• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiranya laporan ini dapat memenuhi harapan dan mencapai sasaran sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Kerangka Acuan Kerja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kiranya laporan ini dapat memenuhi harapan dan mencapai sasaran sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Kerangka Acuan Kerja."

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan ini merupakan hasil kajian berdasarkan data lapangan dari serangkaian laporan Paket Pekerjaan STUDI KELAYAKAN JEMBATAN

KAPUAS III, Tahun Anggaran 2012. Pemberi tugas adalah Badan

Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Pontianak.

Laporan ini terdiri atas beberapa materi, seperti pendahuluan yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan pekerjaan dan lingkup pekerjaan, gambaran umum, analisa kelayakan jembatan kapuas III, paparan dan analisa data dan rencana kerja selanjutnya. Diharapkan melalui laporan ini semua pihak mendapat gambaran yang jelas mengenai pekerjaan tersebut.

Kiranya laporan ini dapat memenuhi harapan dan mencapai sasaran sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Kerangka Acuan Kerja.

Atas perhatian, bantuan dan kerjasama yang baik, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini.

Pontianak, Nopember 2012

PT. Tunggalwisesa Adikarsa

(3)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum ... I - 1 1.2 Maksud Dan Tujuan ….. ... I - 4 1.2.1 Maksud ... I - 4 1.2.2 Tujuan ... I - 4 1.3 Cakupan Studi ….. ... I - 4 1.4 Batasan Wilayah ….. ... I - 5

BAB II PENDEKATAN STUDI

2.1 Konsep Wilsyah Dan Pusat Pertumbuhan ... II - 1 2.1.1 Konsep Wilayah Dan Pengembangan

Wilayah ... II - 1 2.1.2 Teori Lokasi Dan Pusat Pertumbuhan ... II - 4

2.1.3 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ... II - 6 2.1.4 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ... II - 10 2.1.5 Sistem Transportasi Kota ... II - 12 2.1.6 Sarana Dan Prasarana Perhubungan ... II - 15 2.1.7 Sarana Dan Prasarana Transportasi ... II - 15 2.1.8 Jalan Sebagai Jaringan Transportasi ... II - 16 2.1.9 Pola Pergerakan ... II - 17 2.1.10 Keterkaitan Pola Pemanfaatan Lahan

Dengan Sistem Transportasi ... II - 18 2.2 Ruas Jalan Dan Persimpangan ... II - 19 2.2.1 Kinerja Ruas Jalan ... II - 19 2.2.2 Karakteristik Simpan Sususn (Fly Over) ... II - 23 2.2.3 Kinerja Lalu Lintas Di Ruas Jalan

Persimpangan ... II - 23 2.2.4 Kondisi Jembatan ... II – 25

(4)

2.3 Jembatan ... II - 27 2.3.1 Definisi Jalan Layang ... II - 28 2.3.2 Fungsi Jalan Layang ... II - 29 2.3.3 Tipe-Tipe Jalan Layang ... II - 29 2.3.4 Bagian-Bagian Jalan Layang ... II - 29 2.3.5 Bangunan Pelengkap Jalan ... II - 30 2.4 Hakekat Evaluasi ... II - 31 2.5 Konsep Efisiensi ... II - 34 2.5.1 Volume Lalu Lintas ... II - 35 2.5.2 Kecepatan Kendaraan ... II - 35 BAB III TINJAUAN WILAYAH STUDI

3.1 Review RTRW Yang Ada ... III - 1 3.1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Nasional ... III - 1 3.1.2 Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan III - 3 3.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Propinsi Kalimantan Barat ... III - 5 3.2 Rencana Struktur Dan Pola Kawasan

Metropolitan Pontianak ... III - 10 3.2.1 Rencana Struktur Ruang ... III - 10 3.2.2 Rencana Distribusi Penduduk ... III - 11 3.2.3 Rencana Sistem Pusat Kegiatan ... III - 12 3.2.4 Rencana Sistem Transportasi ... III - 15 3.2.5 Rencana Sistem Jaringan Jalan Raya ... III - 17 3.3 Gambaran Umum Kota Pontianak ... III - 20 3.3.1 Keadaan Geografi ... III - 20 3.3.2 Luas Wilayah ... III - 21 3.3.3 Kondisi Topografi Dan Tanah ... III - 21 3.3.4 Jenis Dan Tekstur Tanah ... III - 22 3.3.5 Iklim ... III - 23 3.3.6 Tata Guna Lahan ... III - 23 3.3.7 Jumlah Penduduk Dan Sebarannya ... III - 24 3.3.8 Aspek Perekonomian ... III - 26 3.3.9 Perkembangan Sektor Perdagangan ... III - 30 3.3.10 Perkembangan Sektor Pariwisata ... III - 31 3.3.11 Aspek Transportasi ... III - 31

(5)

BAB IV ANALISA TEKNIS

4.1 Survei Lalu Lintas ... IV - 1 4.1.1 Metode Survei Lalu Lintas ... IV - 1 4.1.2 Volume Jam Perencanaan (VJP) Jam Sibuk ... IV - 2 4.1.3 Proyeksi Jumlah Kendaraan ... IV - 5 4.2 Analisa Volume Kendaraan ... IV - 10

4.2.1 Kondisi Lalu Lintas Eksisting ... IV - 10 4.2.2 Matriks Asal Tujuan ... IV - 11 4.2.3 Analisa Kapasitas Jembatan ... IV - 12 4.3 Analisa Volume Dimensi Jembatan ... IV - 13

4.3.1 Alternatif 1 : Pararel Dengan Jembatan

Kapuas I ... IV - 13 4.3.2 Alternatif 2 : Lokasi di Fery Roro

Penyebrangan (Jl. Bardan Hardi – Siantan) ... IV - 15 BAB V ANALISA EKONOMI

5.1 Umum ... V - 1 5.1.1 Biaya Investasi ... V - 2 5.1.2 Analisa Finansial ... V - 4 5.2 Kesimpulan ... V - 67 5.3 Rekomendasi ... V - 67

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan

Maksud ... II-14 Tabel 2.2 Kelas Jalan Berdasarkan MST ... II-16 Tabel 2.3 Nilai NVK Pada Berbagai Kondisi ... II-20

Tabel 2.4 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Berdasarkan Kecapatan

Perjalanan Rata-Rata... II-22

Tabel 2.5 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Berdasarkan Kecapatan

Arus Bebas Dan Tingkat Kejenuhan Lalu Lintas... . II-23

Tabel 2.6 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Lalu Lintas Dipersimpangan

Bertumpu Lalu Lintas ... II-26 Tabel 2.7 Kriteria Kinerja Persimpangan ... II-26

Tabel 2.8 Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Berlampu Lalu Lintas .. II-26

Tabel 2.9 Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Tanpa Lampu

Lalu Lintas ... II-27 Tabel 2.10 Kecepatan arus Bebeas Dasar ... II-37

Tabel 2.11 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebara Jalan

Lalu Lintas ... II-37

Tabel 2.12 Faktor Penyesuain Kecepatan Arus Beban Bebas Akibat

Gangguan Samping ... II-38

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Untuk Ukuran Kota ... II-38

Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Penduduk Skenario 2 (Konsep Pemerataan).. III-11

Tabel 3.2 Arahan Sistem Pusat-Pusat Permukiman Dan Skala Pelayanan . III-14

Tabel 3.3 Arahan Fungsi Kota-Kota Di Metropolitan Pontianak Samapai

Dengan Tahun 2027 ... III-15 Tabel 3.4 Luas Kota Pontianak ... III-21 Tabel 3.5 Kelas Lereng Di Kota Pontianak ... III-22 Tabel 3.6 Jenis Tanah Di Kota Pontianak ... III-22 Tabel 3.7 Tekstur Tanah Di Kota Pontianak ... III-22 Tabel 3.8 Kondisi Penggunaan Lahan Kota Pontianak ... III-23

(7)

Tabel 3.9 Jumlah Penduduk Kota Pontianak Menurut Jenis Kelamin ... III-25

Tabel 3.10 Jumlah Kelurahan, Luas Wilayah, Dan kepadatan Penduduk.. III-26

Tabel 3.11 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Kota Pontianak Tahun 2008-2010 (Kota Pontianak) ... III-28

Tabel 3.12 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Harga Konstan 2000

Kota Pontianak Tahun 2008-2010 (Kota Pontianak) ... III-29

Tabel 3.13 Agregat Pendapatan Regional Per Kapita Kota Pontianak

Atas Dasar Harga Berlaku Dan harga Konstan 2000 ... III-30

Tabel 4.1 Perhitungan Volume Kendaraan Pada Jam-Jam Sibuk ... IV-3

Tabel 4.2 Proyeksi Jumlah Kendaraan Pada VJP Jam Sibuk (Kend./Jam) . IV-6

Tabel 4.3 Ekivalensi Mobil Penumpang ... IV-8

Tabel 4.4 Volume Kendaraan Pada Jam-Jam Sibuk Dan Prediksi

Pada tahun Rencana ... IV-8

Tabel 5.1 Volume Kendaraan Jalan Sultan Hamid II Tahun 2012 ... V-1

Tabel 5.2 Perkiraan Kendaraan ke Arah Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) dari Kendaraan yang Memanfaatkan

Jembatan Kapuas I... V-5

Tabel 5.3 Volume Kendaraan Jembatan Landak, Tahun 2012... V-5

Tabel 5.4 Volume Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I Ditambah

Dari Fery Roro Tahun 2012 ... V-7

Tabel 5.5 Analisis Finansial Jembatan Kapuas III (Bandar-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Harga Tiket Ferry Roro Dalam Keadaan

Kosong (Termurah) ... V-7

Tabel 5.6 Analisis Finansial Jembatan Kapuas III (Bandar-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 15% Dengan Harga Tiket Ferry Roro Dalam Keadaan

(8)

Tabel 5.7 Analisis Finansial Jembatan Kapuas III (Bandar-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Harga 50% Tiket Ferry Roro Dalam Keadaan

Kosong (Termurah) ... V-8

Tabel 5.8 Analisis Finansial Jembatan Kapuas III (Bandar-Siantan)

Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 50% Dengan Harga 50% Tiket Ferry Roro Dalam Keadaan

Kosong (Termurah) ... V-8

Tabel 5.9 Proyeksi Jumlah Kendaraan Ferry Roro Tahun 2012-2034... V-9

Tabel 5.10 Perbandingan Pendapatan Ferry Roro dengan Jembatan

Kapuas III (Bardan-Siantan) Per Tahun ... V-10

Tabel 5.11 Pertumbuhan Kendaraan Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan), Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I Ditambah Kendaraan Ferry Roro, Biaya Operasional 20%

Dengan Bunga 8% ... V-11

Tabel 5.12 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan – Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga 8% ... V-12

Tabel 5.13 Rencana Anggsuran Pinjaman Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20%, Kendaraan 25%, Dari Jembatan

Kapuas I Dengan Bunga Bank 8%, Tahun 2013-2034 ... V-13

Tabel 5.14 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 8%, Tahun 2017-2041 ... V-15

Tabel 5.15 Tabel Anggsuran Pendapatan, OM Dan Net Revenue

Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga 8%

(9)

Tabel 5.16 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga 8% Tahun 2013-2037 ... V-16

Tabel 5.17 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga 8% Tahun 2017-2041 ... V-17

Tabel 5.18 Pertumbuhan Kendaraan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Ditambah Fery Roro . V-18

Tabel 5.19 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan), Biaya

Operasional 20% Kendaraan 25% Dengan Bungan Bank 8% ... V-19

Tabel 5.20 Rencana Anggsuran Pinjaman Jembatan Kapuas I

(Bardan-Siantan) Biaya Operasional 20% Kendaraan 25%

Dari Jembatan Kapuas I, Dengan Bunga 12% Tahun 2013-2034 . V-20

Tabel 5.21 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga 12% Tahun 2017, 2021, 2025, 2029, 2023, 2037 .... V-21

Tabel 5.22 Tabel Angsuran Pendapatan OM, dan Net Revenue Jembatan

Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan

Kapuas I, Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12% .... V-22

Tabel 5.23 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 20% Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 12% Tahun 2013-2037 ... V-22

Tabel 5.24 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 20% Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 12% Tahun 2013-2037 ... V-23

Tabel 5.25 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 20% Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 12% Tahun 2013-2037 ... V-24

(10)

Tabel 5.26 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Dengan Bunga Bank 12% Tahun 2013-2037 ... V-26

Tabel 5.27 Rencana Angsuran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 8%, Tahun 2013-2034 ... V-27

Tabel 5.28 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 8%, Tahun 2013-2034 ... V-28

Tabel 5.29 Grafik Angsuran Pendapatan, OM dan Net Revenue Jembatan

Kapuas III Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I,

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 8%, Tahun 2017-2034 ... V-29

Tabel 5.30 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kapuas III Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I,

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 8%, Tahun 2017-2034 ... V-30

Tabel 5.31 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III 2013-2032 ... V-31

Tabel 5.32 Pertumbuhan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I,

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 12%, Tahun 2017-2041 ... V-32

Tabel 5.33 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Dengan Bunga Bank 15% Tahun 2013-2037 ... V-33

Tabel 5.34 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-34

Tabel 5.35 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

(11)

Tabel 5.36 Pertumbuhan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I,

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 12%, Tahun 2017-2041 ... V-36

Tabel 5.37 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Dengan Bunga Bank 15% Tahun 2013-2037 ... V-37

Tabel 5.38 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-38

Tabel 5.39 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-39

Tabel 5.40 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 8%2013-2034 ... V-40

Tabel 5.41 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-41

Tabel 5.42 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-42

Tabel 5.43 Pertumbuhan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I,

Biaya Operasinal 15% Dengan Bunga 12%, Tahun 2017-2041 ... V-43

Tabel 5.44 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

(12)

Tabel 5.45 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-45

Tabel 5.46 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 25% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-46

Tabel 5.47 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 8%2013-2034 ... V-47

Tabel 5.48 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-48

Tabel 5.49 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-49

Tabel 5.50 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-50

Tabel 5.51 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Biaya Operasional 20% Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%

Tahun 2013-2037 ... V-51

Tabel 5.52 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 20% Biaya Operasional 20% Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%

(13)

Tabel 5.53 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Biaya Operasional 20% Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%

Tahun 2013-2032 ... V-53

Tabel 5.54 Pertumbuhan Kendaraan Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Biaya Operasional 50% dari Jembatan Kapua I Ditambah Kendaraan Ferry Roro Dengan Bunga Bank 8%

Tahun 2017-2041 ... V-54

Tabel 5.55 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-55

Tabel 5.56 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas III

Biaya Operasional 20% Dengan Bunga Bank 12%2013-2034 ... V-56

Tabel 5.57 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Biaya Operasional 20% Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%

Tahun 2013-2037 ... V-57

Tabel 5.58 Angsuran, Pendapatan, OM, dan Net Revenue Jembatan

Kapuas III (bardan-Siantan), Biaya Operasional 15%, Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 8% Tahun

Tahun 2017-2034 ... V-58

Tabel 5.58 Angsuran, Pendapatan, OM, dan Net Revenue Jembatan

Kapuas III (bardan-Siantan), Biaya Operasional 15%, Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 8% Tahun

(14)

Tabel 5.59 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I Biaya Operasional 15% Dengan Bunga Bank 8% Tahun

Tahun 2013-2032 ... V-59

Tabel 5.60 Pertumbuhan Kendaraan Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Biaya Operasional 15% Kendaraan 50% Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 12%

Tahun 2017-2041 ... V-60

Tabel 5.61 Cash Flow Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 15% Kendaraan 50%

Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga Bank 12%

Tahun 2017-2041 ... V-61

Tabel 5.62 Rencana Angguran Pinjaman Jembatan Kapuas III

(Bardan-Siantan) Biaya Operasional 15% Kendaraan 25%

Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12% tahun 2013-2034 .. V-62

Tabel 5.63 Proyeksi Rugi Laba Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 15% Kendaraan 50%

Dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12% tahun 2013-2034 .. V-63

Tabel 5.64 Angsuran, Pendapatan, OM dan Net Renu Jembatan

Kapuas III, Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I

Dengan Bunga 12%, Tahun 2017-2034 ... V-64

Tabel 5.65 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 15%, Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%, Tahun 2013-2037 ... V-65

Tabel 5.66 Internal Rate Of Return Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan)

Biaya Operasional 15%, Kendaraan 50% dari Jembatan Kapuas I Dengan Bunga 12%, Tahun 2013-2032 ... V-66

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan ... II - 2

Gambar 3.1 Peta Jarak Kota-Kota Satelit Dari Kota Pontianak ... III - 2

Gambar 3.2 Peta Kawasan Metropolitan Pontianak ... III - 3 Gambar 3.3 Peta Rencana Struktur Ruang ... III - 14

Gambar 4.1 Peta Volume Jam Perencanaan Di Ruas Jalan Sekitar

Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) Dan jembatan

(16)

1.1

Umum

Kota Pontianak merupakan Kota Orde I dalam sistem kota

Kalimantan Barat. Dengan demikian jangkauan wilayah pelayanan Kota Pontianak tidak terbatas pada wilayah Kecamatan Pontianak melainkan sampai pada wilayah lainnya yang bera

Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP) yang meliputi Kota Pontianak, Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dan Kecamatan Sungai Kakap, Sungai Ambawang, Rasau Jaya, Sungai Raya, dan Kuala Mandor di Kabupaten Kubu Raya serta wilayah

Melihat perkembangan dan potensi yang cukup besar pada wilayah Kecamatan Pontianak dan Kecamatan lainnya sebagai

Pontianak, dan keberadaan beberapa usaha perkebunan, maka dalam jangka panjang kedudukan Kota Pontianak dala

Kota Pontianak merupakan Kota Orde I dalam sistem kota-kota di Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian jangkauan wilayah pelayanan Kota Pontianak tidak terbatas pada wilayah Kecamatan Pontianak melainkan sampai pada wilayah lainnya yang berada dalam lingkup pelayanan Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP) yang meliputi Kota Pontianak, Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dan Kecamatan Sungai Kakap, Sungai Ambawang, Rasau Jaya, Sungai Raya, dan Kuala Mandor di Kabupaten Kubu Raya serta wilayah kabupaten lainnya.

Melihat perkembangan dan potensi yang cukup besar pada wilayah Kecamatan Pontianak dan Kecamatan lainnya sebagai hinterland

Pontianak, dan keberadaan beberapa usaha perkebunan, maka dalam jangka panjang kedudukan Kota Pontianak dalam sistem kota-kota ini dapat lebih kota di Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian jangkauan wilayah pelayanan Kota Pontianak tidak terbatas pada wilayah Kecamatan Pontianak melainkan da dalam lingkup pelayanan Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP) yang meliputi Kota Pontianak, Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dan Kecamatan Sungai Kakap, Sungai Ambawang, Rasau Jaya, Sungai Raya, dan Kuala Mandor di

Melihat perkembangan dan potensi yang cukup besar pada wilayah

hinterland Kota Pontianak, dan keberadaan beberapa usaha perkebunan, maka dalam jangka kota ini dapat lebih

(17)

meningkat, karena bertambahnya jumlah fasilitas perkotaan yang terdapat di wilayah Kota Pontianak.

Dengan gambaran regional dan kebijakan diatas Kota Pontianak mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut:

1. KOTA PONTIANAK SEBAGAI PKN (Pusat Kegiatan Nasional)

dengan fungsi dan peran sebagai berikut:

· Menjadi pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional (khususnya ASEAN) dan menjadi pendorong bagi daerah sekitarnya.

· Sebagai pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank dengan skala pelayanan nasional atau melayani beberapa provinsi.

· Sebagai pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau beberapa provinsi.

· Sebagai simpul transportasi secara nasional atau untuk beberapa provinsi di sekitarnya.

· Sebagai pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi di sekitarnya.

· Sebagai pusat jasa-jasa kemasyarakatan.

· Fungsi dan peran kota Pontianak dalam konstelasinya terhadap wilayah regional yaitu sebagai pusat perdagangan dan jasa serta sebagai pintu masuk dan keluar baik barang maupun orang ke wilayah Provinsi Kalimantan Barat.

2. KOTA PONTIANAK SEBAGAI PENDORONG DAERAH

SEKITARNYA, maka di Kota Pontianak harus tersedia fasilitas dan ruang untuk memberikan jasa pelayanan untuk mewadahi kegiatan terkait dengan sektor unggulan di kawasan sekitarnya (berperan

(18)

sebagai pintu keluar perdagangan untuk produk sektor unggulan maupun industri pengolahan tanaman pangan/perkebunan dan perikanan laut yang berasal dari wilayah luar Kota Pontianak).

3. KOTA PONTIANAK SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI

DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT, dimana kota-kota yang merupakan kota penyebar kegiatan ekonomi dari Pontianak tersebut terdiri dari Singkawang, Sintang, Sanggau, dan Ketapang.

4. KOTA PONTIANAK DIARAHKAN UNTUK DIKEMBANGKAN

SEBAGAI PELABUHAN INTERNASIONAL dalam sistem simpul transportasi laut Indonesia.

5. Bandara Supadio yang berlokasi di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki aksesibilitas tinggi ke kota Pontianak ditetapkan sebagai pusat penyebaran sekunder (RTRW kota Pontianak).

Dengan fungsi dan peran ini pertumbuhan Kota Pontianak menjadi sangat cepat. Demikian juga pertumbuhan jumlah kendaraannya juga semakin meningkat, dengan laju pertumbuhan rata-rata 10% pertahun, akibatnya kemacetan lalu-lintas terjadi di beberapa tempat.

Pergerakan intra zona terutama di Kota Pontianak yaitu akses Pelabuhan Pontianak ke arah utara yaitu menuju Kawasan Metropolitan Pontianak bagian utara, saat ini masih melewati Pusat Kota Pontianak, yaitu melalui jalan arteri primer (nasional) yang dihubungkan hanya oleh Jembatan Kapuas I, sehingga terjadi campuran (konsentrasi) lalu-lintas antara lalu-lintas eksternal-eksternal, internal-eksternal dan lalu-lintas intra zona Kota Pontianak yang menyebabkan rendahnya tingkat pelayanan jalan dan jembatan pada ruas-ruas jalan tersebut. Hal ini secara langsung berpengaruh pada aksesibilitas dan rute pergerakan lalu-lintas. Pembanguan sarana akses penghubung (jembatan) lain yang melintasi sungai-sungai di Kota Pontianak ini menjadi sangat penting dalam upaya mengurangi tingkat kemacetan di

(19)

Kota Pontianak. Strategi rekayasa lalu-lintas yang tepat akan mampu menghasilkan perencanaan yang mampu mengantisipasi kemacetan yang selama ini terjadi di Kota Pontianak terutama akibat konsentrasi lalu-lintas dan kurangnya kapasitas jembatan.

Oleh karena itu Studi Kelayakan pembangunan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) sangat diperlukan dalam rangka pengembangan Kota Pontianak sebagai Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan Terdepan Di

Kalimantan Tahun 2025 sesuai visi Kota Pontianak.

1.2

Maksud Dan Tujuan

1.2.1

Maksud

Maksud dari Pekerjaan Studi Kelayakan Pembangunan Jembatan di Kota Pontianak ini adalah untuk memperhitungkan kelayakan Pembangunan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) dari berbagai aspek dan kepentingan.

1.2.2

Tujuan

Menyediakan pedoman berupa informasi yang diperlukan terutama mengenai kelayakan pembangunan Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) yang mencakup analisis tentang kelayakan, tahun rencana (target year) Jembatan Kapuas III (Bardan-Siantan) tersebut dapat dimanfaatkan / dikembangkan guna melayani permintaan kebutuhan jasa pelayanan jembatan pada saat ini dan pada masa yang akan datang sesuai dengan ketentuan yang telah dipersyaratkan untuk mewujudkan kondisi jembatan yang ideal sehingga dapat mencapai pelayanan fungsi jalan yang lancar, aman, nyaman, efektif dan optimal.

1.3

Cakupan Studi

Cakupan studi yang akan dilaksanakan oleh konsultan adalah :

1. Melakukan pengumpulan data volume lalu-lintas pada jalan akses yang berpengaruh pada lalu-lintas yang melintasi Sungai Kapuas.

(20)

2. Melakukan prediksi volume lalu-lintas untuk masa yang akan datang, sehingga dapat ditentukan kapasitas jembatan yang diperlukan.

3. Melakukan rencana layout jembatan sedemikian rupa sehingga sedikit mungkin berdampak terhadap pembebasan lahan masyarakat.

4. Menghitung biaya pembangunan jembatan.

5. Melakukan analisa ekonomi dengan metode BCR, IRR, NPV dan Pay Back Period, sehingga didapat kelayakan jembatan.

6. Menyusun Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Akhir dan Laporan Akhir masing-masing 10 rangkap.

1.4

Batasan Masalah

1. Studi Kelayakan ini meninjau kelayakan jembatan dari aspek teknis, dan ekonomi.

2. Aspek teknis meliputi kapasitas dan dimensi jembatan serta prediksi lalu-lintas.

3. Aspek ekonomi meliputi perhitungan manfaat (benefit) dan biaya (cost) serta analisa pengembalian modal (BEP).

4. Aspek-aspek diluar tinjauan diatas dibahas secara singkat dan dimasukkan ke dalam rekomendasi.

(21)

2. 1.

Konsep Wilayah dan Pusat Pertumbuhan

2.1.1.

Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang ba

berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Rustiadi, e al (2006). wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen

tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen

biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta

bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya

Konsep Wilayah dan Pusat Pertumbuhan

Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut ilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah ma lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap tas dan sistemnya ditentukan Menurut ilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis komponen wilayah ma lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali komponen wilayah mencakup komponen bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi

(22)

suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab “wālā-yuwālī-wilāyah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan

(23)

terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

(24)

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah :

1. Sebagai growth center

Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.

2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.

3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.

4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan.

Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).

2.1.2.

Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan

Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan

(25)

timbulnya pusat-pusat pelayanan : (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan sumberdaya, (3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.

Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989) dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota. Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

(26)

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

2.1.3.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Definisi konsep pembangunan berkelanjutan diinteprestasikan oleh beberapa ahli secara berbeda-beda. Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggungjawab moral untuk memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi untuk menjamin kesejahteraannya.

Penyusutan yang terjadi akibat pemanfaatan masa kini hendaknya disertai suatu bentuk usaha mengkompensasi yang dapat dilakukan dengan menggali kemampuan untuk mensubstitusi semaksimal mungkin sumberdaya yang langka dan terbatas tersebut sehingga pemanfaatan sumberdaya alam pada saat ini tidak mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang (intergenerational equity).

Definisi Pembangunan berkelanjutan menurut Bond et al. (2001) pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Bosshard (2000)

(27)

mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang harus mempertimbangkan lima prinsip kriteria yaitu: (1) abiotik lingkungan, (2) biotik lingkungan, (3) nilai-nilai budaya, (4) sosiologi, dan (5) ekonomi. Marten (2001) mendefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan tidak berarti berlanjutnya pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin ekonomi tumbuh jika ia tergantung pada keterbatasan kapasitas sumberdaya alam yang ada.

Selain itu ada pula beberapa pakar yang memberikan rumusan untuk lebih menjelaskan makna dari pembangunan yang berkelanjutan, antara lain (Abdurrahman, 2003):

1. Emil Salim

Pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan (Yayasan SPES, 1992 :3).

Ada beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari konsep pembangunan berlanjut ini, yaitu :

a. Proses pembangunan ini mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di topang oleh sumber alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut.

b. Sumber alam terutama udara, air, dan tanah memiliki ambang batas, diatas mana penggunaannya akan menciutkan kualitas dan kuantitasnya. Penciutan ini berarti berkurangnya kemampuan sumber alam tersebut untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber alam dengan daya manusia.

(28)

c. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian dan lain sebagainya.

d. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

2. Ignas Kleden

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumberdaya manusia secara optimal, dan dilain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumberdaya tersebut ( yayasan SPES, 1992 : XV).

3. Sofyan Effendi

a. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang

pemanfaatan sumberdayanya, arah investasinya, orientasi pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaanya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan sebagai

transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kepentingannya.

(29)

Konsep pembangunan yang berkesinambungan memang mengimplikasikan batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat teknologi dan organisasi sosial sekarang ini mengenai sumberdaya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia, akan tetapi teknologi untuk memberi jalan bagi era baru pertumbuhan ekonomi.

Dalam definisi diatas dapat dipahami bahwa konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh 3 pilar, yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan antar 3 komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut (Munasinghe-Cruz, 1995).

Gambar 2.1.

Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan

(30)

2.1.4.

Dimensi Pembangunan Berkelanjutan

Munasinghe (1994) menyatakan bahwa pendekatan ekonomi dalam pembangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efesiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya serta keterbatasan teknologi. Peningkatan output pembangunan ekonomi dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekologi dan sosial sepanjang waktu dan memberikan jaminan kepada kebutuhan dasar manusia serta memberikan perlindungan kepada golongan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan melakukan analisis biaya manfaat atau suatu proyek pembangunan. Perencanaan pembangunan hendaknya dilakukan secara komprehensip dengan memperhatikan tujuan-tujuan jangka panjang. Selain itu yang dapat dilakukan untuk mengurangi eksploitasi sumberdaya secara berlebihan dan menutupi dampak yang mungkin ditimbulkan dari eksploitasi sumberdaya tersbut adalah memberikan harga kepada sumberdaya (pricing) dan biaya tambahan (charges).

Jadi sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi, kelestarian aset yaitu efesiensi dalam pembangunan sumberdaya dengan pengelolaan yang ramah lingkungan dan tetap memperhitungkan keadilan bagi masyarakat baik saat ini maupun generasi yang akan datang. Dalam hal ini pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar efesiensi dan pertumbuhan yang tinggi saja tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pandangan ekologis didasarkan kepada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi di waktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh segala aktifitas manusia.

Para ahli sosiologi memberikan pandangan yang berbeda dengan ahli ekonomi dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

(31)

Dikemukakan oleh Cernea (1994) bahwa pembangunan berkelanjutan adalah menekankan kepada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat. Penekanan pandangan para sosiolog tersebut terletak kepada manusia sebagai kunci keberhasilan pembangunan melalui pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan yang berkembang. Pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam dengan memberikan motivasi yang mengarah kepada keberlanjutan. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam pembangunan dilakukan dengan menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, penghargaan terhadap bentuk kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu sistim kontrol terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional yang mengandung keutamaan dan kearifan, meningkatkan kemandirian dan kemampuan masyarakat dengan berorganisasi.

Dengan demikian faktor sosial dalam pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor yang tidak kalah penting apabila dibandingkan dengan faktor ekonomi dan ekologi. Bukti-bukti menjelaskan bahwa proyek pembangunan yang kurang memperhatikan faktor sosial kemasyarakatan akan menjadi ancaman bagi keberhasilan proyek atau program pembangunan yang dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.

Menurut Serageldin (1994) Tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan memiliki hubungan dengan tujuan lingkungan. Keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan hidup yang mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.

Pembangunan akan terhambat apabila kondisi sosial ekonomi masyarakat penuh dengan ketidak pastian. Disamping itu pembangunan ekonomi tanpa memperhatikan efesiensi penggunaan sumberdaya dan kelestarian alam akan

(32)

menyebabkan degradasi alam yang tidak dapat pulih kembali, sehingga usaha yang dapat dilakukan adalah dengan efesiensi penggunaan sumberdaya alam dan juga memberikan penilaian terhadap lingkungan dengan mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Karena bagaimanapun proses pembangunan yang berjalan sedikit ataupun banyak akan menimbulkan eksternalitas negatif dimana masyarakat yang akan merasakan akibat dari kerusakan tersebut. Masyarakatlah yang menanggung beban berupa biaya – biaya sosial yang harus ditanggung baik oleh masyarakat saat ini maupun generasi yang akan datang.

Hal yang terpenting adalah bagaimana pemahaman mengenai pembangunan dimulai dari pendekatan kepada berhasil atau tidaknya pembangunan itu mengurangi kemiskinan. Bagaiman pertumbuhan ekonomi berperan dan bagaimana proses pertumbuhan itu dipengaruhi oleh semakin berkurangnya sumberdaya dan makin meningkatnya biaya lingkungan. Langkah selanjutnya yang harus menjadi pertimbangan global adalah bagaimana menemukan cara yang efektif sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat sekaligus memecahkan masalah kemiskinan tanpa membahayakan lingkungan atau menurunkan kualitas sumberdaya alam untuk generasi ayang akan datang.

2.1.5

Sistem Transportasi Kota

Ditinjau dari terminologinya, sistem transportasi perkotaan adalah sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan dalam wilayah kota yang bersangkutan. Pergerakan yang dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda dengan menggunakan berbagai sumber tenaga dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu.

Pergerakan manusia di dalam kota akan berbeda dengan kondisi di perdesaan. Banyak lokasi-lokasi bangkitan dan tarikan perjalanan seperti

(33)

sekolah, perkantoran, pusat perbelanjaan dan bisnis lain sebagainya, membuat lalu lintas kendaraan pada jam sibuk (peak our) begitu padat. Banyaknya aktivitas pergerakan dengan ditunjukkannya peningkatan mobilitas pergerakan manusia dan barang di perkotaan adalah sebagai konsekuensi dari meningkatnya perekonomian kota. Kepentingan dan kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi di perkotaan tergantung pada jenis kota-kotanya. Sementara aktivitas pergerakan orang berdasarkan sebab terjadinya dapat dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan. Maksud perjalanan dapat dikategorikan sesuai dengan karakteristik-karakteristik dasarnya yaitu yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, pendidikan, kebudayaan, rekreasi dan hiburan. Selanjutnya Tabel 2.1. menunjukkan klasifikasi pergerakan di perkotaan.

Permasalahan yang terjadi di masing-masing kota sangat berbeda dan harus diselesaikan dengan cara yang berbeda pula serta sesuai dengan ukuran kotanya.

1. Untuk kota kecil, permasalahan transportasi terutama pada keberadaan prasarana dan angkutan umum yang sederhana sifatnya seperti becak, bemo, dokar, ojek, serta angkutan umum bermotor ukuran kecil.

2. Untuk kota menengah, keberadaan prasarana sangat menentukan, karena kendaraan pribadi cukup berperan dalam pergerakan. Sarana transportasi umum ukuran kecil sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk kota.

3. Untuk kota besar dan metropolitan, keberadaan transportasi umum ukuran besar mutlak diperlukan. Oleh sebab itu perencanaan jaringan transportasi kota di kota besar dan metropolitan harus mengutamakan tranportasi umum.

(34)

Tabel 2.1

Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan Maksud

Aktivitas Klasifikasi Perjalanan Keterangan

I. Ekonomi · Ke dan dari tempat kerja

· Yang berkaitan dengan bekerja

· Ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan pribadi

· Yang berkaitan dengan belanja atau bisnis pribadi

Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi. Antara 40-50% dari penduduk sudah bekerja.

Perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk :

a. Pulang ke rumah b. Mengangkut barang c. Ke dan dari rapat

Pelayanan hiburan dan rekreasi diklasifikasikan secara terpisah, tetapi pelayanan medis, hukum, kesejahteraan termasuk disini.

II. Sosial Ke dan dari rumah teman Kebanyakan fasilitas terjadi dalam

lingkungan keluarga dan tidak akan meng-hasilkan banyak perjalanan

III.Pendidikan Ke dan dari sekolah, kampus

dan lain-lain Hal ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-16 tahun di negara yang sedang berkembang jumlahnya sekitar 85% penduduk IV.Rekreasi dan hiburan · Ke dan dari tempat

rekreasi serta hiburan · Yang berkaitan dengan

perjalanan dan

berkendaraan untuk

rekreasi

Mengunjungi restoran, kunjungan sosial termasuk perjalanan pada hari libur.

V. Kebudayaan · Ke dan dari tempat

ibadah

· Perjalanan bukan hiburan ke dan dari daerah budaya serta pertemuan politik

Perbedaan antara kebudayaan hiburan sangat sulit untuk dilakukan dan sering tidak begitu jelas

Sumber : Manual Pelatihan Manajemen Lalu Lintas Perkotaan – LPM ITB (1997).

Penggunaan energi yang cenderung boros dan pencemaran lingkungan yang cukup memprihatinkan banyak terjadi di wilayah perkotaan. Kondisi kemacetan lalu-lintas turut menambah pemborosan penggunaan energi serta pencemaran lingkungan yang tinggi.

Pengoperasian kereta api lebih disarankan untuk kota-kota yang berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa sebagai sarana transportasi pilihan selain bis kota atau yang sejenis. Dengan moda kereta api, maka kapasitas angkut jauh lebih banyak dalam sekali perjalanannya. Besarnya investasi pengadaan moda lainnya yang lebih murah tanpa harus memberikan prasarana baru.

(35)

2.1.6

Sarana dan Prasarana Perhubungan

Sarana dan prasarana perhubungan merupakan sarana yang sangat vital, oleh karena itu penyediaan sangat penting. Pada umumnya setiap kecamatan di Kota Pontianak memiliki 5 macam kelas jalan yaitu kelas I, II, III, IV dan jalan desa.

2.1.7

Sarana dan Prasarana Transportasi

Interaksi yang terjadi antar daerah di Kota Pontianak akan dapat berjalan dengan baik jika ada sarana perhubungannya yaitu sarana dan prasarana transportasi yang memungkinkan orang untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat dan mudah. Keberadaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai dan mampu mencukupi permintaan jumlah penduduk akan turut memperlancar kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu maka keberadaan sarana dan prasarana transportasi sangatlah penting.

Secara garis besar, sistem transportasi di Kota Pontianak dibagi menjadi 3 macam dan 4 moda transportasi yaitu :

1. Sistem transportasi darat dibagi atas moda transportasi jalan raya. Sistem transportasi darat dilayani oleh satu simpul transportasi yaitu terminal.

2. Sistem transportasi laut dilayani oleh moda transportasi laut dengan simpul transportasi berupa pelabuhan. \

3. Sistem transportasi udara dilayani oleh moda transportasi udara dengan simpul transportasi berupa bandara udara.

Ketiganya memiliki jangkauan pelayanan yang berbeda-beda. Moda transportasi jalan raya mampu melayani pergerakan lokal dan regional atau antar propinsi, sedangkan moda transportasi laut dan udara melayani pergerakan regional dan internasional.

(36)

2.1.8

Jalan Sebagai Jaringan Transportasi

Jalan merupakan sebidang prasarana darat, baik dengan konstruksi tertentu maupun tidak yang digunakan untuk kepentingan pergerakan kendaraan. Terkait dengan kapasitas, peranan serta fungsinya maka jalan-jalan yang melayani arus transportasi lokal, antar kota maupun luar kota juga dikenal sebagai jalan raya.

Kegunaan dan fungsi jalan dapat didasarkan pada berbagai hal baik secara fisik maupun pelayanannya. Berdasarkan kapasitas jalan dan muatannya maka menurut UU No. 38 tahun 2004 jalan diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Jalan Arteri : merupakan jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi jumlah jalan masuk dibatasi secara efisiensi.

2. Jalan Kolektor : merupakan jalan yang melayani angkutan pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, dengan kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan untuk dibatasi.

3. Jalan Lokal : merupakan jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Sedangkan menurut Tata Cara Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TCSPGJAK) perbedaan jalan didasarkan pada kemampuan jalan menerima beban jalan yang dikenal dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) dengan satuan ton.

Tabel 2.2.

Kelas Jalan Berdasarkan MST

Fungsi Jalan Kelas Jalan MST

Arteri I > 10

II 10

III 8

Kolektor IIIA -

IIIB 8

(37)

Setiap jalan atau jalan raya memiliki perbedaan dalam hal volume dan kapasitas yang dimilikinya. Menurut AASHO (Amerikan Association Of State Higway Officials) tahun 1968 dalam Ogleby Edisi IV menyebutkan beberapa definisi mengenai pembagian jenis-jenis jalan raya berikut jalan yang tanpa atau tidak memiliki pengendalian jalan masuk :

1. Jalan raya utama; jalan arteri yang dikelola oleh daerah berwenang yang terdekat dan dilengkapi dengan sarana lalu-lintas standar serta menggunakan desain geometrik yang dapat berguna untuk memperlancar arus lalu-lintas menerus.

2. Jalan biasa; berguna untuk melayani arus kendaraan yang bergerak lurus (through traffic).

3. Jalan lokal; jalan yang berfungsi untuk memasuki daerah permukiman, perdagangan atau daerah lain yang berdekatan letaknya.

2.1.9

Pola Pergerakan

Sarana dan prasarana transportasi pada dasarnya adalah untuk melayani pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain untuk melakukan berbagai aktivitas yang membetuk pola pergerakan tertentu. Pola pergerakan penduduk dapat dibedakan menjadi lima pola dasar yaitu : (Edward, 1992:115)

1. Radial Trip, yaitu pola pergerakan dari hunian di luar kota ke tempat kerja, belanja dan kepentingan pribadi. Pola pergerakan ini berorientasi ke CBD.

2. Circuferential Trips, yaitu pola pergerakan antar daerah sub urban dan tidak melewati CBD. Perjalan ini didominasi perjalanan untuk bekerja, bisnis dan belanja. Moda perjalanan biasanya didominasi oleh kendaraan pribadi.

3. Through Trips, Perjalanan jenis ini melalui CBD, perjalanan jenis ini didominasi oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum dan biasanya merupakan perjalanan antar kota.

(38)

4. CBD Travel, Perjalanan jenis ini merupakan perjalanan yang terjadi di daerah CBD dan perjalanan jenis ini merupakan perjalanan yang terjadi akibat aktivitas di daerah CBD seperti misalnya makan, istirahat dll.

5. Sub Urban Activity Center Travel, Pergerakan jenis ini hampir sama dengan pergerakan jenis through trips, hanya perjalan jenis ini melewati CBD.

Sedangkan dalam skala wilayah perkotaan menurut Willumsen (dalam Januari, 2001: 34), terdapat 4 (empat) jenis pergerakan yaitu :

1. Kota menuju kota, berupa arah pergerakan dari dalam pusat kota ke CBD. Pergerakan ini dilakukan oleh para transit dan pekerja non terampil yang besarnya menggantungkan pada kendaraan dan alat transportasi lainnya.

2. Daerah Penggiran menuju kota, merupakan pergerakan yang dimulai dari daerah pinggiran dan berakhir pada pusat kota di CBD atau di sekitar area kerja. Pergerakan ini meliputi pergerakan dengan kendaraan pada jalur cepat (arteri).

3. Commuting, arah pergerakan ini dari daerah dekat dengan pusat kota dan peralihan menuju lokasi pekerja dimana industri terkonsentrasi. Pergerakan ini biasanya menggunakan kendaraan umum, terutama yang digunakan oleh pekerja industri.

4. Dari Pinggiran menuju daerah pinggiran, arah pergerakan ini menempuh perjalanan dari daerah lokasi permukiman ke lokasi pusat kota lainnya di daerah pinggiran.

2.1.10

Keterkaitan Pola Pemanfaatan Lahan Dengan Sistem

Transportasi

Sistem transportasi perkotaan menghubungkan berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, belanja dll yang langsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Untuk memenuhi kebutuhannya,

(39)

manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau menggunakan kendaraan) yang menimbulkan bangkitan pergerakan barang dan jasa. (Tamin, 1997 : 50). Semakin banyak jenis guna lahan yang dihubungkan maka akan semakin besar bangkitan pergerakan yang timbul. Hal ini telihat di perempatan Jalan Imam Bonjol-Tanjungpura-Pahlawan-Sultan Hamid II yang mana merupakan simpul penghubung berbagai aktivitas dengan guna lahan yang beragam.

Guna lahan yang berbeda dalam suatu kota maka akan membentuk bangkitan dan tarikan berbeda akan menghasilkan pola perjalanan yang berbeda. Jenis guna lahan yang berbeda (misalnya permukiman, pendidikan, dan industri) akan mempunyai bangkitan lalu-lintas yang berbeda juga. Begitu juga dengan intensitas aktivitas suatu guna lahan, yang salah satu ukurannya adalah tingkat kepadatan akan membedakan ciri bangkitan lalu-lintas yang terjadi. Ciri bangkitan lalu-lalu-lintas tersebut dijelaskan dalam jumlah arus, jenis dan periodisasi lalu-lintas yang terjadi. Jumlah dan jenis lalu-lintas yang dihasilkan oleh suatu guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi (Tamin,1997:60-61).

Jadi keterkaitan pola pemanfaatan lahan dengan Sistem transportasi dapat dikatakan, besarnya pola pemanfaatan lahan suatu aktivitas harus diimbangi dengan sistem transportasi yang memadai/seimbang, jika tidak maka dapat menimbulkan masalah-masalah kemacetan lalu-lintas.

2. 2.

Ruas Jalan dan Persimpangan

2.2.1

Kinerja Ruas Jalan

Beberapa kinerja yang dibutuhkan dapat diterangkan sebagai berikut :

1. NVK, menunjukkan kondisi ruas jalan dalam melayani volume lalu-lintas yang ada.

(40)

2. Kecepatan perjalanan rata-rata, dapat menunjukkan waktu tempuh dari titik asal ke titik tujuan di dalam wilayah pengaruh yang akan menjadi tolok ukur dalam pemilihan rute perjalanan serta analisis ekonomi.

3. Tingkat pelayanan, indikator yang mencakup gabungan beberapa parameter, naik secara kuantitatif maupun kualitatif, dari ruas jalan dan persimpangan. Penentuan tingkat pelayanan ini akan disesuaikan dengan kondisi arus lalu-lintas yang ada di Indonesia.

Nilai NVK untuk ruas jalan dan persimpangan di dalam ‘daerah pengaruh’ akan didapatkan berdasarkan hasil survei geometrik untuk mendapatkan besarnya kapasitas pada saat ini. Perhitungan besarnya kapasitas suatu ruas jalan dapat menggunakan rumus menurut metode Indonesia Highway Capacity Manual (IHCM, 1997).

Selanjutnya, besarnya volume lalu-lintas pada masa mendatang akan dihitung berdasarkan analisa peramalan lalu-lintas. Besarnya faktor pertumbuhan lalu-lintas didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan akan disesuaikan dengan pentahapan pembangunan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil peramalan arus lalu-lintas tersebut akan didapatkan nilai NVK yang selanjutnya. Nilai NVK berdasarkan empiris dan beberapa hasil kajian lalu-lintas di DKI-Jakarta dikelompokkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Nilai NVK Pada Berbagai Kondisi

NVK Keterangan

< 0,8 Kondisi stabil 0,8 – 1,0 Kondisi tidak stabil

> 1,0 Kondisi kritis

Sumber : MKJI Departemen Pekerjaan Umum, 1997

Parameter kecepatan perjalanan didapatkan dari hasil survei kecepatan dengan mengikuti kendaraan bergerak. Bersamaan dengan itu akan didapatkan nilai waktu perjalanan rata-rata antara titik-titik asal-tujuan di

(41)

dalam ‘daerah pengaruh’ serta nilai tundaan selama perjalanan tersebut. Besarnya kecepatan perjalanan rata-rata pada saat sekarang maupun yang akan datang dari setiap ruas jalan akan merupakan masukan bagi analisis ekonomi dalam kaitannya dengan perhitungan benefit (keuangan) berdasarkan besarnya ‘nilai waktu’ yang berlaku.

Disamping itu, besarnya kecepatan perjalanan atau waktu tempuh rata-rata akan menjadi salah satu tolok ukur dalam pemilihan rute perjalanan pada ruas jalan yang ada. Besarnya nilai tundaan, terutama dipersimpangan, juga akan merupakan masukan bagi analisa ekonomi maupun pemilihan rute perjalanan, bersamaan dengan kecepatan perjalanan atau waktu tempuh. Di samping itu, besarnya nilai tundaan secara langsung akan dipakai sebagai salah satu indikator bagi usulan jenis penanganan, terutama di persimpangan.

Kepadatan lalu-lintas dapat didefinisikan sebagai jumlah kendaraan rata-rata dalam ruang. Satuan kepadatan adalah kendaraan per km atau kendaraan km per jam. Seperti halnya volume lalu-lintas, kepadatan lalu-lintas dapat juga dikaitkan dengan penyediaan jumlah lajur jalan. Pemakaian lain dari nilai kepadatan lalu-lintas adalah untuk mengatakan pentingnya ruas jalan tersebut dalam mengalirkan arus lintas. Semakin tinggi kepadatan lalu-lintas, semakin penting juga jalan tersebut di dalam jaringan jalan. Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut.

Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kualitatif seperti NVK, kecepatan perjalanan, serta kenyamanan. Secara umum tingkat pelayanan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Indeks Tingkat Pelayanan A : Kondisi arus lalu-lintasnya bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah ditentukan.

(42)

2. Indeks Tingkat Pelayanan B : Kondisi arus lalu-lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan disekitarnya.

3. Indeks Tingkat Pelayanan C : Kondisi arus lalu-lintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.

4. Indeks Tingkat Pelayanan D : Kondisi arus lalu-lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan bergerak relatif kecil.

5. Indeks Tingkat Pelayanan E : Volume lalu-lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam. Pergerakan lalu-lintas kadang terhambat.

6. Indeks Tingkat Pelayanan F : Pada tingkat pelayanan ini arus lalu-lintas berada dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu-lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.

Pada Tabel 2.4. – Tabel 2.5. dapat dilihat beberapa kondisi lalu-lintas yang ada pada ruas jalan arteri.

Tabel 2.4.

Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Berdasarkan Kecepatan Perjalanan Rata-Rata

Kelas arteri I II III

Kecepatan (km/jam) 72-56 56-48 56-40

ITP Kecepatan perjalanan rata-rata (km/jam)

A ≥ 56 ≥ 48 ≥ 40 B ≥ 45 ≥ 38 ≥ 31 C ≥ 35 ≥ 29 ≥ 21 D ≥ 28 ≥ 23 ≥ 15 E ≥ 21 ≥ 16 ≥ 11 F < 21 < 16 < 11

(43)

Tabel 2.5.

Indeks Tingkat Pelayanan (ITP)

Berdasarkan Kecepatan Arus Bebas Dan Tingkat Kejenuhan Lalu-lintas Tingkat pelayanan % dari kecepatan Tingkat kejenuhan

A ≥ 90 ≤ 0,35 B ≥ 70 ≤ 0,54 C ≥ 50 ≤ 0,77 D ≥ 40 ≤ 0,93 E ≥ 33 ≤ 1,0 F < 33 > 1

Sumber Tamin dan Nahdalina (1998: 122)

2.2.2

Karakteristik Simpang Susun (Fly Over)

Desain geometrik simpang susun meliputi pemilihan bentuk terbaik yang sesuai dengan situasi tertentu. Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah topografi medan, proyeksi dan karakter lalu-lintas, lahan yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitarnya serta lingkungan keseluruhan, kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala segi pembiayaan. Hal ini merupakan tugas yang cukup rumit.

Fungsi simpang susun adalah (1) menyediakan persimpangan tak sibidang pada pertemuan dua atau lebih lalu-lintas arteri dan (2) mempermudah kemungkinan perpindahan kendaraan dari satu jalan arteri ke arteri lainnya atau dari jalan lokal ke jalan bebas hambatan. Suatu pengujian sekilas pada beberapa penempatan simpang susun menunjukkan sedikitnya alasan yang mendasari proses. Namun sebenarnya terdapat bentuk dasar yang nampaknya ruwet. Sebagai contoh pada situasi umum di mana dua buah jalan arteri berpotongan membentuk sudut yang tajam, umumnya pilihan jatuh di antara bentuk belah ketupat (diamond), setengah semanggi (partial cloverleaf), semanggi (full cloverleaf), atau membuat hitungan langsung untuk satu atau lebih.

2.2.3

Kinerja Lalu-lintas Di Ruas Jalan Persimpangan

Dalam mengevaluasi permasalahan lalu-lintas perkotaan perlu ditinjau klasifikasi fungsional dan sistem jaringan dari ruas-ruas jalan yang ada. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan perkotaan dibedakan ke dalam jalan

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Pergerakan Orang Di Perkotaan Berdasarkan
Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan  ....................................   II  - 2  Gambar 3.1 Peta Jarak Kota-Kota Satelit Dari Kota Pontianak ...................
Tabel 4.5  Matriks Asal Tujuan
Diagram Alir Hasil Survei LHR  Di Jembatan Kapuas I dan Jembatan Landak
+5

Referensi

Dokumen terkait

Perasaan binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan

Donat waluh selimut cokelat dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan, karena Donat waluh selimut cokelat dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan, karena terdapat bahan

PENGERINGAN DESICCATED COCONUT ..... PENGUKURAN PARAMETER

Kinerja jaringan umumnya ditentukan dari berapa rata-rata dan persentase terjadinya tundaan (delay) terhadap aplikasi, jenis pembawa (carriers), laju bit

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca (L.) Benth.) memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dengan

Asumsi dari hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan Strenght, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) adalah mampu memberikan kontribusi yang positif

Amonia bebas y yang tidak t terionisasi bersifat toksik terhadap biot dan toksisitas tersebut akan menin i gkat jika a terjadi penurunan kadar oksigen terlarut Ikan tidak

Dan ketika rokok tersebut telah diterima oleh PT Panamas, pihak mereka juga akan mengirim informasi berupa pemberitahuan bahwasanya rokok yang dikirim dari PT