana, 2010, Reformulasi Pengaturan Sanksi bagi Anak Pelaku Tindak Pidana :

sebagai Upaya Optimalisasi Penerapan Sanksi Tindakan, Fakultas Hukum

Referensi

Dokumen terkait

yang mengontrol pembelian supplies pada setiap unit, tapi setiap unit bisa order sendiri (tidak

(5) Pos Pendukung PDB bantuan dalam negeri dan komunitas internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan oleh Pos Pendamping Nasional PDB

(1) Bagi pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c, jabatan dan peringkatnya ditetapkan berdasarkan masa kerja sebagai awak

Dalam hal ini bersifat umum adalah peraturan perundang-undangan selanjutnya dianalisis khusus berkaitan dengan tanggung jawab jasa pengiriman barang terhadap konsumen

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif untuk mengkaji hukum positifnya, dalam arti menghimpun, memaparkan,

Kaitannya dengan penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 473/Pdt.G/2015/PN Sgr untuk

bahwa bahan komposit polimer yang dibuat dari serat batang kelapa sawit ini cukup layak diproduksi, namun material akustik yang terbuat dari serat batang kelapa sawit dengan

mendorong para Cam at dan para Lurah untuk mengembangkan inovasi dalam upaya pengendalian dan penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagaimana tercantum dalam Lampiran