• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan perekonomian dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada dasarnya secara langsung mendukung segenap bangsa Indonesia untuk turut dalam lalu lintas perdagangan internasional. Batas-batas negara menjadi semakin terbuka sehingga bukan menjadi hambatan dalam perdagangan internasional. Dunia bisnis/perdagangan yang berkembang semakin pesat ditunjukkan dengan meningkatnya hubungan bisnis/dagang yang tidak lagi terbatas pada hubungan antar pihak dalam satu negara, melainkan telah banyak melibatkan antara pihak dalam negara yang berbeda (pihak Indonesia dengan pihak asing). Hubungan bisnis/dagang yang demikian (hubungan bisnis/dagang internasional) melahirkan hubungan bisnis/dagang lebih yang kompleks.5 Hal ini kemudian memberi pengaruh pada perkembangan hukum kontrak internasional6 yang menjadi dasar dari berlangsungnya

      

5 Menurut Huala Adolf dinyatakan bahwa kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi), sehingga, transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut dengan

e-commerce”. Lihat Huala Adolf, 2004, Hukum Perdaganagan Internasional Prinsip-Prinsip Dasar dan Konsepsi Dasar, PT. Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1.

6 Terdapat perbedaan antara perikatan (verbintennis), perjanjian (overeenkomsten), dan kontrak. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu dari pihak yang lainnya, dan pihak yang lain itu berkewajiban untuk memenuhi

(2)

hubungan perdagangan internasional. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional apabila memiliki unsur asing (foreign element) dalam perjanjian tersebut.7 Unsur asing ini dapat timbul antara lain apabila terdapat status personal subjek hukum yang berbeda dalam sebuah perjanjian.8 Status personal adalah kelompok kaidah yang mengikuti seseorang kemanapun ia pergi.9 Kaidah-kaidah ini dengan demikian mempunyai lingkungan keberlakuan yang universal sehingga tidak terbatas kepada wilayah suatu negara tertentu saja. Hal ini akan menimbulkan permasalahan hukum perdata internasional ketika seseorang dan/atau badan hukum dari suatu negara membuat hubungan hukum dengan orang dan/atau badan hukum dengan orang dari negara lainnya. Hubungan hukum perdata internasional memiliki unsur-unsur asing seperti subjek, peristiwa, materi dan

fakta-       tuntutan tersebut. Perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maka dapat disimpulkan bahwa perikatan adalah sutau hubungan hukum, sedangkan perjanjian adalah sutau perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang terjadi dalam perjanjian itulah yang menjadi sumber hubungan hukum perikatan, disamping perjanjian, ada juga yang disebut sebagai kontrak. Secara gramatikal, istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu

contract. Baik perjanjian maupun kontrak memiliki pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan

hukum untuk saling mengikatkan para pihak yang membuatnya ke dalam sutau hubungan hukum perikatan. Yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah pada perjanjian ada perjanjian yang lisan dan ada perjanjian yang tertulis. Sedangkan pada kontrak selalu tertulis. Dengan kata lain kontrak adalah suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, cetakan 23, Intermasa, Jakarta, hlm. 1-3.

7 Sudargo Gautama, 2007, Hukum Perdata Internasional, Jilid III Bagian 2 Buku ke 8, Alumni, Bandung, hlm.2-3.

8 Sudargo Gautama, 2004, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian 1 Buku ke-7, Alumni, Bandung, hlm.3.

5 Sudargo Gautama, 1987, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Cetakan 5, Binacipta, Bandung, hlm. 3-4.

(3)

faktanya, sehingga bukan hukumnya yang internasional, karena hukumnya tetap nasional.10

Salah satu dari kontrak yang penting yang banyak dilakukan oleh para pelaku usaha

antarnegara adalah perjanjian utang piutang (loan agreement/credit agreement/facility

agreement). Perjanjian utang piutang adalah suatu perjanjian antara suatu subjek

hukum dengan subjek hukum lain, dimana satu pihak menjamin uang kepada pihak lain dan pihak lain akan mendapat timbal balik berupa bunga atau hal lain yang diperjanjikan sebelumnya. Pengaturan tentang perjanjian utang piutang telah diatur secara terperinci dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPerdata)11 atau Burgerlijk Wetboek (BW), seperti lahirnya, hapusnya dan saat terjadinya wanprestasi.

Di dalam perjanjian utang piutang, para pihak dapat mengatur tentang besarnya uang yang akan dipinjamkan, mekanisme pengembalian pinjaman, jaminan pelaksanaan pengembalian utang, apa yang dilakukan apabila ada pihak yang lalai, dan lain sebagainya. Para pihak juga dapat memperjanjiakan hukum mana yang akan berlaku bagi perjanjian tersebut dan forum mana yang berwenang mengadili apabila terjadi sengketa. Hal ini merupakan pelaksanaan dari adanya asas kebebasan

        

11 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab undang-Undang Hukum Perdata: Burgerlijk

(4)

berkontrak seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Salah satu perjanjian utang piutang yang subjek hukumnya berbeda negara adalah perjanjian utang piutang antara PT First Media Tbk (Badan Hukum Indonesia) (First Media) dengan Acrossasia Limited (badan hukum asing, berkedudukan di Hong Kong dan memiliki kantor representatif di Indonesia) (AAL). Pada tanggal 27 Juni 2011, First Media dan AAL telah menandatangani Indicative Term Sheet (Term

Sheet) sebagai kesepakatan awal atas fasilitas pinjaman uang yang diberikan oleh

First Media kepada AAL senilai USD 44,000,000 (empat puluh empat juta Dollar Amerika Serikat). Di dalam Term Sheet kedudukan First Media selaku kreditur dan AAL selaku debitur. Berdasarkan Term Sheet, First Media dan AAL telah menandatangani Facility Agreement tertanggal 30 Juni 2011 (Facility Agreement). Berdasarkan Facility Agreement fasilitas pinjaman disediakan oleh First Media kepada ALL dengan nilai maksimal adalah sebesar USD 44,000,000 (empat puluh empat juta Dollar Amerika Serikat) (Utang). Pada tanggal 30 Juni 2011, First Media telah mencairkan seluruh Utang kepada ALL. Jangka waktu Utang berlaku 3 bulan dan diperpanjang secara otomatis sampai dengan maksimal 1 tahun yaitu sampai dengan tanggal 30 Juni 2012. Pada tanggal 30 Juni 2012, Utang beserta bunga yang timbul atasnya telah jatuh tempo untuk dibayarkan oleh AAL kepada First Media,

(5)

namun AAL belum juga melakukan pembayaran apapun kepada First Media pada tanggal jatuh tempo tersebut.

Di sisi lain, dalam hubungan bisnisnya antara First Media dan anak perusahaanya dengan perusahaan Astro Group yaitu Astro Nusantara International

B.V., Astro Nusantara Holdings B.V., Astro Nusantara International B.V., Astro Multimedia Corporation N.V., Astro Multimedia N.V., Astro Overseas Limited (yang

dikenal dengan AAAN Bermuda Limited), Astro All Asia Networks PLC, Measat

Broadcast Network Systems SDN BHD, dan All Asia Multimedia Networks FZ-LLC

(Astro Group) mengalami masalah hukum.

Pada tanggal 11 Maret 2005, First Media, PT Ayunda Prima Mitra (APM) (dahulu merupakan anak usaha), dan PT Direct Vision (DV) membuat perjanjian Kepemilikan Saham (SSA) dengan Astro Group untuk pendirian sebuah perusahaan patungan untuk mengoprasikan bisnis TV berlangganan melalui DV anak perusahaan First Media. Proses perjalanan kerjasama First Media dan anak usaha dengan Astro Group tersebut tidak berjalan dengan lancar. Pada tanggal 3 September 2008, APM telah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Astro All Asia Networks PLC (Tergugat I), Measat Broadcast Network System SDN BHD (Tergugat II), All Asia Multimedia Networks FZ-LLC (Tergugat III), Measat Satellite Systems SDN BHD (Tergugat IV), Ralph Marshall (Tergugat V), Sean Dent (Tergugat VI), Nelia Concap Cion Molato (Tergugat VII), Liza Tjondro (Tergugat VIII), PT Adi Karya Visi (Tergugat IX), Tara Agus

(6)

Sosrowardoyo (Tergugat X), PT Karyamegah Adijaya (Tergugat XI), PT Abadi Berkah (Tergugat XII) dan PT Direct Vision (Turut Tergugat) dengan Nomor Pendaftaran No.: 1100/Pdt.G/2008/PN.JKT-SEL tertanggal 3 September 2008. First Media bukan merupakan pihak dalam gugatan ini. APM mengajukan gugatan tersebut dengan tuntutan ganti rugi total sebesar USD1,500,000 (Gugatan Perdata Indonesia).

Atas Gugatan Perdata Indonesia tersebut pada tanggal 13 Mei 2009 telah keluar putusan sela yang menyatakan menolak eksepsi yang dikemukakan oleh Tergugat I, II, III dan V serta menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara (“Putusan Sela”). Atas Putusan Sela tersebut telah diajukan pernyataan banding pada tanggal 22 Mei 2009 oleh Tergugat I, II, III dan V. Bahwa terhadap Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Tergugat I, II, III dan V telah menyatakan kasasi atas Putusan banding terhadap Putusan Sela tersebut kepada Mahkamah Agung pada tanggal 11 Juni 2012 dan APM menyatakan kasasi atas putusan banding terhadap Putusan Pokok Perkara Gugatan Perdata Indonesia tersebut kepada Mahkamah Agung pada tanggal 25 Oktober 2013.

Pada tanggal 6 Oktober 2008, Astro Group mengajukan Permohonan Arbitrase terhadap APM, First Media dan DV untuk proses arbitrase di Singapore

International Arbitration Centre (SIAC), Singapura. Permohonan arbitrase sesuai Notice of Arbitration tertanggal 6 Oktober 2008 yang diajukan Astro Group adalah

(7)

menuntut pembayaran restitusi dan/atau kuantum merit (quantum merit) sebesar lebih USD245,000 kepada APM, First Media dan DV berdasarkan pelaksanaan SSA tertanggal 11 Maret 2005 berikut ganti rugi atas pelanggaran pasal 17.6 dari SSA yang timbul karena adanya Gugatan Perdata di Indonesia.

Pada tanggal 7 Mei 2009, Tribunal SIAC telah menerbitkan Award on

Preliminary Issues of Jurisdiction, Interim Anti-Suit Injunction and Joinder ARB No. 062 of 2008 (“Keputusan Arbitrase Interim”). Atas Keputusan Arbitrase Interim

tersebut, Astro Group telah mengajukan Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase tersebut, APM dan DV telah mengajukan Permohonan Pembatalan kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak pelaksanaan keputusan SIAC tersebut. Di dalam permohon tersebut, APM dan DV antara lain menyatakan: (i) bahwa sengketa dalam perkara Arbitrase tersebut di atas oleh Para Pemohon/Penggugat baru didaftarkan pada SIAC tanggal 6 Oktober 2008, sedangkan sebelumnya Termohon I/APM, sudah terlebih dahulu mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Para Pemohon di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 3 September 2008; (ii) bahwa sengketa dalam Putusan Arbitrase bukanlah sengketa di bidang perdagangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 66 huruf b UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase); (iii) bahwa Keputusan Arbitrase Interim telah mengintervensi hukum acara perdata di Indonesia dan oleh karenanya Keputusan

(8)

Arbitrase Interim tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada tanggal 28 Oktober 2009, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan pertimbangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa subtansi Keputusan Abitrase Interim adalah melebihi kewenangan yang sudah ditetapkan dan telah mengintervensi pelaksanaan proses peradilan di Indonesia, serta mengeluarkan Penetapan bahwa Keputusan Arbitrase Interim dimaksud tidak dapat dilaksanakan (Non Eksekutorial). Lebih lanjut, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut telah dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/Pdt.Sus/2010 tertanggal 24 Februari 2010 dan salinan Putusan Mahkamah Agung tersebut telah diterima oleh APM pada bulan Oktober 2010.

Pada tanggal 16 Pebruari 2010, Tribunal SIAC telah menerbitkan Interim

Final Award ARB No. 062 of 2008 (didaftarkan dalam SIAC Registry of Award

sebagai Award No. 7 of 2010 tertanggal 18 Pebruari 2010) (“Keputusan Arbitrase Final”). Dalam Keputusan Arbitrase Final tersebut, Tribunal SIAC memerintahkan kepada APM, Perusahaan dan DV secara tanggung renteng untuk melakukan:

1. pembayaran restitusi kepada Astro All Asia Network PLC sebesar RM103,334;

2. pembayaran restitusi kepada Measat Broadcast Network Systems SDN BHD sebesar USD5,773; dan

(9)

3. pembayaran restitusi kepada All Asia Multimedia Networks FZ-LLC sebesar USD59,327.

Sedangkan untuk biaya yang timbul atas adanya Gugatan Perdata di Indonesia, Tribunal SIAC memerintahkan APM dan First Media untuk membayar ganti kerugian kepada Astro Nusantara International BV dan Astro Nusantara Holdings BV sebesar USD608, GBP23 dan SGD65. Keputusan Arbitrase Final tersebut diperbaiki sebagaimana dengan Memorandum of Correction Pursuant to

Rule 28.1 of The SIAC Rules 2007 tertanggal 23 Maret 2010 (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No. 14 tahun 2010 tertanggal 12 April 2010), yang

perubahannya antara lain adalah perubahan nilai pembayaran restitusi kepada All Asia

Multimedia Networks FZ-LLC semula sebesar USD59,327 menjadi sebesar

USD59,459 (“Perbaikan Keputusan Arbitrase Final”).

Pada tanggal 5 Februari 2010 SIAC menerbitkan Putusan SIAC on Cost for

the Preliminary Hearing From 20 to 24 April 2009 (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No.06 tahun 2010 tertanggal 10 Februari 2010), yang antara

lain APM, First Media dan DV diperintahkan untuk membayar biaya Preliminary

Hearing tertanggal 20 sampai dengan 24 April 2009 sebesar (apabila dikonversi ke

dalam USD) kurang lebih USD600 (“Partial Costs Award”).

Pada tanggal 3 Agustus 2010, SIAC telah menerbitkan Final Award – Interest

and Costs (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No. 41 tahun

(10)

SIAC memerintahkan kepada APM, First Media dan DV untuk secara tanggung renteng melakukan:

1. pembayaran interest kepada Astro All Asia Network PLC sebesar RM35,947; 2. pembayaran interest kepada Measat Broadcast Network Systems SDN BHD

sebesar USD1,397;

3. pembayaran interest kepada All Asia Multimedia Networks FZ-LLC sebesar USD14,532.

Final Cost Award tersebut sekaligus membebankan seluruh biaya arbitrase

kepada APM, First Media dan DV secara tanggung renteng dan melakukan pembayaran SIAC deposit sebesar SGD617 dan sebesar SGD151 terkait persidangan di London bulan September 2009. Pembayaran legal cost dan disbursement yang harus ditanggung APM, First Media dan DV secara tanggung renteng sebesar GBP730, SGD2,881, RM63 dan USD36.

Pada tanggal 23 Juni 2010, APM dan DV mengajukan gugatan pembatalan atas Keputusan Arbitrase Final, Partial CostsAward dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara No.: 300/PDT.G/2010/PN.Jkt.Pst (“Perkara No.300”), dengan dasar bahwa putusan-putusan SIAC tersebut bertentangan dengan ketertiban umum, sehingga putusan- keputusan-keputusan Arbitrase tersebut tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.Pihak yang digugat dalam Perkara No. 300 adalah Astro Group. Terhadap Perkara No. 300, Majelis Hakim telah mengeluarkan putusan sela, yang pada pokoknya memutuskan

(11)

bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa gugatan pembatalan yang diajukan atas Keputusan Arbitrase Final, Partial Costs Award dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final, dimana terhadap putusan-putusan sela tersebut, saat ini telah dilakukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 2011, sebagaimana tertuang di dalam Risalah Permohonan Banding Nomor 113/SRT.PDT.BDG/2011/PN.JKT.PST Jo Nomor 300/PDT.G/2010/PN.JKT.PST. Pada tanggal 21 Juli 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat pemberitahuan kepada DV bahwa Gugatan DV tidak dapat diterima di tingkat Mahkamah Agung, selain Perkara No. 300, DV juga telah mengajukan gugatan terhadap Astro Group tentang untuk “Tidak Dikeluarkannya

Eksekuatur atas Putusan Arbitrase Final” di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan

Nomor Perkara.: 301/PDT.G/2010/PN.Jkt.Pst (“Perkara No.301”), pada tanggal 23 Juni 2010.

Pada tanggal 25 Agustus 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan Putusan atas Perkara No.301, yang pada pokoknya memutus Gugatan DV tidak dapat diterima. Dalam salah satu pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim dalam putusannya disebutkan bahwa putusan gugatan DV tidak dapat diterima oleh karena dinilai premature (belum saatnya diajukan), dengan telah dicabutnya Surat Penetapan Eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional Terkait dengan Perkara SIAC Arbitration No. 062/08 tertanggal 9 Juni 2010 oleh Astro Group (Putusan Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Partial Costs

(12)

Award, Keputusan Arbitrase Final dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final) melalui surat pencabutan tertanggal 26 Agustus 2010.

Pada tanggal 9 September 2011, melalui surat Nomor Ref.: 1000/SWH-0907/L/IX/PMH-AMP-LS, DV telah mengajukan memori banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 26 Agustus 2011, sebagaimana tertuang di dalam Surat Permohonan Banding Nomor: 67/Srt.Pdt.Kas/2011/PN.JKT.PST.Jo Nomor: 301/PDT.G/2010/PN.JKT.PST. sampai dengan saat ini sama sekali tidak pernah ada penetapan eksekuatur (penetapan untuk dapat dilaksanakannya) atas

Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Partial Costs Award, Keputusan

Arbitrase Final, dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana syarat eksekuatur tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 66 (d) UU Arbitrase.

Pada tanggal 11 September 2012, Pengadian Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan Penetapan Putusan Arbitrase International berdasarkan Nomor: 32 tahun 2009 jo Nomor : 16 Tahun 2010 jo Nomor 07 tahun 2010 jo Nomor 14 tahun 2010 jo Nomor 41 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Putusan SIAC tanggal 3 Oktober 2009 (Further Partial Award), Partial Costs Award, Keputusan Arbitrase Final, Perbaikan Keputusan Arbitrase Final dan Final Cost Award (seluruhnya disebut Putusan SIAC) dinyatakan tidak dapat dilaksanakan (non eksekuatur) di Indonesia. Menurut pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan SIAC tersebut tidak dapat dilaksanakan atau di eksekusi

(13)

karena Putusan SIAC tersebut merupakan bentuk campur tangan pihak luar (badan arbitrase asing) dalam urusan peradilan di Indonesia yang nyata-nyata dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (vide Pasal 3 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman), pelanggaran terhadap asas hukum acara yang berlaku di Indonesia (asas Poin’t de Interest Poin’t de action), serta pelanggaran terhadap asas Audi Et Alteram Partem, sehingga dapat dikualifikasikan bertentangan dengan ketertiban umum.

Pada tanggal 5 Agustus 2010 dan 3 September 2010 atas Permohonan secara

ex-parte- dari Astro Group sebelumnya tersebut, High Court of Singapore telah

menerbitkan putusan eksekuatur atas kelima SIAC Awards yang terdiri dari:

Preliminary Award tertanggal 7 Mei 2009, Further Partial Award tertanggal 3

Oktober 2009, Partial Cost Award dated 5 Februari 2010, Keputusan Arbitrase Final tertanggal 16 Februari 2010, dan Final Cost Award di Singapura tertanggal 3 Agustus 2010 (“Pelaksanaan Eksekusi Putusan”).

Pada tanggal 24 Maret 2011, Astro Group meminta pelaksanaan Putusan SIAC di Singapura (“Perintah Pelaksanaan Putusan”). Pada tanggal 3 Mei 2011, kuasa hukum First Media di Singapura mengajukan permohonan upaya perlawanan terhadap Perintah Pelaksanaan Putusan yang diperoleh oleh Astro Group. Permohonan First Media tersebut diterima oleh Singapore High Court, Singapore

(14)

bersamaan memperkenankan First Media untuk mengajukan permohonan keberatan atas Pelaksanaan Eksekusi Putusan.

First Media mengajukan permohonan lanjutan pada 12 September 2011 untuk mengesampingkan Pelaksanaan Eksekusi Putusan. Astro Group juga mengajukan banding atas pengesampingan Perintah Pelaksanaan Putusan. Kedua upaya banding Astro Group maupun permohonan keberatan First Media atas pelaksanaan eksekusi dari SIAC Awards telah disidangkan di Singapore High Court pada tanggal 23-25 Juli 2012. Pada tanggal 23 Oktober 2012, Singapore High Court memberikan putusan sebagai berikut : (i) menolak Permohonan Banding dari Astro Group dan (ii) menolak Permohonan atas Keberatan atas pelaksanaan putusan SIAC dari First Media. First Media kemudian mengajukan permohonan kasasi kepada Singapore Court of Appeal.

Pada tanggal 31 Oktober 2013, Singapore Court of Appeal mengabulkan sebagian permintaan First Media, yang mana diantaranya biaya perkara akan dibayar oleh Astro Group dan memutuskan bahwa kelima SIAC Awards yang dikenakan kepada APM, First Media dan DV (“Termohon”) di SIAC untuk perkara Arbitration No. 62 of 2008, tidak dapat dilaksanakan di Singapura oleh pihak ke-enam sampai dengan ke-delapan dari Pihak Astro diatas yaitu Astro All Asia Networks PLC.

Measat Broadcast Networks Systems Sdn Bhd dan All Multimedia Networks FZ-LLC

(“Pihak Astro Yang Ditambahkan”). Pihak Astro Yang Ditambahkan tersebut bukan merupakan pihak dalam perjanjian arbitrase dengan Termohon akan tetapi dimasukkan untuk ikut serta ke dalam proses arbitrase oleh Arbitral Tribunal

(15)

berdasarkan Rule 24 (b) of the 2007 SIAC Rules, dengan mengesampingkan keberatan yang diajukan berulang kali oleh First Media atas penambahan pihak tersebut. Akibat dari Putusan yang dikeluarkan oleh Singapore Court of Appeal tersebut maka dari total denda sebesar USD250.000 yang sebelumnya diperintahkan untuk dibayar oleh Termohon berdasarkan SIAC Awards, hanya sejumlah yang terdiri dari USD608, GBP23 dan SGD65 (“Jumlah Putusan”) saja yang dimintakan pelaksanaan pembayarannya di Singapura oleh First Media. First Media telah membayar Jumlah Putusan kepada pihak pertama sampai pihak kelima dari Pihak-Pihak Astro.

First Media dan Astro Group telah melaksanakan persidangan pada tanggal 9 September 2014 di hadapan Singapore Court of Appeal, dihadiri oleh Queen’s

Counsel masing-masing dan pengacara Singapura, untuk memperjelas antara lain

pelaksanaan Awards (Putusan SIAC) lainnya. The Singapore Court Appeal, dalam keputusan tanggal 11 September 2014, menjelaskan dan menegaskan bahwa sisa (lebih dari 99%) dari jumlah yang sebelumnya telah diperintahkan (oleh Tribunal) yang harus dibayar kepada Astro Group tidak dapat diberlakukan, dan tidak perlu dibayar oleh First Media. Satu-satunya biaya yang dibayarkan kepada pihak 1 sampai dengan pihak 5 dari Astro Group adalah sejumlahi USD608, GBP23 dan S$ 65, dan telah dibayar oleh Perusahaan pada bulan November 2013. First Media telah mengajukan jumlah biaya hukum dari siding Juli 2012 dan April 2013 kepada Court

(16)

mengeluarkan putusan pada tingkat pertama berkaitan dengan sidang April 2013 yang keluar pada bulan November 2014. Baik Astro dan First Media telah mengajukan permohonan agar keputusan ini diperiksa kembali oleh High Court Judge dan akan disidangkan pada Mei 2015. Secara terpisah, pengkajian biaya untuk sidang Juli 2012 akan dillaksanakan pada Maret 2015.

Pada tanggal 8 Juli 2011, High Court of Singapore telah menerbitkan putusan

Injunction Prohibiting Disposal of Assets Worldwide (“Injunction”) membatasi

transaksi atas asset First Media sampai dengan jumlah yang dinyatakan dalam

Injuction. Salah satu pengecualian penting dalam Injuction bahwa First Media tidak

dilarang untuk melakukan transaksi atau melepaskan aset-asetnya sehubungan dengan kegiatan bisnis yang wajar dan normal. Pada tanggal 20 Januari 2014, High Court menyatakan bahwa Injunction tersebut tidak berlaku sejak tanggal Putusan tertanggal 31 Oktober 2013, dengan demikian, First Media bebas untuk berurusan dengan asetnya. First Media juga telah memohon ke Singapore High Court untuk penilaian terhadap kerugian yang harus dibayar oleh Pihak Astro kepada First Media, sebagai akibat dari adanya Putusan Mareva diperoleh oleh Astro Group kepada First Media dalam perjalanan proses Singapore Court. Sidang telah dilaksanakan pada bulan September 2014 dan Januari 2015, dan akan dilanjutkan di Mei 2015.

Pada bulan Juli 2012, Astro Group memohon untuk mengubah Injunction, sehubungan adanya Perjanjian Option antara First Media dengan Asia Link Dewa Ltd (“Option”). Pada tanggal 1 Agustus 2012, Singapore High Court memutuskan

(17)

memberikan putusan sela, tanpa mengurangi hak dari First Media untuk melakukan perlawanan atas putusan tersebut, untuk pembayaran berupa uang yang didapat dari penjualan Option tersebut harus diletakkan pada bank account First Media yang ada di Singapura, jika Option tersebut dilaksanakan. Sidang pokok perkara atas permohonan Astro Group untuk mengubah Injunction ini ditunda. Menindaklanjuti keputusan Court Appeal, Astro Group telah mengajukan permohonan untuk, dan telah dikabulkan untuk menarik permohonan mereka atas variasi dari Putusan Mareva. Pada 2 September 2014, Singapore High Court memerintahkan biaya hukum sebesar SGD $5 yang harus dibayar oleh Pihak Astro kepada First Media.

Pada tanggal 3 Agustus 2010, 9 September 2010 dan 9 Desember 2010, atas Permohonan dari Astro Group untuk eksekutorial SIAC Awards di Hongkong, High

Court of Hong Kong telah menerbitkan putusan eksekuatur atas SIAC Awards yang

terdiri dari Keputusan Arbitrase Final, Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Perbaikan Keputusan Arbitrase Final, dan Final Cost Award di Hong Kong (“HK Orders”). Putusan yang berkaitan dengan HK Order telah berlaku pada tanggal 9 Desember 2010 (“HK Judgement”). First Media telah menunjuk kuasa hukum di Hong Kong untuk mengajukan upaya perlawanan terhadap putusan eksekuatur tersebut.

Pada tanggal 25 Juli 2011, Pemegang Saham First Media, yaitu AAL, pemegang 55,11% saham dalam First Media, yang berkedudukan di Hong Kong,

(18)

telah menerima Putusan Garnishee Order To Show Cause dari High Court of Hong

Kong (“Garnishee Order”). Sebagaimana dinyatakan dalam Keterbukaan Informasi

tertanggal 26 Juli 2011 di Bursa Efek Hong Kong, Putusan Garnishee Order berisi perintah untuk tidak dibayarkannya Utang AAL yang telah timbul atau jatuh tempo kepada First Media.

Berdasarkan Putusan Hong Kong Hight Court yang diputuskan oleh Deputy

High Court Judge Lok, dinyatakan bahwa AAL harus membayar Utang kepada The Hight Court of Hong Kong High Special Administrative Region (“Pengadilan

Wilayah Administrasi Khusus”) selama proses kasus Garnishee masih berlangsung (“Perintah Pembayaran kepada Pengadilan Hong Kong”).

AAL telah mengajukan pernyataan banding atas Putusan Perintah Pembayaran kepada Court of Appeal dan siding dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2012. Permintaan banding AAL ditolak oleh Court of Appeal Hong Kong dan oleh karenanya pada tanggal 7 September 2012, AAL mengajukan permohonan ijin untuk kasasi pada Pengadilan Mahkamah Agung Hong Kong. Permohonan ijin untuk kasasi disidangkan pada tanggal 31 Oktober 2012.

Pada tanggal 27 Agustus 2012 Utang AAL kepada First Media yang telah jatuh tempo, melalui suratnya kepada AAL, First Media memberitahukan kepada AAL bahwa First Media sangat terbebani dengan adanya putusan Hong Kong Hight

Court yang mewajibkan AAL untuk membayar kepada Pengadilan Wilayah

(19)

Media. Di dalam surat tersebut First Media juga meminta AAL memberikan konfirmasi bahwa AAL mengakui bertanggung jawab kepada First Media berdasarkan Facility Agreement sejumlah USD 46,744,403 terdiri atas utang pokok sejumlah USD 44,000,000 ditambah dengan bunga sebesar USD 2,774,403 dan AAL tidak dapat melakukan pembayaran kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus. Pada tanggal 28 Agustus 2012, AAL menanggapi surat First Media. AAL memberitahukan kepada First Media bahwa AAL mengakui adanya kewajiban kepada First Media berdasarkan Facility Agreement sejumlah USD 44,000,000 ditambah dengan bunga, namun AAL tidak dapat memberikan konfirmasi untuk tidak melakukan pembayaran kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus.

Berdasarkan Facility Agreement, AAL dan First Media sepakat memilih Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pilihan forum dan Hukum Indonesia sebagai pilihan hukum yang berlaku dalam hal terjadi sengketa terhadap para pihak.

Untuk mendapatkan haknya atas pembayaran Utang dari AAL, maka pada tanggal 30 Agustus 2012 First Media mengajukan permohonan arbitrase terhadap AAL di BANI sesuai dengan pilihan forum dalam Facility Agreement dengan register No. 474/VIII/ARB-BANI/2012 yang pada pokoknya memohon hal-hal sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak akan mengakui pembayaran Utang yang dilakukan oleh AAL kepada Pengadilan Tingkat Pertama Hong

(20)

Kong atau pihak-pihak lainnya selain kepada First Media, baik pembayaran tersebut berdasarkan perintah Garnishee Order atau perintah/putusan lainnya yang dikeluarkan oleh pengadilan-pengadilan Hong Kong Wilayah Khusus Administrasi yang membebaskan ALL dari kewajibannya dalam melakukan pembayaran kepada First Media;

2. Memerintahkan AAL untuk melaksanakan seluruh kewajiban pembayaran Utang kepada First Media dengan rincian Kewajiban Pokok sebesar USD 44,000,000 dan Kewajiban Bunga sebesar USD 2,774,403 dan kewajiban bunga berjalan terhitung sejak tanggal 27 Agustus 2012;

3. Menetapkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap asset AAL berupa saham milik AAL di dalam First Media sebanyak 959.976.602 lembar saham atau sebesar 55,11%.

Atas permohonan First Media tersebut, arbitrase BANI pada pokoknya dalam pertimbangan hukumnya memutuskan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak akan mengakui pembayaran Utang yang dilakukan oleh AAL kepada Pengadilan Tingkat Pertama Hong Kong atau pihak-pihak lainnya selain kepada First Media, baik pembayaran tersebut berdasarkan perintah Garnishee Order atau perintah/putusan lainnya yang dikeluarkan oleh pengadilan-pengadilan Hong Kong Wilayah Khusus Administrasi yang membebaskan ALL dari kewajibannya dalam melakukan pembayaran kepada First Media;

(21)

2. Memerintahkan AAL untuk membayarkan Utang sebesar USD 44,000,000 ditambah bunga langsung kepada First Media;

3. Menolak permohonan sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap aset AAL berupa saham milik AAL di dalam First Media sebanyak 959.976.602 lembar saham atau sebsar 55,11%.

Dengan adanya Putusan BANI tersebut, pada tanggal 24 September 2012, AAL mengajukan permohonan kepada Hong Kong Hight Court untuk membatalkan Putusan Perintah Pembayaran kepada Pengadilan Hong Kong dan juga mengajukan permohonan untuk melepaskan penundaan persidangan atas

Garnishee Proceeding (dipercepat sidangnya) dan juga membatalkan Putusan Garnishee Order.

Pada tanggal 31 Oktober 2013, Hong Kong High Court mengeluarkan putusan sehubungan dengan garnishee proceedings (“Garnishee Judgment”). Dalam Garnishee Judgment, Hong Kong High Court memutuskan bahwa

garnishee order dijadikan absolut.

Sehubungan dengan uraian di atas, Penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia melihat tanggung jawab AAL terhadap First Media atas Utang berdasarkan Facility Agreement sehubungan dengan adanya perbedaan putusan Garnishee Order oleh Hong Kong

High Court yang mewajibkan AAL untuk melakukan pembayaran Utang kepada

(22)

memutus sebaliknya, AAL harus membayar Utang kepada First Media. Masalah ini perlu untuk dikaji lebih dalam, baik dari segi peraturan perundang-undangan terkait perjanjian, arbitrase teori hukum maupun yurisprudensi.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalaahan yang telah diuangkapkan di atas, dimana Utang AAL kepada First Media berdasarkan Facility Agreement telah jatuh tempo sejak tanggal 30 Juni 2012 sehingga First Media meminta kepada AAL untuk melakukan pembayaran/pelunasan atas Utang tersebut, namun AAL terpaksa menunda pembayaran Utang kepada First Media dikarenakan adanya putusan

Garnishee Order oleh Hong Kong High Court yang mewajibkan AAL untuk

melakukan pembayaran Utang kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus. First Media kemudian melakukan permohonan arbitrase terhadap AAL ke BANI agar melakukan pembayaran Utang kepada Fist Media langsung dan permohonan tersebut dikabulkan oleh BANI, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media berdasarkan Facility Agreement menurut hukum perjanjian di Indonesia sehubungan dengan adanya Putusan Garnishee Order?

2. Bagaimanakah tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan BANI dan Garnishee Order yang berbeda?

(23)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan Garnishee Order menurut hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan BANI dan Garnishee Order yang berbeda menurut hukum Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritik penelitian ini sebagai sumbang pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian internasional, hukum arbitrase dan hukum perdata internasional.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini akan memiliki kegunaan, yaitu:

a. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan bidang hukum perjanjian internasional dan arbitrase, serta meneliti lebih lanjut mengenai upaya pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan asing di Indonesia.

(24)

b. Memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah atau instansi/lembaga peradilan/praktisi yang berkompeten dalam penanganan perkara melalui arbitrase.

c. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi para pihak dalam hal ini First Media dan AAL untuk menyelesaikan masalah utang piutang berdasarkan Facility Agreement.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis, tidak menemukan adanya penelitian dengan topik dan permasalahan yang sama, dan sepengetahuan penulis belum ada yang melakukan penelitian tentang topik dan permasalahan yang dilakukan oleh penulis dengan judul “Tanggung Jawab Debitur Dalam Perjanjian Utang Piutang Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Sehubungan Dengan Putusan Garnishee Order To Show Cause Oleh Hong

Kong High Court Dan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (Studi Kasus: Acrossasia Limited dengan PT First Media Tbk)”. Sebagai perbandingan, penulis

menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul penulis lakukan antara lain:

1. Penelitian hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Aspek Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Perjanjian Pembiayaan Internasional: Analisis Klausula Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Dua (2) Facility

(25)

Agreement yang ditulis oleh M Reza Fahriadi pada tahun 2013, Program

Studi Ilmu Hukum Kehususan Hukum Tentang Hubungan Transnasional Universitas Indonesia, Depok. Penelitian ini menganalisis mengenai: a. Bagaimana bentuk umum Facility Agreement dalam transaksi

pembiayaan internasional.

b. Bagaimana aspek-aspek Pilihan Hukum dan Pilihan Forum terkait dengan kontrak pembiayaan negara.

c. Bagaimana status klausula Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam

Facility Agreement ditinjau dari kaedah-kaedah Hukum Perdata

Internasional yang berlaku.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa:

1) Mengenai bentuk perjanjian pinjaman biasanya disesuaikan dengan kebutuhan debitur, contohnya untuk pinjaman yang tidak terlalu besar dan untuk pembiayaan pengeluaran perusahaan sehari-hari (working

capital) dapat digunakan fasilitas pinjaman revolving loan atau loan agreement. Sedangkan untuk pinjaman dalam jumlah besar biasanya

digunakan bentuk term loan agreement yang dapat melibatkan lebih dari satu kreditur dengan metode participating loan atau kredit sindikasi.

2) Setiap negara memiliki pengaturan sendiri-sendiri mengenai pilihan hukum, namun pada umumnya betasan-batasan pilihan hukum

(26)

tersebut adalah ketertiban umum (public policy), kaedah hukum yang memaksa, penyelundupan hukum dan adanya reasonable connection dengan hukum negara yang dipilih. Secara teoritis pilihan hukum tidak bisa disamakan dengan kebebasan berkontrak, hal ini dikarenakan pilihan hukum merupakan kaidah hukum perdata internsional, yang menentukan hukum mana yang menguasai (mengatur kontrak tertentu), sedangkan dalam kebebasan berkontrak pilihan hukum asing dianggap menjadi sebagai bagian perjanjian bersangkutan, dengan kata lain perjanjian pada dasarnya masih dikuasai hukum negara bersangkutan, oleh sebab itu diperlukan pemahaman yang baik mengenai hukum perjanjian yang bersifat terbuka, sehingga pilihan hukum tetap dapat berfungsi dengan tidak melanggar batasan hukum yang memaksa. Di dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia ditemukan tidak ada persyaratan yang mewajibkan adanya “real connection” dalam melakukan pilihan hukum.

3) Sebagaimana halnya pilihan hukum, belum ada yang mengatur secara tegas mengenai aturan pilihan forum di Indonesia, namun pada dasarnya Pasal 436 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv), putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di Indonesia meskipun putusan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh hakim Indonesia dalam mengadili sengketa bersangkutan. Oleh

(27)

karena itu, berdasarkan aturan tersebut, pilihan forum yang dilakukan oleh para pihak yang secara ekslusif memilih suatu forum asing tertentu, tidak menghapuskan kewenangan Pengadilan Indonesia untuk menerima, mengadili dan memutus sengketa bersangkutan. 2. Penelitian hukum yang berjudul Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Bisnis Melalui Arbitrase, yang ditulis oleh Abdul Wahid, SH. pada tahun 2005, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian tesis ini meneliti mengenai:

a. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase.

b. Bagaimana pengaturan mekanisme tersebut, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam aturan procedural (rules) arbitrase internasional, dan bagaimana kasus-kasus arbitrase dalam praktik.

Penelitian tersebut menarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui Arbitrase, sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, menawarkan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui pengadilan. Proses yang relatif lebih cepat, konfidensial, berkualitas, serta berorientasi ke masa depan, sangat sesuai dengan karakter dunia bisnis.

(28)

2) Dilihat dari aspek substansi mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Abitrase dalam banyak hal memuat ketentuan yang dapat disebandingkan dengan ketentuan standar yang berlaku dalam kalangan pelaku bisnis internasional, demikian pula aturan prosedural (rules) yang dimiliki BANI, namun dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat kendala dan hambatan dalam pengembangan arbitrase di masa depan, baik yang ditimbulkan oleh ketentuan yang masih mengandung ambiguitas maupun sikap pelaku dunia usaha serta peran pengadilan yang belum optimal mendukung perkembangan arbitrase di masa depan.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penelitian ini asli/tidak plagiat dan keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, objektifitas dan keteraturan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil angket SCAT tingkat kecemasan atlet hockey putra Kabupaten Gresik sebelum bertanding di PORPROV Jawa Timur V tahun 2015 di Banyuwangi berada pada

Penelitian ini mendeskripsikan keberadaan unsur-unsur penghinaan dan pencemaran nama baik dalam tuturan di media sosial yang penuturnya dilaporkan dengan tuduhan melanggar

Adalah layanan yang memungkinkan pengguna melakukan komunikasi telepon dengan pengguna lain melalui internet. Dalam hal ini kita juga mengenal Internet Telephony

TIPE | MERK JUMLAH 1 3 4 NAMA ALAT 2 25 Dudukan layar 26 Dudukan lampu 27 Penumpu papanserbaguna 28 Filter warna merah 29 Filter warna hijau 30 Filter warna biru 31 Filter

Pasar Ekuitas Tenggelamkan Minyak Minyak anjlok ke level terendah dalam 3- bulan di New York seiring laporan laba perusahaan tidak sesuai perkiraan analis, data

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas metode pembelajaran permainan kooperatif

 Discount uang

Selanjutnya, setelah perendaman selama 12 hari, kedua kelompok baik yang dipoles dengan Sof-Lex® (kelompok IA) maupun PoGo® (kelompok IIA) menunjukkan perubahan warna