• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

45

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan menggunakan gabungan metode elektrokoagulasi dan EAPR. Parameter yang digunakan yaitu logam berat Pb, Cu, COD dan pH.

5.1 Karakterisasi limbah laboratorium

Sebelum dilakukan pengolahan air limbah laboratorium secara kontinu dengan proses elektrokoagulasi dan EAPR, dilakukan karakterisasi limbah laboratorium untuk dijadikan sebagai data awal. Pada penelitian ini, air limbah laboratorium diambil langsung dari penampungan limbah laboratorium terpadu UII. Tabel 3 menunjukkan konsentrasi COD, logam berat Pb dan Cu dan pH yang dibandingakan dengan baku mutu kualitas air golongan IV dan golongan III sesuai PP no 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Tabel 3. Profil limbah laboratorium terpadu UII

Karakteristik laboratoriumLimbah

Air golongan IV (maksimal) Air golongan III (maksimal) Satuan COD 73,449 100 50 mg/L Pb 0,24 1 0,03 mg/L Cu 0,13 0,2 0,02 mg/L pH 7,2 5-9 6-9

(2)

Profil limbah laboratorium terlihat masuk kepada kategori air golongan IV, terkecuali logam berat Pb. Namun jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan III, terlihat profil limbah laboratorium masih di luar baku mutu air. 5.2 Penentuan laju alir

Sebelum dilakukan proses pengolahan limbah dengan metode gabungan elektrokoagulasi dan EAPR tahap pertama adalah penentuan laju alir. Penentuan laju alir penting dilakukan karena dapat mempengaruhi waktu proses dan hasil. Semakin cepat laju alir yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan akan semakin cepat juga dan biaya yang diperlukan juga semakin sedikit.

Pada penelitian ini laju alir yang digunakan adalah 1 L/menit sehingga waktu proses pengolahan limbah laboratorium berjalan cepat.

5.3 Proses remediasi limbah laboratorium dengan metode Elektrokoagulasi 5.3.1 Penurunan konsentrasi COD pada proses Elektrokoagulasi

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Pada penelitian ini elektroda yang digunakan pada proses elektrokoagulasi reaktor yang digunakan sebanyak 2 buah yang disusun secara paralel. Proses elektrokoagulasi meliputi proses tanpa aliran dan aliran dan sampling air limbah pada proses elektrokoagulasi yaitu awal, 0, 1, 3 jam. Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalisis COD. Tabel 4 hasil penurunan konsentrasi COD pada proses elektrokoagulasi:

(3)

Tabel 4. Penurunan konsentrasi COD pada proses elektrokoagulasi

No Kode Keterangan Konsentrasi

COD (mg/L)

1 Awal Limbah Awal 73,449

2 EK 0B R1 Elektrokoagulasi 1 jam tanpa aliran

reaktor 1 72,246

3 EK 1F R1 Elektrokoagulasi 1 jam aliran reaktor 1 60,615 4 EK 3F R1 Elektrokoagulasi 3 jam aliran reaktor 1 39,358 5 EK 0B R2 Elektrokoagulasi 1 jam tanpa aliran

reaktor 2 67,834

6 EK 1F R2 Elektrokoagulasi 1 jam aliran reaktor 2 43,770 7 EK 3F R2 Elektrokoagulasi 3 jam aliran reaktor 2 38,556

Dari Tabel 4 menunjukkan hasil penurunan konsentrasi COD pada proses elektrokoagulasi dengan konsentrasi awal sebesar 73,449 mg/L. proses elektrokoagulasi tanpa aliran pada reaktor 1 dan 2 menunjukkan hasil yang berbeda karena proses tanpa aliran pada elektrokoagulasi dilakukan secara bertahap sehingga hasil yang diperoleh berbeda. Penurunan konsentrasi COD yang signifikan terjadi saat proses 1 jam aliran yaitu sebesar 73,449 mg/L menjadi 60,615 mg/L pada reaktor 1 dan 73,449 mg/L menjadi 43,770 mg/L pada reaktor 2. Akan tetapi dari 2 reaktor proses elektrokoagulasi yang disusun secara paralel tidak menunjukkan hasil akhir yang jauh berbeda. Total penurunan konsentrasi COD pada proses elektrokoagulasi adalah 73,449 mg/L menjadi 38,556 mg/L atau sebesar 46,4 %.

Pada proses elektrokoagulasi tidak dilakukan pengukuran pH karena pada proses elektrokoagulasi menghasilkan ion OH− sehingga secara otomatis angka pH akan meningkat dengan sendirinya.

(4)

Penurunan konsentrasi COD dalam elektrokoagulasi ini dikarenakan proses oksidasi dan reduksi didalam reaktor elektrokoagulasi tersebut. Pada elektroda-elektroda terbentuk gas, gas seperti oksigen dan hidrogen ini akan mempengaruhi pereduksian COD. Berdasarkan pada teori double layer, penurunan COD di karenakan flok yang terbentuk oleh ion senyawa organik berikatan dengan ion koagulan yang bersifat positif. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.

Anoda : Al → Al3+(aq)+ 3e(14) Katoda : 3H2O + 3e−→ 3/2H2+ 3OH(15)

Al3+

(aq)+ 3OH−→ Al(OH)3 (16)

Dari reaksi tersebut, pada anoda akan dihasilkan gas, buih dan flok Al(OH)3. 5.3.2 Remediasi logam berat Cu dan Pb pada proses Elektrokoagulasi

Tabel 5. Konsentrasi logam berat Pb dan Cu pada proses elektrokoagulasi Waktu (jam) Logam Pb (mg/L) Logam Cu (mg/L)

Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 1 Reaktor 2

awal 0,24 0,24 0,13 0,13

0 0,24 0,28 0,13 0,12

1 0,24 0,24 0,12 0,11

3 0,3 0,25 0,13 0,08

R1: Reaktor 1 elektrokoagulasi; R2: Reaktor 2 elektrokoagulasi

Pada Tabel 5 menunjukkan data hasil konsentrasi logam berat Pb dan Cu pada proses elektrokoagulasi. Dari gambar diatas menunjukkan penurunan logam berat yang signifikan adalah Cu dan hasil logam Pb fluktuatif (naik turun), hal ini

(5)

disebabkan kemungkinan adanya gejala desorbsi disamping itu proses elektrokoagulasi lebih spesifik untuk penurunan konsentrasi COD. Penurunan logam Cu secara signifikan terjadi pada jam ke-3 di reaktor 2 proses elektrokoagulasi sebesar 0,13 mg/L menjadi 0,08 mg/L atau 38,46%. Perbedaan hasil antara reaktor 1 dan reaktor 2 elektrokoagulasi dikarenakan pada eletrokoagulasi prosesnya dilakukan secara bertahap sehingga pada proses elektrokoagulasi hasil yang didapatkan lebih bagus pada reaktor 2 elektrokoagulasi karena limbah telah mengalami proses telebih dahulu pada reaktor 1.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pada proses Elektrokoagulasi, terjadi proses pelepasan OH−yang dihasilkan dari reaksi yang terjadi pada katoda, selanjutnya flok yang terbentuk akan mengikat logam yang ada di dalam limbah, sehingga flok akan memiliki kecenderungan mengendap. Hal itu terbukti dengan terjadinya penurunan logam berat Cu.

5.4 Proses remediasi limbah laboratorium dengan metode EAPR 5.4.1 Remediasi logam berat Pb dan Cu dengan proses EAPR

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan pencemar, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam-logam berat dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fotochelator (Udiharto, 1992). Pemberian arus listrik pada media akan mampu meningkatkan transportasi zat-zat hara dan air yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, tanaman yang terkena sengatan listrik akan tampak lebih hijau dan bertambah kuat serta akan

(6)

merangsang pertumbuhan biji dan tanaman (Bi dkk., 2010).

Pada penelitian ini elektroda yang digunakan adalah titanium sebagai anoda dan stainless steel sebagai katoda. Untuk mengetahui efisiensi proses EAPR pada penelitian ini maka dilakukan pengambilan sampel pada masing-masing reaktor EAPR setiap siklus. Hasil yang diperoleh dari analisis logam berat Pb dan Cu ditunjukkan pada Tabel 6 dan 7 berikut:

Tabel 6. Hasil analisis konsentrasi logam berat Pb pada proses EAPR

Waktu (jam) Logam Pb (mg/L)

Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3 Reaktor 4

1 0,24 0,25 0,24 0,24 12 0,28 0,29 0,34 0,31 24 0,25 0,28 0,27 0,27 36 0,21 0,21 0,23 0,22 48 0,17 0,17 0,11 0,19 60 0,17 0,15 0,14 0,14 72 0,16 0,14 0,14 0,14

Pada Tabel 6 menunjukkan hasil analisis logam berat pada proses EAPR masing-masing reaktor. Penurunan terjadi hampir pada setiap reaktor setelah siklus ke dua flow yaitu 24 jam, akan tetapi penurunan konsentrasi logam berat Pb secara signifikan terjadi pada reaktor 3 (R3) EAPR pada siklus ke empat yaitu sebesar 0,24 mg/L menjadi 0,11 mg/L. Penurunan logam berat Pb pada masing-masing reaktor sebesar 0,24-0,16 mg/L (33,3%) pada reaktor 1 EAPR, 0,25-0,14 mg/L (44%) pada reaktor 2 EAPR, 0,24-0,14 mg/L (41,6%) pada reaktor 3 sedangkan pada reaktor 4 penurunan sebesar 0,24-0,14 mg/L (41,6%). Hal tersebut menunjukkan bahwa seiring lamanya siklus proses EAPR semakin

(7)

besar penyerapan logam Pb oleh tanaman sehingga konsentrasi logam Pb dalam perairan juga akan berkurang.

Selanjutnya perlakuan yang sama juga dilakukan pada logam Cu yang ditunjukkan pada Tabel 7:

Tabel 7. Hasil analisis konsentrasi logam berat Cu pada proses EAPR

Waktu (jam) Logam Cu (mg/L)

Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3 Reaktor 4

1 0,09 0,09 0,09 0,09 12 0,11 0,09 0,09 0,09 24 0,08 0,08 0,09 0,09 36 0,07 0,08 0,08 0,06 48 0,07 0,07 0,07 0,06 60 0,07 0,06 0,06 0,06 72 0,06 0,06 0,05 0,06

Pada Tabel 7 menunjukkan hasil analisis logam Cu pada proses EAPR pada masing-masing reaktor. Proses siklus aliran pada analisis logam Cu sama seperti yang dilakukan pada analisis logam Pb. Penurunan konsentrasi logam Cu terjadi pada siklus ke dua di setiap reaktor. Secara keseluruhan penurunan konsentrasi logam Cu pada proses EAPR masing-masing reaktor sebesar 0,09-0,06 mg/L (33,3%) pada reaktor pertama EAPR, 0,09-0,06 mg/L (33,3%) pada reaktor 2 EAPR, 0,09-0,05 mg/L (44,4%) pada reaktor 3 EAPR sedangkan reaktor 4 EAPR penurunan konsentrasi logam Cu sebesar 0,09-0,06 mg/L atau 33,3%.

(8)

menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam jaringan akar dan daun. Dengan bantuan listrik pada proses EAPR akan terjadi elektromigrasi logam Pb dan Cu yang bergerak menuju titik atas dekat dengan daerah akar. Sehingga tanaman akan mampu menyerap logam berat dengan lebih maksimal. Proses penyerapan logam secara aktif dengan adanya molekul H+ di dalam membran yang membentuk kompleks dan mengangkut ion logam. Ion-ion yang bermuatan positif akan bergerak ke ion-ion yang bermuatan negatif begitu juga sebaliknya ion-ion yang bermuatan negatif akan bergerak ke ion-ion yang bermuatan positif. 5.4.2 Penurunan konsentrasi COD pada proses EAPR

Pada proses EAPR juga dilakukan analisis COD untuk mengetahui efektifitas proses EAPR dalam menyerap kandungan anorganik dalam air limbah. Proses penurunan kadar COD pada EAPR dilakukan dengan pada siklus tanpa aliran dan aliran sama seperti yang dilakukan pada remediasi logam berat Pb dan Cu. Data hasil analisis COD ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Hasil analisis konsentrasi COD pada proses EAPR

Waktu (jam) Konsentrasi COD (mg/L)

Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3 Reaktor 4

1 61,032 61,032 61,032 61,032 12 50,113 36,516 29,717 48,839 24 48,098 35,215 27,853 46,258 36 43,037 31,534 22,791 40,95 48 38,575 31,847 21,953 37,784 60 36,055 34,888 23,159 29,022 72 30,698 17,709 15,196 29,441

(9)

Tabel 8 menunjukkan hasil penurunan konsentrasi COD pada proses EAPR. Konsentrasi awal limbah sebelum dilakukan proses adalah 73,449 mg/L. Penurunan signifikan terjadi pada siklus pertama pada proses EAPR yaitu 61,032 mg/L menjadi 50,113 mg/L pada reaktor 1, 61,032 mg/L menjadi 36,516 mg/L pada reaktor 2, 61,032 mg/L menjadi 29,717 mg/L pada reaktor 3 dan 61,032 mg/L menjadi 48,839 mg/L pada reaktor 4. Pada siklus selanjutnya konsentrasi COD tidak mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan konsentrasi COD paling signifikan terjadi pada reaktor 3 EAPR yaitu sebesar 15,196 mg/L dari konsentrasi awal 61,032 mg/L. Secara keseluruhan proses EAPR dapat menurunkan konsentrasi COD sebesar 51,7% dari 61,032 mg/L menjadi 29,441 mg/L.

Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa proses EAPR juga mampu menurunkan konsentrasi COD pada air limbah laboratorium meskipun pada proses EAPR lebih menekankan pada penurunan konsentrasi logam berat pada air limbah.

5.4.3 Pengaruh pH pada proses EAPR

Alshawabkeh (1999) mengatakan bahwa perubahan pH pada daerah kontaminan tergantung pada jenis bahan kimia, kadar air dalam tanah, proses elektrolisis, waktu treatment dan potensial elektrokimia. Arus listrik yang mengalir melalui elektroda juga mempengaruhi proses elektrolisis di elektroda. Oksidasi air di anoda (Titanium) menghasilkan kondisi asam sementara pada katoda (stainless steel) terjadi reduksi yang menghasilkan kondisi basa dalam air. Gambar 10 berikut hasil pengukuran pH pada proses EAPR:

(10)

R1: Reaktor 1; R2: Reaktor 2; R3: Reaktor 3; R4: Reaktor 4 Gambar 10. Pengukuran pH pada proses EAPR

Pada Gambar menunjukkan angka pH yang relatif sama yaitu rentang 7-7,34. Hanya saja penurunan terjadi pada reaktor 3 (R3). Penurunan angka pH pada proses EAPR disebabkan pada saat sampling air limbah dilakukan pada daerah dekat elektroda sehingga kemungkinan dengan adanya ion positif dan ion negatif pada daerah elektroda dapat mengubah angka pH. Akan tetapi perubahan angka pH pada proses EAPR tidak terlalu signifikan. Dengan demikian proses EAPR tidak mengubah tingkat keasaman suatu larutan secara signifikan.

5.5 Analisis klorofil pada tanaman eceng gondok (Eichhornia Crassipes) Klorofil merupakan faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses perubahan senyawa anorganik (CO2 dan H2O) menjadi senyawa organik (karbohidrat) dan O2dengan bantuan cahaya matahari. Klorofil merupakan pigmen utama yang terdapat dalam kloroplas. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan

(11)

mengubah energi cahaya menjadi energi kimia.

Pengukuran karakter fisiologi seperti kandungan klorofil merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan tanaman dan hal ini akan membuat tanaman mengalami stress abiotik (stress yang disebabkan oleh keadaan lingkungan atau media tanam), karena parameter ini berkaitan erat dengan laju fotosintesis (Li, dkk., 2006; Wood, 2005).

Pada penelitian ini analisis kandungan klorofil dilakukan dengan cara melarutkan 1 gram daun eceng gondok yang sudah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil kemudian ditambahkan 10 mL aseton dan disimpan selama 24 jam dengan suhu 4oC. Penambahan aseton berfungsi untuk melarutkan klorofil yang ada pada daun eceng gondok (eichhornia crassipes) sehingga terbentuk campuran. Selanjutnya larutan campuran disaring dan dianalisis menggunakan spektrometer Uv-Vis pada panjang gelombang (λ) 663 nm dan 645 nm. Hasil analisis klorofil ditunjukkan pada Gambar 11 berikut:

(12)

Pada Gambar 11 terlihat konsentrasi klorofil total dari setiap reaktor tidak begitu jauh berbeda dari tanaman kontrol. Konsentrasi klorofil pada reaktor 1 (R1) sebesar 92,803 mg/L. Sedangkan konsentrasi klorofil rektor 2 (R2), reaktor 3 (R3), reaktor 4 (R4) masing-masing sebesar 90,587 mg/L, 78,480 mg/L, 81,712 mg/L. Konsentrasi klorofil tidak jauh berbeda dengan tanaman kontrol sebesar 83,893 mg/L. Total klorofil pada tanaman eceng gondok tidak mengalami penurunan karena pada area penelitian diberikan sinar lampu fluorescent sebagai pengganti sinar matahari sehingga tanaman akan tetap mampu melakukan fotosintesis meskipun berada pada lingkungan penelitian.

Rasio klorofil a/b merupakan parameter atau indikator untuk tingkat

stress pada tanaman dan dapat juga dijadikan sebagai indikator untuk mendeteksi

atau menilai bagaimana pengaruh pertumbuhan tanaman terhadap lingkungan kontaminan (Putra, dkk., 2013). Hasil analisis rasio total klorofil a/b ditunjukkan pada Gambar 12 berikut:

(13)

Pada Gambar 12 didapatkan hasil analisis rasio total klorofil a/b pada dasarnya hampir sama pada setiap reaktor dengan tanaman kontrol. Pada reaktor 1 (R1) dan reaktor 2 (R2) konsentrasi rasio klorofil a/b sedikit lebih rendah dibandingkan reaktor 3 (R3) dan reaktor 4 (R4). Konsentrasi rasio klorofil a/b pada reaktor 1 (R1) dan reaktor 2 (R2) sebesar 0,5282 mg/L, 0,5516 mg/L. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan tanaman kontrol sebesar 0,6542 mg/L.

Jika rasio klorofil a/b semakin kecil maka tingkat stress tanaman semakin besar, begitu juga dengan sebaliknya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa logam pencemar tidak mempengaruhi produksi klorofil pada tanaman secara signifikan, sehingga tanaman dapat menahan stress toksisitas dari logam berat.

5.6 Konsentrasi logam Pb dan Cu pada tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan, yaitu penyerapan oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto dan Prayitno, 2004). Untuk mengetahui konsentrasi logam berat Pb dan Cu pada tanaman eceng gondok ditunjukkan pada Tabel 9:

(14)

Tabel 9. Konsentrasi logam berat pada tanaman eceng gondok

Berdasarkan Tabel 9 penyerapan logam berat Pb dan Cu pada tanaman berbeda-beda setiap reaktor. Penyerapan logam Cu pada akar lebih tinggi dibandingkan dengan daun. Akumulasi logam Pb EAPR Reaktor 1 pada akar sebesar 1,1646 mg/Kg dan pada daun 0,2457 mg/Kg, EAPR Reaktor 2 pada akar 0,8615 mg/Kg pada daun 0,1337 mg/Kg, EAPR Reaktor 3 dan Reaktor 4 berturut-turut pada akar 0,5961 mg/Kg pada daun 0,1179 mg/Kg, pada akar 0.8605 mg/Kg pada daun 0,1479 mg/Kg. Akumulasi logam Cu pada akar lebih tinggi dari konsentrasi pada daun. Penyerapan logam Cu baik akar maupun daun tanaman terbesar pada EAPR R4 yaitu 1,8840 mg/Kg pada akar dan 0,1079 mg/Kg pada daun.

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa akumulasi logam Cu pada akar lebih besar dari pada daun yaitu pada akar penyerapan rata-rata pada setiap reaktor sebesar 1,4238 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,8628 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,5611 mg/Kg atau sebesar 39,4% sedangkan pada daun penyerapan rata-rata pada setiap reaktor sebesar 0,0809 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,0579 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,023 mg/Kg atau sebesar 28,3%. Tingginya akumulasi logam di akar ini disebabkan tumbuhan menyerap unsur hara beserta

Sel EAPR Akar Daun

Pb (mg/Kg) Cu (mg/Kg) Pb (mg/Kg) Cu (mg/Kg) EA Reaktor 1 1,1646 1,1383 0,2457 0,0619 EA Reaktor 2 0,8615 1,6069 0,1337 0,0898 EA Reaktor 3 0,5961 1,0663 0,1179 0,0639 EA Reaktor 4 0,8605 1,8840 0,1479 0,1079 Kontrol 0,5349 0,8628 0,0839 0,0579

(15)

logam yang ada dari air melalui akar. Akar berfungsi sebagai organ penyerap dan penyalur unsur-unsur hara ke bagian yang lain. Terkait dengan fungsi tersebut, maka akar akan banyak menyerap unsur hara sehingga akumulasi logam akan lebih tinggi di akar dibandingkan dengan batang dan daun. Susilaningsih (1992) menyatakan bahwa fungsi akar bagi tumbuhan sebagai alat pertautan tumbuhan dengan substrat dan berfungsi sebagai penyerap unsur-unsur hara serta mengalirkanya ke batang dan daun.

Pada penelitian ini akumulasi logam Pb pada daun lebih besar dari pada akar. Hal ini dikarenakan setelah logam dibawa masuk ke dalam sel oleh akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut xylem dan floem ke bagian tubuh yang lain, sedangkan untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Selanjutnya logam ditempatkan pada jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu pada penelitian ini penyerapan logam Pb banyak terdapat pada daun. Rata-rata penyerapan logam berat Pb pada daun setiap reaktor sebesar 0,1613 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,0839 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,0774 mg/Kg atau sebesar 47,9%, sedangkan pada akar rata-rata penyerapan setiap reaktor sebesar 0,8706 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,5349 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,3357 mg/Kg atau sebesar 38,5%.

5.7 Analisis biomarker

5.7.1 Konsentrasi logam berat pada jaringan ikan

Penggunaan penanda biologis yaitu biomarker diperlukan untuk mendeteksi sekaligus memantau keberadaan logam berat dalam badan air. Kajian

(16)

tentang biomarker pada ikan dapat digunakan sebagai biomonitoring tingkat dini, dan sebagai respon dini pada tingkat sub seluler (molekuler, biokimia dan fisiologi) reaksi awal sebelum respon terjadi pada tingkatan organisasi makhluk hidup/spektrum biologi yang lebih tinggi (Hanson, 2008; Viarenggo dkk, 2007; Withgott dan Brennan, 2007; Klassen , 2001; Tugiyono dkk, 2011).

Penggunaan ikan sebagai biomarker harus dipilih ikan yang mampu bertahan hidup pada daerah tercemar, dapat mengakumulasi logam berat dan mudah dipelihara pada kondisi laboratorium. Pada penelitian ini digunakan ikan mas (Cyprinus carpio L) karena ikan mas sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat pada perairan yang tinggi.

Untuk mengetahui akumulasi logam berat pada ikan, dilakukan proses aliran selama 3 hari pada reaktor EAPR. Ikan yang telah terpapar logam berat selanjutnya dipisahkan antara daging, tulang dan jeroan. Cara analisis logam berat pada ikan yaitu sampel ikan ditimbang sebanyak 0,1 gram untuk jeroan dan 0,5 gram untuk daging dan tulang didestruksi dengan HNO3. Selanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometer serapan atom-nyala. Tabel 10 menunjukkan hasil analisis logam berat pada jaringan ikan:

Tabel 10. Konsentrasi logam berat pada jaringan ikan

Jenis ikan Jeroan Daging Tulang

Cu (mg/Kg) Cu (mg/Kg) Cu mg/Kg)

Kontrol 0,41 0,034 0,028

(17)

Pada Tabel 10 terlihat bahwa akumulasi terbesar adalah pada jeroan ikan. Hal ini disebabkan logam berat Cu terakumulasi dalam jaringan seperti ginjal, hati dan alat-alat reproduksi (Withgott dan Brennan, 2007; Plaa, 2007; Kostnett, 2007). Proses akumulasi logam Cu pada jeroan sebesar 0,41 mg/Kg menjadi 0,75 mg/Kg dengan selisih penyerapan logam berat antara jeroan kontrol dan uji sebesar 0,34 mg/kg atau akumulasi logam Cu pada jeroan sebesar 45,3%, pada daging sebesar 0,034 mg/Kg menjadi 0,038 mg/Kg dengan selisih 0,004 mg/Kg atau akumulasi logam berat pada daging sebesar 10,5%, sedangkan pada tulang 0,028 mg/Kg menjadi 0,032 mg/Kg dengan selisih 0,004 mg/Kg atau akumulasi logam Cu pada tulang sebesar 12,5%. Pada jaringan ikan juga dianalisis kandungan logam berat Pb, akan tetapi setelah dilakukan dua kali analisis tidak didapatkan hasil atau logam Pb tidak terdeteksi kemungkinan dikarenakan konsentrasi logam Pb pada jaringan ikan terlalu kecil. Perbedaan konsentrasi logam berat pada ikan dengan logam berat pada air limbah disebabkan karena perhitungan logam yang terkandung pada jaringan ikan dan logam pada sistem air tidak bisa disamakan kemudian stokiometrinya juga berbeda dan sampai saat ini belum diketahui persamaannya. Satuan untuk konsentrasi logam berat pada air limbah yaitu mg/L (b/v) sedangkan pada jaringan ikan satuannya mg/Kg (b/b). 5.7.2 Konsentrasi COD dan logam berat Pb, Cu pada sistem air reaktor

biomarker

Pengukuran konsentrasi COD dan logam berat juga dilakukan pada air limbah dalam reaktor biomarker. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan bahwa air limbah hasil pengolahan benar-benar aman untuk lingkungan. Hasil

(18)

analisis konsentrasi COD dan logam berat pada reaktor biomarker ditunjukkan pada Tabel 11:

Tabel 11. Konsentrasi COD dan logam berat pada air limbah biomarker

Waktu (jam) COD (mg/L) Logam berat

Pb (mg/L) Cu (mg/L) 12 43,957 0,09 0,05 24 42,465 0,09 0,04 36 37,784 0,06 0,05 48 37,784 0,03 0,05 60 35,079 0,04 0,04 72 34,469 0,04 0,04

Pada Tabel 11 menunjukkan hasil analisis COD dan logam berat Pb, Cu. Hasil analisis COD pada reaktor biomarker memang tidak menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu 43,957 mg/L menjadi 34,469 mg/L atau 21,58%, akan tetapi konsentrasi COD sudah masuk air golongan IV.

Tabel 11 menunjukkan penurunan logam berat secara signifikan terjadi pada logam Pb yakni 0,09 mg/L menjadi 0,04 mg/L atau 55,55% sedangkan pada logam Cu 0,05 mg/L menjadi 0,04 mg/L atau 20% yang cenderung konstan. Penurunan konsentrasi COD dan logam berat Pb, Cu pada air limbah reaktor biomarker terjadi karena adanya ikan mas yang ditambahkan pada reaktor biomarker. Ikan mas (Cyprinus carpio L) pada reaktor biomarker disamping berfungsi sebagai penanda biologis juga mampu menyerap kandungan organik dan anorganik dalam air limbah. Dengan demikian bahwa hasil pengolahan air limbah laboratorium sesuai dengan air golongan IV dan aman bagi lingkungan

(19)

5.8 Proses remediasi limbah laboratorium secara keseluruhan

Sebelum dilakukan pengolahan air limbah laboratorium secara kontinu dengan proses elektrokoagulasi-EAPR dan reaktor biomarker, dilakukan karakterisasi limbah laboratorium untuk dijadikan sebagai data awal. Data awal air limbah laboratorium dapat dilihat pada Tabel 3.

Proses pengolahan limbah laboratorium yang pertama menggunakan elektrokoagulasi yang terdiri dari dua reaktor yang disusun secara paralel. Proses elektrokoagulasi dilakukan secara bertahap untuk mendapatkan hasil yang efektif, proses elektrokoagulasi berjalan selama 5 jam. Setelah proses elektrokoagulasi selesai selanjutnya air limbah hasil pengolahan dari reaktor elektrokoagulasi dialirkan ke dalam reaktor EAPR yang terdiri dari 4 sel reaktor secara bertahap. Setiap reaktor EAPR ditambahkan dua tanaman eceng gondok. Proses EAPR berjalan selama 3 hari dengan waktu sampling setiap 12 jam.

Air limbah laboratorium hasil proses elektrokoagulasi-EAPR dan reaktor

biomarker dilakukan analisis COD dan logam berat Pb, Cu Tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang digunakan pada proses EAPR juga dilakukan analisis logam berat untuk melihat akumulasi logam berat pada tanaman, sedangkan ikan mas (Cyprinus carpio L) yang digunakan sebagai penanda biologis pada reaktor biomarker juga dilakukan analisis logam berat.

Konsentrasi COD dan logam berat Pb, Cu secara keseluruhan dari proses elektrokoagulasi-EAPR dan reaktor biomarker. Konsentrasi COD sebesar 73,449 mg/L menjadi 34,649 mg/L atau penurunan konsentrasi COD secara keseluruhan sebesar 53%. Sedangkan penurunan logam berat Pb sebesar 0,24 mg/L menjadi

(20)

0,04 mg/L atau sebesar 83,3%, penurunan logam Cu dari konsentrasi awal sebesar 0,13 mg/L menjadi 0,04 mg/L atau penurunan konsentrasi logam Cu secara keseluruhan sebesar 69,2%.

Akumulasi logam berat Pb, Cu pada tanaman, akumulasi logam Cu pada akar lebih besar dari pada daun yaitu pada akar penyerapan rata-rata pada setiap reaktor sebesar 1,4238 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,8628 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,5611 mg/Kg atau sebesar 39,4% sedangkan pada daun penyerapan rata-rata pada setiap reaktor sebesar 0,0809 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,0579 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,023 mg/Kg atau sebesar 28,4%. Rata-rata penyerapan logam berat Pb pada daun setiap reaktor sebesar 0,1613 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,0839 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,0774 mg/Kg atau sebesar 47,9%, sedangkan pada akar rata-rata penyerapan setiap reaktor sebesar 0,8706 mg/Kg dari tanaman kontrol 0,5349 mg/Kg dengan selisih penyerapan 0,3357 mg/Kg atau sebesar 38,5%.

Proses akumulasi logam Cu pada jeroan sebesar 0,41 mg/Kg menjadi 0,75 mg/Kg dengan selisih penyerapan logam berat antara jeroan kontrol dan uji sebesar 0,34 mg/kg atau akumulasi logam Cu pada jeroan sebesar 45,3%, pada daging sebesar 0,034 mg/Kg menjadi 0,038 mg/Kg dengan selisih 0,004 mg/Kg atau akumulasi logam berat pada daging sebesar 10,5%, sedangkan pada tulang 0,028 mg/Kg menjadi 0,032 mg/Kg dengan selisih 0,004 mg/Kg atau akumulasi logam Cu pada tulang sebesar 12,5%.

Gambar

Tabel 3. Profil limbah laboratorium terpadu UII
Tabel 4. Penurunan konsentrasi COD pada proses elektrokoagulasi
Tabel 5. Konsentrasi logam berat Pb dan Cu pada proses elektrokoagulasi Waktu (jam) Logam Pb (mg/L) Logam Cu (mg/L)
Tabel 6. Hasil analisis konsentrasi logam berat Pb pada proses EAPR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah Penelitian. Dalam tahap perencanaan tindakan kelas pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah mengadakan observasi awal dan menyiapkan bahan

Berdasarkan data evaluasi dari 4 ahli yaitu 1 ahli atletik, ahli pembelajaran, ahli permainan dan ahli media terdapat beberapa revisi terhadap produk yang dikembangkan,

Uji Korelasi Non Parametrik Religiositas dengan Sikap terhadap Kenakalan Remaja.

Cara yang berjalan selama ini belum tersedianya sarana masyarakat khususnya pelanggan PDAM Tirta Musi Palembang untuk menyampaikan maupun mencari informasi tentang

merupakan usia paling tepat untuk menjalani kehamilan dan persalinan sekaligus merawat bayi dengan memberikan ASI eksklusif, bukan berarti usia < 20/>35 tahun

Pihak-pihak yang terlibat dalam model supply chain Ikan Cakalang PPP Tumumpa adalah; Nelayan, yang terdiri dari pemilik dan penggarap, pemilik yang memiliki kapal

Berdasarkan hasil pengolahan data tentang pengaruh kompetensi kepribadian guru terhadap minat belajar siswa di kelas XI SMA Negeri 13 Bandar Lampung Tahun

Berdasarkan rangkuman di atas, simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.Perangkat pembelajaran yang berhasil dikembangkan adalah: (1) Buku Siswa, (2)