PENGARUH PERENDAMAN URIN SAPI SEBAGAI
ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ALAMI TERHADAP KEBERHASILAN
TEK BUAH NAGA SUPER RED
(Hylocereus costaricensis)
Oleh :
SONI SETIAWAN
NIM. 120 500 086
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
PENGARUH PERENDAMAN URIN SAPI SEBAGAI
ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ALAMI TERHADAP KEBERHASILAN
TEK BUAH NAGA SUPER RED
(Hylocereus costaricensis)
Oleh :
SONI SETIAWAN
NIM. 120 500 086
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
PENGARUH PERENDAMAN URIN SAPI SEBAGAI
ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ALAMI TERHADAP KEBERHASILAN
TEK BUAH NAGA SUPER RED
(Hylocereus costaricensis)
Oleh :
SONI SETIAWAN
NIM. 120 500 086
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
kjjkjkjk
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah : Pengaruh Perendaman Urin Sapi Sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami Terhadap Keberhasilan Stek Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis).
Nama : Soni Setiawan
NIM : 120 500 086
Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan : Manajemen Pertanian
Menyetujui,
Ketua PS. Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nur Hidayat, SP., M.Sc NIP. 19721025 200112 1 001
Ir. M. Masrudy., MP NIP. 19600805 198803 1 003
Pembimbing, Penguji I, Penguji II,
Daryono, SP., MP NIP. 19800202 200812 1 002 Rusmini, SP., MP NIP. 19811130 200812 2 002 Nur Hidayat, SP., M.Sc NIP. 19721025 200112 1 001
ABSTRAK
SONI SETIAWAN. Pengaruh Perendaman Urin Sapi Sebagai
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami Terhadap Keberhasilan
Stek Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis)
(di bawah bimbingan DARYONO).
Saat ini perbanyakan tanaman buah naga super red menjadi kegiatan pokok dalam usaha pembudidayaan. Hal ini disebabkan oleh penyediaan bibit yang saat ini masih dirasakan kurang. Tanaman buah naga super red dapat diperbanyak dengan biji dan stek, akan tetapi penanaman menggunakan stek batang lebih baik karena selain lebih mudah diperoleh, pertumbuhannya juga lebih cepat. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) memiliki peranan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan hidup suatu tanaman. Hewan sapi merupakan ternak yang mempunyai limbah bermanfaat. Salah satu limbah yang bermanfaat itu ialah terdapat pada urin yang dihasilkan dari proses pembuangan dalam tubuh hewan sapi tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh alami urin sapi terhadap hasil pertumbuhan tunas stek
buah naga super red yang terbaik dengan perlakuan perendaman yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan kampus Politeknik Pertanian
Negeri Samarinda, bertempat di Los Bayangan Laboratorium Agronomi, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Waktu pelaksanaan penelitian
selama tiga bulan, mulai dari tanggal 1 bulan Nopember tahun 2014 sampai dengan tanggal 31 bulan Januari tahun 2015. Penelitian ini disusun dalam tiga taraf perlakuan dan dilaksanakan dengan menggunakan metode pengolahan data Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada setiap taraf perlakuan terdiri dari
10 bibit tanaman. Taraf perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari P0 : Tanpa perlakuan (kontrol), P1 : Stek buah naga super red direndam
menggunakan konsentrasi urin sapi 500 ml/500 ml air, dan P2 : Stek buah naga
super red direndam menggunakan konsentrasi urin sapi murni 1.000 ml. Variabel yang diamati yaitu persentase pertumbuhan tunas, jumlah tunas,
panjang tunas (cm), dan keliling batang tunas (cm).
Pada taraf perlakuan P2 (konsentrasi urin sapi murni 1.000 ml) mampu
memberikan hasil yang terbaik yakni, persentase pertumbuhan tunas pada umur 30 hari ialah 2 tunas, umur 40 hari 3 tunas, umur 50 hari 1 tunas, dan terakhir pada umur 60 hari yaitu tumbuh 2 tunas. Nilai angka rata-rata terbaik pada
variabel jumlah tunas adalah 0,8 dan pada variabel panjang tunas berjumlah 14,3 cm, serta pada variabel keliling batang tunas adalah 7,1 cm.
RIWAYAT HIDUP
Soni Setiawan lahir pada tanggal 13 Februari 1995
di Kelurahan Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang
Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur, merupakan
putra kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Sampurno dan Ibu Siti Komariah.
Pada tahun 2000 memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri di SD N 026 Kelurahan Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2006 melanjutkan Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP N 38 Terpadu Kelurahan Loa Bakung
selanjutnya pada tahun 2009 melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 14 Samarinda dan lulus pada tahun 2012 dengan Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pada tahun 2012 melanjutkan Pendidikan Perguruan Tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dengan Jurusan Manajemen Pertanian
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 05 Maret sampai
dengan 05 Mei 2015 telah melaksanakan program kegiatan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Swasta PT. Sawit Sukses Sejahtera Desa Senyiur Kecamatan Muara Ancalong
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Karya Ilmiah dengan baik. Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas akhir karya ilmiah ini pun tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis memberikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua, Kakak, dan Keluarga Besar yang telah banyak
memberikan do'a serta dukungan.
2. Bapak Daryono, SP., MP selaku dosen pembimbing Karya Ilmiah.
3. Ibu Rusmini, SP., MP dan Bapak Nur Hidayat, SP., M.Sc selaku dosen penguji I dan penguji II Karya Ilmiah.
4. Bapak Nur Hidayat, SP., M.Sc selaku Ketua Program Studi
Budidaya Tanaman Perkebunan.
5. Bapak Ir. M. Masrudy., MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
6. Seluruh Staff dan Teknisi Laboratorium Agronomi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah memberikan dukungan.
7. Rekan-rekan terbaik yaitu Rio Yuliandana, Ferli Ferdian, Hijrah Saputra, Ria Lena Sinaga, Siswati, Mia Wardhanita, dan Rohayati.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk karya ilmiah ini.
Samarinda, September 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Buah Naga Super Red 4
B. Perbanyakan Bibit Secara Generatif 11
C. Perbanyakan Bibit Secara Vegetatif 12
D. Peranan Urin Sapi Sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Alami ………. 13
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu 15
B. Alat dan Bahan 15
C. Rancangan Penelitian 15
D. Prosedur Penelitian 16
E. Pengambilan dan Pengolahan Data 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 19
B. Pembahasan 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 29
B. Saran 29
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Nutrisi Buah Naga Super Red 10
2. Kandungan Unsur Hara Urin Sapi 13
3. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 30 Hari
Setelah Hari Muncul Tunas Pertama 19
4. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 40 Hari
Setelah Hari Muncul Tunas Pertama 20
5. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 50 Hari
Setelah Hari Muncul Tunas Pertama 21
6. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari
Setelah Hari Muncul Tunas Pertama 22
7. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Jumlah Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas
Pertama 23
8. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Panjang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas
Pertama 24
9. Hasil Pengamatan Perlakuan Perendaman Urin Sapi
Terhadap Keliling Batang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Denah Penelitian 32
2. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 30 Hari Setelah
Hari Muncul Tunas Pertama 33
3. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 40 Hari Setelah
Hari Muncul Tunas Pertama 33
4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 50 Hari Setelah
Hari Muncul Tunas Pertama 33
5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah
Hari Muncul Tunas Pertama 34
6. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Jumlah Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul
Tunas Pertama 34
7. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Panjang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul
Tunas Pertama 34
8. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman
Urin Sapi Terhadap Keliling Batang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari
Muncul Tunas Pertama 35
9. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian 36
10. Induk tanaman buah naga super red 36
11. Pengambilan bibit stek 37
13. Bibit stek yang telah siap tanam 37
14. Persiapan media tanam 38
15. Pemasangan label 38
16. Persiapan ZPT alami urin sapi 38
17. Perlakuan perendaman 39
18. Penanaman seluruh bibit stek 39
19. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 30 hari 39
20. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 40 hari 40
21. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 50 hari 40
22. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 60 hari 40
23. Pengambilan data jumlah tunas dan panjang tunas 41
24. Pengambilan data keliling batang tunas 41
I. PENDAHULUAN
Buah naga merah atau dragon fruit super red dengan nama latin (Hylocereus costaricensis) merupakan salah satu jenis tanaman buah yang memiliki daya tarik tersendiri. Selain sebagai buah yang segar, buah naga pun dapat dijadikan sebagai bahan olahan minuman, seperti es krim, hingga sebagai bahan pewarna untuk kosmetik (Winarsih, 2007).
Di beberapa kota besar Indonesia dapat terlihat kecenderungan adanya peningkatan permintaan akan buah naga, seperti di daerah Surabaya (Jawa Timur), Denpasar (Bali), dan Semarang (Jawa Tengah) (Kristanto, 2009).
Daerah Provinsi Kalimantan Timur pun tidak mau kalah. Daerah yang memiliki total luas wilayah sebesar 129.066,64 Km2 ini sekarang memiliki pembudidaya buah naga yang cukup banyak, di antara lain berada di daerah seperti di kabupaten Paser, Tanah Grogot, Penajam, Batu Kajang, Balikpapan, Tenggarong, Melak, Loa Janan, Samboja, dan di Samarinda sendiri. Walaupun pembudidaya buah naga telah cukup banyak tersebar di beberapa daerah kabupaten, namun sangat disayangkan hal ini justru menunjukan bahwa perkembangan akan budidaya buah naga untuk daerah-daerah di provinsi kalimantan timur belum cukup merata. Dalam upaya pengembangan buah naga, memang memerlukan suatu pengenalan yang cukup panjang. Semakin banyak orang mengenal buah naga maka akan semakin banyak pembudidayanya
(Anonim, 2012).
Saat ini perbanyakan tanaman buah naga menjadi kegiatan pokok dalam usaha pembudidayaan. Hal ini disebabkan oleh penyediaan bibit yang saat ini masih dirasakan kurang. Dalam penyediaan bibit pun masih terdapat kendala. Kendala yang dimaksud di sini adalah masih kurangnya pemahaman dalam 2
menggunakan bibit yang baik dan kemampuan dalam melakukan metode pembudidayaan yang tepat (Kristanto, 2009).
Tanaman buah naga super red dapat diperbanyak dengan biji dan stek. Akan tetapi penanaman menggunakan stek batang lebih baik karena selain lebih mudah diperoleh, pertumbuhannya juga lebih cepat (Winarsih, 2007).
Zat Pengatur Tumbuh atau sering kita sebut dengan ZPT, memiliki peranan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan hidup suatu tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang bukan hara dimana dalam jumlah sedikit dapat mendukung proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 2000).
Hewan sapi merupakan ternak yang mempunyai limbah bermanfaat. Salah satu limbah yang bermanfaat itu ialah terdapat pada kotoran hingga urin yang dihasilkan dari proses pembuangan dalam tubuh hewan sapi tersebut. Kotoran dari hewan sapi dapat dijadikan sebagai pupuk kandang, sementara urin hewan tersebut dapat dijadikan sebagai zat pengatur tumbuh alami bagi tanaman karena urin sapi memiliki kandungan zat pengatur tumbuh yaitu Auksin (Hadi, 2004).
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Perendaman Urin Sapi Sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami Terhadap Keberhasilan Stek Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh alami urin sapi terhadap hasil pertumbuhan tunas stek buah naga super red (Hylocereus costaricensis) yang terbaik dengan perlakuan perendaman yang berbeda.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi para petani yang sedang membudidayakan tanaman buah naga super red (Hylocereus costaricensis) dengan teknik stek batang melalui perendaman menggunakan zat pengatur tumbuh alami urin sapi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Buah Naga Super Red 1. Asal tanaman buah naga super red
Tanaman kaktus ini berasal dari tiga negara yaitu Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Utara. Dalam perkembangannya buah naga super red lebih dikenal sebagai tanaman dari benua Asia karena sudah dikembangkan secara besar di beberapa negara benua asia, terutama seperti negara Vietnam dan Thailand. Pada awalnya tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga
dan berduri pendek serta memiliki bunga yang indah, mirip dengan bunga Wijaya Kusuma.
Seperti di negara asalnya Meksiko, meskipun awalnya tanaman ini ditujukan untuk tanamanan hias, namun seiring dalam perkembangannya saat ini masyarakat Vietnam telah mulai mengembangkan sebagai tanaman buah, karena memang tidak hanya dapat dimakan, namun rasa buah ini juga enak dan memiliki kandungan yang bermanfaat serta berkhasiat (Kristanto, 2009).
Buah naga super red masuk atau mulai dikenal di negara Indonesia sekitar tahun 2000, dan bukan hasil dari budidaya, melainkan diimpor dari negara Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim tropis di negara Indonesia sangat
5
2. Sistematika tanaman buah naga super red
Menurut Cahyono (2009) tanaman buah naga super red dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Sub famili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus costaricensis
3. Morfologi tanaman buah naga super red
Sistem perakaran tanaman buah naga super red bersifat epifit, merambat, dan menempel pada tanaman lain, sehingga dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk merambatkan batang tanaman ini. Perakaran buah naga super red tahan terhadap kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air terlalu lama. Perakaran buah naga super red bisa dikatakan dangkal, saat menjelang produksi hanya mencapai kedalaman 50 - 60 cm, mengikuti perpanjangan batang berwarna cokelat yang berada di dalam tanah. Hal inilah yang biasa digunakan sebagai tolak ukur dalam pemupukan, agar pertumbuhan akar dapat tumbuh dengan normal dan baik, diperlukan derajat keasaman tanah pada kondisi ideal yaitu pH 7. Apabila pH tanah di bawah 5, maka pertumbuhan tanaman akan menjadi lambat bahkan dapat menjadi kerdil. Oleh sebab itu dalam
6
pembudidayaannya, pH tanah harus diketahui baik sebelum maupun sesudah tanaman ditanam, karena perakaran merupakan faktor penting untuk menyerap hara yang ada di dalam tanah.
Batang buah naga super red berwarna hijau. Batang tersebut berbentuk segitiga dan mengandung air dalam bentuk lendir. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang tanaman buah naga yang satu ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek. Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang, terdiri 4 - 5 buah duri di setiap titik tumbuh.
Bunga buah naga super red berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm dan akan mulai mekar di sore hari dan akan mekar sempurna pada malam hari. Setelah mekar, warna dari mahkota bunga bagian dalam terlihat berwarna putih bersih serta di dalamnya terdapat benang sari berwarna kuning yang wangi.
Buah berbentuk bulat panjang dan biasanya terletak dekat di ujung cabang atau batang. Untuk tebal kulit buah yaitu sekitar 1 - 2 cm dan pada permukaan kulit buah terdapat sirip atau jumbai
berukuran sekitar 2 cm.
Biji buah naga super red berbentuk bulat berukuran kecil tetapi sangat keras. Biasanya biji digunakan para peneliti untuk
memunculkan varietas baru dan pada setiap buah mengandung lebih dari 1.000 butir biji.
7
Deskripsi tanaman buah naga super red ialah sebagai berikut : a. Buah dari beberapa jenis kaktus.
b. Warna buah yang merah mencolok. c. Sistem perakaran bersifat epifit. d. Cocok pada daerah iklim tropis. e. Ukuran buah yang cukup besar.
f. Cara perbanyakan secara generatif dan vegetatif (Djayanto, 2009). 4. Jenis buah naga
Hingga kini terdapat empat jenis tanaman buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek baik. Keempat jenis tersebut ialah sebagai berikut.
a. Hylocereus undatus
Jenis buah naga yang satu ini lebih populer dengan sebutan White pitaya, dikarenakan kulitnya yang berwarna merah dan dagingnya berwarna putih. Warna merah dari kulit buah ini sangat kontras dengan warna daging buah. Pada
bagian kulit buah terdapat sisik atau jumbai berwarna hijau. Di dalam buah terdapat banyak biji berwarna hitam. Berat buah
rata-rata 400 - 500 g. Rasa buahnya masam bercampur manis. Dibanding dengan jenis yang lainnya, kadar kemanisannya tergolong rendah, sekitar 10 - 13 briks. Daerah tumbuh ideal pada ketinggian kurang dari 400 m dpl. Apabila penanamannya dilakukan pada ketinggian yang lebih tinggi lagi maka produktivitasnya cenderung turun hingga 25%, karena yang lebih banyak tumbuh ialah tunas daripada bunga.
b. Hylocereus polyrhizus
Jenis buah naga ini lebih banyak dikembangkan di negara Cina (Tiongkok) dan Australia. Memiliki ciri dengan kulit buah berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Pada bagian kulit terdapat sisik atau jumbai berwarna hijau. Rasa buah lebih manis dibanding jenis buah Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan mencapai 13 - 15 briks. Duri pada batang dan cabang berjarak lebih rapat. Tanaman buah naga jenis ini sangat sering untuk berbunga, bahkan cenderung dapat berbunga di sepanjang tahun. Namun kelemahannya ialah tingkat keberhasilan bunga untuk menjadi buah sangatlah rendah, yakni hanya mencapai sekitar 50%. Bahkan adapun buah yang tumbuh dari tanaman jenis ini ialah berukuran kecil, dengan rata-rata berat buah hanya sekitar 400 g.
c. Hylocereus costaricensis
Buah jenis ini sepintas memang mirip sekali dengan buah
jenis Hylocereus polyrhizus. Namun, warna pada daging
buahnya lebih merah. Itulah sebabnya tanaman ini disebut buah naga berdaging super merah. Batangnya lebih besar
dibanding Hylocereus polyrhizus. Batang dan cabangnya akan
berwarna loreng saat telah berumur tua. Berat buahnya 400 - 500 g. Rasanya manis dengan kadar kemanisan
mencapai 13 - 15 briks.
9
d. Selenicereus megalanthus
Jenis buah berikut ini berpenampilan berbeda dibanding dengan anggota genus Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Walaupun demikian, kulit buahnya masih menampilkan tonjolan-tonjolan. Rasa buahnya jauh lebih manis dibandingkan dengan buah
naga lainnya karena memiliki kadar kemanisan mencapai 15 - 18 briks. Namun demikian, buah yang dijuluki yellow pitaya
ini kurang populer dibanding dengan jenis lainnya. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh bobot buahnya yang tergolong kecil, hanya sekitar 80 - 100 g/buah. Pertumbuhan tanaman ini akan optimal bila ditanam di daerah dingin dengan ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl.
5. Khasiat buah naga super red
Buah naga super red memiliki beberapa khasiat untuk kesehatan manusia, di antaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pengurang kolestrol, pencegah pendarahan, dan obat untuk keluhan masalah pada organ intim kewanitaan. Adapun khasiat-khasiat tersebut diperoleh dari kandungan nutrisi dalam buah.
Buah naga super red pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk minuman segar sebagai penghilang dahaga. Hal ini dikarenakan kandungan air dalam buah naga sangat tinggi, sekitar kurang lebih 90,20% dari berat buah.
Dan berikut Tabel 1 memberikan suatu gambaran tentang kandungan nutrisi dalam buah naga super red (Kristanto, 2009).
11 10
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Buah Naga Super Red.
Nutrisi Kandungan
Kadar gula 13 - 15 briks
Air 90,20% Karbohidrat 11,5 g Asam 0,139 g Protein 0,53 g Serat 0,71 g Kalsium 134,5 mg Fosfor 8,7 mg Magnesium 60,4 mg Vitamin C 9,4 mg
6. Syarat tumbuh tanaman buah naga super red
Tanaman buah naga super red termasuk tanaman tropis yang dapat beradaptasi di berbagai lingkungan tumbuh dengan perubahan cuaca seperti sinar matahari dan curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman buah naga super red sekitar 60 mm/bln atau 720 mm/tahun. Pada curah hujan 600 - 1.300 mm/tahun tanaman ini juga masih bisa tumbuh, namun tanaman ini tidak tahan dengan genangan air. Hujan yang terlalu deras dan berkepanjangan bisa menyebabkan kerusakan tanaman terutama pembusukan pada akar. Intensitas sinar matahari yang dibutuhkan sekitar 70 - 80 %, karena itulah tanaman ini sebaiknya ditanam di lahan tanpa naungan serta sirkulasi udara yang juga baik.
Tanaman ini lebih baik pertumbuhannya bila ditanam di dataran rendah antara 0 - 350 m dpl. Suhu udara yang ideal untuk tanaman
buah naga super red ialah antara 26 - 360 C dengan kelembaban 70 - 90 %. Tanah harus beraerasi dengan baik serta memiliki derajat
12
B. Perbanyakan Bibit Secara Generatif
Perbanyakan bibit secara generatif merupakan upaya mendapatkan tanaman baru melalui biji. Kelebihan dari perbanyakan dengan cara generatif ini adalah bibit yang diperoleh dalam jumlah banyak dan pertumbuhan yang seragam. Namun, kelemahannya ialah dibutuhkan waktu yang relatif cukup lama hingga diperoleh bibit yang siap tanam
(Kristanto, 2009).
Teknik perbanyakan secara generatif ini memerlukan biji yang baik. Biji diperoleh dari buah yang benar-benar sehat, tua, dan matang di pohon. Untuk teknik pengambilan biji dibutuhkan penyaring lembut yang terbuat dari kasa berlubang lembut dan dapat berasal dari bahan plastik maupun kawat nyamuk. Diameter penyaring sekitar 8 cm yang dibentuk menjadi seperti penyaring daun teh. Penyaring ini harus dibuat kencang agar kuat. Setelah alatnya disiapkan, buah terpilih dibelah lalu daging dan biji diambil dengan sendok makan. Daging dan biji tersebut ditekan-tekan secara perlahan pada alas penyaring hingga tersisa bijinya saja. Biji yang sudah tersaring dibersihkan dengan air mengalir, lalu dikering-anginkan. Setelah kering, biji ditaburi Ridomil sambil dilumat dengan tangan. Biji tersebut kemudian dapat disimpan di tempat kering atau dapat langsung disemaikan
apabila lahan penyemaian sudah disiapkan (Cahyono, 2009).
C. Perbanyakan Bibit Secara Vegetatif
Peningkatan dalam produksi buah naga super red dapat dilakukan
dengan pengadaan bibit yang berkualitas baik. Tanaman buah naga super red dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara
13 dengan stek batang mempunyai beberapa keuntungan antara lain lebih cepat berbuah, sifat turunan sama dengan induk, sehingga sifat keunggulan tanaman induk dapat dipertahankan.
Adapun batang atau cabang yang digunakan untuk stek harus dalam keadaan sehat, kekar, sudah pernah berbuah, dan berwarna hijau tua. Ukuran panjang batang stek yang ideal ialah antara 20 - 30 cm dengan diameter batang stek sekitar 8 - 15 cm serta dianjurkan pula untuk memotong bagian stek yang hendak ditanam dengan pola runcing. Hal ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar. Sumber stek harus dari tanaman induk yang pernah berbuah agar cabang berikutnya yang tumbuh akan memiliki pertumbuhan yang kokoh, dan kekar. Sebaliknya bila stek diambil dari tanaman induk yang belum pernah berbuah maka pertumbuhan cabang yang dihasilkan akan bersifat lunak seolah memiliki kadar air yang banyak. Stek cabang atau batang yang terpilih untuk penanaman juga harus dikering-anginkan terlebih dahulu kurang lebih selama 1 - 3 hari setelah dilakukannya pemotongan, hal ini bertujuan agar bekas potongan stek dapat mengering terlebih dahulu sebelum dilakukannya penanaman dan juga untuk menghindari terjadinya pembusukan pada batang
(Kristanto, 2009).
D. Peranan Urin Sapi Sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami
Urin sapi mengandung berbagai senyawa dalam bentuk terlarut yang dihasilkan oleh ginjal. Urin sapi merupakan uraian dari protein di dalam tubuh hewan sapi. Urin sapi mengandung zat pengatur tumbuh auksin sebagai salah satu zat yang terkandung di dalam makanan hijau yang tidak
tercerna oleh tubuh hewan sapi dan akhirnya terbuang bersama urin sapi
(Galih, 2003).
Zat pengatur tumbuh auksin berperan untuk merangsang perakaran pada tanaman. Urin sapi merupakan sumber auksin alami, di dalamnya mengandung auksin a, auksin b, dan Indol Acetic Acid (IAA). Kandungan tersebut diperoleh dari hasil dedaunan yang dikonsumsi oleh hewan sapi. Hormon auksin ini tidak dapat dicerna oleh tubuh hewan sapi sehingga terbuang bersama keluarnya urin sapi (Suriatna, 1992).
Tabel 2. Kandungan Unsur Hara Urin Sapi (Sinaga, 2011). Unsur Hara Kandungan
N 1,4 - 2,2 %
P 0,6 - 0,7 %
K 1,6 - 2,1 %
Menurut Sinaga (2011), dalam penggunaan urin sapi, urin kambing, dan urin kelinci sebagai zat pengatur tumbuh alami harus memperhatikan tingkat kandungan suhu daripada urin hewan-hewan tersebut sebelum diaplikasikan ataupun digunakan terhadap tanaman. Hal ini dikarenakan
apabila suhu yang terkandung dalam urin hewan-hewan tersebut masih memiliki suhu yang cukup tinggi (cukup panas), kemudian langsung
diaplikasikan terhadap tanaman, maka hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta sel-sel pada tanaman. Oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk menetralisir terlebih dahulu tingkat kandungan suhu yang ada pada urin hewan tersebut dengan cara menampungnya di dalam wadah dan ditutup rapat selama satu malam.
Menurut Galih (2003), dalam penggunaan urin sapi sebagai zat
pengatur tumbuh alami, metode perendaman lah yang lebih
khususnya pertumbuhan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (menggunakan cabang atau batang). Menurut Hafizah (2014) dalam jurnal
penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan lama perendaman urin sapi terbaik terhadap kecepatan muncul tunas, panjang tunas, jumlah daun pertanaman, hingga jumlah akar ditunjukkan pada perlakuan dengan lama perendaman 15 menit/1 liter urin sapi. Hal ini diduga karena ketersediaan hormon bagi pertumbuhan stek mawar mencapai titik optimal pada perlakuan tersebut. Seperti halnya Kristanto (2009) mengatakan bahwa perbanyakan tanaman secara vegetatif buah naga super red dapat ditunjang dengan adanya pemberian hormon auksin yang diperoleh dari
urin hewan sapi sebagai zat pengatur tumbuh alami tanaman. Pemberian hormon auksin tersebut dapat dilakukan melalui cara
perendaman stek batang tanaman buah naga super red dengan urin sapi, dan menggunakan lama perendaman sekitar 20 menit.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dalam areal lingkungan kampus Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda. Bertempat di Los Bayangan
Laboratorium Agronomi, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Waktu pelaksanaan penelitian selama tiga bulan, dimulai pada tanggal 1 bulan Nopember tahun 2014 sampai dengan tanggal 31 bulan Januari tahun 2015.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah cangkul, parang, gunting stek, ember, gembor, karung plastik, kain, gelas piala, penggaris, meteran kain, alat tulis, dan alat dokumentasi.
Dan adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air, bibit stek buah naga super red, urin sapi, tanah top soil, dan polybag ukuran 25 X 30 cm.
C. Rancangan Penelitian
Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 3 taraf perlakuan dan dilaksanakan dengan metode pengolahan data Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada tiap taraf perlakuan terdiri dari 10 bibit tanaman. Taraf perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari :
P0 : Tanpa perlakuan (kontrol).
P1 : Stek buah naga super red direndam menggunakan konsentrasi
urin sapi 500 ml/500 ml air.
P2 : Stek buah naga super red direndam menggunakan konsentrasi
D. Prosedur Penelitian 1. Persiapan bibit
Bibit stek yang digunakan adalah bibit stek buah naga super red
yang unggul. Ukuran diameter stek batang yang digunakan ialah 8 - 15 cm. Batang yang diambil ialah cabang yang kekar, berwarna hijau tua, sehat, dan sudah pernah berbuah. Batang yang telah dipilih
kemudian dipotong dengan panjang antara 20 - 30 cm dan bagian batang yang hendak ditanam dipotong dengan pola runcing untuk
membantu merangsang pertumbuhan akar. Setelah itu stek ditaruh di ruangan yang bersih selama 2 hari, hal ini bertujuan agar bekas
potongan stek dapat mengering terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman sekaligus untuk menghindari terjadinya pembusukan pada batang.
2. Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah polybag dengan ukuran 25 X 30 cm. Polybag diisi dengan tanah top soil. Selanjutnya seluruh polybag yang telah terisi diberi label dan posisi polybag diatur dengan jarak 10 cm antar baris polybag, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam kegiatan pengamatan dan pengambilan data.
3. Persiapan zat pengatur tumbuh (ZPT) alami urin sapi
Urin sapi diambil pada pagi hari dari peternakan sapi, kemudian ditampung menggunakan jerigen, lalu ditutup rapat, selanjutnya didiamkan selama satu malam, hal ini bertujuan untuk menetralkan suhu panas yang terkandung dalam urin sapi sebelum digunakan sebagai zat pengatur tumbuh alami terhadap tanaman.
4. Penanaman bibit
Pada saat media tanam, zat pengatur tumbuh (ZPT) alami urin sapi, dan kondisi stek juga sudah siap, selanjutnya bagian bawah
batang-batang stek yang berpola runcing direndam terlebih dahulu selama 20 menit dengan taraf perlakuan perendaman yang telah ditentukan. Kemudian stek ditanam di polybag dengan kedalaman tanam sekitar 5 cm.
5. Penyiraman
Penyiraman dilakukan 1 kali sehari dengan menggunakan gembor. Waktu penyiraman dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Apabila media tanam masih lembab maka tidak dilakukan penyiraman.
E. Pengambilan dan Pengolahan Data 1. Pengambilan data
a. Persentase pertumbuhan tunas
Kegiatan pengambilan data persentase pertumbuhan tunas dilakukan pada umur 30, 40, 50, dan 60 hari setelah hari muncul tunas pertama. Pengambilan data dilakukan pada tunas yang telah
memiliki panjang tunas minimal 3 cm dan berwarna hijau muda. Rumus untuk mengambil data persentase pertumbuhan tunas
adalah . b. Jumlah tunas
Kegiatan pengambilan data jumlah tunas dilakukan pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama. Pengambilan data
dilakukan pada tunas yang telah memiliki panjang tunas minimal 3 cm dan berwarna hijau muda.
% 100 X ngan TanamanUla buh TanamanTum Perlakuan
c. Panjang tunas (cm)
Kegiatan pengambilan data panjang tunas dilakukan pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama. Cara mengukur panjang tunas dimulai dari titik tumbuh tunas sampai ujung tunas. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tunas berbentuk lurus adalah penggaris dan untuk tunas yang bengkok alat ukur yang digunakan adalah meteran kain.
d. Keliling batang tunas (cm)
Kegiatan pengambilan data keliling batang tunas dilakukan pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama. Cara
mengukur keliling batang tunas ialah dengan menggunakan meteran kain yang dililit rapat pada batang tunas.
2. Pengolahan data
Hasil dari data persentase pertumbuhan tunas, jumlah tunas, panjang tunas, dan keliling batang tunas dihitung dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Persentase pertumbuhan tunas
a. Persentase pertumbuhan tunas pada umur 30 hari setelah hari muncul tunas pertama
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap persentase pertumbuhan tunas
stek buah naga super red pada umur 30 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata (Lampiran 2).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 30 hari setelah hari muncul tunas pertama
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 30 hari setelah hari
muncul tunas pertama Perlakuan
Rata-rata persentase pertumbuhan tunas pada umur 30 hari setelah hari muncul
tunas pertama
P0 0,2 a
P1 0,2 a
P2 0,2 a
*Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5 %
b. Persentase pertumbuhan tunas pada umur 40 hari setelah hari muncul tunas pertama
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap persentase pertumbuhan tunas
stek buah naga super red pada umur 40 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh nyata (Lampiran 3).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 40 hari setelah hari muncul tunas pertama
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 40 hari setelah hari
muncul tunas pertama Perlakuan
Rata-rata persentase pertumbuhan tunas pada umur 40 hari setelah hari muncul
tunas pertama
P0 0
P1 0,2 b
P2 0,3 a
Berdasarkan hasil dari Tabel 4 telah menunjukkan bahwa perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml)
berbeda nyata terhadap perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol)
dan perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi
500 ml/500 ml air). Persentase pertumbuhan tunas terbaik dicapai pada perlakuan P2 yaitu 3 tunas.
c. Persentase pertumbuhan tunas pada umur 50 hari setelah hari muncul tunas pertama
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap persentase pertumbuhan tunas
stek buah naga super red pada umur 50 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata (Lampiran 4).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 50 hari setelah hari muncul tunas pertama
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 50 hari setelah hari
muncul tunas pertama Perlakuan
Rata-rata persentase pertumbuhan tunas pada umur 50 hari setelah hari muncul
tunas pertama
P0 0,2 a
P1 0
P2 0,1 b
Berdasarkan hasil dari Tabel 5 telah menunjukkan bahwa perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol) berbeda tidak nyata
pada perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi
500 ml/500 ml air) dan perlakuan P2 (urin sapi murni
konsentrasi 1.000 ml). Persentase pertumbuhan tunas terbaik dicapai pada perlakuan P0 yaitu 2 tunas.
d. Persentase pertumbuhan tunas pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap persentase pertumbuhan tunas
setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh nyata (Lampiran 5).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi
terhadap persentase pertumbuhan tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari
muncul tunas pertama Perlakuan
Rata-rata persentase pertumbuhan tunas pada umur 60 hari setelah hari muncul
tunas pertama
P0 0
P1 0
P2 0,2 a
Berdasarkan hasil dari Tabel 6 telah menunjukkan bahwa perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml)
berbeda nyata terhadap perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol)
dan pada perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi
500 ml/500 ml air). Persentase pertumbuhan tunas terbaik dicapai pada perlakuan P2 yaitu 2 tunas.
2. Jumlah tunas
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap jumlah tunas stek buah naga super red pada umur
60 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh sangat nyata (Lampiran 6).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap jumlah tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap jumlah tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama
Perlakuan Rata-rata jumlah tunas pada umur
60 hari setelah hari muncul tunas pertama
P0 0,4 b
P1 0,4 b
P2 0,8 a
*Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5 %
Berdasarkan hasil dari Tabel 7 telah menunjukkan bahwa
perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml)
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol)
dan pada perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi 500 ml/500 ml air).
Jumlah tunas terbaik dicapai pada perlakuan P2 yaitu 8 tunas.
3. Panjang tunas (cm)
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap panjang tunas stek buah naga super red pada umur
60 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh sangat nyata (Lampiran 7).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap panjang tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap panjang tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama
Perlakuan Rata-rata panjang tunas pada umur
60 hari setelah hari muncul tunas pertama
P0 7,6 c
P1 8,8 b
P2 14,3 a
Berdasarkan hasil dari Tabel 8 telah menunjukkan bahwa perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml)
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol)
dan pada perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi 500 ml/500 ml air).
Panjang tunas yang terbaik dicapai pada perlakuan P2 yaitu 28 cm.
4. Keliling batang tunas (cm)
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perendaman urin sapi terhadap keliling batang tunas stek buah naga super red pada
umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama menunjukkan hasil berpengaruh sangat nyata (Lampiran 8).
Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap keliling batang tunas stek buah naga super red pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil pengamatan perlakuan perendaman urin sapi terhadap keliling batang tunas stek buah naga super red
pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama
Perlakuan Rata-rata keliling batang tunas pada umur
60 hari setelah hari muncul tunas pertama
P0 2,5 c
P1 3,3 b
P2 7,1 a
Berdasarkan hasil dari Tabel 9 telah menunjukkan bahwa perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml)
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol)
dan pada perlakuan P1 (urin sapi murni 500 ml/500 ml air).
Keliling batang tunas yang terbaik dicapai pada perlakuan P2 yaitu
12 cm.
B. Pembahasan
Hasil dari data pengamatan telah menunjukkan bahwa perlakuan P0 (tanpa perlakuan/kontrol) terhadap stek buah naga super red dalam
muncul tunas pertama adalah 2 tunas, pada umur 40 hari 0 tunas, pada
umur 50 hari 2 tunas, dan pada umur 60 hari 0 tunas. Data variabel jumlah tunas pada perlakuan P0 adalah 4 tunas dengan angka rata-rata
jumlah tunas pada umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama ialah 0,4. Pada variabel panjang tunas terhadap perlakuan P0 hasil terbaik yang
dicapai adalah 43 cm dengan angka rata-rata 7,6 cm. Hasil terbaik yang
dicapai pada variabel keliling batang tunas terhadap perlakuan P0 adalah
10 cm dengan angka rata-rata 2,5 cm.
Kemudian untuk hasil dari data pengamatan pada perlakuan P1 (urin
sapi murni konsentrasi 500 ml/500 ml air) terhadap stek buah naga super red dalam variabel persentase pertumbuhan tunas telah menunjukkan bahwa pada umur 30 - 40 hari setelah hari muncul tunas pertama, tunas
yang dapat tumbuh adalah sebanyak 4 tunas, sedangkan pada umur 50 - 60 hari tidak terdapat tunas yang tumbuh. Jumlah tunas pada
perlakuan P1 berjumlah 4 tunas dengan angka rata-rata jumlah tunas pada
umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama adalah 0,4 dan panjang
tunas terbaik yang dicapai pada perlakuan P1 adalah 30 cm dengan angka
rata-rata 8,8 cm. Kemudian hasil terbaik untuk variabel keliling batang tunas pada perlakuan P1 adalah 10 cm dengan angka rata-rata 3,3 cm.
Selanjutnya, hasil dari data pengamatan pada perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml) terhadap stek buah naga super
red untuk variabel persentase pertumbuhan tunas telah menunjukkan bahwa pada umur 30 hari setelah hari muncul tunas pertama, tunas yang
dapat tumbuh adalah sebanyak 2 tunas, umur 40 hari 3 tunas, umur 50 hari 1 tunas, dan pada umur 60 hari ialah 2 tunas. Jumlah tunas pada
perlakuan P2 berjumlah 8 tunas dengan angka rata-rata jumlah tunas pada
umur 60 hari setelah hari muncul tunas pertama yaitu 0,8. Kemudian dalam variabel panjang tunas, hasil terbaik yang dicapai pada perlakuan P2
adalah 28 cm dengan angka rata-rata 14,3 cm. Untuk hasil yang terbaik
dari keliling batang tunas pada perlakuan P2 adalah 12 cm dengan angka
rata-rata 7,1 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas terlihat jelas bahwa pada
perlakuan P0, P1, dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda, dimana
P0 (tanpa perlakuan/kontrol) memberikan nilai dengan angka terendah dari
hasil persentase pertumbuhan tunas, jumlah tunas, panjang tunas, dan
keliling batang tunas. Dikatakan nilai dengan angka terendah karena stek buah naga super red tidak diberikan perlakuan apapun. Kemudian pada
perlakuan P1 (urin sapi murni konsentrasi 500 ml/500 ml air) dimana stek
buah naga super red juga tidak memberikan nilai angka yang cukup tinggi, hal ini terjadi diduga karena urin sapi murni dicampur dengan air. Berdasarkan Anonim (2013), faktor-faktor eksternal yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan pada tanaman yang diperbanyak secara
vegetatif adalah cahaya, suhu, air, dan mineral. Ditegaskan pula oleh
Hadi (2004) bahwa dengan diberikannya air kedalam larutan urin sapi yang pada dasarnya sudah memiliki cukup baik kandungan hormon auksin, maka hasil daripada pencampuran tersebut pasti memberi dampak yang tidak efektif terhadap proses rangsang yang dilakukan oleh hormon auksin pada akar. Adapun Galih (2003) juga menerangkan apabila pada zat pengatur tumbuh alami urin sapi memiliki kandungan hormon auksin yang
rendah maka pembentukan perakaran stek pun akan rendah akibatnya pertumbuhan tunas menjadi kurang baik.
Pada perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml) mampu
memberikan hasil yang terbaik dan efektif, dimana dalam perlakuan ini tidak ada diberikan campuran apapun selain hanya urin sapi murni. Menurut Audus (1963) dalam Galih (2003), pemberian urin sapi sebagai
zat pengatur tumbuh alami dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif bertujuan untuk menambah nutrisi hormon auksin pada tanaman yang nantinya akan memacu pertumbuhan akar. Unsur nitrogen (N) yang terdapat pada urin sapi juga dapat membantu dalam memproses protein
yang berguna dalam perpanjangan sel pada perakaran, sedangkan unsur posfor (P) merupakan sumber energi dalam pembentukan membran sel.
Semakin cepat tunas tumbuh maka semakin cepat stek mengalami proses fotosintesis, dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi cadangan
makanan selama masa pertumbuhan. Ditegaskan pula oleh Suriatna
(1992) bahwa akar merupakan produsen utama dalam menghasilkan hormon sitokinin, dimana hormon ini akan terangkut ke atas melalui jaringan kapiler dan akan merangsang munculnya tunas. Semakin banyak akar yang muncul maka semakin banyak tunas yang dihasilkan. Pertumbuhan akar ditentukan oleh imbangnya antara kandungan hormon auksin dengan sitokinin. Kandungan hormon auksin di dalam urin sapi tersebut dapat merangsang pertumbuhan akar, sementara di dalam akar mengandung hormon sitokinin yang akan terangkut ke atas untuk merangsang pertumbuhan tunas.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada perlakuan P2 (urin sapi murni konsentrasi 1.000 ml) mampu
memberikan hasil yang terbaik yakni, persentase pertumbuhan tunas pada umur 30 hari ialah 2 tunas, umur 40 hari 3 tunas, umur 50 hari 1 tunas dan terakhir pada umur 60 hari tumbuh 2 tunas. Nilai angka rata-rata terbaik pada variabel jumlah tunas adalah 0,8 dan pada variabel panjang tunas
berjumlah 14,3 cm, serta pada variabel keliling batang tunas adalah 7,1 cm.
B. Saran
Untuk mendapatkan hasil pertumbuhan stek buah naga super red yang baik, dianjurkan menggunakan urin sapi murni (konsentrasi 1.000 ml) sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) alami.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2000. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.
Anonim. 2012. Buah Naga Di Kaltim.
http://www.buahnaga.blogspot.com/2012/02/buah-naga-di-kaltim. Tanggal Akses 02 Maret 2015.
Anonim. 2013. Faktor Penghambat Pertumbuhan Tanaman.
http://www.fbrainz.blogspot.com/2013/10/faktor-penghambat-pertumbuhan-tanaman.html. Tanggal Akses 07 September 2015.
Astanto, A. 2002. Jurnal Survey Lahan Pertanian dan Perkebunan Terpadu. Universitas Sumatera Utara Library. Sumatera Utara. 89 hal.
Cahyono, B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Pustaka Mina. Jakarta. 188 hal.
Djayanto, E. 2009. Perencanaan Usaha Buah Naga Super Red. Swadaya Book. Jakarta Utara. 112 hal.
Galih, A. 2003. Bahan Kuliah; Larutan Urin Sapi Dan Tanaman Perkebunan. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Bengkulu. Bengkulu. 84 hal.
Hadi, S. 2004. Urine Sapi; Bangkitkan Harapan Petani. Bogor. 45 hal.
Hafizah, N. 2014. Pertumbuhan Stek Mawar (Rosa damascena Mill.) Pada Waktu Perendaman Dalam Larutan Urin Sapi. STIPER Amuntai. 76 hal.
Kristanto, D. 2009. BUAH NAGA; Pembudidayaan Di Pot dan Di Kebun. Penebar Swadaya. Depok. 92 hal.
Sinaga, P. 2011. Jurnal Penelitian; Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Stek Nilam (Pogostemoncablin, Benth). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 81 hal.
Suriatna, S. 1992. Pembahasan Zat Pengatur Tumbuh Bagi Tanaman. Gramedia. Jakarta. 89 hal.
Suwardi. 2008. Teknik Stek Dragon Fruit Indonesia. Tiga Anggrek. Yogyakarta. 113 hal.
Suwarti, M. 2001. Pengantar Zat Pengatur Tumbuh. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 76 hal.
Winarsih, S. 2007. Mengenal dan Membudidayakan Buah Naga Super Red. Penerbit Aneka Ilmu Visi Buku Dunia Baru. Semarang. 97 hal.
U
Lampiran 1. Denah Penelitian
P2. 6 P1. 1 P0. 2 P2. 9 P0. 1 P2. 7 P0. 4 P1. 3 P0. 3 P0. 6 P2. 5 P1. 7 P2. 2 P1. 8 P2. 1 P0. 9 P0. 8 P1. 10 P1. 5 P2. 4 P2. 10 P2. 8 P1. 6 P0. 5 P1. 2 P0. 10 P1. 9 P0. 7 P2. 3 P1. 4 Keterangan :
P0 : Tanpa perlakuan (kontrol).
P1 : Stek buah naga super red direndam menggunakan konsentrasi urin sapi
500 ml/500 ml air.
P2 : Stek buah naga super red direndam menggunakan konsentrasi urin sapi
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 30 Hari Setelah Hari Muncul Tunas
Pertama. SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 5,87 2,93 3,02tn 3,35 5,49 Galat 27 5,00 0,19 Total 29 5,87 Keterangan : KK = 2,15 %
tn = Berpengaruh tidak nyata
Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 40 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama. SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 4,70 2,35 3,41* 3,35 5,49 Galat 27 4,30 0,16 Total 29 4,70 Keterangan : KK = 2,39 % * = Berpengaruh nyata
Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 50 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama. SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 2,97 1,48 3,29tn 3,35 5,49 Galat 27 2,50 0,09 Total 29 2,97 Keterangan : KK = 3,04 %
Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Persentase Pertumbuhan Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama. SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 1,87 0,93 3,37* 3,35 5,49 Galat 27 1,80 0,07 Total 29 1,87 Keterangan : KK = 3,30 % * = Berpengaruh nyata
Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Jumlah Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama.
SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 13,87 6,93 7,04** 3,35 5,49 Galat 27 12,00 0,44 Total 29 13,87 Keterangan : KK = 12,05 %
** = Berpengaruh sangat nyata
Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Panjang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama.
SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 6705,37 3352,68 15,29** 3,35 5,49 Galat 27 6020,70 222,99 Total 29 6705,37 Keterangan : KK = 14,60 %
Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Urin Sapi Terhadap Keliling Batang Tunas Stek Buah Naga Super Red Pada Umur 60 Hari Setelah Hari Muncul Tunas Pertama.
SK db JK KT Fhitung Ftabel 0,05 0,01 Perlakuan 2 966,97 483,48 14,17** 3,35 5,49 Galat 27 956,50 35,43 Total 29 966,97 Keterangan : KK = 13,84 %
Gambar 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 3. Pengambilan bibit stek. Gambar 4. Pemotongan bibit stek.
Gambar 6. Persiapan media tanam. Gambar 7. Pemasangan label.
Gambar 9. Perlakuan perendaman.
Gambar 10. Penanaman seluruh bibit stek.
Gambar 12. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 40 hari.
Gambar 13. Pengamatan pertumbuhan tunas pada umur 50 hari.
Gambar 15. Pengambilan data jumlah tunas dan panjang tunas.
Gambar 16. Pengambilan data keliling batang tunas.