• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersusun dengan sistem korespondensi dalam satu bentuk. Penulis dan penyair

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersusun dengan sistem korespondensi dalam satu bentuk. Penulis dan penyair"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Puisi merupakan sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalaman, tersusun dengan sistem korespondensi dalam satu bentuk. Penulis dan penyair membuat definisi masing-masing tentang puisi, baik dikemukakan secara eksplisit atau tidak (Mulyana dalam Atar Semi, 1993:93). Puisi adalah sebuah karya sastra. Karya sastra sendiri merupakan fenomena manusia yang didalamnya penuh dengan makna dan dapat digali melalui penelitian. Makna erat kaitannya dengan fungsi yang sering kabur dan tidak jelas. Oleh karenanya,karya sastra memiliki tugas untuk mengungkap kekaburan itu menjadi jelas (Endraswara, 2011:7).

Puisi hadir mengkomunikasikan pengalaman secara signifikan dalam bentuknya yang artistik, sebab sebagai bentuk seni (art) ia ditata oleh kaidah sastra yang telah menjadi konvensi masyarakat sastra (Siswantoro, 2010:26). Puisi merupakan bentuk sastra yang paling padat dan terkontrasi. Kepadatan komposisi tersebut ditandai dengan pemakaian sedikit kata, namun mengungkap lebih banyak hal (Siswantoro, 2010:23). Riffaterre (1978:1) mengemukakan bahwa puisi itu dari waktu ke waktu selalu berubah karena evolusi selera dan konsep estetik yang berubah. Satu esensi yang tetap yaitu puisi menyatakan suatu hal dengan arti yang lain atau puisi itu menyatakan sesuatu hal secara tidak langsung.

Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra yang dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Puisi sendiri juga dapat dikaji unsur dan strukturnya. Puisi adalah

(2)

karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna (Pradopo, 2005:3). Altenberd (dalam Pradopo, 2005:5—6) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretive dramatization of experience in metrical language).

Tradisi berpuisi merupakan tradisi kuno dalam masyarakat (Waluyo, 2003:1). Memahami puisi biasanya dengan mengamati ciri-ciri karakteristik puisi dan unsur-unsur yang membedakan puisi dengan karya sastra yang lainnya (Waluyo, 2003:3).

Jawa juga mempunyai banyak bentuk karya sastra. Puisi juga termasuk didalamnya. Puisi di Jawa dikenal dengan sebutan puisi Jawa modern atau lebih singkatnya adalah Geguritan. Geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra berbentuk puisi Jawa modern yang berisi ungkapan perasaan dan pikiran penyair yang bersifat imajinatif dan tersusun adanya unsur pembangunan serta tidak terikat oleh aturan seperti guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu (Saputra, 2001: 8). Menurut Wiryatmaja dkk (1997:23) geguritan bentuk dasarnya dari gurit, sedangkan bentuk gegurit atau gugurit adalah bentuk dwipurwa atau bentuk ulang suku awal. Apabila dilihat dari sudut artinya kata guritan searti dengan tembang, kidung, dan rerepan(Poerwodarminto dalam Sutadi, 1997:23). Puisi Jawa modern (geguritan) ialah apa yang dikomunikasikan oleh penyairnya, bertumpu pada rasa kemanusiawiannya, dengan memeras kemampuan dan daya guna kata-kata bahasa Jawa, mengacu pada kehidupan yang digumulinya dengan naungan kode bahasa dan budayanya, dalam orientasi mengindonesia, serta mengimbau keterlibatan penyambutan pada khalayaknya (Sutadi, 1997:35).

(3)

Geguritan bisa menjadi saksi kehidupan manusia setidaknya dari pengarang geguritan (penggurit) itu sendiri (Hoery, 2015:3). J.F.X. Hoery adalah seorang penggurit lahir di Pacitan, 7 Agustus 1945. Bukunya yang berjudul Lintang Gumawang adalah buku antologi geguritan yang terbit tahun 2015 dengan 100 geguritan didalamnya. Lintang Gumawang dengan 100 geguritan tersebut memiliki tema yang beragam. Tema ketuhanan, cinta, alam, sosial, kemerdekaan, dan lain sebagainya. Isi antologi geguritan J.F.X. Hoery dominan nilai religius. Terdapat sembilan belas geguritan yang bersifat religius. Sembilan belas geguritan yang bersifat religius yang terdapat dalam antologi geguritanLintang Gumawangmenarik untuk diteliti.

Beberapa pertimbangan mengapa peneliti tertarik akan mengkaji geguritandan menganggap penting sembilan belas geguritan tersebut diteliti. Aspek kepengarangan, J.F.X. Hoery ialah sastrawan yang aktif di Sanggar Sastra Jawi Bojonegoro. Karya sastranya telah banyak dikaji dan diketahui oleh para pecinta sastra Jawa. Karyanya yang berjudul Antologi geguritan “Lintang Gumawang‖ belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian iniakan meneliti geguritan yang mengandung nilai religius sebagai bentuk apresiasi karya J.F.X. Hoery. Aspek isiAntologi Geguritan “Lintang Gumawang” ini merupakan tulisan dari tahun 1985 – 2015 dan diterbitkan tahun 2015. Sembilan belas geguritan yang mengandung nilai religius menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Berdasarkan pengamatan, penelitian antologi geguritan pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian itu adalah: (1) Theresia Tri Wahyuni (1995) dalam

(4)

skripsinya yang berjudul Puisi Jawa Modern karya Mohammad Yamin MS (Analisis Struktur Fisik dan Batin), membahas tentang struktural puisi Jawa Modern meliputi struktur fisik dan batin. (2) Riana Wati (1996) dalam skripsinya yang berjudul Geguritan karya Turio Ragilputra (Tinjauan Instrinsik dan Ekstrinsik), membahas mengenai struktur instrinsik dan ekstrinsik puisi Jawa modern. (3) Rohadi Budi Widyatmoko (2009) dalam skripsinya yang berjudul Religiusitas dalam Geguritan Kristal Emas karya Suwardi Endraswara (Tinjauan Semiotik), membahas mengenai struktur puisi, unsur estetis dalam puisi, serta pembacaan semiotik untuk membedah unsur religius yang terdapat pada geguritan. (4) Anna Subekti (2012) dalam skripsi yang berjudul Nilai-nilai mistik dan religius dalam geguritan karya Yan Tohari (Tinjauan Semiotika Michael Riffaterre), pembacaan heuristic dan hermeneutic, serta matrik dan model. (5) Nandia Nessa Lestari (2012) Religiusitas dalam Antologi Geguritan Alam Sawegung karya Sudi Yatmana (Tinjauan Semiotika, membahas mengenai makna geguritan, struktur geguritan, serta keunikan nilai religius yang diungkapkan pengarang dalam geguritan karyanya yag tercakup di dalam antologi geguritan Alam Sawegung. (6) Dessi Apriliya Ningrum (2013) Aspek Religius dalam Geguritan Karya Irul S Budianto (Tinjauan Semiotika Michael Riffaterre), yang membahas mengenai struktur puisi dan struktur religius dalam 26 geguritan untuk pembangunan spiritualitas masyarakat Jawa.

Beberapa penelitian sebelumnya tersebut, yang mendekati kesesuaian dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah skripsi Theresia Tri Wahyuni (1995) dalam skripsinya yang berjudul Puisi Jawa Modern karya Mohammad Yamin

(5)

MS (Analisis Struktur Fisik dan Batin) yang membahas tentang struktural puisi Jawa Modern meliputi struktur fisik dan batin. Kesamaannya adalah sama-sama meneliti puisi Jawa modern atau geguritan namun skripsi terdahulu menggunakan analisis struktur fisik dan batin sedangkan penelitian ini akan menggunakan analisis struktural dengan tema mengenai ketuhanan atau religius. Struktur puisi menggunakan analisis strata normaRoman Ingarden.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan struktural sebagai bahan kajian penelitian. Menurut Goldman dalam Endraswara (2004: 56) studi strukturalisme memiliki dua kerangka besar, yaitu (1) hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama, (2) hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian karya sastra tidak dapat hanya bertumpu pada suatu atau beberapa elemen saja, tetapi harus secara menyeluruh saling terkait sehingga terwujudlah sebuah karya sastra yang dapat dinikmati dan dipahami pembacanya. Pendekatan struktural relevan digunakan dalam penelitian ini karena sembilan belas teksgeguritan banyak menampilkan kata maupun bahasa dan aspek diluar kebahasaan yang menjadi tanda dan sistem tanda. Teori pendekatan struktural tersebut diharapkan dapat menghasilkan analisa yang mendalam mengenai makna nilai religius geguritan dan untuk selanjutnya berdasarkan teori pendekatan struktural tersebut mendapatkan hasil analisa tanda sebab akibat (indeks) mengenai latar belakang terciptanya geguritan.

Kajian mengenai geguritan ini akan menggunakan analisis struktural strata norma Roman Ingarden. Teori struktural adalah suatu kajian yang membahas karya

(6)

sastra secara otonom. Keotonoman karya sastra ini berupa struktur-struktur yang saling berelasi. Kajian strukturalisme dimaksudkan untuk membahas suatu karya sastra dengan melepaskan dirinya dari aspek-aspek luar karya sastra tersebut (Kurniawan, 2009:69). Analisis puisi dengan pendekatan struktural memfokuskan pada unsur-unsur pembangun struktur berupa unsur internalnya (Siswantoro, 2010:63).

Bertolak pada paparan yang telah dijelaskan, dengan melihat pengalaman batin J.F.X. Hoery dalam sembilan belas teks geguritan beliau tersebut, akan diteliti lebih lanjut dengan judul Nilai Religius dalam Antologi Geguritan“Lintang Gumawang” Karya J.F.X. Hoery (Analisis Strata Norma Roman Ingarden )

(7)

B. Batasan Masalah

Antologi geguritan dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Agar penelitian ini fokus, maka perlu adanya pembatasan masalah. Meliputi (1) Kajian struktur lapis makna (lapis bunyi, lapis arti, dan lapis objek), lapis dunia, dan lapis metafisis ; (2) Kajian makna dalam sembilan belas teks geguritan karya J.F.X. Hoery bagi kepercayaan masyarakat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dimuka, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimanakah struktur geguritan dalam sembilan belas teks geguritan karya J.F.X. Hoery berdasarkan strata norma puisi Roman Ingarden? 2. Bagaimanakah makna religius yang terkandung dalam sembilan belas teks

geguritan karya J.F.X. Hoery bagi kepercayaan masyarakat?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut. Tujuan yang ingin dicapai melalui rencana penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan struktur geguritan dalam sembilan belas teks geguritan karya J.F.X. Hoery berdasarkan strata norma puisi Roman Ingarden. 2. Mendeskripsikan makna religius yang terkandung dalam sembilan belas

(8)

E. Landasan Teori 1. Pengertian Struktural

Karya sastra mengandung struktur ketandaan yang bermakna. Teori dan metode penelitian yang sesuai adalah strukturalisme semiotik (Pradopo, 2010:268). Pendekatan struktural secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu kata struktura yang berarti bentuk atau bangunan (Ratna, 2013: 88). Menurut Bertens dalam Sangidu (2004: 15) istilah struktur pertama kali muncul pada kongres linguistik yang diadakan di Den Haag pada tahun 1928. Penjelasan Ferdinand de Saussure tentang pendekatan struktur bahwa bahasa berarti suatu pendekatan yang memandang bahasa sebagai suatu sistem dengan ciri-ciri tertentu. Pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Pendekatan struktural di bidang bahasa ternyata dapat juga diterapkan untuk pendekatan lain, seperti dalam bidang sastra (Sangidu, 2004: 15). Karya sastra adalah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Pradopo, 2010:89).

Teeuw (1984: 135) merumuskan pengertian pendekatan struktural adalah pendekatan yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, dan sedetail mungkin berkaitan dan keterpaduan semua tafsir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Pendekatan struktural dalam sebuah karya sastra hanya dipusatkan pada karya itu sendiri. Memahami karya sastra secara close reading(membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, hubungan dengan realitas,maupun pembaca). Analisis struktural difokuskan pada unsur-unsur instrinsik karya sastra

(9)

(Wiyatmi,2006:89). Senada dengan Teeuw (dalam Pradopo, 2005:280) tanpa analisis demikian, kebulatan makna instrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak akan tertangkap.

Pendekatan struktural menganalisis makna yang terkandung dalam teks karya sastra terlepas dari maksud penulis dan unsur-unsur eksternal. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis struktural adalah sebuah analisis yang akan memaparkan secara teliti, cermat, dan mendalam mengenai unsur instrinsik sebuah karya sastra yang saling terkait. Winarni (2013: 48) berpendapat bahwa pendekatan struktural juga disebut pendekatan objektif karena pendekatan ini mengutamakan karya sastra itu sendiri tanpa menghubungkan dengan pengarang, penonton, dan audiens, perhatian terutama ditujukan pada unsure-unsur instrinsik yang membangun sebuah karya sastra.

2. Strata Norma Roman Ingarden

Teori struktural berdasarkan teori Roman Ingarden meliputi struktur lapis makna (lapis bunyi, lapis arti, dan lapis objek), lapis dunia, dan lapis metafisis (dalam Wellek, 1968: 151).

A. Lapis Bunyi / suara

Puisi berupa satuan-satuan suara, suara suku kata, kata, dan berangkai merupakan seluruh bunyi / suara sajak, suara frasa dan suara kalimat. Analisis lapis bunyi yang bersifat ‗istimewa‘ atau khusus dalam puisi, yaitu yang dipergunakan

(10)

untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni (Pradopo, 2012:22). Lapis bunyi dalam puisi disusun berdasarkan konvensi bahasa yang menjadikan suatu karya sastra menjadi komunikatif dan menarik. Konvensi bahasa dapat menunjukkan satuan arti yang dilambangkan, emosi, dan tema yang dimaksudkan penyair agar dapat diterima oleh pembaca atau pendengar (Hasanuddin, 2002:38).

Analisis bunyi berdasarkan huruf dapat diperoleh melalui beberapa unsur yang berfungsi sebagai penentu makna dan nilai estetis. Rangkaian bunyi sebagai norma dalam puisi adalah sebagai berikut:

a. Irama

Pada pembacaan puisi, jeda dan tekanan berperan untuk menciptakan suasana tertentu. Kondisi ini dapat menghubungkan imaji pembaca dengan intuisi penyair. Irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana (Hasanuddin, 2002:56).

b. Kakofoni dan Efoni

Rangkaian bunyi yang dimanfaatkan untuk membentuk kesan tertentu cerah aau buram. Kakafoni merupakan rangkaian bunyi yang terdiri dari huruf konsonan tak bersuara sehingga menimbulkan kesan buram. Efoni merupakan rangkaian bunyi yang terdiri dari huruf vokal yang dimanfaatkan untuk menimbulkan kesan cerah.

(11)

c. Onomatope

Unsur bunyi yang berupa tiruan suara yang dihasilkan oleh benda, gerak, binatang, manusia, atau segala wujud yang menimbulkan bunyi.

d. Aliterasi dan Asonansi

Pemanfaatan bunyi vokal dan konsonan menjadikan sebuah puisi memiliki kemerduan bunyi, terlebih jika digunakan secara berulang-ulang. Aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan yang dominan. Asonansi adalah pengurangan bunyi vocal yang dominan dalam sebuah puisi.

e. Anaphora dan Epifora

Pemanfaatan bunyi guna meimbulkan efek tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan bentuk kata atau bentukan linguistik pada awal atau akhir tiap baris puisi. Anaphora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada awal baris puisi. Epifora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada akhir baris puisi.

f. Repetisi

Repetisi adalah bentuk perulangan bunyi, suku kata, kata, dan kalimat guna memberikan penekanan dalam sebuah konteks. Manfaatnya guna memeroleh makna yang mendalam pada sebuah pemaknaan karya sastra.

(12)

B. Lapis Arti (Units of Meaning)

Satuan terkecil arti adalah fonem. Menurut Pradopo (2012:25) lapis arti berupa rangkaian fonem suku kata, kata, frase, dan kalimat yang kesemuanya merupakan satuan arti. Arti dari sebuah puisi dapat ditangkap melalui dua cara, yaitu memahami arti denotatif yang sesuai dengan apa yang tertulis dan kedua memahami arti secara konotatif.

C. Lapis objek

Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga dari lapis makna berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Dunia pengarang merupakan dunia imajinasi pengarang yang diciptakan oleh pengarang yang terdiri dari gabungan latar, pelaku, dan objek-objek yang dikemukakan.

D. Lapis Dunia

Lapis dunia tidak dinyatakan namun tersirat atau implisit dalam cerita atau karya sastra yeng disampaikan. .

E. Lapis Metafisis

Lapis yang menyebabkan pembaca berkontemlasi atau merenung dengan apa yang disampaikan dalam karya sastra. Lapis ini memiliki sifat tragis, sublime, dan suci. Tidak semua puisi mengandung strata yang terakhir ini, namun strata ini dapat digunakan sebagai bahan perenungan bagi pembaca atau pendengar.

(13)

3. Pengertian Religius

Religius berasal dari bahasa latinLerigare yang berarti ‗mengikat‘. Religio berarti ikatan atau pengikatan, sehingga religius dapat diartikan sebagai keterkaitan manusia terhadap Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan (Dojosantoso, 1986:3).

Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki religiositas yang tinggi. Wawasan hidup masyarakat Jawa mengarah kepada sikap keterkaitan manusia kepada Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan (Dojosantosa, 1986: 15). Religiusitas berkaitan dengan kebebasan orang untuk menjaga kualitas keberagamannya jika dilihat dari dimensi yang paling dalam dan personal yang acap kali berada diluar kategori-kategori ajaran agama (Ratnawati dalam Arafah, 2005:17).

4. Pengertian Puisi dan Geguritan

Puisi dapat dikatakan sebagai hidup itu sendiri. Puisi secara etimologi berasal dari Yunani poeima ―membuat‖ atau poeisis ―pembuatan‖, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan membuat atau pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi peran atau gambaran suasana tersentu, baik fisik maupun batin (Aminudin, 2010: 134). Octavio Paz menganggap puisi urusan tak selesai dan menjelaskan kodrat keabadian seolah melekat pada puisi, sebuah kebenaran tak tertanggungkan sepanjang zaman, sejak puisi dilisankan dan dituliskan (Bandung, 2011: 278)

(14)

Menurut Pradopo (2005: 7) puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Menurut Altenberd (dalam Pradopo, 2005: 5—6) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretive dramatization of experience in metrical language).

Tidak berbeda jauh dengan definisi puisi, geguritan memiliki deskripsi yang hampir sama. Menurut Wiryatmaja dkk (1997:23) geguritan bentuk dasarnya dari gurit, sedangkan bentuk gegurit atau gugurit adalah bentuk dwipurwa atau bentuk ulang suku awal. Apabila dilihat dari sudut artinya kata guritan searti dengan tembang, kidung, dan rerepan (Poerwodarminto dalam Sutadi, 1997:23). Puisi Jawa modern (geguritan) ialah apa yang dikomunikasikan oleh penyairnya, bertumpu pada rasa kemanusiawiannya, dengan memeras kemampuan dan daya guna kata-kata bahasa Jawa, mengacu pada kehidupan yang digumulinya dengan naungan kode bahasa dan budayanya, dalam orientasi mengindonesia, serta mengimbau keterlibatan penyambutan pada khalayaknya (Sutadi, 1997: 35).

Geguritan merupakan salah satu karya sastra selain prosa dan drama. Geguritan adalah cipta sastra terbaru yang hidup hingga saat ini menggunakan bahasa Jawa masa modern serta tidak memiliki kebakuan puitik yang ketat sehingga pemahamannya dianggap lebih mudah dibandinglan jenis-jenis puisi Jawa yang lain (Saputra, 2001: 8).

(15)

Berdasarkan ragam variasinya, jenis-jenis geguritan diklasifikasikan menjadi tiga: (1) geguritan pendek, (2) geguritan panjang, (3) geguritan terjemahan. Geguritan pendek dalam sastra Jawa sebagai bentuk yang sederhana tetapi ekspresif serta memiliki struktur yang lengkap dan mengutamakan imaji-imaji yang mengandung daya saran tinggi. Geguritan panjang berbentuk balada. Geguritan terjemahan biasanya berasal dari luar negeri dan Indonesia (Mardianto, 2001: 380-382).

F. Metode dan Teknik 1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Penelitian akan menggunakan pendekatan Kualitatif Deskriptif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, 2003:3). Ditambahkan bahwa pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistic ‗utuh‘.

Keutuhan yang dihadirkan tersebutmempunyai sifat alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang dapat diamati oleh peneliti (Sangidu, 2004:7). Ciri-ciri metode kualitatif adalah sebagai berikut;

1. Memberikan perhatian utama pada makna pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.

2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.

(16)

3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebgai instrumen utama sehingga terjadi interksi langsung diantaranya.

4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.

5. Penelitian bersifat alamiah terjadi dalam konteks budayanya masing-masing (Ratna, 2008:47—48).

Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif ini adalah untuk memperoleh gambaran atau deskriptif mengenai kualitas dari objek yang dikaji, yaitu karya sastra yang berbentuk geguritan. Lebih spesifik pada sembilan belas teks geguritanLintang Gumawang karya J.F.X. Hoery. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode penjabaran apa yang menjadi masalah serta penafsiran data yang ada. Penelitian kualitatif memiliki karakterisasi memusatkan perhatian kepada deskripsi dari objek yang sedang diteliti, yakni sembilan belas teks geguritanLintang Gumawang karya J.F.X. Hoery yang mengandung nilai religius.

Jenis metode yang akan digunakan adalah metode studi pustaka atau library reseach. Studi pustaka bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat dalam ruang perpustakaan. Misalnya majalah, buku, naskah, catatan, sejarah, dokumen, dan lain-lain (Kartono, 1990: 33). Cara kerja pertamaadalah membaca dan memahami geguritan secara berulang-ulang. Selanjutnya mencatat data yang penting dan menarik lalu kemudian data tersebut diteliti dan dipelajari untuk memperoleh data yang benar.

(17)

2. Sumber Data dan Data a. Sumber Data

Sumber data adalah hal-hal yang dapat dijadikan data dan mampu menghasilkan data yang lengkap, benar, dan sahih (Sudaryanto, 1993:35). Sumber dataprimer yang digunakan untuk penelitian ini adalah buku antologi geguritanLintang Gumawang karya J.F.X. Hoery. Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah wawancara.

b. Data.

Data adalah bahan suatu penelitian (Sudaryanto, 1993: 5). Data primer dalam penelitian ini adalah sembilan belas teks geguritan dengan tema religius yang meliputi:

a. Tumedhak Roh Suci ‗Turunnya Roh Kudus‘ halaman 10 b. Pinurba Sang Pepadhang‗Dikuasai Tuhan Yesus‘ halaman 11 c. Sumawur Kekeran Adi‗Tersebar Rahasia Indah‘ halaman 13 d. Bisaku Mung Pasrah ‗Bisaku hanya Pasrah‘ halaman 29 e. Patitis ‗Jelas‘ halaman 31

f. Mantra ‗Doa‘ halaman 47 g. Bendu ‗Amarah‘ halaman 51

h. Bali Marang Ancasing Reformasi‗Kembali ke Tujuan Reformasi‘ halaman 58 i. Nalika Sang Sabda Manjalma ‗Ketika Sabda Menjalma‘ halaman 60

j. Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane‗semua sudah digariskan oleh-Nya‘ halaman 69

(18)

l. Balia ‗Kembalilah‘ halaman 89

m. SuhingLeluhur‗Kekuatan Leluhur‘ halaman 91

n. Padupan‗Wadah Pembakaran Kemenyan‘ halaman 95

o. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E‗Menyatu dalam Nafasku-Nafasmu-NafasNya‘ halaman 96

p. Manembah‗Menyembah Tuhan‘ halaman 98 q. Gurit Pepesthen‗Puisi Kepastian‘ halaman 100

r. Ngracik Tumtuming Kayuwanan‗Menuju Dunia Baka‘halaman 107 s. Pujabrata ‗Meditasi‘ halaman 134.

(19)

3. Teknik Pengumpulan Data a. Content Analysis (Analisis Isi)

Content analysis atau kajian isi merupakan teknik yang digunakan untuk menemukan karakteristik sebuah genre pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis dalam berbagai bentuk karya sastra (Moleong, 2010: 163). Teknik ini cara kerjanya adalah dengan mengumpulkan data yang terdapat padasembilan belas teks geguritan Lintang Gumawang karya J.F.X. Hoery dengan teknis membaca, menyimak, mencatat, dan mengelompokkan ke dalam kategori-kategori tertentu sesuai fakta literer yang hendak dikumpulkan.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti. Wawancara juga merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan, yaitu antara pewawancara dengan yang diwawancara (Moleong, 2010: 186). Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan apabila seseorang untuk tugas tertentu mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari responden dengan percakapan serta berhadapan muka dengan orang tersebut (Sutopo, 2004:24).

Wawancara bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian merekam merupakan suatu alat pembantu metode observasi langsung (Koentjaraningrat, 1983:129). Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan bertatap muka dengan nara sumber (Faisal, 2008: 52). Nara sumber sendiri adalah J.F.X. Hoery penggurit dan juga sastrawan yang aktif menciptakan karya sastra.

(20)

4. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data dan sebagai pemberi bantuan pada tema dan hipotesis itu (Moleong, 2000: 103). Analisis menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Berbeda dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisisi, menjelaskna pola uraian, dan mencari hubungan antara dimensi-dimensi uraian.

Data yang muncul berupa kata-kata bukan angka. Data tersebut mungkin telah dikumpulkan dengan cara pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis. Tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.

Tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Reduksidata berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung (Hubberman, 1992: 16). Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis saat membaca tembang. Hasil wawancara serta pengamatan dijadikan sebagai data. Setelah semua data diperoleh, selanjutnya dilakukan reduksi data yang sesuai dan tepat.

(21)

2. Penyajian data adalah menyajikan data dengan analitis dan sintesis dalam bentuk uraian dari data-data yang terangkat dengan bukti-bukti tekstual yang ada (Sangidu, 2004:4). Sajian data mengenai isi geguritan dengan nilai religius disertai dengan penjelasan dan foto-foto yang didapatkan saat wawancara dilakukan agar data yang disajikan lebih jelas dan rinci.

3. Penarikan kesimpulan, setelah data dianalisis kemudian dirumuskan guna mendapatkan landasan (pengkajian) yang kuat, yaitu dengan cara mereduksi secaracermat dan berusaha mendapatkan kesimpulan setelah data diperoleh secara siklus. Penarikan kesimpulan tidak secara langsung. Kesimpulan didapat dari kumpulan data-data yang telah dikumpulkan dan selesai di reduks dan disajikan. Kesimpulan sudah diperoleh tahap selanjutnya dilakukan verifikasi. Verifikasi dan simpulan adalah pengecekan kembali pada catatan-catatan yang telah dibuat oleh peneliti kemudian catatan dibuat simpulan sementara (Sangidu, 2004:74).

(22)

5. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Demikian pula dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan secara teoretis dapat memperkaya khasanah kajian puisi Jawa modern atau geguritan terutama melalui sudut pandang semiotika Riffaterre dengan struktur analisis strata norma puisi Roman Ingarden. Selain itu dapat menambah wawasan dan teori tentang analisis terhadap sastra Jawa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis dapat menambah referensi penelitian karya sastra Jawa dan menambah wawasan kepada pembaca tentang religius dan spiritual yang ada dalam geguritan karya J.F.X. Hoery. Selain itu, data yang ada dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian sejenis maupun penelitian selanjutnya.

G. Sistematika Penulisan

Agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas antar bab, maka dibawah ini akan disampaikan sistematika penulisan penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN yang mencakup Latar belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Pembatasan Masalah, Manfaat Penelitian, dan

(23)

Sistematika Penulisan. Landasan Teori yang meliputi Pengertian Struktural, Strata Norma Roman Ingarden, Pengertian Religius, dan Pengertian Puisi dan Geguritan. Metode Penelitian yang meliputi Meliputi Bentuk Penelitian, Sumber Data dan Data, teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data

BAB IIPEMBAHASANyang meliputi deskripsi struktur geguritan dalam sembilan geguritan karya J.F.X. Hoery berdasarkan strata norma puisi Roman Ingarden. Deskripsi aspek religius yang terkandung dalam sembilan belas teks geguritan karya J.F.X. Hoery berdasarkan struktural. Deskripsi nilai religius yang terkandung dalam sembilan belas teks geguritan karya J.F.X. Hoery bagi kepercayaan masyarakat

BAB III PENUTUP yang meliputi Simpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Banyak pendekatan yang dapat digunakan, salah satunya adalah model konseling spiritual teistik, berfokus pada nilai-nilai religius Islam untuk mengem- bangkan fitrah,

Aktivitas sekresi ROI makrofag yang lebih tinggi pada kelompok II jika dibandingkan dengan kelompok yang lain dapat disebabkan oleh penambahan ajuvan tak sempurna Freund

informasi tentang jenis dan berbagai motif batik store nusantara, dapat melakukan pemesanan batik secara online dengan mendaftarkan data diri pelanggan dan mengisi form

Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan model ARCH/GARCH model ARIMA dan model fungsi transfer, dengan IHSG sebagai deret output dan harga minyak mentah dunia

14 lapangan (groundtruthing) mencakup pengambilan data parameter perairan , data terumbu karang dan mangrove. Tahap ketiga yaitu pengolahan data survei lapangan

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula