BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Sutedi (2003:2) bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia dapat disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain agar mendapat tanggapan. Ilmu yang mempelajari tentang bahasa disebut linguistik. Kata linguistik berasal dari kata latin “lingua” yang berarti bahasa. Menurut Kridalaksana (2008:143) linguistik adalah ilmu tentang bahasa, menyelidiki bahasa secara ilmiah. Sedangkan menurut Purwo (2000:17) linguistik merupakan ilmu dengan pendekatan yang khas.
Berdasarkan objek kajiannya, linguistik memiliki hubungan dengan faktor-faktor dari luar dan dari dalam bahasa itu sendiri. Faktor dari luar biasa disebut kajian makrolinguistik, yaitu linguistik yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor dari luar bahasa itu. Subdisiplin ilmu makrolinguistik adalah sosiolinguistik, psikologilinguistik, antropologilinguistik, etnolinguistik, stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa, neurologilinguistik. Faktor dari dalam biasa disebut kajian mikrolinguistik, yaitu linguistik yang mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur bahasa pada umumnya (Chaer, 1994:15). Dalam mikrolinguistik subdisiplin ilmunya adalah:
b. Struktur morfologis (mempelajari tentang bentuk-bentuk kata), c. Struktur sintaksis (mempelajari tentang susunan kata),
d. Struktur semantik (mempelajari tentang makna).
Bila membahas tentang pembentukan kata, maka bahasan tersebut termasuk dalam morfologi. Verhaar (2001:11) menyatakan morfologi menyangkut “internal” kata. Dan Koizumi (1993:89) mengatakan
“形態論は語形の分析が中心とる。
keitairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru.
“morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata”
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa morfologi merupakan kajian pada yang meliputi kata dan proses pembentukan kata tersebut.Sutedi (2003:41) juga berpendapat bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajari yaitu tentang kata dan morfem. Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat. (sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Kata:diakses tanggal 3 Oktober 2014). Morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang dapat membedakan makna atau memiliki makna dan tidak dapat lagi dibagi menjadi suatu bentuk yang lebih kecil. Morfem terdiri dari morfem bebas, dan morfem terikat. Sutedi (2003:44-45) menambahkan dua morfem lagi, untuk pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang yaitu : morfem isi (naiyou keitaiso) dan morfem
fungsi (kinou keitaiso). Penjelasan lebih lanjut mengenai kata dan morfem penulis bahas dalam bab selanjutnya.
Bahasa Jepang mengenal adanya ragam bahasa hormat. Ragam bahasa hormat (keigo) digunakan karena adanya hubungan atas dan bawah dalam masyarakat jepang. Para ahli membagi ragam bahasa hormat (keigo) menjadi 5 jenis, yaitu
songkeigo, kenjougo, teineigo, jihongo, dan bikago. Namum yang dibahas dalam
penelitian ini hanya songkeigo dan kenjougo saja.
Menurut Minoru dalam Sudjianto (2004:31) keigo adalah bahasa/kata-kata yang khusus dipergunakan untuk menunjukkan kerendahan hati pembicara dan untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap teman bicara atau orang yang dibicarakan. Hampir sama dengan pendapat Minoru, Terada Nakanao (dalam Sudjianto,2004:31) mengatakan bahwa keigo adalah bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga. Keigo merupakan cara sesama manusia untuk saling berhubungan dengan menggunakan pilihan kata sesuai proses pembentukan kata yang tepat dan mempertimbangkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan
joge kankei (seperti antara guru dan murid), hubungan onkei no ukete (seperti
pelanggan dan pelayan), hubungan uchi soto (orang luar dan orang dalam di perusahaan), dan hubungan sesuai dengan tingkat keakraban (Primawati, 2010:1).
Berdasarkan cara pemakaiannya, Danasasmita (dalam Sudjianto, 2004:126) membagi keigo menjadi tiga jenis yaitu sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Sonkeigo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:126). Kenjogo adalah bahasa
hormat yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara merendahkan diri sendiri (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:130). Teineigo adalah bahasa hormat yang dipakai untuk menghaluskan kata-kata yang diucapkan tanpa adanya hubungan merendahkan atau menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Danasasmita, 1983:81).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang proses pembentukan kata dalam ragam bahasa hormat (keigo) yang dikhususkan pada ragam sonkeigo dan kenjougo. Ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo yang terdapat dalam komik “kamisama hajimemashita” karya Jurietta
Suzuki yang digunakan sebagai sumber data. Dalam komik tersebut, penulis menemukan berbagai ragam bahasa hormat (keigo) dengan berbagai proses pembentuka kata yang jika dianalisis lebih jauh akan sangat bermanfaat bagi proses pengajaran maupun pembelajaran bahasa Jepang. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentangproses pembentukan kata dalam ragam
sonkeigo dan kenjougo dan menganalisisnya menggunakan teori Sutedi mengenai
proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang .
Judul yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Analisis Proses
Pembentukan Kata Pada Ragam Bahasa Hormat Sonkeigo dan Kenjougo dalam Komik “Kamisama Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki.
1.2 Rumusan Masalah
Proses Pembentukan kata dalam bahasa Jepang dapat terjadi melalui berbagai cara, diantaranya melalui penggabungan morfem dan penambahan
imbuhan (setsuji) berupa awalan (settouji) serta akhiran (setsubiji). Makna istilah awalan maupun akhiran dalam bahasa Jepang tidak sama dengan makna istilah awalan ataupun akhiran dalam Bahasa Indonesia, begitu juga dengan istilah morfem kinou keitaiso dalam bahasa Jepang yang berbeda maknanya dengan istilah morfem terikat dalam Bahasa Indonesia. Perbedaan ini ada kalanya menyulitkan pembelajar pemula bahasa Jepang dalam memahami proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba meminimalisir kesulitan pembelajar bahasa Jepang dengan menganalisis proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang khusus ragam bahasa sonkeigo dan
kenjougo dengan rumusan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Julietta Suzuki?
b. Bagaimanakah proses pembentukan kata ragam bahasa hormat kenjougo dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Julietta Suzuki?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Penulis membatasai ruang lingkup objek penelitain ini agar lebih terfokus, sehingga hasil yang dicapai lebih spesifik, efektif dan memudahkan penulis dalam melakukan penelitian.
Objek penelitian dibatasi hanya pada kata-kata dalam ragam bahasa hormat khususnya sonkeigo dan kenjougo yang terdapat dalam komik “Kamisama
Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki tahun 2008 yang kemudian penulis
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Linguistik yang dalam bahasa Jepang disebut gengogaku (言語学) adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Sebagai ilmu bahasa, ada beberapa kajian yang menyangkut struktur-struktur internal dan eksternal dalam bahasa. Linguistik merumuskan kaidah-kaidah teoritis antar disiplin dan digunakan untuk memecahkan serta mengatasi masalah-masalah yang ada. Menurut Martinet (dalam Chaer, 2007:2) linguistik itu adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam studi linguistik dikenal dua bidang kajian, yaitu kajian bidang mikrolinguistik dan kajian bidang makrolinguistik (Chaer,1994:16) Kajian bidang mikrolinguistik adalah kajian bidang linguistik yang mempelajari bahasa dari dalamnya, dengan kata lain mempelajari bahasa itu sendiri atau mempelajari bahasa secara langsung (Kridalaksana, 2008:154). Kajian bidang makrolinguistik adalah kajian bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor dari luar bahasa, termasuk didalamnya bidang interdisiplin dan bidang terapannya (Kridalaksana, 2008:148).
Penelitian ini, adalah kajian mikrolinguistik yang membahas masalah morfologi khususnya mengenai proses pembentukan kata ragam bahasa hormat
sonkeigo dan kenjougo.
Morfologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata morphe dan locos.
Morphe berarti bentuk dan locos berarti ilmu. Berdasarkan asal katanya, arti
morfologi adalah ilmu tentang bentuk. Dalam morfologi dipelajari bagaimana kata dibentuk serta perubahan-perubahan bentuk kata, sehingga pembicaraan
morfologi tidak keluar dari batas kata. Dalam bahasa Jepang, morfologi disebut
keitairon. Menurut Nomura
(http://repository.maranatha.edu/7011/3/0142009_Chapter1.pdf) morfologi adalah :
文保論の一部門。形態素語を対処とし、主としてそれらの形態化を研
究する部門。具体的には庭、品詞論が中心的内容になる。
Bunpooron no ichibumon. Keitaiso go taishou toshi, shutoshite sorera no keitaika o kenkyuu suru bumon. Gutaiteki ni wa hinshiron ga chuushin tekinaiyou ni naru.
„Bagian dari tata bahasa yang mempelajari morfem, kata serta pembentukannya‟.
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang membahas tentang bagaimana kata dibentuk dari gabungan morfem-morfem sehingga membentuk sebuah kata.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil, sebagai satuan bahasa terkecil morfem tidak dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang masing-masing mengandung makna (Kridalaksana, 1982:110). Dalam Bahasa Indonesia, menurut bentuk dan maknanya morfem terdiri dari morfem bebas dan terikat. Bahasa Jepang juga mengenal adanya morfem, yaitu jiyuu keitaiso (morfem bebas),
kousoku keitaiso (morfem terikat), serta naiyou keitaiso (morfem isi) dan kinou keitaiso (morfem fungsi).
Sebelum memahami jenis-jenis morfem dalam bahasa Jepang, pembelajar bahasa Jepang harus terlebih dahulu memahami kelas kata atau jenis kata dalam bahasa Jepang. Sutedi ( 2003:44-45) menuliskan bahwa jenis kata dalam bahasa Jepang terdiri dari: meishi (nomina, doushi (verba), keiyoushi (adjektiva), fukushi (adverbia), jodoushi (kopula) dan joshi (partikel).
Dalam masyarakat terdapat berbagai macam status sosial, serta adanya hubungan atas dan bawah atau antara bawahan dengan atasan. Berbeda dengan Bahasa Indonesia, bahasa Jepang membedakan ragam bahasa yang digunakan berdasarkan status sosial ataupun hubungan antara atasan dan bawahan. Bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa hormat yang dikenal dengan keigo, yang penggunaannya berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari. Menurut Ogawa (dalam Primawati, 2010:1) keigo adalah ungkapan sopan yang dipakai pembicara dengan mempertimbangkan mitra tutur atau orang yang dibicarakan. Keigo terdiri dari sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Sonkeigo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat prang yang menjadi pokok pembicaraan. Kenjougo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara merendahkan diri sendiri.
1.4.2 Kerangka Teori
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, cabang linguistik yang mempelajari tentang pembentukan kata disebut morfologi. Menurut Verhaar (2008:11) morfologi menyangkut struktur internal kata. Secara etimologis istilah morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari gabungan kata morphe yang berarti bentuk dan locos yang berarti ilmu. Dan Chaer (1994:146) berpendapat bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata.
Ketika membahas morfologi, maka tidak akan terlepas dari proses morfemis. Muchtar (2006:34) mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata
dimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain. Morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti (Koizumi, 1993:91).
Sutedi (2003:44-46) menuliskan bahwa dalam pembentukan kata setsuji memegang peranan penting. Selain itu suatu kat ajuga bisa dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa morfem bebas. Menurut Sutedi (2003), sekurang-kurangnya ada empat jenis proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang, yaitu:
1. Haseigo (kata kajian): yaitu kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou ketaiso (morfem isi) dengan setsuji (imbuhan). Proses pembentukannya bisa
dalam formula berikut ini :
(1) Settouji (awalan) + morfem isi jenis nomina
awalan o + morfem isi kelas kata nomina: okuruma awalan go + morfem isi kelas kata nomina: gokazoku awalan su + morfem isi kelas kata nomina: sugao awalan ma + morfem isi kelas kata nomina: magokoro dan awalan lainnya.
Fungsi awalan (settouji) o dan go yaitu sebagai penghalus dan digunakan hanya untuk orang lain. Kata okuruma di atas bermakna mobil anda (bentuk sopan), dan kata gokazoku bermakna keluarga anda (bentuk sopan). Fungsi awalan (settouji) su untuk menyatakan arti asli/polos dan awalan (settouji) ma untuk menyatakan kemurnian atau ketulusan. Kata sugao di atas bermakna wajah asli alami tanpa riasan atau bedak, dan kata magokoro di atas bermakna setulus hati.
awalan ka + morfem isi kelas kata adjektiva: kaguroi awalan ko + morfem isi kelas kata adjektiva: kogitanai
Fungsi awalan (settouji) ka untuk menyatakan arti sangat, dan fungsi awalan (settouji) ko untuk menyatakan arti agak/sedikit. Kata kaguroi di atas bermakna sangat hitam atau hitam pekat, kata kogitanai bermakna agak kotor.
(3) Morfem isi + setsubiji (akhiran)
morfem isi dari bagian gokan adjektiva + akhiran sa: samusa. morfem isi dari bagian gokan adjektiva + akhiran mi: amami. morfem isi dari nomina verba + akhiran suru: benkyou suru morfem isi dari nomina + akhiran teki: keizaiteki
Akhiran (setsubiji) sa dan mi digunakan untuk mengubah adjektiva menjadi nomina, tetapi tidak semua adjektiva bisa diikuti sa dan mi. Kata samusa di atas bermakna dinginnya (kelas kata nomina), dan kata amami bermakna manisnya (kelas kata nomina). Akhiran suru berfungsi sebagai verba transitif dan juga verba intransitif. Tidak semua nomina bisa diikuti oleh suru, melainkan pada nomina yang menyatakan arti dari suatu perbuatan atau nomina verba saja.Kata
benkyou suru di atas bermakna belajar (verba). Akhiran teki digunakan untuk
mengubah nomina menjadi adjektiva atau adverbia. Kata keizai teki di atas bermakna ekonomis.
2. Fukugougo/ gouseigo: kata yang terbentuk dari hasil penggabungan beberapa
morfem isi. Proses pembentukannya bisa dalam formula berikut ini:
(4) Morfem isi + morfem isi
morfem isi nomina + morfem isi nomina Contoh: ama + kasa = amagasa
Hon + tana = hondana
Kata amagasa di atas adalah gabungan dari dua morferm isi yaitu {ama} yang berasal dari kata ame (kelas kata nomina) dan morfem isi {gasa} yang berasal dari kata kasa (kelas kata nomina). Kata hondana di atas adalah gabungan dari dua morferm isi yaitu {hon} yang berasal dari kata hon (kelas kata nomina) dan morfem isi {dana} yang berasal dari kata tana (kelas kata nomina).
(5) Morfem isi + setsuji (imbuhan)
morfem isi nomina + akhiran (setsubiji) berupa verba Contoh: Hi + kaeri = higaeri
Toukyou + iki = Tokyo iki
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa nomina Contoh: Yaki + niku = yakiniku
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa verba (membentuk verba) Contoh: tori + dasu = toridasu
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa verba (membentuk nomina) Contoh: iki + kaeri = ikigaeri
Kata higaeri di atas adalah gabungan dari morferm isi yaitu {hi}(dari kelas kata nomina) dan akhiran gaeri (berasal dari verba kaeru). Kata Toukyou iki di atas adalah gabungan dari Toukyou (dari kelas kata nomina) dan akhiran iki (berasal dari verba iku). Kata yakiniku berasal dari kata yaku (verba) dan kata niku (nomina) sebagai akhiran.. Kata toridashi berasal dari kata toru (verba) dan berupa kata dashi (berasal dari verba dasu). Kata ikigaeri adalah gabungan dari kata iki (berasal dari verba iku) dan gaeri (berasal dari verba kaeru).
4. Toujigo: singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alphabet atau
romaji.
Teori pembentukan kata dari Sutedi di atas penulis gunakan untuk menganalisis proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo.
Songkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat
terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan derajat orang yang dibicarakan (Oishi Shotaro dalam Sudjianto, 2004:190). Sedangkan menurut Hiroshi (dalam Primawati, 2010:10) menyatakan bahwa songkeigo mengandung makna chokusetsu sonchougo (直接尊重後)atau kata yang menghormati mitra tutur secara langsung. Dengan kata lain sonkeigo merupakan ungkapan yang langsung berfungsi menaikkan derajat atau kedudukan mitra tutur.
Kenjougo adalah keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri pembicara (termasuk benda-benda, keadaan, aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengan orang tersebut (Oishi Shotaro dalam Sudjianto, 2004:192). Dan Hiroshi (dalam Primawati, 2010:12) juga menjelaskan kenjougo mengandung makna kanketsu
sonchougo (簡潔尊重語) atau kata yang menghormati mitra tutur secara tidak
langsung. Bentuk ini merendahkan penutur namun memiliki makna menghormati mitra tuturnya atau orang yang dibicarakan.
Pada umunmnya, keigo digunakan jika penutur berbicara tentang aktivitas dengan orang yang lebih superior atau status sosialnya lebih tinggi dari penutur.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pembentukan kata ragam bahasa hormat
sonkeigo dalam komik Kamisama Hajimemashita karya Jurietta Suzuki.
2. Untuk mengetahui proses pembentukan kata ragam bahasa hormat
kenjougo dalam komik Kamisama Hajimemashita karya Jurietta Suzuki. 1.5.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh berdasarkan tujuan penelitian diatas adalah: 1. Untuk dapat lebih memahami proses pembentukan kata ragam bahasa hormat dalam bahasa Jepang, khususnya sonkeigo dan kenjougo serta hubungannya dengan mitra tutur.
2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya dalam proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo. Hal ini diperlukan agar tidak terjadinya pertukaran penggunaan
antara sonkeigo dan kenjougo.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian (inquiry), menghimpun data, akan pengukuran, analisis, membandingkan, mencari hubungan, menafsirkan hal-hal yang bersifat teka-teki. Kegiatan pencarian ini dibedakan berdasarkan metode pencariannya (mode of inquiry) atau metode penelitian
Istilah “metode” di dalam penelitian linguistik dapat diartikan sebagai strategi kerja yang tepat dalam mencapai tujuan peneliti dan mempermudah dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan mengkaji (study) secara teliti dan teratur dalam suatu bidang ilmu menurut kaidah tertentu. Maka metode penelitian adalah suatu metode pendekatan penelitian yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang ada (Nasir, 1983:22).
Metode penelitian merupakan prosedur kerja dan langkah kerja yang digunakan dalam melakukan sebuah penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data sampai tahap pengambilan kesimpulan yang sesuai berdasarkan tipe dan jenis penelitian (Sutedi, 2005:22).
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan penjelasan suatu keadaan atau fenomena yang ada secara apa adanya dengan mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Sedangkan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang suatu masalahnya tidak di desain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (Subroto, 2007:5). Penelitian kualitatif pada umumnya berusaha membentuk atau membangun teori melalui data yang terkumpul. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Data yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder yang diambil adalah dari komik “Kamisama
Hajimemashita”, buku-buku teori dan referensi makalah dan skripsi yang
Dalam penelitian ini penulis tidak menjadikan semua populasi (objek penelitian) sebagai sampel dalam menganalisis data. Penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel secara acak. sampel yang diambil dari jumlah populasi adalah kata dalam ragam bahasa hormat (keigo) khususnya sonkeigo dan
kenjougo yang terdapat dalam komik “Kamisama Hajimemashita” sebanyak 50
data . Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup representatif (mewakili) untuk dijadikan sampel dalam menganalisis data. Sampel yang telah diambil kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis/kategori proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pustaka dan menyimak objek penelitian, yaitu komik “Kamisama Hajimemashita”. Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 2007:47). Sumber-sumber data yang digunakan dipilih yang sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini. Kemudian penulis memberi tanda pada kata yang terdapat dalam ragam bahasa hormat (keigo) khususnya sonkeigo dan
kenjougo yang ditemukan, selanjutnya digunakan teknik catat atau transkripsi
ortografis, yaitu mencatat seluruh data tersebut. Kemudian penulis mengklasifikasikan data sesuai dengan teori proses pembentukan kata dengan memberikan kode pada masing-masing sampel yang ditemukan dalam komik.
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode agih. Metode agih adalah metode/ cara yang alat penentunya ada pada bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1992:15). Metode agih berfungsi untuk menjelaskan dan mendeskripsikan unsur-unsur dari data yang akan diteliti.