• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk wilayah di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Letak geografis berada pada titik koordinat 00⁰51’35” LU dan 122⁰53’47” BT, dengan batas-batas sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Moloahu, sebelah selatan berbatasan dengan Pelabuhan Anggrek, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Malambe. Desa Ponelo terbagi atas beberapa dusun yaitu Dusun Ponelo 1, Dusun Ponelo 2, dan Dusun Bihe. Panjang garis perairan pantai Desa Ponelo mencapai 13,5 km. Perairan Pantai Desa Ponelo terdapat tiga ekosistem laut yaitu ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun. Terdapat juga beberapa biota diantaranya bulu babi, bintang laut, mentimun laut (teripang) dan khususnya ikan.

Perairan Pantai Desa Ponelo terdiri atas pasir putih dan bebatuan, untuk jenis substrat yang terdapat di Perairan Pantai Desa Ponelo yaitu pasir kasar bercampur pecahan karang mati, pecahan cangkang Mollusca dan terdapat sebagian karang hidup. Ada beberapa usaha/kegiatan masyarakat yang dilakukan di perairan Pantai Desa Ponelo diantaranya pemeliharaan ikan kerapu menggunakan keramba jaring apung (KJA) dan penangkapan ikan menggunakan sero.

(2)

Sumber : Daud, 2012

B. Komunitas Ikan di Ekosistem

Hasil penelitian pada

Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulaun, Kabupaten Gorontalo Utara secara keseluruhan jumlah ikan yang

dari 12 famili yaitu 3 spesies dari famili Mullidae, 3 spesies d

Pomacentridae, 3 spesies dari famili Siganidae, 3 spesies dari famili Scaridae, 2 Daud, 2012

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

B. Komunitas Ikan di Ekosistem Padang Lamun

Hasil penelitian pada ekosistem padang lamun di Perairan Pantai Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulaun, Kabupaten Gorontalo Utara secara

jumlah ikan yang ditemukan sebanyak 21 spesies ikan yang dari 12 famili yaitu 3 spesies dari famili Mullidae, 3 spesies d

Pomacentridae, 3 spesies dari famili Siganidae, 3 spesies dari famili Scaridae, 2

ST II

ST I

Perairan Pantai Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulaun, Kabupaten Gorontalo Utara secara 21 spesies ikan yang terdiri dari 12 famili yaitu 3 spesies dari famili Mullidae, 3 spesies dari famili Pomacentridae, 3 spesies dari famili Siganidae, 3 spesies dari famili Scaridae, 2

(3)

spesies dari famili Labridae dan masing-masing 1 spesies dari famili Acanthuridae, famili Lethrinidae, famili Gobiidae, famili Lutjanidae, famili Gerreidae, famili Zanclidae, dan famili Haemulidae. Secara lengkap disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Jenis Ikan yang ditemukan Pada Lokasi Penelitian

N o Famili Spesies Lokasi Total individu Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Mullidae Parupeneus indicus 0 0 5 5 Scarus dimidiatus 0 0 4 4 Parupeneus multifasciatus 0 0 5 5 2 Pomacentridae Chrysiptera rollandi 2 3 3 8 Abudefduf bengalensis 4 3 4 11 Amblyglyphidodon curacao 6 8 9 23 3 Siganidae Siganus canaliculatus 14 7 0 21 Siganus punctatissimus 15 13 15 43 Siganus virgatus 4 12 4 20 4 Scaridae Calotomus spinidens 2 6 13 21 Scarus dimidiatus 0 1 3 4 Scarus ghobban 1 2 5 8 5 Acanthuridae Acanthurus xanthopterus 1 0 3 4

6 Lethrinidae Lethrinus lentjan 0 2 1 3

7 Gobiidae Amblygobius phalaena 3 5 2 10 8 Lutjanidae Lutjanus decussatus 0 0 2 2

9 Gerreidae Gerres oyena 4 2 0 6

10 Zanclidae Zanclus cornutus 0 0 3 3

11 Haemulidae Plectorhinchus polytaenia 1 3 3 7 12 Labridae

Halichoeres

hortulanus 11 3 3 17

Halichoeres zeylonicus 6 1 5 12

Total spesies 74 71 92 237

Ket: Stasiun 1. Dekat pemukiman Stasiun 2. Tidak ada pemukiman Stasiun 3. Dekat mangrove

Jumlah famili dan spesies yang diperoleh relatif lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di Indonesia, antara lain penelitian yang dilakukan

(4)

di Pulau Barrang Lompo pada tahun 2010 pada ekosistem padang lamun ditemukan jenis ikan lamun secara keseluruhan yaitu 28 spesies ikan yang berasal dari 14 famili (Rappe, 2010).

Selanjutnya di Pantai Tanjung Merah Perairan Bitung diperoleh jenis ikan pada tahun 2003 terdiri dari 35 famili dengan jumlah 108 jenis ikan lamun, tahun 2004 terdapat 24 famili dengan 50 jenis ikan lamun, sementara pada tahun 2005 terdapat 26 famili dengan 60 jenis ikan lamun (Heriman, 2006)

Berdasarkan Tabel 5 maka diperoleh bahwa stasiun 3 yang memiliki jumlah spesies maupun jumlah individu tertinggi yaitu sebanyak 92 spesies. Setelah itu disusul stasiun 1 dengan jumlah jenis ikan lamun sebanyak 74 dan terakhir disusul stasiun 2 sebanyak 71 spesies. Berdasarkan pengamatan kondisi lamun dari ketiga stasiun menunjukkan bahwa stasiun 3 kondisi lamunnya lebih rapat dibandingkan 2 stasiun lainnya. Hal ini mungkin yang menyebabkan tingginya jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan di stasiun 3.

Menurut Takaendangan, dkk, (2004), kerapatan padang lamun dan banyaknya jenis lamun penyusun berpengaruh terhadap keberadaan ikan disuatu daerah/lokasi. Keanekaragaman ikan ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang tinggi baik itu tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh lebih dari satu spesies lamun (multispesific), dibandingkan pada padang lamun dengan kerapatan rendah dan pada daerah tidak bervegetasi.

Famili mullidae tidak ditemukan pada stasiun 1 dan 2 dimana hanya terdapat pada stasiun 3. Hal ini disebabkan stasiun 1 dan 2 tidak terdapat karang

(5)

hidup yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun. Siklus hidup dari famili mullidae lebih dominan pada ekosistem terumbu karang dibandingkan pada ekosistem padang lamun dan merupakan ikan nokturnal (aktif ketika malam hari) dan diurnal (aktif ketika siang hari),

Terangi (2004), menyatakan pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan ada 3 yaitu:

1. Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku Holocentridae, suku Apogoninade, suku Hamulidae, suku Priacanthidae, Muraenidae, Seranidae, dan suku Mullidae.

2. Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku Labridae, suku Chaetodontidae, suku Pomacentridae, suku Scaridae, suku Acanthuridae, suku Bleniidae, suku Balistidae, suku Pomaccanthidae, suku Monacanthidae, suku Ostracionthidae, suku Etraodontidae, suku Canthigasteridae dan suku Mullidae.

3. Ikan crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae, suku Serranidae, suku Carangidae, suku Scorpaenidae, suku Synodontidae, suku Carcharhinidae, suku lamnidae dan suku Spyrnidae.

C. Komposisi Jenis Ikan di Ekosistem Padang Lamun

Menurut Fachrul (2007) dalam Latuconsina, dkk, (2012), komposisi spesies adalah perbandingan antara jumlah individu setiap spesies dengan jumlah individu seluruh spesies yang tertangkap dikalikan dengan nilai 100%. Hasil nilai rata-rata analisa data untuk komposisi jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 6.

(6)

Tabel 6. Komposisi Jenis Ikan yang ditemukan Pada Lokasi Penelitian No Famili Spesies Lokasi Rata-rata (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Mullidae Parupeneus indicus 0,00 0,00 5,43 1,81 Scarus dimidiatus 0,00 0,00 4,35 1,45 Parupeneus multifasciatus 0,00 0,00 5,43 1,81 2 Pomacentridae Chrysiptera rollandi 2,70 4,23 3,26 3,40 Abudefduf bengalensis 5,41 4,23 4,35 4,66 Amblyglyphidodon curacao 8,11 11,27 9,78 9,72 3 Siganidae Siganus canaliculatus 18,92 9,86 0,00 9,59 Siganus punctatissimus 20,27 18,31 16,30 18,29 Siganus virgatus 5,41 16,90 4,35 8,88 4 Scaridae Calotomus spinidens 2,70 8,45 14,13 8,43 Scarus dimidiatus 0,00 1,41 3,26 1,56 Scarus ghobban 1,35 2,82 5,43 3,20 5 Acanthuridae Acanthurus xanthopterus 1,35 0,00 3,26 1,54 6 Lethrinidae Lethrinus lentjan 0,00 2,82 1,09 1,30 7 Gobiidae Amblygobius phalaena 4,05 7,04 2,17 4,42 8 Lutjanidae Lutjanus decussatus 0,00 0,00 2,17 0,72

9 Gerreidae Gerres oyena 5,41 2,82 0,00 2,74 10 Zanclidae Zanclus cornutus 0,00 0,00 3,26 1,09 11 Haemulidae Plectorhinchus polytaenia 1,35 4,23 3,26 2,95

12 Labridae Halichoeres hortulanus 14,86 4,23 3,26 7,45 Halichoeres zeylonicus 8,11 1,41 5,43 4,98 Berdasarkan Tabel 6 diperoleh nilai rata-rata komposisi jenis ikan ekosistem padang lamun tertinggi adalah famili Siganidae, spesies Siganus punctatissimus sebanyak 18,29%. Setelah itu disusul famili Pomacentridae,

spesies Amblyglyphidodon curacao sebanyak 9,72%, famili Scaridae, spesies Calotomus spinidens sebanyak 8,43%, Famili Labridae, spesies Halichoeres

hortulanus sebanyak 7,45%, Halichoeres zeylonicus sebanyak 4,98%, famili Gobiidae, spesies Amblygobius phalaena sebanyak 4,42%, famili Haemulidae, spesies Plectorhinchus polytaenia sebanyak 2,95%, famili

(7)

Gerreidae, spesies Gerres oyena sebanyak 2,74%, famili Mullidae, spesies Parupeneus indicus sebanyak 1,81%, famili Acanthuridae, spesies Acanthurus

xanthopterus sebanyak 1,54%, Famili Lethrinidae, spesies Lethrinus lentjan

sebanyak 1,30%, famili, Zanclidae, spesies Zanclus cornutus sebanyak 1,09%, famili Lutjanidae, spesies Lutjanus decussatus sebanyak 0,72%.

Perbedaan jumlah nilai setiap jenis tidak terlalu menyolok dapat dilihat dari beberapa jenis yang nilai hanya berbeda 1% diantaranya spesies Amblyglyphidodon curacao sebanayak 9,72%, spesies Calotomus spinidens

sebanyak 8,43% dan spesies Halichoeres hortulanus sebanyak 7,45%,. Perbedaan ini diduga ataupun diakibatkan oleh lokasi pengambilan sampel yang berbeda, di samping faktor ekologi yang lain. Jenis yang dominan pada penelitian ini menunjukkan kemiripan dengan beberapa penelitian lain di perairan Indonesia bagian Timur, yaitu famili Siganidae lebih dominan dibandingkan jenis-jenis lainnya.

Makatipu (2007), melaporkan di Perairan Padang Lamun Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara komposisi/kelimpahan jenis ikan yang dominan adalah famili Labridae. Terdapat dua jenis diantaranya Halichoeres papilionaceus (16,08%) dan H. melanurus (15,65%) selanjutnya diikuti famili Siganus, spesies Siganus canaliculatus dengan komposis/kelimpahan 11,13%.

Data hasil penelitian dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian di perairan tropik yang lain, dengan menyusun daftar familli berdasarkan sepuluh famili ikan terpenting pada berbagai ekosistem padang lamun di Perairan Tropik di Indonesia (Tabel 1). Dimana famili Siganidae dalam skala dunia tidak masuk

(8)

dalam sepuluh besar namun menduduki peringkat tiga di Pulau Seribu (Peristiwady, 1988 dalam Heriman, 2006). Hasil penelitian menujukkan bahwa famili Siganidae menduduki peringkat pertama. Ini kemugkinan disebabkan tempat hidupnya lebih dominan pada ekosistem padang lamun dari pada di ekosistem terumbu karang dan diduga karena famili ini menjadikan ekosistem padang lamun pada perairan Pantai Ponelo sebagai habitat ideal untuk tempat asuhan dan pembesaran. Famili Siganidae merupakan penghuni berkala atau transit yang mengunjungi padang lamun untuk berlindung atau mencari makan (Tomascik, et al., 1997 dalam Heriman 2006).

D. Indeks Keanekaragaman, Kemerataan, dan Dominansi

Menurut Odum, (1983) dalam Rappe, (2010), indeks keanekaragaman, keseragaman/kemertaan, dan dominansi menunjukkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu setiap jenis dan juga menunjukkan kekayaan jenis. Hasil analisa data untuk indeks keanekaragaman (D’), indeks keseragaman/kemerataan (Es) dan indeks dominansi (D) ikan yang ditemukan selama penelitian setiap staiun dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-Rata Indeks keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi di Setiap Stasiun Pengamatan

No Stasiun Keanekaragaman Indeks

(D') Indeks Kemerataan (Es) Indeks Dominansi (D) 1 Stasiun 1 0,88 0,94 0,12 2 Stasiun 2 0,89 0,95 0,11 3 Stasiun 3 0,92 0,96 0,08

(9)

Berdasarkan Tabel 7 diperoleh indeks keanekaragaman (D’) ikan pada ekosistem lamun pada seluruh stasiun berkisar antara, 0,88 – 0,92 kategori keanekaragaman tinggi, sementara indeks keseragaman/kemerataan (Es) berkisar antara, 0,94 – 0,92 dengan kategori tinggi dan untuk indeks dominansi (D) ikan pada ekosistem lamun pada semua lokasi berkisar antara, 0,08 - 0,12 dengan kategori dominasi rendah, sehingga kriteria komunitas berada pada kondisi stabil.

Umumnya apabila suatu komunitas memiliki nilai keanekaragaman (D’) dan keseragaman/kemerataan (Es) tinggi, maka nilai dominansi (D) cenderung rendah; menandakan kondisi komunitas yang stabil; sebaliknya apabila nilai keanekaragaman (D’) dan keseragaman/kemerataan (Es) rendah, maka nilai dominansi (D) tinggi, menunjukkan ada dominasi suatu spesies terhadap spesies lain; dan dominasi yang cukup besar akan mengarah pada kondisi komunitas yang labil atau tertekan (Masrizal & Azhar, 2001 dalam Manik, 2011).

Menurut Takaendangan, dkk, (2004), kerapatan padang lamun dan banyaknya jenis lamun penyusun berpengaruh terhadap keberadaan ikan disuatu daerah/lokasi. Keanekaragaman ikan ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang tinggi baik itu tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh lebih dari satu spesies lamun (multispesific), dibandingkan pada padang lamun dengan kerapatan rendah dan pada daerah tidak bervegetasi.

Nilai yang diperoleh relatif lebih rendah dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di Indonesia, antara lain di hamparan ekositem padang lamun di Pantai Tanjung Merah dilaporkan bahwa indeks keanekaragaman pada tahun 2003

(10)

berkisar antara 3,14-3,97, pada tahun 2004 berkisar antara 2,64-2,23, dan pada tahun 2005 berkisar antara 2,79-3,21. Sementara indeks keseragaman/kemerataan pada tahun 2003 berkisar antara 0,68-0,82, pada tahun 2004 berkisar antara 0,49-0,51 dan pada tahun 2005 berkisar antara 0,64-0,73 (Heriman, 2006).

Adapun di Pulau Barrang Lompo pada tahun 2010. Dimana nilai indeks keanekaragaman pada semua stasiun berkisar antara 1,10–2,44, sementara nilai indeks keseragaman/kemerataan pada semua stasiun berkisar antara 0,60-0,85, sedangkan nilai indeks dominasi dilaporkan pada semua stasiun berkisar antara 0,12–0,41 (Rappe, 2010).

Hasil perhitungan menggunakan analisis rancangan acak kelompok (varians) dengan uji f menggunakan ANOVA dua arah (Two-way Anova) menunjukkan tidak ada perbedaan antara nilai indeks keanekaragaman

(D’), kemerataan (Es) dan dominasi (D) dari tiap – tiap stasiun dimana Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Lampiran 5). Hasil ini menandakan bahwa ketiga lokasi/stasiun penelitian tidak ada perbedaan atau memiliki kemiripan dan mengalami tingkat gangguan yang sama. Dilihat dari kondisi lokasi penelitian belum ada kegiatan/aktivitas masyarakat yang dapat merusak ekosistem padang lamun.

E. Parameter Kualitas Air Laut yang Mendukung Kehidupan Ikan di Ekosistem Padang Lamun

Hasil pengukuran nilai rata-rata parameter kualitas air laut yaitu suhu, pH, dan salinitas pada seluruh stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8.

(11)

Tabel 8. Nilai Parameter Kualitas Air Laut pada Lokasi Penelitian Parameter Kualitas air laut Satuan Lokasi Nilai rata-rata

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Temperatur air Laut (suhu) (⁰C) 30,1 30,3 30,1 30,17 pH air Laut (-) 6,91 6,81 6,82 6,85 Salinitas air Laut (‰) 33 35 30 32,67 1. Suhu

Hasil pengukuran suhu di seluruh stasiun pengamatan selama di lapangan maka diperoleh kisaran suhu rata-rata 30,17 oC, sehingga dapat dikatakan perairan ini masih dianggap layak bagi kehidupan ikan. Kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme akuatik bahari adalah 25- 32 ⁰C. Kisaran suhu ini umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen (Perkins, 1974 dalam Efriyeldi, 1999).

2. pH

Nilai rata-rata pH yang diperoleh dari hasil pengukuran di seluruh stasiun pengamatan yaitu berkisar 6,85, sehingga dapat dikatakan perairan ini dalam keadaan baik dan masih optimal bagi kehidupan ikan. Seperti yang diketahui bahwa nilai pH yang normal dalam suatu perairan berkisar antara 6-8.

Menurut Kordi dan Tancung (2007) dalam Latuconsina, dkk, (2012), nilai pH 6,5 – 9,0 merupakan kisaran pH optimal bagi pertumbuhan ikan. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang asam akan kurang produktif karena kandungan oksigen

(12)

terlarutnya rendah, yang berakibat aktivitas pernafasan ikan meningkat dan nafsu makan menurun. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan perairan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kondisi suatu perairan sebagai lingkungan tempat hidup (Odum, 1996 dalam Herawati, 2008).

3. Salinitas

Berdasarkan pengukuran di lapangan nilai rata-rata salinitas diseluruh stasiun pengamatan yaitu : 32,67‰, dan masih toleran terhadap kehidupan ikan. Laevastu & Hayes (1982) dalam Latuconsina, dkk, (2012), kisaran optimal air laut yaitu 30‰ - 40‰, dimana bahwa dengan kisaran ini ikan masih toleran hidup. Setiap jenis ikan memiliki kemampuan yang berbeda untuk beradaptasi dengan salinitas perairan laut, meskipun ada yang bersifat eurihaline namun sebagian besar bersifat stenohalin. Sementara itu menurut Kordi dan Tancung (2007) dalam Latuconsina, dkk, (2012), salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, dan semakin tinggi salinitas akan semakin besar tekanan osmotiknya yang berpengaruh terhadap biota perairan.

4. Substrat

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa diseluruh stasiun mempunyai jenis substrat yang sama yaitu pasir kasar, bercampur pecahan karang mati, pecahan cangkang mollusca dan terdapat karang hidup. Menurut Lalli & Parsons (1993) dalam Pandiangan (2006), substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan terhadap predator. Substrat dasar yang

(13)

halus seperti lumpur, pasir, pecahan karang mati dan tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi ikan maupun hewan dasar.

Gambar

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian  B. Komunitas Ikan di Ekosistem Padang Lamun
Tabel 6. Komposisi Jenis Ikan yang ditemukan Pada Lokasi Penelitian  No  Famili  Spesies  Lokasi  Rata-rata  (%) Stasiun  1  Stasiun 2  Stasiun 3  1  Mullidae  Parupeneus indicus  0,00  0,00  5,43  1,81  Scarus dimidiatus  0,00  0,00  4,35  1,45  Parupeneu
Tabel  7.  Nilai Rata-Rata Indeks keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi                 di Setiap Stasiun Pengamatan
Tabel 8. Nilai Parameter Kualitas Air Laut pada Lokasi Penelitian  Parameter  Kualitas  air laut  Satuan  Lokasi   Nilai rata-rataStasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Referensi

Dokumen terkait

Shade guide Sesuai kebutuhan Warna resin komposit sesuai warna asli gigi 11  Aplikasi bahan etsa hanya pada permukaan yang dipreparasi atau dibevel (kira-kira 15- 20 detik

Cekungan Sunda dikenal pada industri /igas sebagai Sunda"!sri Basin, dan eiliki source 7ock yang cukup terkenal yaitu 5orasi Banuwati, dengan batuan

Batuan endapan *ekungan Bintuni tercenanggan menjadi jalur lipatan berarah  barat – barat laut dari kaki lentikan (Kuesta) Kepala Burung bagian tengah di hulu sungai imau

Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra biasanya terjadi karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang turun ke uretra. Keluhan yang biasa di sampaikan klien

akan datang kembali ke bumi untuk melawan Dajjal dan kehadirannya merupakan salah satu tanda-tanda dekatnya hari kiamat... Yajuj dan Majuj ini adalah mengenai sekelompok

Sebagai kemungkinan lain, atau jika larut dalam air, menyerap dengan memakai bahan kering yang tidak giat dan masukkan ke wadah bahan buangan yang tepat.. Buang melalui kontraktor

Kemampuan kapasitas energi yang tersimpan dalam baterai lithium tergantung pada beberapa banyak ion lithium yang dapat disimpan dalam struktur bahan elektrodanya dan berapa

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara langsung proses pengolahan dan pengemasan serta ekspor ikan tuna ekor kuning (Thunnus albacares) di CV