• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan investasi di pasar modal, sebuah investasi harus benarbenar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan investasi di pasar modal, sebuah investasi harus benarbenar"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam melaksanakan investasi di pasar modal, sebuah investasi harus benar-benar menyadari bahwa di samping ada kemungkinan memperoleh keuntungan juga ada kemungkinan mengalami kerugian. Keuntungan atau kerugian tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan investasi untuk menganalisis keadaan harga saham dan kemungkinan naik turunnya harga di pasar modal. Informasi-informasi relevan yang dapat mempengaruhi harga saham di bursa di antaranya adalah informasi mengenai laporan keuangan perusahaan.

Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang relevan dan bermanfaat bagi investor, karena berisi bermacam-macam informasi, khususnya informasi akuntansi.Hal ini memang sesuai dengan tujuan utama laporan keuangan, yaitu untuk memberikan informasi, terutama yang bersifat keuangan, bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan mengetahui lebih banyak kondisi keuangan dan operasi perusahaan, investasi akan mampu melakukan kebijaksanaan dan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan kepemilikan saham perusahaan tertentu. Apabila kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya prospek yang baik, maka sahamny akan diminati investor dan harganya akan meningkat.

(2)

Pemakai laporan keuangan dibedakan menjadi beberapa pihak yaitu: manajemen, pemegang saham, kreditor, karyawan perusahaan, konsumen dan masyarakat lainnya yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu pihak internal dan eksternal.

Media komunikasi yang digunakan untuk menghubungkan pihak-pihak ini adalah lapaoran keuangan yang disusun oleh manajemen sebagai pihak internal untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya pada pihak eksternal. Laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan hasil dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan. Salah satu parameter yang paling sering digunakan untuk mengukur peningkatan atau penurunan kinerja pada perusahaan adalah laba. Laba yang meningkat dari periode sebelumnya mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan adalah bagus dan hal ini dapat mempengaruhi peningkatan harga saham perusahaan. (Imam Subekti, 2005)

Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, meramalkan laba, dan menaksir resiko dalam berinvestasi. Informasi laba memiliki pengaruh yang sangat besar bagi para penggunanya dalam mengambil sebuah keputusan, sehingga perhatian investor sering terpusat pada informasi laba. (Antariksa dan Eka, 2005)

(3)

Dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomer 1 menyatakan bahwa informasi laba merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggung jawaban manajemen dan informasi laba dapat membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran. Secara umum, semua bagian dari laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporab laba ditahan, laporab arus kas dan catatan atas laporan keuangan adalah keseluruhan laporan keuangan yang disajikan.

Kecenderungan lebih memperhatikan laba yang terdapat pada laporan laba rugi telah banyak ditemukan oleh banyak peneliti. Situasi ini disadari oleh manajemen, terutama dari kalangan manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi tersebut, sehingga mendorong manajemen cenderung melakukan disfunctional behavior (perilaku tidak semestinya), yaitu dengan melakukaan perataan laba untuk mengatasi berbagai konflik kepentingan yang timbul anatara manajemen dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. (Deasi Kustiani & Erni Ekawati, 2006)

Dalam Mursalim (2005), konsep income smoothing menurut Fudenberg dan Tirole (1995) mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak risiko. Hal ini dapat dikatakan bahwa laba perusahaan yang tidak normal atau tidak stabil memungkinkan investor menganggap investasi yang akan dilakukan memiliki risiko, sehingga dapat mempengaruhi motivasiinvestor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.

(4)

Praktik perataan laba merupakan fenomena yang umum dan dilakukan dibanyak Negara. Namun demikian, praktik perataan laba ini, jika dilakukan dengan sengaja dan dibuat-buat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan. Akibatnya investor mungkin tidak memperoleh informasi akurat yang memadai mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dan resiko dari portofolio mereka.

Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level tertentu (Belkaouli, 1984 dalam Deasi Kustiani dan Erni Ekawati, 2006). Menurut Bidleman (1973), bahwa usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfluktuasi tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan.

Berkaitan dengan hal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2009.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(5)

1. Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ 45di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah 1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh jenis perusahaan, rasio profitabilitas perusahaan, rasio leverage operasi perusahaan, net profit margin perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di BEJ.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi perusahaan tentang penerapan praktik perataan laba yang benar sehingga dapat meningkatkan kinerja manajemen dalam menyusun laporan keuangan, serta agar dapat memberikan informasi tentang laporan keuangan sesuai yang diharapkan.

2. Bagi pengguna informasi keuangan, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pentingnya informasi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan yang baik sehingga kedepannya dapat lebih berhati-hati.

(6)

3. Bagi ilmu pengetahuan, peneltian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang keuangan dan dapat dijadikan tambahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(7)

7

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Laba dan Perataan Laba

Belkaoui (2007:201) menyatakan pada dasarnya definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan Fischer dan Rosenzweig (1995) dalam Khafid (2004:42) mendefinisikan manajemen laba sebagai, …action of a manager which serve to increase (decrease) current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase decrease) in a long term economics profitability of the unit. Definisi tersebut tidak hanya terbatas pada perilaku tetapi lebih luas mencakup seluruh tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengelola laba. Praktek mengenai manajemen laba dipandang sebagai bentuk manipulasi akuntansi (Stolowy dan Breton 2003 dalam Juniarti 2005:150). Sedangkan Wild et al (2001) dalam Poll (2004) dalam Juniarti (2005:150) mengatakan earning management sebagai a purposeful intervention by management in the earning determination process, usually to satisfy objectives.

Menurut Arthur Levitt dalam Hall (2002) dalam Juniarti (2005:150) menyebutkan bahwa manajemen laba didefinisikan sebagai suatu praktek pelaporan earnings yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada performa keuangan perusahaan. Adapun Merchant (1989) dalam Wirda (2007:15) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh

(8)

manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang dapat memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis yang dalam jangka panjang dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya praktek manajemen laba, reliabilitas dari laba akan tereduksi. Hal ini disebabkan karena di dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran income (dinaikkan atau diturunkan) sehingga melaporkan income yang tidak representationally faithfulness seperti yang seharusnya dilaporkan. Menurut Belkaoui (2007:206) isu-isu dalam manajemen laba antara lain:

1. Manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik).

2. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara.

3. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan ileh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.

4. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan.

5. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP, pilihan

(9)

aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi serta deposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya).

6. Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas. 7. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak

kompensai implisit.

8. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri spesifik dan aturan antitrust.

9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif.

Salah satu pola atau tindakan manajemen atas laba yang dapat dilakukan yaitu income smoothing (perataan laba). Menurut Koch (1981) dalam Mursalim (2003:162) tindakan perataan laba dapat didefinisikan sebagai suatau sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan, pelaporan laba relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel akuntansi semu (artificial smoothing) atau transaksi riil (real smoothing).

Sedangkan definisi dari Poll (2004) dalam Juniarti (2005:150) smoothing of income is a way of removing volatility in earnings by leveling off the earnings peaks and raising the valleys. Definisi lain menganai income smoothing adalah definisi yang dikemukakan oleh Belkaoui (2007:192) perataan laba merupakan normalisasi

(10)

laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau tingkat yang diinginkan.

Adapun Frudenberg dan Tirole (1995) dalam Nurkhabib (2004:11) mendefinisikan perataan laba sebagai proses manipulasi profil waktu earning atau pelaporan earning agar aliran laba yang dilaporkan perubahannya lebih sedikit. Definisi income smoothing lainnya yang dikemukakan Beidelman (1973) Anis C (2000:231) adalah perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batasbatas yang diizinkan dalam praktek akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Beidleman dalam Belkaoui (2007:193) mempertimbangkan dua alas an menejemen meratakan laporan laba. Pendapat pertama berdasar pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang stabil dapat mendukung deviden dengan tingkat yang lebih tinggi daripada suatu aliran laba yang variabel sehingga memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan secara keseluruhan.

Argumen kedua berkenaan pada perataan kemampuan untuk melawan hakikat laporan laba yang bersifat siklus dan kemungkinan juga akan menurunkan korelasi antara ekspektasi pengembalian perusahaan dengan pengembalian fortofolio pasar. Hal tersebut merupakan hasil dari kebutuhan manajemen untuk menetralisir

(11)

ketidakpastian lingkungan dan menurunkan fluktuasi yang luas dalam kinerja operasi perusahaan terhadap siklus waktu baik maupun waktu buruk yang berganti-ganti.

Manajemen laba berbeda dengan kecurangan. Perbedaan tersebut terletak pada tingkat kepatuhan terhadap standar akuntansi. Manajemen laba merupakan rekayasa pelaporan keuangan dalam batas-batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan keuangan. Hal ini dilakukan oleh menejemen dengan memanfaatkan wewenangnya dalam memilih metode akuntansi yang diizinkan oleh standar. Manajer memiliki fleksibilitas dalam membuat pilihan metode maupun kebijakan akuntansi dari berbagai alternative metode dan kebijakan akuntansi yang ada, yang menurut preferensi manajer paling menguntungkan pada periode pelaporan.

Manajemen banyak memanfaatkan standar pelaporan keuangan dengan cara menerapkan standar yang dipercepat pengadobsiannya. Selain itu standar juga dijadikan sebagai alat untuk melaporkan kondisi perusahaan. Fleksibilitas yang terdapat dalam standar akuntansi pada akhirnya menyebabkan tindakan tersebut sah dengan sendirinya. Sedangkan kecurangan dalam pelaporan keuangan lebih merupakan upaya manajemen untuk menyembunyikan atau memanipulasi sebagian atau seluruh informasi keuangan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

Konsep perataan laba mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak resiko (Fudenberg dan Tirole 1995 dalam Salno 2000:16) dan manajer yang

(12)

menolak resiko terdorong untuk melakukan perataan laba. Demikian juga dalam hubungannya dengan kreditur, manajer lebih menyukai alternatif yang menghasilkan perataan laba (Trueman dan Titman 1988 dalam Salno 2000:16). Hasil penelitian Suh (1990) dalam Khafid (2004:42) juga menunjukkan adanya motivasi kuat yang mendorong manajer melakukan perataan laba.

Adapun Bidleman dalam Assih (2000:37) percaya bahwa manajemen melakukan perataan laba untuk menciptakan suatu aliran laba yang stabil dan mengurangi covariance atas return dengan pasar. Sedangkan Barnea et. al (1976) dalam Assih (2000:37) menyatakan bahwa manajer melakukan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi dalam laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi aliran kas dimasa yang akan datang.

Di lain pihak menurut Dye (1988) dalam Khafid (2004:43) menyatakan pemilik mendukung perataan laba karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manajer agar melakukan praktek manajemen laba. Motivasi eksternal ditujukan oleh usaha pemilik saat ini untuk mengubah persepsi investor prospektif atau potensial terhadap nilai perusahaan. Menurut Belkaoui (2007:194) tiga batasan yang mungkin mempengaruhi para manajer untuk melakukan perataan laba adalah:

1. Mekanisme pasar yang kompetitif sehingga mengurangi jumlah pilihan yang tersedia bagi manajemen.

(13)

2. Skema kompensasi manajemen yang terhubung langsung dengan kinerja perusahaan.

3. Ancaman penggantian manajemen.

Dipandang dari sisi manajemen, Hepworth (1953) dalam Harry dan Murtanto (2004), mengungkapkan bahwa manajer melakukan perataan laba pada dasarnya ingin mendapat berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, yaitu :

1. Mengurangi total pajak terutang

2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula. 3. Meningkatkan hubungan antara manajer dengan karyawan karena pelaporan

penghasilan meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan gaji dan upah.

4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.

Dilain pihak Dye (1988), pemilik mendukung perataan laba karena adanya motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal menunujukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manager agar melakukan praktik manajemen laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik saat ini untuk mengubah persepsi investor potensial terhadap nilai perusahaan.

(14)

1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.

2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa mendatang.

3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.

4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. 5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

Dalam Imam Subekti (2005) Dascher dan Malcom (1970) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) tipe perataan laba yaitu:

1. Real smooting, yaitu merupakan suatu transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasar pengaruh perataannya pada laba. 2. Artificial smooting, yaitu merupakan perataan laba dengan menerapkan

prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/ atau pendapatan dari suatu perioda ke perioda lainnya.

Beidlemen (1973), yang dikutip Assih dan Gudono (2000) dalam Imam Subekti (2005) menyatakan bahwa tujuan manajemen perusahaan melakukan keputusan perataan laba adalah untuk menciptakan suatu aliran laba yang stabil dan mengurangi covariance atas return dengan pasar.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya, fokusnya selalu pada timbulnya tindakan perataan laba dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya. Menurut

(15)

Ronen dan Sadan (1981) yang dikutid dalam Jatiningrum, perataan penghasilan bersih/laba dapat dilakukan dalam 3 cara, yaitu :

1. manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu, untuk mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan, jadi alternatifnya, manajemen juga dapat menentukan waktu pengakuan beberapa peristiwa.

2. manajemen dapat mengalokasikan pendapatan atau dan beban tertentu pada periode akuntansi yang berbeda

3. manajemen dengan kebijaksanaannya mengelompokkan item laba tertentu ke dalam kategori yang berbeda.

Brayshaw dan Eldin (1989) dalam Edy dan Arleen (2005), mengungkapkan bahwa manajemen perusahaan diuntungkan dengan praktek perataan laba. Sedangkan Mulyani dan Carmel (2003) menyatakan bahwa motivasi perataan laba lebih banyak menguntungkan pemegang saham dan pengguna eksternal utamanya serta manajer itu sendiri

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan laba

Beberapa faktor yang menerangkan secara empiris mengapa perusahaan melakukan perataan laba. Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki dorongan yang lebih kuat melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil karena perusahaan-perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah maupun masyarakat

(16)

umum. Smith (1976) menjelaskan bahwa manajer perusahaan sangat cenderung melakukan perataan laba. Simpulan ini di dukung oleh temuan Trueman, et al (1988) bahwa secara rasional manjer ingin meratakan laba yang dilaporkannya dengan alasan memperkecil tuntutan pemilik perusahaan.

Menurut Dye (1988) dalam Zulfa dan Maya (2007), bahwa pemilik mendukung perataan penghasilan karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manager agar melakukan perataan laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik saat ini untuk mengubah persepsi investor terhadap nilai perusahaan.

Michelson melakukan penelitian untuk menguji hubungan antara perataan laba dengan kinerja pasar. Hal yang diuji meliputi perbedaan dalam rata-rata return dari saham diantara perusaaan perata laba dan tidak serta resiko pasar yang diperkirakan dengan perataan laba. Hasil yang diperoleh bahwa perusahaan yang meratakan laba memiliki rata-rata return tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba. Selain itu perusahaan yang meratakan laba memiliki beta yang lebih rendah dan nilai sekuritas yang lebih dibandingkan dengan yang tidak meratakan laba.

Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perataan laba di Indonesia dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003), Jatiningrum (2000), dan Salno dan Baridwan (2000). Hasil penelitian Jin dan Machfoedz (1998), Narsa

(17)

dkk (2003) dan Jatiningrum (2000) yang menggunakan variabel yang sama yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri, dan leverage operasi memberikan kesimpulan yang berbeda-beda. Jin dan Machfoedz (1998) menyimpulan bahwa yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba adalah variabel leverage operasi sedangkan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan sektor industri tidak berpengaruh.

Hasil ini tidak sinkron dengan penelitian yang dilakukan oleh Narsa dkk (2003) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang memiliki pengaruh positif dengan praktik perataan laba. Sedangkan Jatiningrum (2000) menunjukkan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh variabel profitabilitas, dan untuk ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan faktor pendorong pelaksanaan praktik perataan laba. Salno dan Baridwan (2000) menggunakan instrumen besaran perusahaan, Net Profit Margin (NPM), kelompok usaha, dan winner/ losser stocks menyimpulkan bahwa baik besaran perusahaan, NPM, kelompok usaha maupun winner/ losser stocks tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Hepwort dalam Salno (2000:19) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi melakukan perataan laba atau penghasilan pada dasarnya ingin mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, antara lain; mengurangi total pajak terutang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil pula,

(18)

meningkatkan hubungan manajer dengan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah, siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme atau pesimisme dapat diperlunak. Sedangkan tujuan yang lainnya adalah untuk memberikan kesan baik pada pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen (Stolowy dan Breton 2000 dalam Juniarti 2005:150) untuk menjaga posisi atau kedudukan mereka dalam perusahaan (Spohr 2004 dalam Juniarti 2005:150). Gordon dalam Belkaoui (2007:193) mengusulkan bahwa:

1. kriteria yang dipakai oleh manajemen perusahaan dalam memilih prinsip-prinsip akuntansi adalah untuk memaksimalkan kegunaan dan kesejahteraan.

2. kegunaan yang sama adalah suatu fungsi keamanan pekerjaan, peringkat dan tingkat pertumbuhan gaji serta peringkat dan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan.

3. kepuasan dari pemegang saham terhadap kinerja perusahaan meningkatkan status dan penghargaan dari para manajer.

4. kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari pendapatan perusahaan.

Perataan mungkin terkait dengan ukuran perusahaan, keberadaan insentif bonus dan penyimpangan laba aktual dengan laba ekspektasi yang telah diprediksi sebelumnya (Yoon and Miller 2002 dalam Poll 2004 dalam Juniarti 2005:150). Dascher dan Malcolm (1970) dalam Anis C (2000:232) menyatakan bahwa ada

(19)

beberapa media yang biasanya digunakan manajemen dalam melakukan income smoothing yaitu real smoothing dan artificial smoothing.

Perataan riil mengacu pada transaksi aktual yang terjadi maupun tidak terjadi dalam hal pengaruh perataan sedangkan perataan artifisial mengacu pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan terhadap pergeseran biaya dan pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Namun disamping kedua media tersebut masih terdapat dimensi atau media lain untuk melakukan income smoothing, yaitu classificatory smoothing. Barnea et.al 1976 dalam Anis C (2000:232) membedakan ketiga dimensi perataan tersebut sebagai berikut:

1. Perataan melalui adanya kejadian dan atau pengakuan.

Manajemen dapat menentukan waktu transaksi aktual terjadi sehingga pengaruhnya terhadap pelaporan pendapatan akan cenderung mengurangi variasi dari waktu ke waktu.

2. Perataan melalui alokasi terhadap waktu.

Melalui kejadian dan pengakuan atas suatu peristiwa, manajemen memiliki kendali yang lebih bebas terhadap determinasi atas periode-periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi dari peristiwa.

3. Perataan melalui klasifikasi.

Dilakukan melalui pengklasifikasian pos-pos laporan intralaba untuk menurunkan variasi yang terjadi dari waktu ke waktu dalam statistik.

(20)

Pendapat tersebut senada dengan tulisan Sofyan Safiri (2003:232) yakni income smoothing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mengatur waktu kejadian transaksi, memilih prinsip atau metode alokasi, mengatur penggolongan laba yakni antara laba operasi normal dengan laba yang bukan dari operasi normal. Ronen dan Sadan dalam Nurkhabib (2004:16) menunjukkan bahwa perataan laba yang melalui periode waktu tertentu dapat dilakukan melalui tiga cara:

4. Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu melalui kebijakan yang dimiliki untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan.

5. Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode akuntansi.

6. Manajemen memiliki kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos laba atau rugi tertentu dalam kategori yang berbeda.

Unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perataan laba adalah unsur penjualan dan unsur biaya. Menurut Foster dalan Nurkhabib (2004:17) unsur-unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perekayasaan adalah:

1. Unsur penjualan saat pembuatan faktur, pembuatan pesanan atau penjualan fiktif, down grading (penurunan) produk.

2. Unsur biaya memecah-mecah faktur, mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka) sebagai biaya.

(21)

C. Penelitian Sebelumnya

Studi secara empiris mengenai perataan laba telah banyak dilakukan oleh peneliti baik luar maupun dalam negeri. Sebagian penelitian tersebut terfokus pada terjadinya perataan laba (termasuk instrumen-instrumen dan tujuannya) dan faktor-faktor yang terkait dengan terjadinya perataan laba.

Smith et, al (1976) dalam Antriksa dan Eka ( 2005), penelitiannya berjudul “Effects of Separation of Ownership from Control on Accounting Policy Decision”. Dalam penelitiannya membuktikan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh seorang manajer cenderung melakukan praktik perataan laba disbanding dengan perusahaan yang dikendalikan langsung oleh pemilik. Dengan kata lain pengendalian perusahaan merupakan suatu factor yang mendorong tindakan praktik perataan laba.

Moses (1987 ) dalam Eko dan Agung (2002), dengan penelitiannya yang bejudul “Income Smoothing and Incentive: Empirical Test Using Accounting Changes”. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa perataan laba dapat dihubungkan dengan ukuran perusahaan, perbedaan antara laba sesungguhnya dengan laba yang diharapkan dan tidak adanya rencana kompensasi bonus. Sedangkan Truemen dan Titiman (1998), dalam penelitiannya menemukan bahwa manajer perusahaan melakukan perataan laba secara rasional dengan tujuan mengurangi klaim dari pemegang saham atas variasi laba ekonomis perusahaan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai pasar saham.

(22)

Michelson et, al (1995) dalam Harry dan Murtanto (2004), dengan penelitiannya yang berjudul “A Market Based Analysis of Income Smoothing”, penelitiannya menguji hubungan antara perataan laba dengan kinerja pasar. Adapun hal yang akan diuji meliputi kecenderungan perusahaan utama melakukan perataan laba, perbedaan dalam rata-rata return saham diantara perusahaan perata laba dan tidak serta resiko pasar yang diperkirakan dengan perataan laba. Hasil yang diperoleh adalah bahwa perusahaan yang melakukan perataan laba memiliki rata-rata return tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa perusahaan yang meratakan laba memiliki beta yang lebih rendah dan nilai pasar ekuitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba.

Beberapa penelitian di Indonesia di antaranya dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Asih dan Gudono (2000) serta Salno dan Baridwan (2000). Dalam penelitiannya Jin dan Machfoedz (1998), menelitia factor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan mengambil sample perusahaan public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEJ). Dari tiga variable independent yang diuji, yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan dan leverage operasi perusahaan diperoleh hasil bahwa hanya leverage operasi perusahaan saja yang memiliki pengaruh pada praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan di Indonesia.

(23)

Assih dan Gudono (2000), meneliti hubungan tindakan perataan laba dengan reaksi pasar atas pengumuman informasi laba perusahaan dengan menggunakan sample perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEJ). Dengan variable independent yaitu unexpected return, hasil yang diperoleh adalah rata-rata cumulative abnormal return sekitar tanggal pengumuman informasi laba untuk kelompok perata laba tidak signifikan dan kelompok bukan perata laba tampak signifikan, sedangkan anatara perusahaan perata laba dan bukan perata laba tampak signifikan. Bedasarkan hasil studi ini maka dengan melakukan perataan laba diharapkan perusahaan dapat menghindari reaksi pasar yang terlalu besar pada saat perusahaan mengumumkan informasi laba.

Salon dan Baridwan (2000), menunjukkan bahwa factor-faktor seperti besaran perusahaan, Net Profit Margin, Kelompok Usaha, dan Winner/ Losser Stocks tidak mempengaruhi terhadap praktek perataan laba, serta tidak ada perbedaan resiko dan return antara perusahaan yang melakukan perataan laba maupun perusahaan yang tidak melakukan perataan laba.

D. Perumusan Hipothesis 1. Jenis Usaha

Perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu:

(24)

b. Perusahaan non manufaktur selain usaha bank dan lembaga keuangan lainnya. c. Kelompok usaha bank dan lembaga keuangan.

Jin dan Machfoedz (1998) dan Assih (1998) menggunakan satu variabel dummy, yaitu kelompok usaha, menyimpulkan bahwa variabel kelompok usaha tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan penghasilan. Sebaliknya Ashari et.al (1994) menggunakan dua variabel dummy kelompok usaha, menyimpulkan bahwa variabel kelompok usaha berpengaruh terhadap tindakan perataan laba.

HA.1: Terdapat pengaruh yang signifikan dari jenis usaha terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

2. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Machfoedz, 1994).

Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena

(25)

perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum/general public).

Hasil lainnya ditemukan oleh Albretch dan Richardson (1990), bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis oleh para investor.

HA.2: Terdapat pengaruh yang signifikan dari ukuran perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

3. Rasio Profitabilitas Perusahaan

Rasio profitabilitas perusahaan adalah rasio yang diukur berdasarkan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan. Zuhroh (1996) dan Jin dan Machfoedz (1998) berpendapat bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh Ashari et. al (1994) menemukan bukti bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas rendah mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba.

HA.3: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio profitabilitas perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

(26)

4. Rasio Leverage Operasi

Leverage operasi adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan. Ashari et. al (1994) berhasil membuktikan bahwa leverage operasi merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan kesimpulan bahwa hanya leverage operasi perusahaan saja yang memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan di Indonesia.

HA.4: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio leverage operasi perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

5. Net Profit Margin

Net Profit Margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya, termasuk bunga dan pajak. Menurut Salno dan Baridwan (2000) net profit margin diduga mempengaruhi perataan laba, karena secara logis margin ini terkait langsung dengan objek perataan penghasilan. Penggunaan net profit margin juga didukung oleh hasil penelitian Beattie et.al (1994), Ronen dan Sadan (1975), yang meneliti penggunaan berbagai instrumen laporan keuangan untuk meratakan penghasilan.

HA.5: Terdapat pengaruh yang signifikan dari net profit margin perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

(27)

27

METODOLOGI

3.1 Sampel Penelitian

Objek penelitian adalah seluruh perusahaan publik yang terdaftar pada indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur dan non manufaktur di Bursa Efek Indonesia, dipilih menggunakan purposive random sampling method dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan yang telah terdaftar pada indkes LQ 45 di Bursa Efek Indonesia sampai dengan 31 Desember 2005, menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember untuk periode 2005-2009, serta mempunyai data laporan keuangan lengkap sesuai dengan data yang diperlukan dalam variabel penelitian.

2. Selama periode peristiwa, perusahaan melaporkan adanya laba mulai tahun 2005-2009, karena penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik perataan laba. 3. Perusahaan tidak melakukan company restructuring seperti akuisisi dan merger

serta perusahaan tidak mengalami perubahan kelompok industri, agar terlihat secara jelas pemerataan penghasilan bersih /laba.

3.2 Pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan data sekunder perusahaan publik yang terdaftar pada indkes LQ 45 di Bursa Efek Indonesia (BEJ), yaitu data saham dan data akuntansi. Data saham yang dipakai adalah nilai pasar saham, beta saham dan return

(28)

saham. Sedangkan data akuntansi yang dipakai adalah jenis perusahaan, total aktiva, penjualan bersih, penghasilan operasi, penghasilan sebelum pajak, penghasilan bersih setelah pajak, dan Net Profit Margin. Periodisasi data penelitian mencakup data tahun 2004 – 2008 yang dipandang cukup mewakili kondisi untuk analisis.

3.3 Variabel Penelitian 1. Variabel Dependent

Variable yang digunakan untuk penelitian ini adalah tindakan perataan laba. Untuk mengelompokan perusahaan sebagai perata laba atau bukan perata laba, digunakan pendekatan yang dilakukan Albrecht dan Richardson (1990) dan indeks tersebut dikembangkan oleh Eckel (1981). Perusahaan diklasivikasikan sebagai bukan perata laba jika:

CVI CVs

CV∆I = Koefisien variasi perubahan laba dalam satu periode. CV∆s = Koefisien variasi perubahan penjualan dalam satu periode.

Dimana CV = Deviasi standart Nilai yang diharapkan

Dalam penelitian ini variable laba yang digunakan adalah laba operasi. Hal ini dikarenakan laba operasi merupakan sasaran umum yang digunakan untuk melakukan praktik pertaaan laba. Sedangkan variable

(29)

penjualan disini digunakan penjualan bersih ( net sales ) atau pendapatan (revenue).

Dalam kategorial mengenai perusahaan perata laba atau bukan perata laba diberikan data dummy dengan skor “0” untuk perusahaan yang tidak melakukan perataan laba dan skor “1” untuk perusahaan yang melakukan perataan laba.

2. Variabel Independent a. Jenis Usaha

Variabel ini diukur dengan jenis usaha yang dijalankan oleh perusahaan, manufaktur atau non manufaktur. Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal, skor 1 untuk perusahaan manufaktur, dan skor 0 untuk perusahaan non manufaktur.

b. Ukuran Perusahaan

Variabel ini diukur dengan rata-rata jumlah nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan (total aktiva). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

c. Rasio Profitabilitas Perusahaan

Variabel ini diukur dengan rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio dengan rumus: Profitabilitas = Laba bersih setelah pajak

(30)

d. Rasio Leverage Operasi Perusahaan

Variabel ini diukur dengan rasio antara biaya depresiasi dan amortisasi dengan total biaya. Total biaya merupakan jumlah dari biaya produksi atas pemasaran, biaya umum dan biaya operasi. Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan rumus:

Leverage Operasi = Total biaya depresiasi dan amortisasi Total Biaya

e. Net Profit Margin

Variabel ini diukur dengan rata-rata rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total penjualan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio dengan rumus :

Net Profit Margin = Laba bersih setelah pajak Total Penjualan

3.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah binary logistic regression. Untuk menguji HA.1 sampai dengan HA.5, digunakan persamaan binary logistic regression sebagai berikut:

TP = a + b (JU) +c(SZ) + d(P) + e(LO) + f(NPM) Dimana:

TP : Tindakan Perataan Laba Perusahaan. JU : Jenis usaha

(31)

SZ : Ukuran Perusahaan.

P : Rasio Profitabilitas Perusahaan. LO : Rasio Leverage Operasi Perusahaan. NPM : Net Profit Margin Perusahaan. a : konstanta regresi

b-f : koefisien regresi

3.2.1 Pengujian Hipothesa

Pengujian hipotesis dengan metode statistik binary logistic regression digunakan jika variabel dependen merupakan variabel dummy yang berskala nominal, sementara variabel independennya dapat berskala nominal, rasio dan interval.

Dasar pengambilan keputusan dalam analisa binary logistic regression adalah dengan menggunakan nilai Hosmer dan Lemeshow Goodness-Of-Fit Test Statistic. Apabila diperoleh hasil signifikansi sama dengan atau kurang dari 0.05, maka hal tersebut berarti hipotesis nol ditolak, berarti terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya (Ghozali, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat pembuktian kualifikasi tidak dapat menunjukan data tenaga ahli (Ijazah dan KTP) dan. pengalaman perusahaan (kontrak)

Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah Tanggal 7 Mei 2018

Pada dasarnya setiap negara akan menghadapi keterbatasan wilayah, karena setiap negara mempunyai batas-batas geografis yang diakui oleh dunia (Samuelson dan Nordhaus, 1993 dan

• Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. • Hampir semua enzim

he Social Impact of Economic Crisis on Employment and Evaluation of Public Work Programs in Indonesia, Working Papers, Institute of Southeast Asian Studies.. - IS~ASL in

Namun begitu, apabila sumber daya dimiliki secara nasional, masyarakat yang tinggal di dekat lokasi ekstraksi lazimnya tidak memiliki klaim yang melekat terhadap bagian

(1994) telah melakukan penelitian dengan menggunakan sampel sejumlah 151 responden dari delapan perusahaan besar, dengan bermacam- macam ragam derajat partisipasi dari pemakai

Kegiatan kami didesain untuk para profesional yang tertarik mengenai informasi terkini di bidang akuntansi, akuntansi syariah, keuangan, akuntansi manajemen, perbankan, auditing,