• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman rosela (Jauhari, 2007) : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Malvaceae. : Hibiscus sabdariffa L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman rosela (Jauhari, 2007) : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Malvaceae. : Hibiscus sabdariffa L"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ROSELA (Hibiscus sabdariffa L. )

Gambar 1. Tanaman rosela (Jauhari, 2007)

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa L

Rosela merupakan anggota famili malvaceae yang tumbuh pada iklim tropis dan subtropis. Tanaman ini dikenal dengan nama asam susur di Malaysia, di Thailand disebut dengan kachieb priew, zuring merupakan sebutan Belanda, di Senegal dikenal dengan nama bisap, dan utara

carcade sebutan rosela di Afrika Selatan (Maryani, 2005).

Rosela adalah tumbuhan yang berasal dari India yang memiliki nama latin Hibiscus sabdariffa L. Pada awalnya tumbuhan ini dikenal sebagai penghasil serat yang dimanfaatkan untuk membuat karung goni. Rosela merupakan tumbuhan semak yang tingginya dapat mencapai 3 m. Tumbuhan rosela memiliki batang yang bulat, tegak, memiliki kambium, dan berwarna merah. Daunnya tunggal berbentuk bulat seperti telur. Tipe tulang daun menjari, ujung daun tumpul, tepinya beringgit, dan memiliki pangkal yang berlekuk. Panjang daun rosela sekitar 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Panjang tangkai daun 4-7 cm dengan penampang bulat dan warna

(2)

5 hijau (Maryani dan Kristiana, 2005).

Budidaya rosela dapat dilakukan di segala macam tanah tetapi paling cocok pada tanah yang subur dan gembur. Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan adalah 180 mm/bulan. Jika curah hujan mencukupi dan irigasi yang memadai akan memberikan hasil yang baik (Maryani dan Kristiana, 2005).

Kelopak kering bunga rosela yang direbus dalam air panas akan menghasilkan minuman yang berwarna merah. Warna merah ini dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan. Komponen yang berperan menghasilkan warna merah pada hasil ekstraksi rosela adalah antosianin. Komponen antosianidin yang terdapat dalam rosela antara lain delphinidin dan cyanidin. Selain itu rosela juga mengandung komponen fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan seperti gossipetin (hydroxyflavone), hibiscin, quercetin, dan kaempferol (Maryani dan Kristiana, 2005).

Kelopak kering rosela mengandung vitamin C, vitamin A, dan 18 jenis asam amino. Kandungan asam lemak yang banyak terdapat pada kelopak rosela diantaranya asam lemak miristat, palmitat, stearat, oleat, dan linoleat (Maryani, 2005).

Kelopak kering bunga rosela sejak lama telah digunakan sebagai obat tradisional. Kelopak kering rosela berkhasiat sebagai antiseptik, diuretik, pelarut, sedatif, dan tonik (Maryani dan Kristiana, 2005).

Di Indonesia, penggunaan rosela mulai banyak dikenal sebagai minuman kesehatan. Daun atau kelopak kering yang direbus berkhasiat sebagai peluruh kencing, merangsang keluarnya empedu dari hati, menurunkan tekanan darah, mengurangi kekentalan darah dan meningkatkan peritaltik usus. Khasiat lain rosela yang telah diketahui diantaranya sebagai antikejang, mengobati cacingan dan antibakteri. Ektstrak air dan zat warna yang terkandung dalam tanaman rosela mempunyai efek letal terhadap Mycobacterium tuberculosis penyebab terjadinya TBC (Maryani dan Kritiana, 2005).

(3)

6 B. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.)

Gambar 2. Tumbuhan secang (Anonima, 2009)

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Rosales Suku : Leguminose Marga : Caesalpinia

Jenis : Caesalpania sappan L.

Secang (Caesalpinia sappan L.) termasuk famili leguminoseae yang merupakan tanaman perdu, berduri banyak, dan tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Akarnya berserabut dan berwarna gelap, sedangkan bagian batang berwarna coklat keabuan (Heyne, 1987). Kayu secang kebanyakan tumbuh di daerah yang berbukit pada tanah liat dan tanah kapur di dataran rendah dan dataran sedang. Tanaman ini tidak toleran terhadap kondisi tanah yang basah. Tanaman ini lebih menyukai daerah dengan curah hujan 700-4300 mm, suhu 24-27.5oC serta pH tanah 5-7.5. Tanaman secang ditanam sebagai tanaman pagar. Bagian tanaman yang digunakan adalah kayu potongan atau serutan kayu. Karakteristik serutan kayu dapat berbentuk potongan atau kepingan dengan ukuran yang sangat bervariasi. Kayu secang memiliki karakter fisik yang keras, padat, dan berwarna merah (Heyne,1987).

Kayu secang mengandung komponen resin, tannin, asam tanat, brazilin, dan asam galat (Lemmens, 1992). Menurut Pawar et al. (2008) kayu secang mengandung komponen fenolik seperti flavonoid, asam

(4)

7 fenolik, lignin, quinon, dan curcuminoid.

Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah. Pigmen brazilein bersifat larut dalam air panas. Pigmen merah biasanya digunakan untuk minuman rempah tradisional asal betawi yaitu bir pletok. Kayu secang telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan muntah darah, berak darah, dan luka berdarah. Di Korea dan China, kayu ini digunakan sebagai obat analgesik dan mengatasi gangguan menstruasi. Pemanfaatan kayu secang di India sebagai obat diare dan disentri. Kayu secang juga digunakan pewarna makanan merah cokelat di Kalimantan (Maharani, 2003).

C. ANTOSIANIN

Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam pigmen setelah klorofil. Antosianin berasal dari bahasa Yunani yaitu anthos yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air. Pigmen antosianin menghasilkan warna merah sampai biru yang tersebar luas dalam bunga dan daun (Jackman dan Smith, 1996). Antosianin umumnya ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga. Antosianin biasanya ditemukan pada anggur,

strawbery, raspbery, cherry, dan apel.

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang secara alami berbentuk glikosida dari flavilium atau 2-fenil benzopirilium. Zat pewarna alami antosianin tergolong ke dalam turunan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin. Antosianin merupakan suatu gugus glikosida yang dibentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982). Apabila gugus glikon dihilangkan melalui proses hidrolisis maka akan dihasilkan antosianidin yang terlihat pada Gambar 3. Gugus gula yang umum berikatan dengan antosianidin yaitu glukosa, galaktosa, dan ramnosa.

(5)

8 Gambar 3. Struktur kimia antosianidin (Giusti dan Wrolstad, 2003)

Jumlah antosianin di alam yang berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi hanya 6 yang ada di bahan pangan seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin, delphinidin, petunidin, dan malvidin (Mateus dan Freitas, 2009). Pengaruh perbedaan letak dan jumlah gugus tersubstitusi pada antosianidin terhadap warna antosianin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan letak gugus tersubstitusi dari enam antosianidin (Jackman dan Smith, 1996)

Antosianidin Gugus yang tersubstitusi Warna

3 5 6 7 3’ 5’ Pelargonidin Cyanidin Delphinidin Peonidin Petunidin Malvidin OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH H H H H H H OH OH OH OH OH OH H OH OH OMe OMe Ome H H OH H OH Ome Orange Merah-Orange Merah-Biru Merah-Orange Merah-Biru Merah-Biru Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi kestabilan warna antosianin antara lain secara enzimatis dan non enzimatis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin secara non enzimatis adalah pH, cahaya, oksigen, gula, dan suhu (Jackman dan Smith, 1996).

Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan dalam proses degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO (Polipenol Oksidase). Enzim glukosidase mampu menstimulasi terjadinya hidrolisis pada ikatan gula antara gugus aglikon dengan gugus glikon. Hidrolisis tersebut menyebabkan terbentuknya cincin aromatik yang membentuk senyawa kalkon (Markakis, 1982). Menurut Jackman dan Smith (1996), adanya

(6)

9 enzim glukosidase yang sengaja ditambahkan pada jus blueberry yang mengandung sianidin 3-glukosida akan menyebabkan pemudaran warna akibat hidrolisis ikatan glikosidik.

Enzim PPO banyak terdapat pada jaringan tanaman (Jackman dan Smith, 1996). Secara umum enzim PPO tidak langsung mendegradasi antosianin. Namun enzim tersebut mampu mengoksidasi senyawa fenolik menjadi o-benzoquinon. Hasil oksidasi senyawa fenolik mampu mengalami kondensasi dengan antosianin yang terdegradasi membentuk senyawa tidak berwarna seperti kalkon (Markakis, 1982).

Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam apabila dibandingkan dengan larutan netral atau alkali. Antosianin memiliki struktur kimia yang berbeda tergantung dari pH larutan. Pada pH 1 antosianin berbentuk kation flavinium yang memberikan warna merah. Pada pH 2-4 antosianin berbentuk campuran kation flavinium dan quinoidal. Pada pH yang lebih tinggi yaitu 5-6 terdapat dua senyawa yang tidak berwarna yaitu karbinol pseudobasa dan kalkon (Ovando et al., 2009). Struktur antosianin pada berbagai macam pH dapat dilihat pada Gambar 4. Kestabilan antosianin pada pH asam mengakibatkan antosianin lebih banyak digunakan pada makanan asam seperti jus, minuman ringan, pikel, acar, pudding, dan yoghurt.

Cahaya merupakan faktor yang berperan dalam proses degradasi antosianin. Cahaya memiliki energi tertentu yang mampu menstimulasi terjadinya fotokimia dalam molekul antosianin (Jackman dan Smith, 1996). Reaksi fotokimia dalam molekul antosianin menyebabkan pembukaan cincin karbon no 2. Pada akhirnya reaksi fotokimia mampu membentuk senyawa tidak berwarna seperti kalkon sebagai indikator degradasi antosianin (Markakis, 1982). Degradasi lanjutan dapat membentuk senyawa turunan lain yang tidak berwarna seperti 2,4,6 trihidroksibenzaldehid dan asam benzoat yang tersubtitusi (Jackman dan Smith, 1996).

(7)

10 Gambar 4. Struktur antosianin pada berbagai pH (Mateus dan Freitas,

2009)

Oksigen dapat menstimulasi terjadinya proses degradasi antosianin secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung oksigen mampu menyebabkan oksidasi antosianin menjadi senywa yang tidak berwarna dan menurunkan stabilitas antosianin (Rein, 2005). Secara tidak langsung beberapa senyawa hidroksiradikal mampu menyebabkan oksidasi pada struktur antosianin sehingga membentuk senyawa tidak berwarna seperti kalkon yang merupakan indikator degradasi warna antosianin.

Gula merupakan faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin. Sukrosa merupakan jenis gula yang memiliki efek protektif terhadap antosianin dibandingkan dengan fruktosa dan laktosa (Markakis, 1982). Penambahan 10% sukrosa pada model minuman ekstrak bayam merah terbukti memiliki efek protektif terhadap zat pewarna alami (Cai dan Corke, 1999). Penambahan sukrosa berlebihan (>13%) pada minuman

(8)

11 ekstrak bayam merah cendrung menstimulasi proses degradasi zat pewarna alami.

Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin. Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat menimbulkan kerusakan dan perubahan antosianin yang dapat terjadi secara cepat melalui tahapan:

1. Hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin dan menghasilkan aglikon-aglikon yang labil.

2. Terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus karbinol dan kalkon yang tidak berwarna. Senyawa kalkon mampu terdegradasi membentuk senyawa yang tidak berwarna yang lebih sederhana yaitu asam karboksilat seperti asam benzoat yang tersubtitusi dan senyawa karboksil aldehid yaitu 2,4,6-trihidroksibenzaldehid (Jackman dan Smith, 1996).

D. BRAZILEIN

Senyawa brazilein merupakan pigmen yang berwarna merah kecoklatan dan larut dalam air. Senyawa Brazilein (C16H13O5) merupakan hasil oksidasi dari brazilin (C16H14O5) yang berbentuk kristal berwarna kuning sulfur. Brazilin dalam bentuk murni dapat dikristalkan, larut air, larutannya jernih mendekati tak berwarna, dan terasa manis. Asam tidak mempengaruhi larutan brazilin tetapi alkali membuatnya bertambah merah. Rumus struktur brazilin dan brazilein bisa terlihat pada Gambar 5.

Brazilein termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa isoflavonoid merupakan golongan yang mempunyai kerangka C3-C6-C3. Brazilein dalam tumbuhan umumnya terikat dengan gula

membentuk glikosida. Untuk membebaskan gula dan aglikonnya maka perlu dihidrolisis dengan asam. Flavonoid mempunyai gugus hidroksil atau suatu gula. Aglikon flavonoid adalah polifenol yang mempunyai sifat kimia senyawa fenol (Brouillard, 1982).

(9)

12 a b

Gambar 5. Struktur kimia (a) brazilin dan (b) brazilein (Oliveira et

al., 2002)

Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator, reduktor, dan metal. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada pH 2–5 pigmen brazilein berwarna kuning, pH 6–7 berwana merah, dan pH 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah et

al., 2008). Menurut Maharani (2003) pemanasan, sinar ultraviolet,

oksidator, reduktor, serta penambahan metal akan mempengaruhi stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein.

Selain sebagai pewarna, brazilein juga mempunyai beberapa sifat fungsional. Menurut Pawal et al. (2008) brazilein yang berasal dari kayu secang memiliki sifat fungsional seperti antioksidan, anti kanker, anti inflammtori, dan anti diabetes. Selain itu brazilein dari kayu secang dapat berfungsi sebagai antimikroba seperti Staphylococcus aureus.

E. KOPIGMENTASI

Fenomena kopigmentasi pertama kali teramati pada tahun 1916 oleh Willstätter dan Zollinger yang mengamati perubahan warna pigmen anggur menjadi merah kebiruan dengan penambahan asam tanat dan asam galat.

Menurut Castenada et al. (2009) kopigmentasi dapat terjadi melalui beberapa interaksi diantaranya self association(a), intramolecular

copigmentation(b), metal complexation(c), dan intermolecular copigmentation (d). Mekanisme kopigmentasi bisa terlihat pada Gambar 6.

(10)

13

Gambar 6. Mekanisme reaksi kopigmentasi pada antosianin (Castenada et al., 2009)

Mekanisme dari self association dapat dianalogikan sebagai interaksi antar molekul antosianin yang saling bertumpuk (stacking-like

interaction). Self association terjadi pada saat pembuatan wine. Interaksi

ini berkontribusi terhadap warna wine (Rein, 2005).

Intramolecular copigmentation merupakan mekanisme dari

kopigmentasi dimana kopigmen merupakan bagian dari molekul antosianin (Brouilard, 1982). Interaksi ini terjadi secara kovalen asilasi molekul antosianin. Asil grup yang berupa komponen aromatik berinteraksi dengan kation flavinium yang reaktif pada C-2 dan C-4 dengan reaktan nukleofilik. Intramolecular copigmentation diaplikasikan pada ekstrak black carrot yang banyak mengandung antosianin yang mengalami asilasi.

Beberapa logam dapat membentuk komplek dengan antosianin adalah Sn, Cu, Fe, Al, Mg, dan K (Markakis, 1982). Sianidin, delphinidin,

(11)

14 dan petunidin memiliki lebih dari 1 grup hidroksil yang mampu mengkelat logam. Interaksi antosianin dengan logam jarang diaplikasikan karena bisa mengakibatkan aroma yang menyimpang pada produk (Castenada et al., 2009).

Senyawa kopigmen dapat berupa flavonoid, alkaloid, asam amino, asam organik, nukleotida, polisakarida, dan antosianin jenis lain. Ketika kopigmen merupakan senyawa fenolik maka terjadi transisi ikatan kimia. Fenomena ini dikenal dengan istilah charge transfer complex atau interkasi π-π. Mekanisme yang dapat terjadi yaitu kation flavinium yang bermuatan positif (kekurangan elektron), sedangkan senyawa kopigmen memiliki kelebihan elektron akan mentransfer elektron sehingga terjadi kesetimbangan elektron (Castenada et al., 2009). Interaksi π- π dapat terlihat pada Gambar 7.

Reaksi kopigmentasi dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi (Brouillard dan Dangels, 1994). Pada pH rendah molekul antosianin berbentuk kation flavinium yang berwarna merah, sedangkan pH yang lebih tinggi akan berbentuk karbinol pseudobase yang berwarna lebih pudar.

Meningkatnya suhu akan menyebabkan kopigmentasi yang terjadi semakin tidak stabil. Hal ini terjadi karena kerusakan parsial pada ikatan hidrogen. Konsentrasi kopigmen yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap proses kopigmentasi. Jumlahs kopigmen yang ditambahkan harus lebih banyak dibandingkan dengan antosianin. Konsentrasi rasio pigmen dan kopigmen dinyatakan dalam molar.

Fenomena kopigmentasi teramati sebagai pergeseran panjang gelombang maksimum yang dikenal dengan nama efek batokromik (Δλmax). Pada antosianin teramati pergeseran warna dari merah menjadi merah kebiruan (bluing effect). Efek lain yang teramati adalah efek hiperkromik (ΔA) yaitu terjadinya peningkatan intensitas warna setelah kopigmentasi (Rein, 2005).

(12)

15 Gambar 7. Charge transfer complex antosianin dengan senyawa fenolik

(Castenada et al., 2009)

Dari berbagai jenis flavonol, rutin adalah kopigmen yang dapat menghasilkan kopigmentasi kuat. Rutin dapat menginduksi pergeseran batokromik 30 nm dan quercetin 28 nm terhadap malvidin 3,5-diglukosida pada pH 3.2 (Chen and Hrazdina, 1981). Jenis kopigmen lain yang sudah banyak diteliti adalah asam fenolat. Rein dan Heinohen (2004) menggunakan ferulic acid, sinapic acid, dan rosmarinic acid untuk memperbaiki kualitas juice berry.

F. MINUMAN RINGAN

Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman tidak beralkohol yang mengandung sirup, esense, atau konsentrat buah yang dicampur dengan air atau air karbonat (carbonated water) dengan proporsi tertentu (Thorner dan Herzberg, 1978). Sedangkan Vernam dan Sutherland (1994) mendefinisikan segala minuman yang diperuntukkan bagi konsumsi, baik tanpa maupun dengan pengenceran selain air, jus buah, susu, teh, kopi,

(13)

16 coklat, produk telur, daging, ragi, ekstrak sayuran, sup, jus sayuran, dan minuman keras yang memabukkan.

Menurut Green (1981) menggolongkan minuman ringan menjadi tiga kategori yaitu minuman berkarbonat baik mengandung asam maupun tidak seperti cola, minuman berflavor buah atau tidak, golongan yang mencakup sari buah seperti air soda. Persyaratan minuman ringan menurut Green (1981) antara lain :

1. Campuran minuman yang tidak menimbulkan after taste yang kurang disukai.

2. Menggunakan air yang memenuhi standar. 3. Disuguhkan dalam keadaan yang cukup dingin.

4. Jika digunakan es sebagai pendingin maka es yang digunakan tidak mudah mencair.

5. Karbonasi yang cukup bisa memberikan efek yang menyegarkan. 6. Wadah yang jernih dan bersih.

Bahan-bahan penyusun minuman ringan antara lain air, pemanis, asam, pewarna, dan flavor.Persentase air dalam minuman ringan bisa mencapai 90% sehingga kualitas air yang digunakan dalam industri minuman ringan harus terkontrol (Hougton dan Mc Donald, 1978). Air yang digunakan untuk minuman ringan harus melalui test potability sehingga dapat diminum dan bebas dari kontaminan.

Air yang digunakan dalam industri minuman ringan biasanya telah melalui tahapan yang meliputi penghilangan kesadahan, penghilangan koloid, penghilangan warna, rasa serta bau yang menyimpang, pengurangan alkalinitas, dan telah mengalami sterilisasi (Hougton dan Mc Donald, 1978).

Pemanis berperanan terhadap cita rasa minuman ringan. Pemanis bertindak sebagai pengikat komponen flavor (Potty, 1979). Pemanis yang digunakan untuk minuman ringan dapat berupa gula atau pemanis buatan. Menurut Soft Drink Regulation (Green, 1981), gula diartikan sebagai pemanis yang berasal dari karbohidrat. Gula yang digunakan untuk minunan ringan antara lain gula kristral, gula invert, maupun gula cair

(14)

17 (Woodroof dan Philips, 1981). Pemanis alami yang paling banyak digunakan dalam industri minuman ringan adalah sukrosa yang berupa sirup dengan konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi akhir pemanis dalam minuman ringan mencapai 8-14% (Thorner dan Hezberg, 1978).

Asam merupakan komponen penting ketiga setelah air dan gula (Indriani, 2003). Keasaman dapat meningkatkan cita rasa dan juga bertindak sebagai pengawet. Penambahan asam dapat menurunkan nilai pH. Penurunan nilai pH dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Potty, 1979). Asam yang umumnya digunakan dalam minuman ringan adalah asam sitrat.

Asam sitrat merupakan pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air. Asam sitrat bersifat sebagai chelating

agent yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti

Mn, Mg, dan Fe. Logam tersebut banyak dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi biologis. Reaksi-reaksi biologis dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat. Asam sitrat banyak digunakan dalam industri minuman ringan sebagai flavor enhnacer, pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma (Kapoor et al., 1982).

Penambahan pewarna dalam pembuatan minuman ringan bertujuan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap suatu produk. Pewarna yang ditambahkan dalam minuman ringan sebaiknya memiliki stabilitas yang baik terhadap pengaruh komponen seperti gula, asam, dan flavor. Zat pewarna alami cenderung lebih aman dibandingkan pewarna sintetis. Harga pewarna sintetis lebih ekonomis dibandingkan pewarna alami. Beberapa pewarna alami yang sering digunakan adalah antosianin, karoten, dan krolofil. Sedangkan pewarna sintetik yang digunakan misalnya FD&C (Food and Drugs Colourant) dalam berbagai jenis warna (Winarno, 1992).

Gambar

Tabel  1.  Perbedaan  letak  gugus  tersubstitusi  dari  enam  antosianidin  (Jackman dan Smith, 1996)
Gambar 5. Struktur kimia (a) brazilin dan (b) brazilein (Oliveira et   al., 2002)
Gambar  6.  Mekanisme  reaksi  kopigmentasi  pada  antosianin                       (Castenada et al., 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Pada percobaan ini digunakan brine dengan salinitas 10,000ppm terlihat bahwa pada pengukuran viskositas larutan tersebut menunjukkan kenaikan viskositas setiap

Peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tentang Kemampuan PCK ( Paedagogical Content Knowledge ) Calon Guru Biologi FKIP dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan

Hasil dari strategi pengembangan industri pengolahan apel berbasis ekonomi lokal yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Batu antara

In this thesis, the writer uses theory of setting because by using this theory, the writer is able to analyze the setting of place of this novel that is where this novel is set

Hasil evaluasi yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian siklus II hasil latihan siswa menggunakan kalimat tanya menunjukkan peningkatan yaitu dari 12 orang siswa

memori dan I/O yang disesuaikan dengan kebutuhan sistem. 5) Harga untuk memperoleh mikrokontroller lebih murah dan mudah didapat. AT89C51 dibuat compatible dengan sel..

process_loop task , merupakan firmware utama dari sistem personal tracking ini, Data format NMEA yang telah dilakukan pemilahan pada task gtop_handler kemudian diteruskan

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi