LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN
PEREKAYASA
KAJIAN POTENSI MINYAK KAYU PUTIH
DI TAMAN NASIONAL WASUR PAPUA
KEMENTERIAN/LEMBAGA:
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Peneliti:
1. Aji Winara,S.Hut
2. Mohamad Siarudin, S.Hut.MT.MMG
3. Edy Junaidi,SP.MSi
4. Yonky Indrajaya,S.Hut.MT.MSc
5. Ary Widiyanto,S.Hut
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN
PEREKAYASA
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kajian Potensi Minyak Kayu Putih di Taman Nasional Wasur, Papua
Bidang Prioritas IPTEK : Teknologi Kesehatan dan Obat Lokasi Penelitian : Kabupaten Merauke Provinsi Papua
Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga pelaksana Penelitian
Nama Peneliti Utama Aji Winara, S.Hut
Nama Lembaga / Institusi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nama Unit Organisasi Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
Alamat Jl. Raya Ciamis-Banjar KM. 4 Po BOX 5
Telepon 0265771352, 0265775866
e-mail awinara1@gmail.com
REKAPITULASI BIAYA
Nomor Uraian Jumlah (Rp)
1. Gaji dan Upah
127.987.000 2. Bahan Habis Pakai
12.179.100 3. Perjalanan 109.161.900 4. Lain-Lain 672.000 Jumlah Biaya 250.000.000 Setuju diusulkan:
Kepala Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
Ir. Harry Budi Santoso, MP NIP. 19590927 199003 1 002
Koordinator/ Peneliti Utama
Aji Winara, S.Hut NIP. 19790303 200312 1 003
KAJIAN POTENSI MINYAK KAYU PUTIH DI TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR... iv I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 2 B. Pokok Permasalahan ... 2 C. Metodologi Pelaksanaan ... 2
D. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ... 3
II. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 5
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan... 5
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial... 6
III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA... 8
A. Metode Pencapaian Target Kinerja ... 8
B. Potensi Pengembangan Kedepan... 61
IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN... 63
A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program... 63
B. Rencana Tindak Lanjut Pengembangan Kedepan... 63
V. PENUTUP... 65
VI. DAFTAR PUSTAKA... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Alokasi anggaran belanja penelitian 7
Tabel 2. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutandominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur
18 Tabel 3. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan
dominan M. viridiflora di wilayah Mbembi Merauke, TN Wasur 18 Tabel 4. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan
dominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur
18 Tabel 5. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan
dominan M. viridiflora di wilayah Mbembi Merauke, TN Wasur 19 Tabel 6. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan
M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur
19 Tabel 7. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan
M. viridiflora di wilayah Mbembi Merauke, TN Wasur
20 Tabel 8. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pohon pada hutan
dominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur
20 Tabel 9. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pohon pada hutan
dominan M. viridiflora di wilayah Mbembi Merauke, TN Wasur 20 Tabel 10. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan
dominan Melaleuca cajuputi di wilayah TN Wasur
22 Tabel 11. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan
dominan Melaleuca cajuputi di wilayah TN Wasur
23 Tabel 12. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan
Melaleuca cajuputi di wilayah TN Wasur
24 Tabel 13. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pohon pada hutan
dominan Melaleuca cajuputi di wilayah TN Wasur
25 Tabel 14. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan
dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur
27
Tabel 15. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur
27
Tabel 16. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur
28 Tabel 17. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pohon pada hutan
dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur
29
Tabel 18. Luasan 3 jenis penghasil kayu putih yang tersebar pada TN Wasur
Tabel 19. Hasil analisis karakteristik tanah Kambisol 38 Tabel 20. Hasil analisis karakteristik tanah Glaisol 39 Tabel 21. Luasan vegetasi tiga jenis penghasil kayu putih yang tersebar
pada TN Wasur
42 Tabel 22. Hasil analisis kualitas minyak kayu putih beberapa jenisdari
TN Wasur, Papua
48 Tabel 23. Berat daun per dahan pada beberapa jenis penghasil minyak
kayu putih berdasarkan tingkat pertumbuhan
50 Tabel 24. Jumlah dahan pada beberapa jenis penghasil minyak
kayuPutih berdasarkan tingkat pertumbuhan
51 Tabel 25. Berat daun beberapa jenis penghasil minyak kayu
putihberdasarkan tingkat pertumbuhan
52 Tabel 26. Potensi daun jenis penghasil minyak kayu putih pada
masing-masing lokasi pengamatan
53 Tabel 27. Lokasi Hutan Dominan Kayu Putih Di Sekitar Kampung Rawa
Biru TN Wasur
54 Tabel 28. Rekapitulasi Produksi Minyak Kayu Putih di Kawasan TN
Wasur..
54 Tabel 29. Input-output proses produksi MKP oleh penduduk asli di TN
Wasur Papua
57 Tabel 30. Cash flow pengusahaan MKP oleh penduduk asli di TN Wasur
Papua (dalam juta rupiah)
58 Tabel 31. Input-output proses produksi MKP oleh pendatang di TN
Wasur Papua
59 Tabel 32. Cash flow pengusahaan MKP oleh pendatang di TN Wasur
Papua (dalam juta rupiah)
59 Tabel 33. Perbandingan hasil analisis finansial pengusahaan MKP oleh
penduduk asli dan pendatang di TN Wasur Papua
60 Tabel 34. Analisis sensitivitas apabila produksi MKP turun 15% 60 Tabel 35. Analisis sensitivitas apabila produksi MKP turun 30% 61
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Lokasi penelitian potensi kayu putih di TN Wasur 3 Gambar 2. Jenis Asteromyrtus sympiocarpa (F.Muell.) Craven di TN Wasur 12 Gambar 3. Jenis Melaleuca viridiflora Sol. ex Gaertn di TN Wasur 14 Gambar 4. Jenis Melaleuca cajuputi Powell di TN Wasur 15 Gambar 5. Jumlah jenis tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan yang
terdapat pada hutan dominan Melaleuca viridiflora di kawasan TN Wasur
17
Gambar 6. Tipe hutan dominan Melaleuca viridiflora di TN Wasur 21 Gambar 7. Jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan pada
hutan dominan Melaleuca cajuputi di wilayah Wanggalem, TN Wasur
21
Gambar 8. Tipe hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur 22 Gambar 9. Jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan pada
hutan dominan Asteromyrtus symphiocara di wilayah Sota, TN Wasur
25
Gambar 10. Tipe hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di TN Wasur 26 Gambar 11. Peta sebaran jenis tanah Pada Taman Nasional Wasur, Merauke 31 Gambar 12. Peta sebaran jenis Asteromyrtus sympiocarpa pada TN Wasur,
Merauke
34 Gambar 13. Peta sebaran jenis M. viridiflora pada TNl Wasur, Merauke 35 Gambar 14. Peta sebaran jenis Melaleuca cajuputi pada TN Wasur, Merauke 37 Gambar 15. Peta sebaran jenis Asteromyrtus sympiocarpa, Melaleuca
viridiflora, dan Melaleuca cajuputi Pada Taman Nasional Wasur
41 Gambar 16. Peta sebaran jenis Asteromyrtus sympiocarpa pada TN Wasur.
Merauke
43 Gambar 17. Peta sebaran jenis Melaleuca viridiflora pada TN Wasur 44 Gambar 18. Peta sebaran jenis Melaleuca cajuputi pada TNl Wasur 45 Gambar 19. Peta sebaran jenis Asteromyrtus sympiocarpa, Melaleuca
viridiflora, dan Melaleuca cajuputi Pada T N Wasur
46 Gambar 20. Bentuk dan berbagai ukuran daun 3 jenis penghasil minyak kayu
putih
50 Gambar 21. Kegiatan penyulingan minyak kayu putih secara tradisional oleh
masyarakat adat di wilayah Sota pada TN Wasur
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan minyak kayu putih di Indonesia telah lama dilakukan dalam skala industri baik industri rumah tangga maupun industri besar. Selama ini jenis Melaleuca cajuputi ssp cajuputi merupakan jenis utama yang dikembangkan sebagai bahan baku minyak kayu putih di Indonesia disebabkan kadar sineolnya yang tinggi (Leksono, 1996 dalam Leksono, 1998). Padahal beberapa jenis tumbuhan yang berada satu genus bahkan satu famili (Myrtaceae) dengan jenis M. cajuputi diperkirakan memiliki potensi minyak kayu putih pula. Sebagaimana menurut Guenther (1972) dalam Siagian dan Adinugraha (2001) bahwa beberapa jenis kayu putih mengandung minyak atsiri sehingga dapat diusahakan secara komersil seperti jenis Melaleuca leucadendron, M. cajuputi dan Melaleuca viridifloria.
Kawasan Taman Nasional Wasur yang terletak di Kabupaten Merauke merupakan salah satu taman nasional model di Indonesia yang memiliki potensi tipe vegetasi yang beragam dan didominasi oleh jenis tumbuhan yang berasal dari famili Myrtaceae. Menurut Purba (1999), terdapat 4 formasi vegetasi di kawasan TN Wasur yang menyimpan potensi minyak kayu putih antara lain vegetasi hutan dominan Meulaleuca (33.535 ha), vegetasi hutan Codominan Melaeuca-Eucalyptus (33.874 Ha), hutan jarang (34.539 ha) dan hutan savana campuran (169.809 Ha). Jenis kayu putih yang mendominasi beberapa tipe vegetasi di TN Wasur adalah jenis Melaleuca cajuputi (Winara, dkk, 2008; Winara, dkk, 2009). Sementara itu menurut Raharyo (1996), terdapat sembilan jenis Meulaleuca di kawasan TN Wasur antara lain Melaleuca delbata, Melaleuca magnifica, Melaleuca cornucopiae, Melaleuca argentea, Melaleuca cuninghamii, Melaleuca leptospermum, Melaleuca cajuputi, Melaleuca leucadendra dan Melaleuca sympiocarpa.
Banyaknya jenis Meulaleuca di kawasan TN Wasur telah diketahui sejak sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional. Kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui penyulingan minyak kayu putih pun telah dilakukan yaitu menyuling daun jenis Asteromyrtus symphiocarpa atau M.symphiocarpa. namun hingga saat ini aktifitas tersebut mengalami
penurunan disebabkan oleh rendahnya rendemen yang dihasilkan serta permasalahan teknis sosialkultural masyarakat.
Meskipun penyulingan minyak kayu putih secara tradisional (skala rumah tangga) telah dilakukan di kawasan TN Wasur, namun potensi minyak kayu putih dari beberapa jenis Meulaleuca tersebut belum terpublikasikan sehingga diperlukan sebuah penelitian mengenai potensi kadar minyak kayu putih serta potensi sebarannya di dalam kawasan TN Wasur sebagai bahan pertimbangan pemilihan jenis yang lebih ekonomis dan peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat adat di dalam kawasan.
B. Pokok Permasalahan
Keberadaan masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur menjadi tantangan bagi pihak Balai TN Wasur terutama terkait aspek peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat. Sementara itu kawasan TN Wasur memiliki potensi flora dari famili Myrtaceae khususnya dari Genus yang mengandung minyak atsiri yang beragam seperti jenis Melaleuca spp dan Asteromyrtus spp. Namun hingga saat ini optimalisasi pemanfaatan jenis tersebut masih rendah baik untuk pengembangan ekonomi di dalam kawasan maupun diluar kawasan TN Wasur khususnya di Kabupaten Merauke.
Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain belum banyaknya penelitian terkait pemanfaatan minyak kayu putih khususnya yang sudah terpublikasi keluar kawasan tersebut sehingga dukungan pemberdayaan masyarakat baik dari aspek sarana dan prasarana maupun pemasaran belum optimal dan belum menjadi perhatian. Disamping itu banyaknya potensi jenis tumbuhan yang kemungkinan mengandung minyak atsiri kayu putih belum banyak terungkap sehingga belum memperkaya alternatif pemanfaatan jenis tumbuhan minyak atsiri yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat. C. Maksud dan Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi minyak kayu putih dan sebarannya di dalam kawasan TN Wasur Papua dalam rangka meningkatkan perhatian para pihak terhadap potensi kayu putih di kawasan TN Wasur khususnya pengembangan jenis tumbuhan penghasil minyak kayu putih baru selain jenis Melaleuca cajuputi yang berasal dari Merauke.
D. Metodologi Pelaksanaan A. Lokus Kegiatan
Penelitian dilaksanakan di wilayah TN Wasur pada wilayah administrasi Distrik Sota dan Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Lokasi yang dipilih didasarkan pada pola sebaran ekologis beberapa jenis kayu putih antara lain Asteromyrtus symphiocarpa, Melaleuca viridiflora dan Melaleuca sp.
Gambar 1. Lokasi penelitian potensi kayu putih di TN Wasur Papua.
B. Folus Kegiatan
Fokus dari penelitian ini adalah dalam rangka peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat khususnya di Kabupaten Merauke melalui penyajian potensi jenis dan kualitas minyak kayu putih di kawasan TN Wasur Merauke bagi para stakeholder (pengambil kebijakan dan mitra bisnis). disamping itu diharapkan dijumpainya potensi jenis kayu putih baru yang dapat dikembangkan di Indonesia selain jenis Melaleuca cajuputi subsp cajuputi yang selama ini paling banyak dikembangkan.
C. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup penelitian ini meliputi : Lokasi Penelitian
a. Aspek kajian utama berupa potensi minyak kayu putih di TN Wasur Papua yang berasal dari beberapa jenis kayu putih (famili Myrtaceae) yang dilengkapi dengan data sebaran alami, kondisi tempat tumbuh, etnobotani, dan interaksi sosial ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan minyak kayu putih.
b. Aspek koordinasi kelembagaan dalam mendukung capaian outcome penelitian yaitu berupa dukungan kebijakan dan bantuan pengembangan usaha kayu putih bagi masyarakat di dalam TN Wasur khususnya bagi para pihak di Kabupaten Merauke meliputi Balai TN Wasur, Pemda Kabupaten Merauke dan LSM. Target jangka panjang adalah komoditi minyak kayu putih menjadi salahsatu andalan Kabupaten Merauke selain beras.
c. Aspek capaian outcome secara nasional adalah adanya alternatif jenis baru dalam pengembangan usaha kayu putih di Indonesia.
d. Lokasi penelitian adalah kawasan TN Wasur dengan sasaran masyarakat di dalam kawasan TN Wasur.
D. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan penelitian adalah berupa koordinasi dengan lembaga mitra dan kajian potensi minyak kayu putih. Koordinasi dilaksanakan dengan Balai Taman Nasional Wasur, Pemda Kabupaten Merauke, LSM dan Masyarakat Adat. Koordinasi dilaksanakan dalam bentuk komunikasi dan konsultasi langsung. Sedangkan survey potensi kayu putih dan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas minyak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan
Beberapa perkembangan dalam pelaksanaan tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain :
a. Koordinasi Kelembagaan
Koordinasi kelembagaan dilakukan dengan Balai TN Wasur, Pemda Kabupaten Merauke (Badan Lingkungan Hidup dan Litbang), LSM WWF/YWL dan Penyuling/ Masyarakat Adat. Komunikasi diawali dengan penyampaian rencana penelitian sekaligus untuk menjaring harapan mitra terhadap penelitian yang dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi berupa pelibatan dalam kegiatan dan mengkomunikasikan hasil sementara dari survey yang telah dilaksanakan.
b. Survey Potensi Sebaran
Survey potensi sebaran kayu putih dilakukan di wilayah Distrik Sota dan Distrik Meraukemeliputi aspek taksonomi, etnobotani, ekologi, analisis vegetasi, ground cek sebaran tipe hutan yang menjadi habitat kayu putih dan pengambilan sampel daun untuk dilkukan penyulingan. Data sebaran alami kayu putih didukung dengan data sebaran spasial hasil analisis citra landsat ETM 7 tahun 2012.
c. Survey Sosial Ekonomi
Survey sosial ekonomi penyuling kayu putih dilakukan di Kampung Yanggandur dan Rawa Biru. Wawancara dilakukan terhadap penyuling dan pemilik alat suling. Informasi yang diperoleh adalah gambaran umum tentang penyulingan kayu putih. Data produksi secara umum diperoleh dari WWF Merauke.
d. Pengolahan data analisis vegetasi
Pengelolahan data dilakukan melalui desk study untuk mengetahui deskripsi potensi ekologi kayu putih baik diversitas maupun tempat tumbuh. e. Analisis herbarium dan laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan terhadap sampel daun kayu putih dan sampel tanah. Analisis dilakukan di laboratorium Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Sementara itu analisis kepastian taksonomi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bogor.
f. Studi Pengusahaan Kayu Putih di Perum Perhutani
Studi dilakukan dalam rangka mengetahui persyarakat pengusahaan kayu putih meliputi aspek produksi dan kualitas yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam mengukur prospek pengusahaan kayu putih di Kabupaten Merauke. Disamping itu, komunikasi dilakukan sebagai sosialisasi hasil penelitian kepada Perum Perhutani sebagai perusahaan terbesar di Indonesia yang mengusahakan hutan tanaman kayu putih.
2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Secara umum tidak ada kendala yang menyebabkan capaian luaran penelitian jadi terganggu. Namun tidak dipungkiri terdapat beberapa kendala yang dirasakan dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain :
- Kendala aksesibilitas hutan yang berat pada saat survey awal dilaksanakan disebabkan sebagian besar hutan kayu putih masih tergenang air.
- Lambatnya hasil analisis laboratorium dan analisis taksonomi. - Sebagian responden kunci tidak dapat dijumpai.
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran dialokasikan dalam rangka mencapai semua luaran atau target capaian berupa kepastian taksonomi jenis tumbuhan penghasil minyak kayu putih di TN Wasur, identifikasi etnobotani jenis kayu putih, sebaran kayu putih di Distrik Sota serta status pemanfaatan dan pengusahaan minyak kayu putih di kawasan TN Wasur serta kualitas minyak kayu putih dan kondisi tanah hasil analisis Laboratorium.
Anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 250.000.000,- yang meliputi komponen Honor peneliti dan upah harian, belanja bahan penelitian, biaya perjalanan dinas dalam rangka koordinasi dan penelitian serta belanja operasional lainnya. Adapun rincian besaran anggaran masing-masing komponen sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Alokasi anggaran belanja penelitian kegiatan kajian potensi minyak kayu putih di Taman Nasional Wasur Papua.
Nomor Uraian Jumlah (Rp)
1. Gaji dan Upah
127.987.000 2. Bahan Habis Pakai
12.179.100 3. Perjalanan 109.161.900 4. Lain-Lain 672.000 Jumlah Biaya 250.000.000 2. Pengelolaan Anggaran
Mekanisme pengelolaan anggaran dilakukan dengan melibatkan manajemen berupa pejabat pelaksana teknis, bendahara PUMK dan penanggung jawab kegiatan. Pelaksana anggaran adalah peneliti utama yang melaksanakan realisasi anggaran mengacu pada rencana anggaran. Mekanisme penarikan anggaran dilakukan melalui mekanisme pengajuan persekot kegiatan untuk setiap rencana kegiatan.
3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset
Aset yang miliki adalah berupa data ilmiah mengenai potensi minyak kayu putih dari beberapa jenis kayu putih di TN Wasur yang dilengkapi dengan data tambahan berupa taksonomi dan etnobotani, sebaran alami (spasial dan analisis vegetasi), kondisi tempat tumbuh dan status pemanfaatan dan pengusahaan jenis penghasil minyak kayu putih di TN Wasur. Aset data dan informasi ini yang telah diolah dan dianalisis menjadi informasi ilmiah yang dapat dipublikasi dan disebarluaskan. Proses pengelolaan aset hingga saat ini masih drafting guna keperluan publikasi di jurnal nasional.
4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial
Tidak terdapat kendala yang berarti dalam pengelolaan administrasi manajerial kecuali pengelolaan aset yang belum sepenuhnya terlaksana disebabkan masih menunggu sebagian hasil uji laboratorium.
III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
A. Metode Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan berupa kombinasi antara pola diskusi dan survey lapangan. Pola diskusi dilakukan terhadap para mitra pemanfaatan hasil litbangyasa, sementara itu survey dilakukan untuk mengetahui potensi sebaran dan ekologi kayu putih di TN Wasur. Adapun kerangka metode penelitian adalah meliputi kajian terhadap aspek luaran meliputi etnobotani, taksonomi, sebaran alami, ekologi tempat tumbuh, keragaman jenis kayu putih serta sosial ekonomi penyuling kayu putih.
a. Kajian Etnobotani
Pengambilan data potensi kayu putih berbasis kearifan lokal (etnomedicine) dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan responden kunci untuk mengetahui pemanfaatan jenis tumbuhan dalam kehidupan masyarakat adat. Disamping itu dilakukan observasi lapangan untuk melakukan cross chek serta identifikasi jenis.
b. Pengambilan Sampel Herbarium
Pengumpulan material tumbuhan untuk mengetahui kepastian status taksonomi akan dilakukan dengan cara membuat spesimen rangkap 3 dan diusahakan spesimen yang dikumpulkan adalah spesimen lengkap/fertil. Untuk keperluan deskripsi jenis akan dilakukan pengukuran dan pengamatan serta pencatatan terhadap karakter morfologis dari setiap jenis tumbuhan tersebut di lapangan.
c. Pengambilan Sampel Simplisia Daun
Pengambilan sampel simplisia dilakukan terhadap jenis yang telah ditentukan sesuai dengan bagian yang digunakan untuk kepentingan pengujian kandungan kualitas minyak. Sampel simplisia yang diambil sebagai bahan uji laboratorium adalah bagian daun dan ranting sebanyak 5 kg/sampel. Pengambilan sampel daun dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada musim hujan (bulan Mei) dan musim kering (bulan September). Hal ini disebabkan iklim Merauke adalah iklim Monsoon.
d. Analisis Vegetasi
Untuk mengetahui potensi sebaran jenis tumbuhan di alam dilakukan teknik analisis vegetasi melalui metode garis transek sesuai dengan realitas sebaran alami minyak kayu putih. Penempatan plot dilakukan secara disengaja (purposive sampling) pada titik-titik sebaran kayu putih.
e. Ekologi habitat
Aspek ekologi habitat diperlukan sebagai data tambahan dan pembanding guna kepentingan pengembangan budidaya. Beberapa aspek ekologi yang dikumpulkan di lokasi sampel antara lain suhu, kelembaban, curah hujan, topografi, ketinggian tempat dan sampel tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit di sekitar sampel jenis tumbuhan untuk mengetahui kandungan sifat kimia tanah.
f. Analisis Produksi Daun
Potensi daun dari tiap jenis didekati dengan menghitung jumlah dahan/ranting dari setiap jenis pada tingkat pohon, tiang dan pancang. Setiap jenis (A. symphyocarpa, M. viridiflora, M. sp) diambil 9 pohon yang masing-masing mewakili tingkat pohon (3 pohon), tiang (3 pohon), dan pancang (3 pohon). Masibng masing pohon sampel terpilih diambil 3 dahan yang mewakili dahan dengan jumlah daun relatif banyak, sedang dan sedikit. Selanjutnya daun-daun pada dahan sampel dirontokan dan ditimbang sebagai berat basah.
Pengukuran potensi daun per pohon didekati dengan menghitung jumlah dahan pada setiap jenis penghasil minyak kayu putih yang disurvei. Selanjutnya jumlah dahan tersebut dikalikan dengan rata-rata berat daun per dahan pada masing-masing tingkat pohon, tiang dan pancang.
g. Analisis Kualitas Minyak Kayu Putih
Kualitas minyak kayu putih diperoleh dari analisis laboratorium sampel daun yang dibawa dari Merauke, disuling dan diuji di Lab. Hasil Hutan Non Kayu UGM dan LPPT UGM. Analisis dilakukan untuk mengetahui rendemen dan kualitas minyak kayu putih sesuai SNI.
h. Analisis Spasial Sebaran Alami
Analisis spasial sebaran kayu putih diperoleh melalui analisis citra landsat ETM 7 tahun 2012. Analisis dilakukan untuk mengetahui sebaran alami kayu putih setelah sebelumnya dilakukan ground chek.
i. Analisis Kondisi Tempat Tumbuh
Analisis kondisi tempat tumbuh dilakukan dengan pendekatan analisis kandungan tanah di Laboratorium Tanah UGM. Sampel tanah yang diambil mewakili habitat ketiga jenis kayu putih yang sedang dikaji.
j. Analisis Prospek Pengusahaan
Prospek pengusahaan minyak kayu putih di kawasan TN Wasur dilakukan dengan pendekatan analisis finansial sederhana.
2. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan kegiatan penelitian ini terdiri dari dua indikator antara lain :
a. Tercapainya koordinasi dan sinergi dengan mitra utama pemanfaat target hasil litangyasa (pengelola taman nasional, Pemda, LSM dan masyarakat adat).
b. Tercapainya target luaran penelitian.
3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian a) Koordinasi dengan Mitra Utama
1) Balai Taman Nasional Wasur
Koordinasi dengan Balai TN Wasur senantiasa dilakukan hingga pelibatan langsung staff Balai TN Wasur dalam kegiatan survey. Beberapa hal penting yang dihasilkan antara lain :
- Potensi kayu putih di dalam kawasan TN Wasur diakui sangat besar mencapai sekitar 100.000 Ha, namun belum optimal terkelola.
- Kegiatan penyulingan telah lama dilakukan namun masih terkendala oleh aspek harga jual dan adanya kekhawatiran ancaman eksploitasi berlebihan.
- Harga minyak kayu putih dari masyarakat penyuling yang dibeli oleh pengumpul (yayasan Wasur Lestari) sebesar Rp. 70.000/liter dirasa masih terlalu murah sehingga diperlukan peningkatan harga.
- Terdapat kekhawatiran over eksploitasi dalam pemanfaatan kayu bakar oleh para penyuling ketika pemberdayaan pemanfaatan kayu putih di lakukan.
- Perlu terobosan dalam pemberdayaan masyarakat melalui penyulingan minyak kayu putih sehingga aman secara konservasi dan menguntungkan secara ekonomi.
2) Badan Lingkungan Hidup dan Litbang Kabupaten Merauke
- Balitbangda tertarik dengan penelitian dan pengembangan ekonomi kayu putih di Kabupaten Merauke sehingga memberikan rekomendasi menjadi sistem Inovasi daerah (SIDA).
- Balitbangda mengharapkan kerjasama proaktif dengan tim peneliti melalui cosh sharring untuk kelanjutan program minyak Kayu putih 2013.
3) LSM WWF Merauke
- WWF Merauke dan Yayasan Wasur Letari (YWL) telah melakukan pendampingan masyarakat di dalam kawasan TN Wasur sejak tahun 1990.
- WWF Merauke merespon positif kegiatan penelitian ini dan bersedia untuk membentuk sinergi program pemberdayaan pengusahaan minyak kayu putih ke depannya (2013).
- WWF berharap programnya tidak bersifat sementara atau orientasi keproyekan semata tapi berlanjut untuk kemajuan ekonomi masyarakat. 4) Masyarakat Adat Penyuling
- Masyarakat adat merespon baik upaya pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan.
- Masyarakat mengharapan adanya bantuna berupa alat suling minyak kayu putih dan bantuan pemasaran dengan harga yang lebih tinggi.
b) Hasil Kajian Potensi Minyak Kayu Putih di TN Wasur 1) Taksonomi dan Etnobotani Beberapa Jenis Kayu Putih
Survey potensi kayu putih di wilayah Distrik Sota dan Merauke dilakukan terhadap tiga jenis kayu putih dari Genus Melaleuca dan Asteromyrtus. Adapun deskripsi taksonomi dari kedua jenis tersebut adalah sebagai berikut :
a) Jenis Asteromyrtus symphyocarpa (F.Muell.) Craven Taksonomi Asteromyrtus symphyocarpa (F.Muell.) Craven
Kingdom : Plantae Phylum : Equisetophyta Class : Equisetopsida Subclass : Magnoliidae Superorder : Rosanae Order : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Asteromyrtus
Species : Asteromyrtus symphyocarpa Nama Inggris : Liniment Tree
Gambar 2. Jenis Asteromyrtus sympiocarpa (F.Muell.) Craven di TN Wasur Ciri-ciri : Perawakan pohon berukuran kecil sampai sedang,
tingga mencapai 5 - 12 m dengan bentuk tajuk yang menjuntai. Batang silindris, sering berlekuk, diameter setinggi dada dapat mencapai 20 cm, pertumbuhan batang sympodial, permukaan kulit batang berlekah dan beralur tak beraturan, berwarna hitam kelabu, pepagan dalam keras berwarna coklat, tebalnya 1 – 1,5 cm. Daun tunggal bentuknya lanset, panjangnya 2,5 – 8 cm, lebar 1 – 1,5 cm, ujung daun tumpul hingga runcing, tepi daun rata, pangkal daun lancip, terdapat domatia pada ketiak daun, susunan daun tersebar/spiral, permukaan atas dan bawah daun gundul atau licin, terdapat 5 – 7 urat daun longitudinal, terdapat sel-sel minyak bila
diterawang pada cahaya terang atau dilihat dengan kaca pembesar/loupe, mengeluarkan aroma khas bila daun diremas, daun biasanya mengelompok di ujung ranting. Bunga berwarna kuning yang tersusun dalam kelompok berbentuk bulatan berdiameter ± 1 cm, terdapat 5 bunga dalam bulatan, biasanya keluar pada bagian ranting yang sudah tua atau pada bekas daun yang telah gugur. Buah kapsul tersusun bersama dalam satu kumpulan yang membentuk bulatan berdiameter ± 1 cm, berwarna coklat kehitaman.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur tentang etnobotani jenis A.symphiocarpa, diketahui bahwa masyarakat suku Marori Men-Gey menyebut jenis tersebut dengan nama “Lu” sedangkan masyarakat adat suku Kanum menyebutnya “Ru”. Sementara itu menurut CSIRO (2002), masyarakat adat di Papua Nugini (PNG) mengenal jenis A. sympiocarpa dengan sebutan “mol” atau “weri-weria”.
Jenis A.symphiocarpa merupakan satu-satunya jenis yang menjadi bahan baku penyulingan minyak kayu putih di kawasan TN Wasur. Namun disamping dimanfaatkan sebagai minyak kayu putih, bagian daun pun dimanfaatkan oleh suku Kanum sebagai obat tradisional yaitu obat malaria dan flu. Sementara itu masyarakat adat di PNG memanfaatkan pula jenis A. sympiocarpa sebagai obat flu, batuk, sakit perut dan keseleo (CSIRO, 2002).
Disamping pemanfaatan bagian daun,bagian batang jenis A.symphiocarpa merupakan bahan baku kayu bakar yang utama bagi masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur khususnya sebagai kayu bakar dalam proses penyulingan. Sedangkan menurut Brophy dan Doran (1996), jenis A.symphiocarpa potensial dimanfaatkan sebagai kayu bakar, kayu pagar, tumbuhan penahan erosi dan revegetasi bagi lahan bekas tambang.
b) Melaleuca viridiflora
Taksonomi Melaleuca viridflora Sol. ex Gaertn Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Myrtales
Family : Myrtaceae Genus : Melaleuca Species : M. Viridiflora
Nama Inggris : Broad-leaved paperbark
Gambar 3. Jenis Melaleuca viridiflora Sol. ex Gaertn di TN Wasur
Ciri-ciri : Perdu atau pohon kecil, tingginya mencapai 3 – 10 m. Batang silindris kadang berpilin tetapi tidak berbuncak, pepagan luar berwarna abu-abu sampai krem, berserat dan tersusun dalam lapisan-lapisan tipis yang sering mengelupas seperti kertas, pepagan tebalnya 5 – 10 mm, kebanyakan juga ditemukan dalam kondisi warna kehitam-hitaman karena seringnya kebakaran di daerah savana. Daun tunggal yang luas, bentuknya oval sampai jorong, tebal dan kaku, berwarna hijau gelap dan kusam, terdapat 5 – 7 urat daun memanjang atau longitudinal lebih menonjol dari pada urat yang lainnya, daun berukuran panjang 7 – 15,5 cm, lebar 2,5 – 7 cm, pertumbuhan daun yang masih muda umumnya berbulu dan berwarna hijau putih keperakan. Bunga dalam susunan bulir berbentuk silinder yang menyerupai sikat berukuran 5-10 cm x 4-6 cm, biasanya berwarna krem kehijau-hijauan dan sebagian lainnya menghasilkan warna merah, bulir biasanya terdapat di ujung ranting. Buah kapsul yang tersusun sepanjang tangkai, berdiameter 4 – 5 mm, biji lonjong berwarna coklat dengan ukuran 0,5-1 mm x 0,25 mm, sedikit bersayap.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur, jenis M. viridiflora dikenal dengan sebutan “Womb”. Jenis M.viridiflora dimanfaatkan oleh masyarakat adat sebagai tumbuhan obat dan bahan bangunan. Masyarakat suku Kanum menggunakannya sebagai obat batuk. Sementara itu menurut Brock (1988), masyarakat Aborigin menggunakan jenis M.viridiflora untuk berbagai pemanfaatkan antara lain sebagai pelindung, perlengkapan rumah dan perangkap ikan serta obat tradisional untuk mengobati batuk, flu dan sakit perut.
c) Melaleuca cajuputi Powell
Taksonomi Melaleuca cajuputi Powell Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Melaleuca
Species : Melaleuca cajuputi Powell Nama Inggris : -
Gambar 4. Jenis Melaleuca cajuputi Powell di TN Wasur.
Ciri-ciri : Pohon, tingginya mencapai 30 m. Batang silindris kadang berpilin tetapi tidak berbuncak, pepagan luar berwarna abu-abu sampai krem, berserat dan tersusun dalam lapisan-lapisan tipis yang sering mengelupas seperti kertas. Daun tunggal bentuknya oval
sampai jorong, terlebar ditengah-tengah, agak tebal dan kaku, berwarna hijau gelap dan kusam, terdapat 5 urat daun memanjang, tepi daun rata, ujung daun runcing, daun berukuran panjang 4,5 – 9,5 cm, lebar 1 – 2 cm, pertumbuhan daun yang masih muda umumnya berbulu dan berwarna hijau putih keperakan. Bunga dalam susunan bulir berbentuk silinder yang menyerupai sikat dengan panjang mencapai 5 cm, tersusun tunggal sampai mengelompok empat, berada di ketiak daun atau diujung, biasanya berwarna krem kehijauan, tangkai bunga berbulu. Buah kapsul yang tersusun sepanjang tangkai tak bedaun, berdiameter 3-4 mm, biji l berbentuk serbuk berwarna coklat.
Masyarakat adat suku Marori Men-gey dan Kanum di dalam kawasan TN Wasur menyebut jenis Melaleuca cajuputi Powell dengan sebutan “sunggi”. Jenis Melaleuca cajuputi Powell atau sunggi dimanfaatkan oleh masyarakat adat sebagai bahan bangunan.
2) Ekologi
a) Sebaran vegetasi
Secara umum terdapat beberapa tipe vegetasi di kawasan TN Wasur meliputi hutan savana, hutan monsoon, hutan riparian, hutan mangrove dan hutan pantai. Jenis kayu putih tersebar secara luas pada tipe hutan savana baik savana campuran maupun savana dominan jenis tertentu.
Jenis M.viridiflora dijumpai di savana campuran dan terkadang membentuk tipe savana dominan M.viridiflora seperti di wilayah sekitar Kampung Wasur, Manggumer, Samleber menuju arah Torai (perbatasan dengan Papua Nugini).
Jenis A.symphiocarpa lebih banyak dijumpai pada tipe hutan savana dominan A.symphiocarpa dan savana campuran. Keberadaannya dapat dijumpai tersebar disepanjang wilayah distrik sota terutama di sepanjang jalan menuju Torai dan menuju ke arah Yanggandur dan Rawa Biru.
Sementara itu Melaleucacajuputi Powell banyak dijumpai pada habitat spesifik yaitu daerah berawa seperti daerah Wanggalem di sekitar Kampung
Wasur. Keunikan dari ketiga jenis kayu putih tersebut adalah membentuk vegetasi dominan pada lokasi tertentu dan membentuk tegakan relatif seumur.
b) Keragaman Jenis dan Komposisi Floristik 1.1. Hutan Dominan M.viridiflora
Hasil analisis vegetasi pada hutan dominan M.viridiflora di wilayah Samleber, Sota dan Mbembi, Merauke dijumpai kondisi jenis yang hampir sama yaitu sebanyak 4 jenis tumbuhan berkayu yang berasal dari satu famili dta dan lima jenis tumbuhan berkayu yang berasal dari empat famili dijumpai di wilayah Merauke.
Gambar 5. Jumlah jenis tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan yang terdapat pada hutan dominan Melaleuca viridiflora di kawasan
TN Wasur.
Gambar 5 menunjukan bahwa jumlah jenis tumbuhan di wilayah Merauke lebih banyak dibandingkan wilayah sota. Jumlah jenis dan famili yang rendah menjadi ciri khas hutan savana dominan (klimaks) di kawasan TN Wasur.
Tingkat Semai
Hasil analisis vegetasi tingkat pertumbuhan semai pada hutan dominan Melaleuca viridiflora di kawasan sota disajikan pada Tabel 6.
Tabel 2. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur.
2 3 2 3 3 3 3 5 0 1 2 3 4 5 6
Semai Pancang Tiang Pohon
Sota Merauke
No. Jenis K KR F FR INP H
(ind./ha) (%) (%)
1 A. sympiocarpa 93846,15 76,02 37,54 76,02 152,03 0,090
2 Melaleuca viridiflora
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 3. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Mbembi Merauke, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H (ind./ha) (%) (%) 1 A.sympiocarpa 112.115,38 84,74 91,67 47,83 132,56 0,1184 2 M.viridiflora 19.038,46 14,39 91,67 47,83 62,22 0,1578 2 Xantostemon crenulata 1.153,85 0,87 8,33 4,35 5,22 0,0413 Jumlah 132307,69 100,00 191,67 100,00 200,00 0,3175 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati Tabel 2 dan 3 menunjukan anakan semai jenis M. Viridiflora di wilayah Sota lebih banyak dibandingkan wilayah Merauke. Sedangkan kondisi yang sama ditemukan adanya dominasi jenis A.symphiocarpa pada tingkat semai. Hal ini menunjukan bahwa regenerasi jenis M.viridiflora pada tingkat semai tidak normal.
Tingkat Pancang
Hasil analisis vegetasi tingkat pancang pada hutan dominan M.viridflora di wilayah Sota dan Merauke disajikan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR Frekuensi FR INP H
(ind./ha) (%) (%)
1 Melaleuca viridiflora 615,38 94,86 1,54 94,86 189,72 0,022
2 Eucalypthus pelita 33,33 5,14 0,08 5,13 10,27 0,066
3 A. sympiocarpa 233,33 35,97 0,58 35,96 71,93 0,159
Jumlah 648,72 100 2,12 100 200 0,247
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Jumlah 123461,53 100 49,38 100 200 0,238
Tabel 5. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Merauke, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H (ind./ha) (%) (%) 1 A.sympiocarpa 369,23 40,00 16,67 20,00 60,00 0,1569 2 M.viridiflora 523,08 56,67 58,33 70,00 126,67 0,1256 2 Dilenia alata 30,77 3,33 8,33 10,00 13,33 0,0784 Jumlah 923,08 100,00 83,33 100,00 200,00 0,3609 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati Tabel 4 dan 5 menunjukan bahwa jenis M.viridflora mulai mendominasi pada tingkat pertumbuhan pancang dengan nilai INP sebesar 189,7 % dan 126,7 % dengan kerapatan individu 615 individu/ha dan 523,08 individu/ha. Dari aspek produkstifitas daun, hal ini lebih menguntungkan karena pada tingkat pancang merupakan tingkat pertumbuhan optimal untuk produksi daun dan memiliki kemudahan dari aspek pemanenan.
Tingkat Tiang
Hasil analisis vegetasi tingkat tiang pada hutan dominan M.viridflora di wilayah Sota dan Merauke pada TN Wasur disajikan pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan M.
viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H'
(ind./ha) (%) (%) (ind./ha) (%) (%) 1 A. sympiocarpa 84,62 20,00 0,85 20 1,06 21,01 61,01 0,141 2 Melaleuca viridiflora 338,46 80,00 3,38 80 3,99 78,99 238,99 0,078 Jumlah 423,08 100 4,23 100 5,06 100 300 0,219 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 7. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Merauke, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP (%) H (ind./ha) (%) (%) (%) 1 A.sympiocarpa 46,15 17,14 50,00 17,14 0,0114 6,77 41,06 0,1182 2 M.viridiflora 200,00 74,29 216,67 74,29 0,1536 91,06 239,64 0,0779 3 Xantostemon crenulata 23,08 8,57 25,00 8,57 0,0036 2,16 19,31 0,0767 Jumlah 269,23 100,00 291,67 100,00 0,1687 100,00 300,00 0,2728
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 6 dan 7 menunjukan bahwa jenis M.viridiflora dominan dengan nilai INP tertinggi. Hal ini menunjukan bahwa hutan dominan M.viridflora ditunjukan dengan dominasi jenis tersebut pada tingkat pertumbuhan tiang. Kondisi secara umum pola sebaran jenis M.viridflora di dalam kawasan TN Wasur didominasi oleh tingkat tiang dan sulit menjumpai yang termasuk tingkat pohon. Menurut Brophy dan Doran (1996), jenis M.viridiflora termasuk kategori pohon kecil dengan tinggi rata-rata mencapai 5-10 m.
Tingkat Pohon
Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada hutan dominan M.viridiflora di wilayah Sota dan Merauke di TN Wasur disajikan pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Keragaman jenis tumbuhan pada tingkat pohon pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H'
(ind./ha) (%) (%) (ind./ha) (%) (%)
1 A. sympiocarpa 7,69 33,33 0,08 33,33 0,24 33,29 99,96 0,159
2 Melaleuca viridiflora 15,38 66,67 0,15 66,66 0,48 66,71 200,04 0,117 3 Asteromyrtus brasii 38,46 166,67 0,38 166,66 1,67 230,80 564,22 0,515
Jumlah 23,08 100 0,23 100 0,72 100 300 0,781
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 9. Keragaman jenis tumbuhan pada tingkat pohon pada hutan dominan M. viridiflora di wilayah Merauke, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H (ind./ha) (%) (%) (%) 1 A.sympiocarpa 19,23 40,00 41,67 35,71 3,92 63,85 0,5036 0,1593 2 M.viridiflora 3,85 8,00 8,33 7,14 2,20 35,92 0,0735 0,0717 3 Dilenia alata 7,69 16,00 8,33 7,14 0,00 18,65 0,2310 0,1348 3 E. pelita 11,54 24,00 41,67 35,71 0,00 0,03 0,2392 0,1367 4 Xantostemon crenulata 5,77 12,00 16,67 14,29 0,01 0,17 0,2197 0,1320 Jumlah 48,08 100 116,67 100,00 6,13 118,62 1,2671 0,63441 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 8 dan 9 menunjukan bahwa pada tingkat pohon, jenis M.viridiflora tidak mendominasi namun didominasi oleh jenis Asteromyrtus sympiocarpa dan Asteromyrtus brasii. Hal ini menjadikan komposisi floristik jenis M.viridiflora menjadi tidak normal. Belum diketahui aspek yang mempengaruhi kondisi ini, namun fenomena ini dijumpai pula pada hutan dominan A.symphiocarpa.
Gambar 6. Tipe hutan dominan Melaleuca viridiflora di TN Wasur. Secara umum keanekaragaman jenis tumbuhan pada hutan dominan M.viridiflora tergolong sangat rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai Indeks Shannon (H’) yang berada pada rentang 0,0717 – 0,1593 untuk semua tingkat pertumbuhan.
1.2) Hutan Dominan Melaleuca cajuputi
Hasil analisis vegetasi pada lokasi hutan dominan M. Cajuputi Powell di wilayah Wanggalem secara umum dijumpai sebanyak 4 jenis tumbuhan berkayu yang berasal dari dua famili. Sebaran jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan pada hutan dominan Melaleuca cajuputi di wilayah Wanggalem, TN
Wasur. 2 2 2 4 2 2 2 2 0 1 2 3 4 5
Semai Pancang Tiang Pohon
Jenis Famili
Gambar 7. Menunjukan bahwa jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan bervariasi. Jumlah jenis dan famili terbanyak dijumpai pada tingkat pertumbuhan pohon. Namun secara keseluruhan tipe vegetasi ini termasuk miskin keragaman jenis.
Gambar 8. Tipe hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur. Tingkat Semai
Potensi keragaman hayati hutan Melaleuca sp pada tingkat semai disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H (ind./ha) (%) (%) 1 Melaleuca cajuputi 3.269,23 73,91 46,15 85,71 159,63 0,0782 2 Melaleuca sp. 1.153,85 26,09 7,69 14,29 40,37 0,1403 Jumlah 4.423,08 100 53,85 100 200 0,2380
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 10 menunjukan bahwa jenis Melaleuca cajuputi mendominasi tingkat pertumbuhan semai dengan kerapatan individu sebesar 3.269,23 ind/ha. Hal ini menunjukan bahwa pada tingkat permudaan, regenerasi jenis Melaleuca sp sangat baik.
Tingkat Pancang
Hasil analisis vegetasi tingkat pertumbuhan pancang pada hutan dominan Melaleuca cajuputi disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H (ind./ha) (%) (%) 1 Melaleuca cajuputi 2.523,08 88,17 76,92 71,43 159,60 0,0782 2 Melaleuca sp. 338,46 11,83 30,77 28,57 40,40 0,1403 Jumlah 2.861,54 100 107,69 100 200 0,2380
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 11 Menunjukan bahwa jenis Melaleuca cajuputi masih mendominasi tumbuhan di tingkat pancang dengan kerapan sebesar 2.523,08 individu/ha. Pada kategori pancang hanya ditemukan dua jenis spesies yaitu Melaleuca cajuputi dan Melaleuca sp.
Tingkat Tiang
Hasil analisis vegetasi pada tingkat pertumbuhan Tiang di hutan dominan Melaleuca cajuputi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H (ind./ha) (%) (%) (%) 1 Melaleuca cajuputi 184,62 75,00 61,54 80,00 0,35 97,52 252,52 0,0630 2 Melaleuca sp. 61,54 25,00 15,38 20,00 0,01 2,48 47,48 0,1267 Jumlah 246,15 100 76,92 100 0,36 100 300 0,2380 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 12 menunjukan bahwa jenis Melaleuca cajuputi kembali mendominasi tingkat pertumbuhan tiang pada hutan dominan Melaleuca cajuputi dengan nilai INP yang besar jika dibandingkan dengan jenis Melaleuca sp yaitu sebesar 252,529 % dan kerapatan individu sebesar 23
184,62 Individu/ha. Hal ini menunjukan bahwa potensi jenis Melaleuca cajuputi sebagai bahan baku minyak kayu putih sangat besar dari aspek ketersediaan dan kemudahan panen.
Usia produktif jenis Melaleuca cajuputi sebagai bahan baku minyak kayu putih adalah pada tingkat pertumbuhan pancang dan tiang. Hal ini disebabkan aspek kemudahan pengambilan daun. Pada kategori tiang hanya ditemukan dua jenis spesies yaitu Melaleuca cajuputi dan Melaleuca sp.
Tingkat Pohon
Hasil analisis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pohon di hutan dominan Melaleuca cajuputi disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan Melaleuca cajuputi di TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H (ind./ha) (%) (%) (%) 1 Melaleuca cajuputi 101,92 65,43 100,00 56,52 3,92 63,87 185,82 0,1289 2 Melaleuca sp. 50,00 32,10 61,54 34,78 2,20 35,93 102,81 0,1594 3 E. pelita 1,92 1,23 7,69 4,35 0,00 0,03 5,61 0,0323 4 M.leucadendra 1,92 1,23 7,69 4,35 0,01 0,17 5,75 0,0329 Jumlah 155,77 100 176,92 100,00 6,13 100,00 300,00 0,3534 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 13 menunjukkan bahwa jenis yang mendominasi tingkat pertumbuhan pohon adalah jenis Melaleuca cajuputi dengan nilai INP sebesar 185,82 % dengan kerapatan sebesar 101,92 individu / ha.. Sedangkan jenis Melaleuca cajuputi memiliki nilai INP sebesar 102,81 % dengan kerapatan sebesar 50,00 individu / ha. Dengan dominasi yang cukup besar, jenis Melaleuca sp berpotensi sebagai pohon induk penyedia benih. Pada tingkat pohon jenis Melaleuca cajuputi sudah tidak produktif menghasilkan daun. Disamping itu dari aspek kemudahan pemanenan, tingkat pohon termasuk kategori sulit untuk dipanen.
Secara umum kenakeragaman jenis tumbuhan pada hutan dominan Melaleuca sp tergolong rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai indek shannon (H’) yang berada pada rentang 0,0323 – 0,1494. Kondisi keanekaragaman 24
jenis yang rendah pada hutan dominan Melaleuca cajuputi belum diketahui penyebabnya. Namun diperkirakan aspek tempat tumbuh sangat berpengaruh. Meskipun hutan dominan Melaleuca cajuputi memiliki nilai keanekaragaman jenis yang rendah, namun dari sudut produksi minyak kayu putih tidak menjadi pertimbangan penting.
1.3) Hutan Dominan Asteromyrtus Symphyocarpa
Hasil analisis vegetasi pada lokasi hutan dominan M.viridiflora di wilayah sota secara umum dijumpai sebanyak 10 jenis tumbuhan berkayu yang berasal dari lima famili, sedangkan di wilayah Merauke dijumpai sebanyak 5 jenis yang berasal dari empat famili. Sebaran jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocara di wilayah Sota, TN
Wasur.
Gambar 9. Menunjukan bahwa jumlah jenis dan famili pada setiap tingkat pertumbuhan bervariasi. Jumlah jenis dan famili terbanyak dijumpai pada tingkat pertumbuhan pohon. Namun secara keseluruhan tipe vegetasi ini termasuk miskin keragaman jenis.
2 6 6 8 1 3 4 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Semai Pancang Tiang Pohon
Jenis Famili
Gambar 10. Tipe hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di TN Wasur.
Tingkat Semai
Potensi keragaman hayati hutan Asteromyrtus symphiocarpa pada tingkat semai disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Keragaman jenis tumbuhan tingkat semai pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H (ind./ha) (%) (%) 1 Asteromyrtus sympiocarpa 93.846,15 76,36 37,54 76,37 152,74 0,089 2 Melaleuca viridiflora 29.038,46 23,63 11,62 23,63 47,26 0,149 Jumlah 122.884,6 100 49,16 100 200 0,238 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR =
Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 14 menunjukan bahwa jenis A.symphiocarpa mendominasi tingkat pertumbuhan semai dengan kerapatan individu sebesar 93.846,15 ind/ha. Hal ini menunjukan bahwa pada tingkat permudaan, regenerasi jenis A.symphiocarpa sangat baik.
Tingkat Pancang
Hasil analisis vegetasi tingkat pertumbuhan pancang pada hutan dominan A.symphiocarpa disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR INP H
(ind./ha) (%) (%) 1 Asteromyrtus sympiocarpa 369,23 24 0,92 24 48 0,148 2 Melaleuca viridiflora 769,23 50 1,92 50 100 0,150 3 Banksia dentata 184,61 12 0,46 12 24 0,110 4 Alstonia cf. beatricis 123,077 8 0,31 8 16 0,087 5 Eucalypthus pelita 61,54 4 0,15 4 8 0,055 6 Acacia leptocarpa 30,77 2 0,08 2 4 0,033 Jumlah 1538,46 100 3,85 100 200 0,587
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 15. Menunjukan bahwa jenis A.symphiocarpa tidak mendominasi namun berada pada urutan kedua setelah dominasi jenis Melaleuca viridiflora. Hal ini menunjukan bahwa pada tingkat pancang jenis A.symphiocarpa mengalami penurunan regenerasi meskipun dari jumlah kerapan masih cukup tinggi yaitu 369,23 individu/ha.
Tingkat Tiang
Hasil analisis vegetasi pada tingkat pertumbuhan Tiang di hutan dominan A.symphiocarpa disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Keragaman jenis tumbuhan tingkat tiang pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur.
No. Jenis K KR F FR D DR INP H'
(ind./ha) (%) (%) (ind./ha) (%) (%) 1 A. sympiocarpa 123,08 44,44 1,23 44,44 1,96 45,59656 134,49 0,156 2 Banksia dentata 38,46 13,89 0,38 13,89 0,64 14,85932 42,64 0,120 3 Parinari nonda 7,69 2,78 0,08 2,78 0,16 3,697984 9,25 0,046 4 Eucalypthus pelita 23,08 8,33 0,23 8,33 0,31 7,178451 23,85 0,087 5 Acacia leptocarpa 15,38 5,56 0,15 5,56 0,37 8,574891 19,69 0,077 6 Melaleuca viridiflora 69,23 25,00 0,69 25 0,86 20,0928 70,09 0,147
No. Jenis K KR F FR D DR INP H' (ind./ha) (%) (%) (ind./ha) (%) (%)
Jumlah 276,92 100,00 2,77 100 4,30 100 300,00 0,6358 Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi
Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
Tabel 16 menunjukan bahwa jenis A.symphiocarpa kembali mendominasi tingkat pertumbuhan tiang pada hutan dominan A.symphiocarpa dengan nilai INP yang besar jika dibandingkan dengan jenis lainnya yaitu sebesar 134,49 % dan kerapatan individu sebesar 123,08 Individu/ha. Hal ini menunjukan bahwa potensi jenis A.symphiocarpa sebagai bahan baku minyak kayu putih sangat besar dari aspek ketersediaan dan kemudahan panen.
Usia produktif jenis A.symphiocarpa sebagai bahan baku minyak kayu putih adalah pada tingkat pertumbuhan pancang dan tiang. Hal ini disebabkan aspek kemudahan pengambilan daun.
Tingkat Pohon
Hasil analisis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pohon di hutan dominan A.symphiocarpa disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang pada hutan dominan Asteromyrtus symphiocarpa di wilayah Sota, TN Wasur.
Keterangan : K = Kerapatan; KR = Kerapatan Relatif; F = Frekuensi; FR = Frekuensi Relatif, D = Dominasi; DR = Dominasi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting; H = Indeks Keragaman Hayati
No. Jenis K KR F FR Di DR INP H'
(ind./ha) (%) (%) (ind./ha) (%) (%) 1 Parinari nonda 15,38 7,41 0,15 7,41 0,99 7,26 22,07 0,083 2 Eucalypthus pelita 69,23 33,33 0,69 33,33 4,37 32,01 98,67 0,158 3 A. leptocarpa 7,69 3,70 0,08 3,70 0,28 2,074 9,48 0,047 4 Banksia dentata 7,69 3,70 0,08 3,70 0,24 1,78 9,19 0,046 5 Rodamnia cinerea 15,38 7,41 0,15 7,40 0,52 3,79 18,60 0,074 6 Melaleuca cajuputi 15,38 7,41 0,15 7,40 2,24 16,40 31,22 0,102 7 A. sympiocarpa 53,85 25,93 0,54 25,92 2,42 17,76 69,61 0,147 8 Asteromyrtus brasii 23,08 11,11 0,23 11,11 2,58 18,93 41,15 0,118 Jumlah 207,69 100 2,07 100 13,64 100 300 0,778
Tabel 17 menunjukkan bahwa jenis yang mendominasi tingkat pertumbuhan pohon adalah jenis Ecalyptus pelita dengan nilai INP sebesar 98,67 %. Sedangkan jenis A.symphiocarpa memiliki nilai INP sebesar 69,61 % dengan kerapatan sebesar 53,85 individu / ha. Meskipun pada tingkat pertumbuhan pohon tidak mendominasi, namun kehadiran jenis A.symphiocarpa masih berpotensi sebagai pohon induk penyedia benih. Pada tingkat pohon jenis A.symphiocarpa sudah tidak produktif menghasilkan daun. Disamping itu dari aspek kemudahan pemanenan, tingkat pohon termasuk kategori sulit untuk dipanen.
Secara umum kenakeragaman jenis tumbuhan pada hutan dominan A.symphiocarpa tergolong rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai indek shannon (H’) yang berada pada rentang 0,238 – 0,778. Kondisi keanekaragaman jenis yang rendah pada hutan dominan A.symphiocarpa belum diketahui penyebabnya. Namun diperkirakan aspek tempat tumbuh sangat berpengaruh.
Meskipun hutan dominan A.symphiocarpa memiliki nilai keanekaragaman jenis yang rendah, namun dari sudut produksi minyak kayu putih tidak menjadi pertimbangan penting.
c) Kondisi Umum Tempat Tumbuh
Sebaran kedua jenis kayu putih (M.viridiflora dan A.symphiocarpa) di wilayah Sota berada pada ketinggian yang hampir sama hingga 22 mdpl. Kondisi topografi lahan termasuk datar.
Jenis tanah yang dijumpai pada habitat hutan dominan M.viridiflora dan A.symphiocarpa adalah jenis tanah inseptisol dengan kedalaman lapisan organik mencapai lebih dari 90 cm.
Tingkat keasaman tanah termasuk agak basa dengan pH tanah 6,7 – 7. infiltrasi tanah tergolong rendah sehingga membentuk genangan. Sementara itu Suhu dilapangan mencapai 34 oC.
Peta sebaran jenis tanah yang terdapat pada Taman Nasional Wasur terlihat pada Gambar 11. Terdapat 5 jenis tanah utama yang terdapat pada Taman Nasional Wasur, yaitu : Glaisol, Kambisol, Podsolik, Aluvial dan Regosol. Luasan masing-masing tanah dapat dilihat pada tabel 19. Jenis
tanah Kambisol mendominasi jenis tanah yang terdapat pada tanaman nasional, seluas 42,98 % dari luas taman nasional. Kemudian diikuti jenis tanah Glaisol (seluas 33,97 %), jenis tanah aluvial seluas 16,31 % luas taman nasional, jenis tanah Regosol (seluas 6,31 %) dan tanah Podsolik seluas 0,44% dari luas taman nasional.
Gambar 11. Peta sebaran jenis tanah Pada Taman Nasional Wasur, Merauke
Tabel 18. Luasan 3 jenis penghasil kayu putih yang tersebar pada Taman Nasional Wasur
No. Jenis Tanah Luas (Ha) % dari Total
1 Aluvial 67621.29 16.31 2 Glaisol 140856.79 33.97 3 Kambisol 178217.69 42.98 4 Podsolic 1807.04 0.44 5 Regosol 26182.71 6.31 Jumlah 414685.53 i. Kambisol
Tanah Kambisol terbentuk pada batuan induk peridotit dan bahan lepas (loose material). Pada umumnya jenis tanah ini memiliki horizon top soil berwama merah gelap sampai coklat gelap kemerahan. Tekstur tanah bertekstur sedang (lempung) sampai agak halus (lempung liat berdebu), konsistensi tanah biasanya gembur sampai agak teguh pada keadaan lembah. Horizon sub soil berwarna coklat gelap kemerahan. Tekstur tanah biasnya agak halus (lempung liat berdebu) dengan konsistensi teguh pada keadaan lembab. Tanah pada horizon top soil berstruktur granuler hingga kubus membulat dan pada horizon sub soil berstruktur kubus membulat. Reaksi tanah bersifat agak masam (pH 5) . Jenis tanah ini memiliki solum dengan kedalaman dalam sampai sangat dalam. Biasanya tersebar pada area dengan kemiringan lereng > 15%. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah (USDA, 1992), jenis tanah ini setara dengan ordo Inseptisol.
ii. Glaisol
Jenis tanah ini biasanya terbentuk di daerah cekungan yang dipengaruhi oleh air berlebihan. Jenis tanah ini mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Horizon top soil berwarna coklat gelap, bertekstur agak kasar dan berstruktur granuler. Reaksi tanah masam.
b. Horizon sub soil berwarna kelabu kecoklatan, bertekstur kasar dan tidak berstruktur. Reaksi tanah sangat masam. Terdapat bercak coklat gelap kekuningan, menunjukkan pengaruh drainase tanah yang terhambat. Biasanya berdasarkan klasifikasi taksonomi tanah (USDA, 1992), jenis tanah ini setara dengan ordo Inseptisol.
iii. Aluvial
Tanah Aluvial biasanya terbentuk dari batuan induk aluvium. Sifat umum dari jenis tanah ini sebagai berikut :
a. Memiliki horizon yang berlapis-lapis. Horizon top soil berwarna coklat gelap kekuningan hingga merah kekuningan, sedangkan pada sub soil umumnya berwarna kuning.
b. Pada horizon top soil bertekstur agak kasar hingga kasar. c. Rekasi tanah mendekati netral.
Jenis tanah ini setara dengan ordo Entisol berdasarkan klasifikasi taksonomi tanah (USDA, 1992).
iv. Regosol
Tanah jenis ini terbentuk dari bahan induk aluvium yang merupakan endapan pasir pantai. Sifat-sifat tanah Regosol biassanya pada horizon top soil berwarna coklat gelap dengan tekstur kasar, sedangkan horizon sub soil berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kekuningan dengan tekstur kasar. Solum tanah kedalaman dalam (> 90 cm) dengnan pH tanah netral.
Jenis tanah ini setara dengan ordo Entisol dan/atau Inseptisol berdasarkan klasifikasi taksonomi tanah (USDA, 1992).
v. Podsolik
Jenis tanah ini berbahan induk terumbu karang. Sifat-sifat umum jenis tanah ini, pada horizon top soil berwarna merah atau kuning, tekstur tanah biasanya kasar, memiliki pH rendah dan tingkat kesuburan yang rendah. Jenis tanah ini setara dengan ordo Ultisol berdasarkan klasifikasi taksonomi tanah (USDA, 1992).
a). Sebaran Jenis A. Sympiocarpa
Sebaran jenis A. Sympiocarpa pada jenis tanah dapat dlihat pada Gambar 12. Jenis ini hampir tersebar merata diseluruh tipe tanah, tetapi umumnya dominan tumbuh pada jenis tanah Kambisol.
Gambar 12. Peta sebaran jenis Asteromyrtus sympiocarpa pada TN Wasur, Merauke
Hasil analisis karakteristik untuk jenis tanah Kambisol bisa dilihat pada tabel 18. Untuk jenis tanah ini karena umumnya merupakan tanah muda, sehingga karakteristik kimia tanah pada kriteria sangat rendah sampai rendah. Pada jenis tanah ini di Taman Nasional Wasur faktor pembatas yang perlu diperhatikan adalah pH tanah pada kriteria masam dan Fe tertukar. b). Sebaran Jenis M. Viridiflora
Pada Gambar 13. dapat dilihat sebaran jenis M. Viridiflora pada tipe tanah yang terdapat di Taman Nasional Wasur. Jenis ini sebagian besar tersebar pada jenis tanah Kambisol dan Glaisol, dengan sebaran terbanyak pada jenis tanah Glaisol
Hasil analisis karakteristik untuk jenis tanah Glaisol bisa dilihat pada tabel 19. Untuk jenis tanah ini karena umumnya merupakan tanah muda, sehingga karakteristik kimia tanah pada kriteria sangat rendah sampai rendah. Pada jenis tanah ini di Taman Nasional Wasur faktor pembatas yang perlu diperhatikan adalah pH tanah yang sangat masam dan Fe tertukar yang sangat tinggi. Sedangkan faktor pembatas untuk karakteristik fisika adalah tekstur tanah yang berat, sehingga drainase tanah pada kriteria jelek.
Sebaran Jenis Melaleuca cajuputi
Pada Gambar 14. dapat dilihat sebaran jenis Melaleuca cajuputi pada beberapa tipe tanah yang terdapat di Taman Nasional Wasur. Jenis ini hampir merata pada semua jenis tanah yang terdapat di Taman Nasional Wasur, tetapi jenis ini dominan tumbuh pada jenis tanah Glaisol.
Gambar 14. Peta sebaran jenis Melaleuca cajuputi pada TN Wasur, Merauke
Tabel 19. Hasil analisis karakteristik tanah Kambisol
Horizon
pH
Harkat DHL Harkat C organik Harkat N tot Harkat P tsd Harkat
H2O µS/cm % % ppm
0 - 30 cm 4,94 Masam 176,75 sangat rendah 2,04 Rendah 0,07 Rendah 3,26 Rendah
30 - 60 cm 5,18 Masam 79,50 sangat rendah 1,41 Rendah 0,03 Rendah 1,19 sangat rendah 60 - 90 cm 5,23 Masam 80,00 sangat rendah 1,25 Rendah 0,03 Rendah 2,17 sangat rendah
Tabel 19.Lanjutan...
Horizon
Ktsd Harkat KPK Harkat Fe ttk Harkat KB Harkat Kelas tekstur Harkat me/100 g me/100 g ppm % 0 - 30 cm 0,11 Rendah 5,63 Rendah 53,33 Sangat
tinggi 26,14 Rendah Geluhpasiran sedang
30 - 60 cm 0,06 sangat rendah 3,21 sangat rendah 24,83 Tinggi 96,57 Sangat
tinggi Geluhpasiran sedang
60 - 90 cm 0,08
sangat
Tabel 20. Hasil analisis karakteristik tanah Glaisol
Horizon pH Harkat DHL Harkat C organik Harkat N tot Harkat P tsd Harkat
H2O µS/cm % % ppm
0 - 30
cm 4,35
sangat
masam 60,00 sangat rendah 2,97 Sedang 0,11 Rendah 4,34 Rendah
30 - 60
cm 3,77
sangat
masam 59,00 sangat rendah 0,67
Sangat rendah 0,07 Rendah 0,80 sangat rendah 60 - 90 cm 3,92 sangat
masam 72,50 sangat rendah 1,38 Rendah 0,09 Rendah 1,33
sangat rendah
Tabel 20. Lanjutan...
Horizon
Ktsd Harkat KPK Harkat Fe ttk Harkat KB Harkat Kelas tekstur Harkat me/100 g me/100 g ppm % 0 - 30 cm 0,19 Rendah 36,33 Tinggi 58,47 Sangat
tinggi 24,64 Rendah Geluh sedang 30 - 60
cm 0,48
sangat
rendah 28,84 Tinggi 65,83
Sangat
tinggi 33,01 Rendah Lempungberat berat 60 - 90
cm 0,55
sangat
rendah 32,52 Tinggi 53,33
Sangat
tinggi 28,26 Rendah Lempungberat berat