• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu. penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu. penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pemakaian bahasa telah banyak dilakukan. Beberapa studi terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan masih relevan dengan penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

Skripsi Sinta Manilasari (2014) dengan judul “Pemakaian Bahasa Kelompok Penggemar Burung Kicauan di Surakarta”. Dalam penelitian ini ditemukan karakteristik pemakaian bahasa pencinta burung di Surakarta berupa (a) penggunaan istilah asing, (b) pemanfaatan bentuk singkatan, (c) terdapat hibrida (hibrid word) antara afiks bahasa Indonesia dengan kata dasar bahasa asing, (d) gaya bahasa, (e) pemendekan (kontraksi), (f) sapaan, (g) campur kode yang meliputi campur kode berwujud kata, campur kode berwujud perulangan kata, campur kode berwujud frasa, campur kode berwujud klausa, dan (h) alih kode.

Penggunaan fungsi bahasa juga ditemukan dalam proses jual beli, perlombaan burung kicauan, perawatan burung kicauan serta pada saat penangkaran burung kicauan. Dalam proses penangkaran burung kicauan ditemukan fungsi bahasa yang meliputi (a) fungsi konatif berupa konatif menasihati, konatif menyarankan, konatif meyakinkan, dan konatif menawarkan, (b) fungsi metalingual berupa metalingual mendeskripsikan istilah, (c) fungsi referensial berupa referensial memberikan gambaran bentuk dan referensial menilai suara burung, (d) fungsi menyimpulkan (kesimpulan).

(2)

Dalam peristiwa perawatan burung kicauan juga ditemukan fungsi bahasa yang meliputi (a) fungsi konatif yang berupa konatif meminta, konatif menyuruh, serta konatif menyarankan, (b) fungsi referensial. Dalam peristiwa jual beli burung kicauan juga ditemukan fungsi bahasa yakni fungsi konatif berupa konatif menyarankan, konatif menawarkan, konatif meminta antara pembeli dan penjual, konatif meminta antara penjual dan pembeli.

Ditemukan juga fungsi bahasa dalam kegiatan perlombaan burung kicauan yang meliputi (a) fungsi konatif berupa konatif menyarankan antara peserta dan juri, konatif menyarankan antarpenonton, konatif memerintah, konatif menyuruh, konatif menyuruh membandingkan, serta konatif meminta, (b) fungsi referensial berupa referensial menilai kicauan dan referensial menilai gaya burung kicauan, (c) fungsi emotif berupa memuji burung murai batu dan memuji penampilan anis merah.

Kosakata ciri penentu register dalam pencinta burung kicauan di Surakarta meliputi jenis suara burung kicauan, jenis burung kicauan, fase perkembangan burung kicauan, perawatan burung kicauan, perilaku burung kicauan, dan perlombaan burung kicauan.

Skripsi Miftah Nugroho (2000) dengan judul “Register Chatting di dalam Internet”. Dalam penelitian ini ditemukan wujud pemakaian bahasa di dalam chatting berupa (a) kekhasan pengejaan kata yang terbagi menjadi penerapan ejaan lama, penerapaan ejaan daerah, dan penerapan ejaan bahasa asing, (b) kekhasan penanggalan fonem dan suku kata yang terdiri dari penanggalan fonem di awal kata, penanggalan fonem di akhir kata, penanggalan fonem konsonan dan vokal di tengah kata, dan penanggalan suku kata, (c) pemakaian afiks dialek

(3)

Jakarta, (d) pemakaian morfem partikel dialek Jakarta, (e) pemakaian kata ganti sapaan, (f) pemakaian interjeksi, (g) pemakaian slang.

Pemakaian bahasa di dalam chatting dipengaruhi dua faktor yaitu faktor linguistik dan faktor non-linguistik. Faktor linguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting adalah (a) kekhasan pengejaan kata, (b) kekhasan penanggalan fonem dan suku kata, (c) pemakaian afiks dialek Jakarta, (d) pemakaian morfem partikel dialek Jakarta, (e) pemakaian kata ganti sapaan, (f) pemakaian interjeksi, dan (g) pemakaian slang.

Faktor non-linguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting adalah faktor-faktor sosial dan situasional. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting ada tiga, yaitu status sosial, tingkat pendidikan, dan umur. Adapun faktor-faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa Indonesia di dalam chatting adalah faktor situasi yang terjadi di dalam chatting yaitu situasi yang tidak resmi atau informal.

Skripsi Nisone Ayu Constantya (2013) dengan judul “ Tindak Tutur dan Prinsip Kesantunan dalam Jual Beli Online di Facebook” yang mendeskripsikan permasalahan dalam analisisnya sebagai berikut: (1) menentukan bentuk tindak tutur yang terdapat pada transaksi jual beli online di facebook, (2) mendeskipsikan bentuk prinsip kesantunan baik yang mematuhi maupun yang melanggar antara penjual toko online di facebook, (3) mendeskripsikan bentuk implikatur akibat pelanggaran prinsip kesantunan dalam jual beli online di facebook.

(4)

Dari analisis dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam jual beli online di facebook adalah terdiri dai empat jenis tindak tutur, yaitu asertif, direktif, ekspresif, dan komisif. Tindak tutur asertif meliputi menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan. Tindak tutur direktif meliputi menyarankan, meminta, memerintah, memohon, dan menyuruh. Tindak tutur ekspresif meliputi berterimakasih, meminta maaf, mengeluh, dan memuji. Tindak tutur komisif meliputi berjanji dan menawarkan. (2) Pematuhan prinsip kesantunan yang terdapat dalam jual beli online di facebook terdiri dari lima submaksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, dan maksim kesepakatan. Data yang paling banyak adalah mengenai maksim kesepakatan. (3) Pelanggaran prinsip kesantunan yang terdapat dalam jual beli online di facebook terdiri dari lima submaksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, dan maksim kesepakatan. Data yang paling banyak adalah mengenai maksim kearifan. (4) Implikatur yang terdapat dalam jual beli online di facebook yaitu implikatur menyuruh, menolak, meminta, mengeluh, dan membatalkan. Data yang paling banyak ditemukan adalah implikatur menyuruh.

Skripsi Wilda Meridiyana (2012) dengan judul “Pemakaian Bahasa dalam Olahraga Futsal”. Dalam penelitian ini ditemukan karakteristik pemakaian bahasa olahraga futsal. Diantaranya terdapat pemakaian istilah dalam bahasa Inggris, pemakaian istilah dalam dialek Jakarta, adanya peristiwa penambahan prefiks, terdapat peristiwa pemendekan atau kontraksi, metafora, pemakaian bentuk singkatan, pemakaian kata sapaan, terjadinya peristiwa campur kode yang

(5)

meliputi campur kode yang berwujud kata, kelompok kata kata ulang, dan klausa. Peristiwa alih kode juga terjadi, yang meliputi alih kode ke dalam dan keluar.

Penggunaan fungsi bahasa yaitu fungsi bahasa yang memaparkan tentang fungsi bahasa yang digunakan saat membicarakan teknik permainan futsal yang meliputi fungsi direktif meminta antarpemain futsal dan fungsi direktif meminta antara pemain dan pelatiih, fungsi bahasa yang digunakan saat merencanakan permainan futsal, fungsi bahasa yang digunakan saat memulai permainan futsal, fungsi bahasa yang digunakan saat memberikan instruksi yang meliputi fungsi direktif menyuruh antara pelatih dan pemain, fungsi direktif menyarankan antara pelatih dan pemain, fungsi direktif menjelaskan antara pelatih dan pemain, fungsi direktif menasihati antar pelatih dan pemain, fungsi memotivasi dan fungsi mengkonfirmasi antar pelatih dan pemain, dan fungsi menyimpulkan, fungsi bahasa yang digunakan saat mengevaluasi permainan futsal yang meliputi fungsi direktif, referensial, dan ekspresi.

Penggunaan isilah kosakata penentu register olahraga futsal yang meliputi posisi pemain, nama tendangan, aturan permainan, tindakan pemain, keadaan atau suasana pertandingan, teknik permainan, nama alat-alat dari lingkungan futsal dan perangkat futsal.

Penelitian “Pemakaian Bahasa dalam Jual Beli Handphone dan Aksesoris Handphone: Suatu Pendekatan Sosiolinguistik” ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai karakteristik pemakaian bahasa dalam jual beli handphone dan aksesoris handphone, fungsi bahasa yang terjadi dalam tuturan, serta istilah-istilah khusus dalam jual beli handphone dan aksesoris handphone.

(6)

Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih luas tentang pemakaian bahasa dalam jual beli handphone dan aksesoris handphone khususnya yang berada di wilayah Surakarta.

B. Landasan Teori 1. Sosiolinguistik

Dalam hidup bermasyarakat manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi. Studi interdisipliner yang menggarap masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial dikenal dengan sebutan sosiolinguistik. Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat.

Dijelaskan oleh Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:2) bahwa sosiologi merupakan kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertia linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.

Dari penjelasan di atas Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:4) menyimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

Appel (dalam Suwito, 1996:5) merumuskan sosiolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaan. Sementara itu oleh I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi (2006:7) menjelaskan lebih sederhana bahwa sosiolinguistik merupakan

(7)

cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa itu di dalam masyarakat. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan masyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.

Hymes (dalam Suwito, 1996:5) dengan lebih menitikberatkan pada segi kegunaannya berpendapat, bahwa sosiolinguistik dapat dipakai sebagai petunjuk tentang kemungkinan pemakaian data dan analisis linguistik dalam disiplin-disiplin lain yang berhubungan dengan kehidupan sosial, dan sebaiknya, pemakaian data dan analisis sosial di dalam linguistik.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah gabungan dua disiplin ilmu, yakni sosiologi dan linguistik yang di dalamnya membahas bahasa dalam ranah kemasyarakatan, baik itu tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsinya, penerapan bahasa, dan lain sebagainya. Pengertian di atas dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik sangat berguna untuk mengamati beberapa fakta sosial dalam memahami masalah-masalah bahasa dan memandang bahasa sebagai gejala sosial secara lebih jelas dan cermat.

Sehubungan dengan peristiwa tutur, maka penutur sangat dipengaruhi oleh faktor luar bahasa sebagaimana yang dijelaskan oleh Dell Hymes (dalam Suwito, 1996:39) faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur atau yang sering disingkat dengan SPEAKING. Kedelapan unsur tersebut antara lain.

1. Setting dan scene yaitu tempat bicara dan suasana bicara. 2. Participant yaitu pembicara, lawan bicara dan pendengar. 3. End yaitu tujuan akhir atau maksud pembicaraan.

(8)

4. Act yaitu peristiwa dimana seorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicaranya.

5. Key yaitu nada suara atau ragam bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan tuturannya, dan cara mengemukakan tuturannya.

6. Instrument yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan tuturan. Misalnya secara lisan, tertulis, lewat telepon, dan sebagainya.

7. Norm yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap penutur dan mitra tutur.

8. Genre yaitu jenis kegiatannya dalam bentuk apa dan bagaimana. 2. Variasi Bahasa

Adanya berbagai tingkat pemakaian bahasa yang merupakan identitas penutur atau kelompok masyarakat serta adanya bermacam gaya dalam konteks sosial seperti itu menunjukkan, bahwa ada semacam korelasi antara kelas atau status sosial di satu pihak dan cara-cara pemakaian bahasa dipihak yang lain.

Suwito (1996:34) mendefinisikan bahwa variasi adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Dengan pengertian di atas maka dalam memilih variasi, faktor-faktor linguistik tidak dapat dikesampingkan di samping faktor-faktor-faktor-faktor nonlinguistik untuk menentukan variasinya. Kedua faktor tersebut saling menentukan dan saling bergantung yang nampak dalam wujud ekspresi penutur dalam mengungkapkan bahasanya.

(9)

Ferguson (dalam Ronald Wardaugh, 1986:22) memberikan definisi lain tentang variasi.

Any body of human speech patterns which is sufficiently homogeneous to be analyzed by available techniques of synchronic descripstion and which has a sufficiently large repertory of elements and their arrangements or contexts of communication. Variasi adalah pola bicara individu yang sama dan dianalisis dengan teknik yang ada yakni deskripsi secara sinkronis dan mempunyai cakupan repertoir yang luas, serta analisis dengan bidang semantik yang cakupannya luas dalam konteks situasi normal.

Sebagai mana yang telah dijelaskan oleh Abdul Chaer bahwa terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa bukan hanya disebabkan oleh penuturnya yang tidak homogen, melainkan juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Keragaman akan semakin bertambah jika bahasa digunakan oleh penutur yang sangat banyak dan dalam wilayah yang sangat luas.

Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:68) variasi dapat dibedakan berdasarkan berbagai hal, di antaranya.

a) Variasi Bahasa dari Segi Penutur

Variasi bahasa yang bersifat perorangan seperti idiolek maupun kelompok masyarakat seperti dialek, kronolek, sosiolek, slang dan jargon.

b) Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini menyangkut bahasa tersebut digunakan untuk keperluan atau pemakaian bidang apa, misalnya, jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan dan kegiatan keilmuan.

c) Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (dalam Abdul Chaer dan Leoni Agustina, 2004:70) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya,

(10)

yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).

d) Variasi Bahasa dari Segi Sarana

Variasi dari segi sarana dikenal adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau ragam dalam berbahasa menggunakan sarana atau alat tertentu.

3. Register

Konsep register telah banyak diutarakan oleh para sosiolinguis dengan beberapa pemahaman yang berbeda-beda. Ronald Wardhaugh (1968:48) menjelaskan sebagai berikut.

Register is another complicating factor in any study of language varieties. Register are sets of vocabulary items associated with discrete occupation or social groups. Surgeon, airline pilots, bank manager, sales clerk, jazz fans, and pimps use different vocabularies. „Register merupakan suatu faktor kompleks yang lain dalam kajian variasi bahasa. Register merupakan seperangkat kosakata yang berhubungan dengan jenis pekrjaan maupun kelompok sosial tertentu. Misalnya, pemakaian bahasa pilot, manajer bank, penggemar musik jazz, pialang, dan lain sebagainya.‟ Menurut Halliday (1992:53) register merupakan ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya. Di samping itu Halliday membedakan register menjadi dua yaitu bahasa terbatas dan bahasa yang lebih terbuka. Bahasa terbatas, misalnya, kata sandi yang dipakai pada pengirim berita ketika perang, navigator dan sebagainya. Bahasa yang lebih terbuka bisa ditemukan dalam komunikasi sehari-hari, dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang setiap bidang kegiatan memiliki ciri register yang berbeda.

Halliday (dalam Hudson, 1980:46) membedakan register berdasarkan dimensinya dan digolongkan menjadi tiga yakni medan, pelibat, dan sarana. Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut ini.

(11)

Field is concerned with the purpose and subject-matter of the communication; mode ferers to the means by which communication takes place – notably, by speech or writing; and tenor depends on the relations between participants. „Medan mengacu pada hal yang sedang terjadi atau pada saat tindakan sosial berlangsung; sarana menunjuk pada peranan yang diambil bahasa dalam situasi tertentu baik tulis maupun lisan; sedangkan pelibat menunjuk pada hubungan antara orang-orang yang turut mengambil bagian.‟

Medan mengacu pada wilayah pemakaian kegiatan orang-orang yang memiliki istilah atau ungkapan yang dimengerti oleh sesamanya. Pelibat merupakan variasi bahasa yang dipergunakan antara pelaku bahasa, sedangkan sarana dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam bahasa tulis.

Crystal (dalam Biber dan Edward Fenegan, 1994:18) menjelaskan juga mengenai pengertian register. Sebagaimana dijelaskan berikut.

Register is a language variety with respect its context of use or refers to a variety of language defined accoding to its use in situations. „Register adalah variasi bahasa berdasarkan konteks situasi atau variasi bahasa yang dihubungkan menurut pemakaian di dalam situasi sosial.‟

Ferguson (dalam Douglas Biber dan Edward Fenegan, 1994:20) menjelaskan register sebagai berikut.

A communication situational that recurs regularly in a society (in term of participants, setting, communicative function, and so forth) will tend overtime to develop identifying markers of language structure and language use, different from the language of other communication situations. „Situasi komunikasi yang terjadi berulang secara teratur dalam satu suatu masyarakat (yang berkenaan dengan pelaku, tempat, fungsi-fungsi komunikatif, dan seterusnya) sepanjang waktu cenderung akan berkembang menandai struktur bahasa dan pemakaian bahasa, berbeda dari pemakaian bahasa pada situasi-situasi komunikasi yang lainnya.‟ Ferguson menjelaskan bahwa orang yang terlibat dalam situasi komunikasi secara langsung cenderung akan mengembangkan kosakata, ciri-ciri intonasi yang sama, dan potongan-potongan ciri kalimat dan fonologi yang mereka gunakan dalam situasi itu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa ciri-ciri register yang demikian

(12)

itu akan memudahkan komunikasi yang cepat, sementara yang lain dapat membina perasaan yang erat.

Untuk melakukan analisis terhadap register jual beli dan servis handphone akan mengacu pada penerapan kerangka komprehensif analisis register. Sebagaimana dijelaskan oleh Biber (1994:33) sebagai berikut.

Typical register have three components; description of the situational characteristics of register, description of the linguistic characteristics, and analysis of the functional or coventional associations between the situational and linguistic features. “Register mempunyai tiga komponen: deskripsi ciri situasi register, deksripsi ciri linguistik, dan analisis fungsional dam konvensional sebagai gabungan dari ciri situasional dan ciri linguistik.‟

Seperti yang digambarkan sebagai berikut. FUNCTION

SITUATIONAL FEATURES and LINGUISTIC FORMS CONVENTIONS

Studi register mempunyai empat ciri khusus seperti yang dikemukan oleh Biber dan Atkinson (dalam Biber dan Edward Finegan, 1994:352) yaitu:

a. Studi register meliputi deskripsi analisis tentang wacana yang sebenarnya terjadi,

b. Studi register bermaksud menggolongkan variasi bahasa,

c. Studi register mengenalkan ciri-ciri linguistik formal dari variasi bahasa, dan

(13)

d. Studi register juga menganalisis ciri-ciri situasional dan variasi bahasa dan fungsional atau konvensional yang berhubungan antara bentuk dan situasi yang diposisikan.

Konsep register akan selalu berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena munculnya variasi bahasa sangat dimungkinkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam kaitannya dengan ini Hymes (dalam Dwi Purnanto, 2002:20) menyatakan bahwa pemilihan pemakaian register tidak hanya karena adanya situasi tertentu yang menuntut penggunaan register, tetapi pemilihan register juga turut menentukan situasi pemakaiannya.

Konsep Hymes itu setidak-tidaknya mengandung dua arah pemahaman, yaitu munculnya variasi bahasa karena dipengaruhi oleh faktor situasi terentu dan pemakaian variasi bahasa justru memastikan atau menyatakan situasi tertentu (Purnanto, 2002:20).

Dengan berlandaskan teori Halliday, Hymes, Biber, dan Ferguson pemakaian bahasa dalam aktivitas jual beli dan aksesoris handphone akan dibahas mulai dari istilah yang berbentuk kata, frasa, klausa dan kalimat yang digunakan oleh kelompok jual beli handphone dan aksesoris handphone.

4. Alih Kode

Menurut Suwito (1996:80) alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila ada seorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peristiwa peralihan pemakaian seperti itu disebut dengan alih kode

(14)

(code-switching). Alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat multilingual.

Dalam alih kode penggunaan dua bahasa atau lebih itu ditandai oleh (a) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, (b) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Tanda-tanda di atas kemudian disebut Kachru (1965) sebagai ciri-ciri unit kontekstual (contextual units).

Suwito (1996:85) menjelaskan beberapa faktor yang merupakan penyebab terjadinya alih kode antara lain.

1) Penutur

Seorang penutur yang kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena sesuatu maksud.

2) Lawan Tutur

Setiap penutur pada umunya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya.

3) Hadirnya Penutur Ketiga

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya akan saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etnisnya. Tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu berbeda latar kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih kode ke bahasa yang dikuasai oleh ketiganya.

(15)

4) Pokok Pembicaraan (Topik)

Apabila seorang penutur mula-mula berbicara tentang hal-hal yang sifatnya formal, dan kemudian beralih ke masalah-masalah yang informal, maka akan dibarengi pula dengan peralihan kode dari bahasa baku, gaya netral dan serius ke bahasa tak baku, bergaya sedikit emosional atau humor dan serba seenaknya.

5) Untuk Membangkitkan Rasa Humor

Alih kode sering dimanfaatkan penutur untuk membangkitkan rasa humor. Alih kode yang demikian mungkin berwujud alih varian, alih ragam atau alih gaya bicara.

6) Untuk Sekedar Bergengsi

Sebagian besar penutur ada yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Alih kode demikian biasanya didasari oleh penilaian penutur bahwa bahasa yang satu lebih tinggi nilai sosialnya dari bahasa yang lain.

5. Campur Kode

Aspek lain dari saling ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilungual adalah terjadinya gejala campur kode (code-mixing). Suwito (1996:88) menjelaskan bahwa campur kode terjadi karena adanya suatu gejala-gejala yang ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Dengan kata lain hubungan timbal balik antara siapa yang menggunakan bahasa itu dengan apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya.

(16)

Ciri lain dari gejala campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi saja.

Dwi Purnanto (2002:27) menjelaskan bahwa campur kode dapat diidentifikasi melalui ciri-cirinya, antara lain.

1) Adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai oleh adanya timbal balik antara peran dan fungsi kebahasaan. Peran adalah siapa yang menggunakan bahasa itu dan fungsi merupakan tujuan apa yang hendak dicapai oleh penutur.

2) Penggunaan bahasa lain yang tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi.

3) Campur kode dalam kondisi yang maksimal merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal drai beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya.

4) Pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kandang bermaksud untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.

5) Wujud dan komponen kode tidak pernah berwujud kalimat, melainkan hanya berwujud perulangan kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata dan klausa.

(17)

Kachru (dalam Suwito, 1996:89) memberikan batasan campur kode sabagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten.

Lebih dalam dari itu, Thelander (dalam Suwito, 1996:89) berpendapat bahwa unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam “peristiwa campur” (co-occurance) itu terbatas pada tingkat klausa. Apabila dalam suatu tuturan terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama, maka peristiwa itu disebut campur kode.

6. Fungsi Bahasa

Sudah banyak ahli bahasa yang telah mengemukakan pendapat mengenai fungsi bahasa. Dimulai dari Malinowski yang membedakan hanya dua fungsi, yaitu pragmatical dan magical. Kemudian muncul Karl Buhler yang membedakan fungsi bahasa menjadi tiga. Pertama, bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri. Kedua, bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicaranya. Ketiga, bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya.

Kerangka Buhler kemudian diperluas oleh Roman Jacobson (dalam Sudaryanto, 1990:12) yang menambahkan menjadi enam fungsi bahasa, yaitu (1) fungsi referensial, pengacu pesan; (2) fungsi emotif, pengungkapan keadaan pembicara; (3) fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual,

(18)

penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau pesan; (6) fungsi puitik.

Setiap fungsi tersebut bersejajar dengan faktor fundamental tertentu yang memungkinkan bekerjanya bahasa. Fungsi referensial bersejajar dengan faktor konteks atau referen, fungsi emotif bersejajar dengan faktor pembicara, fungsi konatif bersejajar dengan faktor pendengar yang diajak bicara, fungsi metalingual sejajar dengan faktor sandi atau kode, fungsi fatis sejajar dengan faktor konteks, dan fungsi puitis sejajar dengan faktor amanat atau pesan.

Berikut adalah penjelasan fungsi bahasa menurut Roman Jacobson yang disebutkan oleh Harimurti Kridalaksana dalam PELLBA 2 (1989:53-54). Jacobson mengembangkan model organon dari Buhler, menemukan enam faktor yang masing-masing sepadan dengan fungsi tertentu dalam bahasa. Fungsi emotif atau ekspresif berpusat pada sikap, status, dan keadaan emosi pembicara. Fungsi konatif berorientasi pada lawan bicara. Fungsi fatis istilah yang diambil dari Malinowski bersangkutan dengan amanat yang bertujuan untuk menetapkan, mengukuhkan, memperpanjang atau menghentikan komunikasi.

Oleh A. Teeuw (1988:53-54) dijelaskan fungsi fatis dimaksudkan potensi bahasa sebagai alat untuk mengadakan komunikasi atau pun kontak dengan sesama manusia, lepas dari sudut arti kata misalnya „Apa kabar?‟, yang terutama berfungsi untuk mengadakan kontak. Fungsi referensial atau kognitif bersangkutan dengan usaha kita untuk menggambarkan objek dan memberikannya makna. Fungsi metalinguistik bersangkutan dengan usaha menggambarkan bahasa itu sendiri sebagai kode.

(19)

Lebih lanjut A. Teeuw menjelaskan fungsi metalinguistik adalah fungsi khas yang memungkinkan kita untuk berbicara mengenai bahasa dalam bahasa itu sendiri, misalnya „Apakah terang dalam bahasa Indonesia merupakan kata benda atau kata sifat?‟ Jadi dalam fungsi metalinguial sistem bahasa itu sendiri menjadi objek komunikasi. Fungsi puitik berorientasi pada amanat sebagai amanat, dan pada medium dengan segala aspeknya. Dengan fungsi ini bahasa menjadi sadar akan evaluasi diri yang mengungkapkan struktur-struktur terpendam yang terlewati dalam bahasa biasa.

Kemudian Leech menyedehanakan pandangan Jacobson menjadi lima fungsi bahasa (Sudaryanto, 1990:13) yaitu fungsi (1) informasial, (2) ekspresif, (3) direktif, (4) aestetik, dan (5) fatis. Masing-masing fungsi berkorelasi dengan unsur utama situasi komunikatif, fungsi informasial dengan pokok masalah, fungsi ekspresif dengan originator yaitu pembicaraan atau penulis, fungsi direktif dengan penerima atau pendengar atau pembaca, fungsi aestetik dengan saluran komunikasi antar mereka, fungsi fatis dengan pesan kebahasaan itu sendiri.

Berbeda dengan Leech yang menyederhanakan pandangan Jacobson menjadi lima, Dell Hymes menambahkan fungsi bahasa menjadi tujuh. Dalam Sudaryanto (1990:13) dijelaskan fungsi bahasa sosial bukan enam melainkan tujuh, yaitu (1) fungsi ekspresif atau emotif, (2) fungsi direktif, konatif, atau persuasif, (3) fungsi puitik, (4) fungsi kontak (fisik atau psikologis), (5) fungsi metalinguistik, (6) fungsi referensial dan (7) fungsi kontekstual atau situasional.

Dari beberapa konsep fungsi bahasa yang telah dipaparkan di atas, peneliti cenderung menggunakan fungsi bahasa dari Roman Jacobson yang bertumpu pada fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi referensial, dan fungsi metalingual untuk

(20)

menganalisis data dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan dalam jual beli handphone dan servis handphone banyak ditemukan tuturan yang mementingkan penutur dan mitra tutur.

(21)

C. Kerangka Pikir

Bahasa

Kelompok jual beli handphone dan aksesoris

handphone

Rekaman percakapan kelompok jual beli handphone dan aksesoris

handphone dan tabloid

Fungsi emotif Fungsi konatif Fungsi referensial Kontekstual Register Tuturan yang mengandung register kelompok jual beli handphone dan aksesoris handphone Konteks Tuturan tulis Karakteristik pemakaian bahasa kelompok jual beli handphone dan aksesoris handphone Kosakata khusus penentu register jual beli handphone dan aksesoris handphone Fungsi bahasa Istilah asing Singkatan Sapaan Hibrida Kontraksi Campur kode Alih kode

Referensi

Dokumen terkait

Secara simultan variabel kinerja keuangan (CR, DER, ROA, TATO, PER), risiko sistematis, dan prediksi kebangkrutan tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham

pendapat. Perasaan yang diungkapkan oleh ketiga subjek menjelaskan bahwa mereka terikat oleh rasa memiliki yang di bentuk dari orang tuanya, namun tidak berhenti di situ

Perbedaan  antara  kalimat  chokusetsu  ukemi  dan  kansetsu  ukemi  yang  verbanya  berangkat  dari  verba  transitif  adalah  adanya  peran  benefaktif  (sesuatu 

Dalam upaya mengendalikan gangguan hama terhadap tanaman padi, awalnya petani menerapkan sistem pertanian konvensional yang menggantungkan aplikasi pestisida sintetik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari faktor pendapatan keluarga, pendidikan responden, pendidikan suami, curah jam kerja, usia kawin pertama, dan

S-*K *KS SN/ N/S.. dapat membantu masyarakat dalam mengetahui kesehatan gigi dan mulut serta  prediksi awal tentang penyakit gigi dan mulut yang dideritanya. Menurut Martin dan O8man

Dari beberapa dimensi yang terdapat dalam modal insani, wirausaha yang pendidikannya sesuai bidang usahanya memiliki skill dan knowledge yang levelnya lebih tinggi

Massa Cabai Perwakktu pada Suhu 400C Grafik menunjukkan pengeringan dengan suhu 40°C hingga cabai dinyatakan kering dengan penurunan massa cabai kurang lebih seperempat