• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN UPAYA PENGEMBANGAN LAHAN KERING UNTUK BUDIDAYA TANAMAN TEBU DI KABUPATEN BREBES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN UPAYA PENGEMBANGAN LAHAN KERING UNTUK BUDIDAYA TANAMAN TEBU DI KABUPATEN BREBES"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

JRL Vol. 5 No.2 Hal 129-138 Jakarta, Juli 2009 ISSN : 2085-3866

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN UPAYA

PENGEMBANGAN LAHAN KERING UNTUK BUDIDAYA

TANAMAN TEBU DI KABUPATEN BREBES

Daru Mulyono

Pusat Teknologi Produksi Pertanian – BPPT

Abstract

The objectives of the research is to obtain upland data and information especially for extensifi cation of sugarcane development through optimal land fertilization. Furthermore, the impacts of this action are to increase the planting area of sugarcane and productivity. The research use Geographical Information System (GIS) in Brebes Regency, starting from June until October 2007 and the fi eld survey was done at the end of August 2007.

The results of the research showed that the suitable, conditionally suitable, and not suitable land for sugarcane cultivation in Brebes Regency reach to a high of 40,148 ha, 7,555 ha, and 124,071 ha respectively. The potential upland for sugarcane cultivation reach to a high of 38,264 ha. Based on the soil condition with low contents of N, P and K, the recommended dosage calculation of N, P, and K fertilizers for optimal sugarcane cultivation reach to a high of: N (ZA) = 575 kg/ha, P (SP-36) = 170 kg/ha, and K (KCl) = 600 kg/ha.

Key word : sugarcane, upland for sugarcane 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Konsumsi gula nasional terus semakin meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan budaya masyarakat. Namun, selama hampir satu dekade terakhir ini produksi gula nasional menunjukkan kecenderungan semakin merosot. Merosotnya produksi gula ini tercatat hingga 45 %, beberapa diantaranya disebabkan oleh menurunnya produktivitas tanaman tebu dan berkurangnya luas areal tanaman tebu hingga 37 %. Oleh karena itu sampai dengan tahun 2001 ada 13 pabrik gula (PG) ditutup akibat kekurangan bahan baku. Dampak ditutupnya PG tersebut membuat semakin membengkaknya impor

gula dari 120.000 ton pada tahun 1994 menjadi 1.949.000 ton pada tahun 2006, atau rata-rata naik sekitar 305.000 ton per tahun.

Menurunnya produktivitas tanaman tebu di Indonesia salah satunya terkait dengan penggunaan lahan kering yang kurang subur. Lahan-lahan yang dilengkapi dengan fasilitas irigasi dan subur yang semula digunakan untuk budidaya tanaman tebu, terpaksa dialihfungsikan menjadi pemukiman maupun untuk budidaya tanaman lain yang lebih menguntungkan. Tercatat bahwa pada zaman Belanda, produktivitas tanaman tebu Indonesia dapat mencapai 15 ton hablur gula per hektar dan menyusut menjadi sekitar 10 ton pada tahun 1950-an, kemudian merosot lagi menjadi sekitar 8 ton pada tahun 1960-an, dan pada akhir tahun 1990-an menjadi sekitar 4,5 ton

(2)

Selama lima tahun terakhir ini, khususnya PG Jatibarang yang ada di Kabupaten Brebes, hanya menerima pasokan tebu dari areal budidaya seluas kurang lebih 3.500 ha. Dibandingkan dengan kapasitas gilingnya sebesar 2.000 ton cane per day (TCD), jumlah hari giling hanya berkisar 110 hari saja. Padahal dengan kapasitas giling tersebut, jumlah hari giling setidak tidaknya 160 hari per tahun. Ini berarti bahwa PG Jatibarang beroperasi dibawah kapasitas terpasangnya karena kekurangan pasokan bahan baku yang dihitung mencapai sekitar 140.000 ton tebu per tahun. Jumlah tersebut dapat dipenuhi bila ada tambahan areal tanam kurang lebih 2.300 ha lagi atau produktivitas rata-rata tanaman tebu ditingkatkan hingga rata-rata mencapai kurang lebih dari 100 ton tebu per ha melalui usahatani yang intensif, khususnya pemupukan.

Sejalan dengan kebutuhan gula yang semakin mendesak dan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan khususnya lahan kering untuk pengembangan budidaya tanaman tebu di Kabupaten Brebes, telah dilakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan beserta dengan upaya peningkatan produktivitasnya terutama melalui pemupukan Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Diharapkan budidaya tanaman tebu yang dilakukan di lahan kering melalui pemupukan yang optimal, tanaman tebu akan berproduksi lebih tinggi dan semakin banyak petani yang beralih kembali untuk membudidayakan komoditas ini. Peningkatan produksi tebu pada lahan petani berarti meningkatkan pendapatan dan perbaikan taraf hidup petani tebu. Disamping itu, peningkatan produksi tebu juga berarti meningkatkan penyediaan bahan baku bagi pabrik gula yang pada gilirannya akan mampu untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri serta meningkatkan pendapatan nasional dari sektor nonmigas.

1.2 Tujuan

a. Memperoleh data dan informasi kesesuaian lahan dan potensi luas lahan kering untuk ekstensifi kasi budidaya tanaman tebu,

b. Memberikan rekomendasi berupa arahan pengembangan terutama upaya penyuburan lahan khususnya lahan kering melalui pemupukan, khususnya N, P, dan K,

c. Meningkatkan produktivitas dan merangsang petani untuk kembali membudidayakan tanaman tebu.

1.3 Bahan dan Alat

Bahan dalam penelitian ini adalah peta dasar dan tematik yang terkait yang diubah dalam bentuk peta digital, yaitu: peta land use, peta iklim, peta land system, peta kontur/ elevasi, peta rupa bumi, peta administrasi (yang dilakukan di laboratorium penginderaan jauh/ remote sensing, BPPT) dan bahan-bahan kimia untuk analisis kimia tanah dan fi sika tanah (yang dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor).

Alat dalam penelitian ini adalah: Geo Positioning System (GPS), bor tanah, kantong plastik (untuk sampel tanah) dan alat-alat laboratorium untuk analisa kimia dan fi sika tanah.

2. Metodologi

Metodologi penelitian ini mencakup dua hal sebagai berikut:

2.1 Pembuatan Peta

a. Overlay peta-peta, yaitu peta land use, peta iklim, peta kontur/elevasi, peta administrasi, dan peta land system. Hasil overlay ini kemudian di overlay lagi dengan peta tanah dan persyaratan tumbuh tanaman tebu untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan.

b. Survai lapangan yang dilakukan (pada tanggal 28 dan 31 Agustus 2007) dengan mengambil sampel tanah (komposit) dan mencatat hasil observasi di lapangan, seperti : lereng/kontur, relief makro, tekstur, drainase, kedalaman perakaran, batuan permukaan, dan singkapan batuan. Hasil survai ini dilengkapi dengan hasil analisis tanah dari laboratorium yang dipakai untuk verifi kasi peta kesesuaian lahan.

(3)

2.2 Analisis

a. Analisis Geographical Information System (GIS) yang memakai software Arc-View Spatial Analist versi 2.0 A. Hasil analisis ini berupa peta kesesuaian lahan untuk tanaman tebu yang menggolongkan kesesuaian lahan menjadi tiga golongan, yaitu: (a). S (suitable), yaitu cocok untuk budidaya tanaman tebu, (b). CS (conditionally suitable), yaitu cocok dengan syarat untuk budidaya tanaman tebu, dan (c). N (not suitable), yaitu tidak cocok untuk budidaya tanaman tebu. b. Analisis sampel tanah yang dilakukan di

laboratorium untuk mengevaluasi sifat-sifat kimia tanah dan fi sika tanah di daerah penelitian. Adapun analisis kimia tanah yang dilakukan meliputi : pH, N total, P, K, Ca, Mg, Na, Kapasitas Tukar Kation (KTK), derajat kejenuhan basa (KB), dan analisis fi sika tanah yaitu tekstur tanah, meliputi kadar pasir, debu, dan liat.

3. Hasil dan Pembahasan

Pada umumnya ada lima faktor pembatas yang dipergunakan dalam menilai kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman tebu, yang diterangkan sebagai berikut:

1. Regim Suhu. Regim suhu yang menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu diterangkan sebagai berikut: (a). Curah Hujan. Dari hasil analisis data sekunder menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki curah hujan yang optimal untuk tanaman tebu, yaitu antara 2.000 - 3.000 mm/ tahun, terutama di daerah Kabupaten Brebes bagian utara yang relatif landai. Namun, ada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi melebihi kebutuhan tanaman tebu, yaitu lebih dari 3.000 mm/tahun terutama daerah Kabupaten Brebes bagian selatan. Hal ini dapat dimengerti karena daerah ini merupakan pegunungan yang berada di kaki Gunung Slamet. Curah hujan ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu maupun rendemen, terutama dikaitkan dengan intensitas penyinaran matahari yang

diterima oleh tanaman. Bila pada masa/ periode pemasakan tanaman tebu terdapat banyak hujan, maka penyerapan air akan terlalu tinggi sehingga akan menyebabkan rendemen rendah. Sedangkan bila pada waktu mulai penanaman kekurangan akan air, maka pertumbuhan tanaman tebu akan lambat dan jumlah tunas/anakan berkurang, batang dicirikan dengan ruas-ruas yang pendek/rapat; dan (b). Bulan Kering. Dari hasil analisis data sekunder menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki jumlah bulan kering yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tebu, yaitu antara 2 - 5 bulan. Tanaman tebu menghendaki air atau hujan yang cukup, sedangkan pada waktu pemasakannya sangat memerlukan keadaan kering. Pada waktu kering ini pertumbuhan vegetatif berhenti dan pada waktu itu dipergunakan oleh tanaman untuk mempertinggi kadar gula.

2. Kondisi Perakaran. Kondisi perakaran yang menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu diterangkan sebagai berikut: (a). Drainase tanah. Kondisi drainase tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah mulai dari agak cepat sampai dengan agak terhambat. Kondisi drainase yang sangat terhambat akan membuat ketersediaan air dalam tanah menjadi melebihi kebutuhan tanaman tebu. Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki kondisi drainase tanah yang agak terhambat, tidak dijumpai ada daerah yang berkondisi drainase yang sangat terhambat, bahkan ada yang dijumpai memiliki drainase yang agak cepat. Kondisi drainase yang agak terhambat ini biasanya berada di daerah dengan bentuk wilayah agak cekung, datar sampai agak berombak. Kondisi demikian dinilai sebagai sesuai bersyarat (CS) untuk tanaman tebu; (b). Tekstur tanah. Tekstur merupakan sifat fi sik yang mantap dan sangat menentukan sifat-sifat fi sik lain, seperti struktur, permeabilitas, daya memegang air, dsb. Tanah bertekstur kasar umumnya akan mempunyai pori-pori yang lebih besar, daya memegang air yang lebih kecil dan permeabilitas yang besar. Pengaruh tekstur tanah terhadap sifat fi sik tanah sangat

(4)

ditentukan oleh macam mineral liat dan kandungan bahan organik. Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki tekstur tanah yang relatif halus, yang masih sesuai untuk mendukung tumbuhnya tanaman tebu dengan baik. Pada tanah yang mempunyai tekstur kasar dan berkerikil, tanaman tebu menjadi sulit untuk tumbuh dan berkembang dengan baik; dan (c). Kedalaman perakaran. Kedalaman perakaran mencerminkan zona efektif yang dapat digunakan untuk pertumbuhan akar tanaman. Kedalaman perakaran yang optimal untuk tanaman tebu adalah > 30 cm. Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki solum atau kedalaman perakaran yang relatif dalam, lebih dari 30 cm. Kondisi demikian ini sesuai sebagai persyaratan untuk tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman tebu. Kondisi tanah dengan solum yang dangkal, kurang dari 30 cm, dinilai tidak sesuai (N) untuk tanaman tebu karena kurang kuat untuk mendukung berdirinya batang tanaman tebu yang relatif tinggi, terutama dalam menahan tiupan angin yang mengakibatkan robohnya tanaman.

3. Terrain. Kondisi terrain yang menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu diterangkan sebagai berikut: (a). Lereng. Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian terutama yang berada di bagian utara memiliki kemiringan lahan yang relatif landai, kurang dari 8 %, sedangkan daerah yang berada di bagian selatan memiliki kemiringan yang cukup terjal, bahkan ada yang lebih dari 20 % yang merupakan daerah pegunungan. Lahan yang mempunyai kemiringan lebih dari 20 % ini merupakan daerah yang sulit dalam upaya pengelolaan (pengolahan tanah dengan alat berat, pemupukan, penyiangan, pengangkutan hasil panen, dll). Pada lahan dengan kemiringan tersebut sebetulnya masih mungkin dipergunakan untuk budidaya tanaman tebu dan berproduksi dengan baik, namun diperlukan upaya konservasi tanah yang berat, seperti penanaman menurut

kontur, pembuatan teras gulud, pengaturan pola drainase tanah, pemberian mulsa, dan lain-lain. Oleh karena itu lahan dengan kemiringan tersebut dinilai sebagai lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman tebu; (b). Batuan permukaan. Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki batuan permukaan yang sedikit < 10 % sehingga daerah ini sesuai untuk budidaya tanaman tebu. Semakin banyak batuan permukaan yang ada, menyebabkan semakin sulitnya akar tanaman untuk dapat berkembang dengan baik. Terhambatnya pertumbuhan perakaran berarti terhambatnya pertumbuhan tanaman, sehingga produktivitas tanaman maupun kualitas atau rendemen gula akan menjadi rendah; dan (c). Singkapan batuan. Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki singkapan batuan yang sedikit < 10 % sehingga daerah ini sesuai untuk budidaya tanaman tebu. Semakin banyak singkapan batuan menyebabkan semakin sulitnya lahan untuk diolah dengan baik, sehingga produktivitas tanaman akan menjadi rendah. 4. Retensi Hara Tanah. Kondisi retensi hara

tanah yang menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu diterangkan sebagai berikut: (a). Kapasitas Tukar Kation (KTK). Sebagian besar daerah penelitian yang dievaluasi merupakan lahan yang potensial subur, terbentuk dari bahan induk yang cukup kaya unsur hara. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis laboratorium yang menunjukkan derajat kejenuhan basa yang tinggi, mencapai rata-rata 94,10 %, dan kapasitas tukar kation yang tinggi pula, mencapai rata-rata 45,28 me/100g. Retensi hara tanah ini sebagai petunjuk kualitas tanah yang merupakan faktor pembatas pada tingkat sesuai bersyarat (CS) untuk tanaman tebu; dan (b). Derajat Keasaman (pH). Dari hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) tanah di daerah penelitian berkisar antara 6,0 - 7,0 dimana kisaran pH ini sesuai untuk persyaratan tumbuh tanaman tebu. Pengaruh pH ini terutama berkaitan

(5)

dengan ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah, terutama unsur hara fosfor (P). Unsur hara P banyak tersedia pada pH tanah antara 6,0 - 7,5. Pada tanah-tanah masam dan alkalis, unsur hara P terfi ksasi dan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, unsur hara P difi ksasi oleh aluminium dan besi, sedangkan pada tanah alkalis, unsur hara P difi ksasi oleh kalsium.

5. Hara Tersedia. Kondisi hara tersedia yang menentukan kesesuaian lahan untuk tanaman tebu diterangkan sebagai berikut: (a). Kandungan P2O5 dalam tanah. Hasil analisis sampel tanah di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan unsur hara P tersedia relatif rendah, dan (b). Kandungan K2O dalam tanah. Hasil analisis sampel tanah di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan unsur hara K tersedia relatif rendah.

Atas dasar hasil penilaian yang memperhitungkan atas faktor-faktor pembatas tersebut di atas, diperoleh hasil bahwa luas lahan yang sesuai (S) untuk budidaya tanaman tebu di Kabupaten Brebes untuk budidaya tanaman tebu mencapai 40.148 ha, luas lahan yang sesuai bersyarat (CS) untuk budidaya tanaman tebu mencapai 7.555 ha, dan luas lahan yang tidak sesuai (N) untuk budidaya tanaman tebu mencapai 124.071 ha. Prosentase besarnya luas lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman tebu mencapai 23,4 %. Dari angka ini, ada tiga kecamatan yang paling menonjol luas lahannya yang sesuai, yaitu Kecamatan Losari yang merupakan kecamatan yang paling luas lahannya yang sesuai untuk budidaya tanaman tabu, mencapai 6.211 ha, disusul kemudian Kecamatan Bulakamba, mencapai 5.180 ha, dan Kecamatan Larangan, mencapai 4.595 ha. Lihat Tabel 1.

No Tingkat Kesesuaian Lahan (ha)

Kecamatan Sesuai (S) Sesuai Bersyarat

(CS) Tidak Sesuai (N) Total (ha) 1. Banjarharjo 1.345,612 0 15.490,921 16.836,533 2. Bantarkawung 974,349 0 22.632,056 23.606,408 3. Brebes 3.918,687 604,868 4.191,318 8.714,874 4. Bulakamba 5.180,113 2.207,548 1.694,673 9.082,334 5. Bumiayu 1.055,744 0 6.169,606 7.225,350 6. Jatibarang 2.404,112 0 1.652,277 4.056,388 7. Kersana 1.725,515 0 894,720 2.620,235 8. Ketanggungan 3.520,777 0 11.313,774 14.834,550 9. Larangan 4.595,053 0 7.708,496 12.303,550 10. Losari 6.210,711 858,411 3.452,066 10.521,187 11. Songgom 1.227,788 0 3.043,752 4.271,540 12. Tanjung 4.331,618 1.657,397 1.652,227 7.641,242 13. Wanasari 3.657,487 1.383,851 2.382,810 7.424,149 14. Salem 0 842,760 15.073,017 15.915,778 15. Tonjong 0 0 8.679,520 8.679,520 16. Sirampog 0 0 6.909,126 6.909,126 17. Paguyangan 0 0 11.130,994 11.130,994 Total 40.147,566 7.554,835 124.071,353 171.773,758

Tabel 1. Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Tanaman Tebu Di Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah

(6)

Hasil analisis sampel tanah yang dikaitkan dengan aspek kesuburan tanah khususnya adalah ketersediaan unsur hara utama N, P, dan K yang diarahkan untuk memberikan rekomendasi produksi tebu yang optimal, diterangkan sebagai berikut:

(a). Nitrogen (N). Hasil analisis sampel tanah menunjukkan bahwa kandungan N total termasuk dalam klasifi kasi rendah, rata-rata 0,07 %. Oleh karena itu pemupukan N mutlak diperlukan. Sebagai sumber N disarankan untuk menggunakan pupuk Zwavelzure Amonia

Tabel 2. Luas Lahan Kering Yang Berpotensi Sebagai Lahan Ekstensifi kasi dan Alternatif Pengembangan Untuk Budidaya Tanaman Tebu Di Kabupaten Brebes

Luas Lahan (ha)

No Kecamatan Ekstensifi kasi Alternatif Pengembangan Total

1. Banjarharjo 1.298 0 1.298 2. Bantarkawung 974 0 974 3. Brebes 3.919 605 4.524 4. Bulakamba 5.180 2.208 7.388 5. Bumiayu 1.056 0 1.056 6. Jatibarang 2.404 0 2.404 7. Kersana 1.063 0 1.063 8. Ketanggungan 3.506 0 3.506 9. Larangan 4.595 0 4.595 10. Losari 6.052 858 6.910 11. Songgom 1.228 0 1.228 12. Tanjung 3.332 1.657 4.989 13. Wanasari 3.657 1.384 5.041 14. Salem 0 843 843 15. Tonjong 0 0 0 16. Sirampog 0 0 0 17. Paguyangan 0 0 0 Total 38.264 7.555 45.819

(ZA), mengingat kebutuhan tanaman tebu akan unsur belerang (S) cukup tinggi (Dillewyn, dalam Anonimous, 1974). Berdasarkan atas rata ketersediaan unsur hara N dan rata-rata kandungan unsur hara lain termasuk pH tanah, dihitung kebutuhan pupuk ZA adalah sebanyak 575 kg/ha untuk budidaya tanaman tebu secara optimal. Pemberian pupuk ZA untuk tanaman tebu sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali, pertama setelah tanaman tebu disulam, berumur kurang lebih tiga minggu, sedangkan yang kedua dilakukan menjelang tanaman tebu Adapun daerah kecamatan yang

dalam hal ini tergolong daerah kering dan mempunyai prospek yang baik untuk dapat dikembangkan sebagai areal ekstensifi kasi

mencapai luas 38.264 ha dan sebagai alternatif pengembangan untuk budidaya tanaman tebu mencapai luas 7.555 ha dapat dilihat pada Tabel 2.

(7)

berumur tiga bulan. Penyerapan N mencapai maksimal pada waktu tanaman tebu berumur 3 bulan. Pemupukan kedua diusahakan pada waktu masih ada hujan karena pupuk ZA ini dapat bekerja efektif bila ada air.

Unsur hara N ini diperlukan tanaman untuk pembentukan protein dan hijau daun, disamping itu berperan penting dalam asimilasi karbohidrat. Kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil dengan jumlah anakan sedikit dan produksi rendah. Sebaliknya, pemupukan N berlebihan dan diberikan terlambat akan memperpanjang masa vegetatif, menaikkan kadar air, menurunkan kadar gula dan kualitas nira, disamping itu tanaman menjadi lebih peka terhadap serangan penyakit.

(b). Fosfor (P). Hasil analisis sampel tanah menunjukkan bahwa kandungan P termasuk dalam klasifi kasi rendah, rata-rata 2,90 me/100 g. Oleh karena itu pemupukan P mutlak diperlukan. Sebagai sumber P disarankan untuk menggunakan pupuk SP-36. Berdasarkan atas rata ketersediaan unsur hara P dan rata-rata kandungan unsur hara lain termasuk pH tanah, dihitung kebutuhan pupuk SP-36 adalah sebanyak 170 kg/ha untuk budidaya tanaman tebu secara optimal. Pemberian pupuk SP-36 untuk tanaman tebu sebaiknya dilakukan sebanyak satu kali saja pada saat pengolahan tanah.

Unsur P diperlukan tanaman karena merupakan bagian utama dari nucleoprotein sel-sel tanaman. P sangat diperlukan untuk menstimulir pertumbuhan tanaman, baik perakaran, anakan, maupun panjang dan besarnya ruas-ruas batang tanaman tebu. Kekurangan P akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil dengan sedikit anakan,

daun-daun sempit berwarna hijau keunguan dan produksi rendah. Pemupukan P diperlukan untuk mempercepat pembentukan anakan, perakaran dan mempertinggi efi siensi pemupukan N.

(c). Kalium (K). Hasil analisis sampel tanah menunjukkan bahwa kandungan K termasuk dalam klasifi kasi sangat rendah, rata-rata 0,60 me/100 g. Oleh karena itu pemupukan K mutlak diperlukan. Sebagai sumber K disarankan untuk menggunakan pupuk KCl. Berdasarkan atas rata-rata ketersediaan unsur hara K dan rata-rata kandungan unsur hara lain termasuk pH tanah, dihitung kebutuhan pupuk KCl adalah sebanyak 600 kg/ha untuk budidaya tanaman tebu secara optimal. Tanaman tebu dikenal sebagai tanaman yang memerlukan unsur K dalam jumlah banyak apabila dibandingkan dengan pengambilan N atau P. Unsur K memegang peranan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, pembentukan dan translokasi gula, pembentukan protein serta aktivitas sel-sel tanaman. Pemberian pupuk K untuk tanaman tebu sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali bersamaan dengan pemberian pupuk N.

Kekurangan unsur K menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dengan batang tipis-tipis, perakaran terhambat, sedangkan kadar gula dan kualitas nira menurun. Disamping itu kekurangan K akan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Tanaman tebu yang kekurangan K tidak dapat digunakan untuk bibit. Turunnya kadar gula dan kualitas nira yang disebabkan oleh pemupukan N yang berlebihan dapat diperbaiki dengan pemberian pupuk K. Disamping itu pemupukan K dapat mengurangi kepekaan tanaman terhadap gangguan penyakit. Hasil analisis kimia dan fi sika tanah selengkapnya dipaparkan pada Tabel 3.

(8)

4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan

Kabupaten Brebes memiliki lahan yang cocok/sesuai untuk budidaya tanaman tebu mencapai luas 40.148 ha yang tersebar di 13 kecamatan. Dari jumlah luas tersebut ada seluas 3.500 ha yang saat ini dipergunakan untuk budidaya tanaman tebu untuk memasok kebutuhan tebu di PG Jatibarang, Brebes. Namun, kondisi yang terjadi pada saat ini adalah masih terjadi kekurangan pasokan bahan baku tebu ke PG Jatibarang. Diperhitungkan bahwa luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan PG Jatibarang sesuai dengan

kapasitas gilingnya adalah sebesar 5.700 ha. Oleh karena itu perlu adanya upaya ekstensifi kasi lahan budidaya tanaman tebu terutama dengan menggunakan lahan kering. Luas lahan kering di Kabupaten Brebes yang potensial untuk dapat dikembangkan sebagai areal ekstensifi kasi untuk budidaya tanaman tebu masih sangat besar, mencapai 38.264 ha.

Upaya penggunaan lahan kering ini akan berhasil dan tidak kalah dibandingkan dengan lahan beririgasi adalah melalui praktek budidaya yang baik (good agricultural practise) khususnya melalui pemupukan yang tepat dan optimal. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan di Kabupaten

No pH N-Total P K Ca Mg Na KTK KB Tekstur (%)

(H2O) (%) (ppm) (me /100g) (%) Pasir Debu Liat

1. 7,65 0,08 1,0 0,15 60,60 1,98 0,52 41,36 100,00 13,83 49,53 36,64 2. 6,91 0,07 0,8 0,41 68,84 1,13 0,70 43,82 100,00 22,03 33,73 44,24 3. 7,67 0,03 3,0 0,20 62,05 1,87 0,61 42,27 100,00 8,38 26,19 65,43 4. 6,99 0,08 6,8 0,92 50,09 5,72 2,00 50,71 100,00 0,80 31,87 67,33 5. 6,80 0,07 3,0 0,88 53,10 2,42 1,30 50,72 100,00 4,06 37,01 58,93 6. 7,31 0,08 5,3 0,92 46,68 10,23 1,13 43,09 100,00 2,57 45,12 52,31 7. 7,14 0,09 3,6 0,88 40,32 9,88 1,02 41,11 100,00 2,45 39,83 57,72 8. 7,26 0,07 5,6 0,90 45,72 10,32 1,20 51,21 100,00 0,74 27,15 72,11 9. 7,33 0,07 3,9 0,92 43,28 9,88 1,18 51,95 100,00 1,35 23,17 75,48 10. 6,70 0,08 1,2 0,36 20,15 8,30 0,52 59,33 49,44 2,73 36,03 61,24 11. 6,26 0,07 0,8 0,40 41,32 9,21 0,88 41,11 100,00 16,28 38,35 45,37 12. 6,43 0,07 0,5 0,46 38,41 10,26 1,87 40,98 100,00 13,32 43,45 43,23 13. 6,50 0,09 1,5 0,31 16,33 6,20 0,61 42,35 55,37 1,44 39,72 58,84 14. 7,49 0,09 2,8 0,56 28,10 8,83 1,98 42,35 93,13 0,54 25,06 74,40 15. 7,31 0,05 1,0 0,61 36,61 9,62 1,16 46,15 100,00 13,26 45,21 41,53 16. 6,85 0,10 16,3 0,58 36,20 8,88 1,04 40,31 100,00 0,63 23,81 75,56 17. 6,70 0,10 1,0 0,62 36,67 10,85 1,88 41,85 100,00 8,04 50,63 41,33 18. 7,93 0,07 0,7 0,77 46,32 3,77 1,04 39,88 100,00 37,67 40,92 21,41 19. 6,37 0,08 0,5 0,62 32,20 4,62 8,35 58,60 78,13 6,83 27,66 65,51 20. 6,56 0,04 0,9 0,56 32,28 15,18 2,10 39,88 100,00 9,98 38,69 51,33 21. 5,76 0,05 0,7 0,56 32,22 12,03 1,39 41,85 100,00 1,89 40,10 58,11 Rata2 6,95 0,07 2,9 0,60 41,31 7,68 1,54 45,28 94,10 8,04 36,34 55,62

(9)

Brebes rata-rata memiliki kandungan N, P, dan K yang rendah. Dari hasil perhitungan, diperlukan pupuk N berupa ZA dengan dosis 575 kg/ha, pupuk P berupa SP-36 dengan dosis 170 kg/ha, dan pupuk K berupa KCl dengan dosis 600 kg/ ha untuk budidaya tanaman tebu secara optimal. Melalui upaya penyuburan lahan, khususnya pemupukan N, P, dan K yang optimal diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas lahan kering sehingga akan meningkatkan produksi tebu secara signifi kan.

4.2 Saran

Sebagai tambahan dan sekaligus pelengkap atau komplementer unsur hara untuk mempertahankan kesuburan lahan, disarankan untuk menggunakan pupuk kandang, pupuk hijau maupun pupuk buatan. Penggunaan pupuk organik ini dimaksudkan selain mengandung berbagai unsur hara makro maupun mikro juga untuk memperbaiki sifat fi sika tanah, karena tekstur tanah yang ada didominasi oleh fraksi liat.

Daftar Pustaka

Anonim. 1974. Penelitian dan Pemetaan Tanah Areal Pabrik Gula Kanigoro Madiun (PNP XX - Surabaya). Dalam Rangka Kerjasama Dengan PNP XX dan BP3G dengan Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.

Anonim. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1 : 250.000 scale Atlas Format Procedures. Prepared for The Land Resources Evaluation With Emphasis on Outer Islands Project at Centre for Soil Research. Bogor

Anonim. 1993. Laporan Penelitian Potensi dan Tingkat Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Tebu di Propinsi D.I. Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Departemen Pertanian.

Hadi S dan Suyanto. Statistik Produksi Gula Indonesia Tahun Giling 2000. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Pasuruan.

Hidayat L. 1996. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu (Saccarum offi cinarum) Areal Pengembangan Perkebunan Tanaman Tebu Desa Seriam, Pelaihari, Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Notojoewono, A.W. 1970. Tebu. Penerbit PT Soeroengan, Jakarta.

Soepraptohardjo. 1976. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Sutardjo, E. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Gambar

Tabel  1.  Tingkat  Kesesuaian  Lahan  Untuk  Budidaya  Tanaman  Tebu                                                              Di Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah
Tabel 2. Luas Lahan Kering Yang Berpotensi Sebagai Lahan Ekstensifi kasi dan Alternatif  Pengembangan Untuk Budidaya Tanaman Tebu Di Kabupaten Brebes
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia dan Fisika Sampel Tanah di Kabupaten Brebes

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Pekerjaan Taman Kantor Gabungan Dinas - Dinas , dimana perusahaan saudara termasuk

Menjelaskan isi kandungan hadits tentang menyayangi anak yatim secara sedarhana. Jumlah

(1) Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat

Dengan adanya website untuk butik, para pengguna jasa Internet khususnya pelanggan dapat memperoleh lebih banyak informasi mengenai ruang lingkup Website untuk butik tanpa

Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat

Salah satu aspek yang terkenal di Indonesia pada saat ini adalah tanaman, Seperti tanaman Anthurium yang harganya berkisar ratusan juta rupiah, begitu juga dengan tanaman Adenium

Mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asma Al-Husna (Ar Rozak, Al Mughniy, Al Hamid dan Asy

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada kerusakan tubulus seminiferus, jumlah spermatosit primer, dan viabilitas sperma antara kelompok