• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

KARAKTERISASI MINERAL PADA PASTA GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR

ABU BATUBARA KELAS F DAN KELAS C

Partogi H Simatupang1, Iswandi Imran2 , Ivindra Pane3 dan Bambang Sunendar3

1Mahasiswa Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email: simatupangpartogi@yahoo.com

2

Profesor, KK-Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: iswandiimran@gmail.com

3Dosen, KK-Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email: ivpane@ gmail.com

4

Dosen, KK-Teknik Fisika, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Email: purwa@tf.itb.ac.id

ABSTRAK

Paper ini memaparkan dan membahas hasil penelitian mengenai pembentukan mineralisasi yang merupakan produk solidifikasi pasta geopolimer berbahan dasar abu batubara/fly ash kelas F dan kelas C. Fly ash Kelas F (CaO=6%) berasal dari PLTU Suralaya di Banten dan fly ash Kelas C (CaO=15.85%) berasal dari PLTU Batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa NTB. Karakterisasi mineral pada material dasar fly ash dan pada pasta geopolimer dilakukan dengan melakukan pengujian XRD (X-Ray Diffraction). Pengolahan analisa data XRD dilakukan dengan menggunakan software Xpowder Ver 2004.04.70 Pro. Pasta geopolimer dibuat dengan menggunakan 2 sistem curing yaitu (1) ambient curing (suhu ambient selama 24 jam) dan (2) dry curing (80OC selama 24 jam) sebelum dimasukkan dalam plastik kedap udara. Pasta geopolimer yang diuji karakterisasi mineralnya adalah pasta berumur 28 hari atau lebih.

Hasilnya adalah mineral pada material dasar fly ash Kelas F dan Kelas C berbeda. Pada fly ash kelas F terdapat mineral : (1) Quartz, (2) Mullite dan (3) Magnetite. Sementara pada fly ash Kelas C terdapat mineral : (1) Quartz, (2) Hematite dan (3) Magnetite. Baik pada pasta geopolimer berbahan dasar Kelas F maupun pasta geopolimer berbahan dasar Kelas C, mineral yang terdapat pada material dasar fly ash menentukan mineral yang terbentuk pada hasil solidifikasi pasta. Mineral yang terbentuk pada pasta geopolimer sangat ditentukan oleh curing yang diberikan, dimana dari hasil penelitian ini diketahui baik pada pasta geopolimer berbahan dasar fly ash Kelas F maupun pada pasta geopolimer berbahan dasar fly ash Kelas C, mineral yang terbentuk pada dry curing berbeda dengan mineral yang terbentuk pada ambient curing.

Kata kunci: Mineral, geopolimer, fly ash, XRD/X-Ray Diffraction

1.

PENDAHULUAN

Belakangan ini secara global, eksistensi semen Portland (OPC/Ordinary Portland Cement) sebagai material pengikat untuk membuat material infrastruktur sedang mendapat kritikan karena semen OPC memiliki beberapa kelemahan/kekurangan. Beberapa kelemahan/kekurangan semen OPC adalah sebagai berikut : (1) kurang efisien dalam pemakaian bahan mentah/raw material, karena dalam pembuatan 1 ton klinker OPC dibutuhkan ± 1.7 ton raw material, (2) kebutuhan energi besar yang (dibutuhkan pembakaran pada tungku pembakar ± 1450OC) untuk mendapatkan klinker, (3) kurang ramah lingkungan karena produksinya mengeluarkan emisi gas CO2 yang besar

(produksi 1 ton klinker OPC menghasilkan 1 ton CO2), (4) memiliki kerentanan yang tinggi terhadap masalah

durabilitas/ketahanan karena produk hidrasi semen OPC menghasilkan mineral Ca(OH)2 yang mudah terlarut, dan

(5) harga semakin mahal seiring dengan semakin mahalnya biaya energi (Neville 1995, Davidovits 1994, Mehta 1994).

Oleh karena itu, perlu disediakan material infrastruktur yang dibentuk dengan menggunakan material pengikat alternatif, yang dalam hal ini Alkali Activated Material (AAM) atau sering disebut Material Geopolimer. Alkali Activated Material (AAM) adalah material yang dibentuk dengan melakukan aktivasi alkali (menggunakan aktivator

(2)

alkali) terhadap material dasar yang kaya silika-alumina (sebagai precursor). Aktivator alkali yang biasa digunakan adalah senyawa sodium ataupun senyawa potasium. Sementara, material dasar yang disebut kaya silica-alumina terentang cukup lebar/variasi yaitu (1) yang berasal dari alam (origin source) seperti abu gunung, clay, kaolin/metakaolin dan (2) yang berasal dari hasil sampingan industri (by product) seperti fly ash, slag, silika fume, abu sekam padi, red mud dan lain-lain. Namun, walaupun material geopolimer dapat dibentuk menggunakan rentang material dasar dan aktivator alkali yang lebar/variasi, material geopolimer yang terbentuk diyakini memiliki senyawa kimia yang sama dengan Zeolite alami dengan perbedaan berarti pada tingkat amorphitas (non-kristalin)...(Ref). Penelitian tentang geopolimer berbagai fasa solid (fasa pasta, mortar dan beton) yang menggunakan fly ash Kelas F (low Calcium fly ash) dan Kelas C (high Calcium fly ash) telah banyak dilakukan....(Ref) , namun perbandingan langsung karakterisasi mineral pasta geopolimer yang menggunakan kedua kelas fly ash tersebut masih sedikit dilakukan.

Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan yaitu untuk mengetahui karakterisasi mineral pada pasta geopolimer yang menggunakan bahan dasar fly ash Kelas F dan fly ash Kelas C dengan campuran natrium hidroksida dan natrim silikat sebagai alkali aktivator sekaligus memperbandingkan secara langsung produk mineral kedua material tersebut.

2.

METODOLOGI

Metodologi penelitian yang dilakukan secara garis besar diberikan pada Gambar 1 berikut.

Penentuan Karakterisasi Material Dasar

1. Pengujian XRF 2. Pengujian XRD

Pembuatan pasta Geopolimer Berbahan dasar fly ash Kelas F dan

fly ash Kelas C

1. variasi molaritas NaOH: 12 M, 14 M dan 16 M 2. variasi rasio Na2SiO3/NaOH = 1:1 ; 2:1 ; 1:2 3. variasi curing: ambient dan dry curing

Pengujian XRD pada pasta geopolimer yang berumur > 28 hari

Hasil data mentah XRD Material dasar

Hasil data mentah XRD Pasta geopolimer

Analisa dan karakterisasi Mineral menggunakan Xpowder ver 2004.04.70 Pro

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Analisa dan karakterisasi mineral dilakukan menggunakan Xpowder ver 2004.04.70 Pro. Input/masukan pada software tersebut adalah hasil pengujian XRD (X-Ray Diffraction) yang dilakukan baik terhadap material dasar maupun pasta geopolimer. Mineral yang ada dalam data base software tersebut digunakan untuk memplot (mencocokkan) fasa mineral yang terbentuk pada hasil XRD sampel. Analisa kuantitatif dilakukan secara otomatis oleh software untuk mendapatkan jumlah persentase mineral. Selanjutnya jumlah mineral terbentuk disebut fasa kristalin dan jumlah fasa amorf (non-kristalin) diberikan sebagai berikut.

(3)

Material Dasar

Material dasar (precursor) yang digunakan adalah fly ash Kelas F yang berasal dari PLTU Suralaya di Banten dan fly ash Kelas C yang berasal dari PLTU Batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) di Sumbawa Barat, NTB. Dari hasil pengujian XRF (X-Ray Fluoresence) didapat komposisi oksida kimia material dasar tersebut seperti terlihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi Oxida Kimia Material Dasar Fly ash Kelas F dan Fly ash Kelas C

Fly ash SiO2 Al2O

3

Fe2O3 CaO Na2O SO3 K2O MgO LOI

Suralaya (Kelas F) 52.30 26.57 7.28 6.00 1.41 0.70 0.73 2.13 1.18

PTNNT (Kelas C) 40.18 17.32 14.11 15.85 0.93 0.80 1.48 6.89 0.86

Hasil pengujian Gravimetri menyatakan bahwa jumlah silika pada material dasar adalah sebagai berikut : untuk fly ash Kelas F jumlah SiO2 total = 51.20%, SiO2 reaktif = 41.70% dan SiO2 bebas = 9.53%, sementara untuk fly ash

Kelas C jumlah SiO2 total = 38.50%, SiO2 reaktif = 27.90% dan SiO2 bebas = 8.57%. Terlihat bahwa hasil pengujian

XRD pada Tabel 1 hampir sama dengan hasil pengujian Gravimetri.

Alkali aktivator yang digunakan adalah campuran larutan natrium silikat (Na2SiO3) dengan larutan natrium

hidroksida (NaOH). Larutan Natrium hidroksida yang digunakan adalah hasil pelarutan natrium hidroksida berbentuk solid (flake) menggunakan air aquades DM. Natrium hidroksida solid tersebut memiliki kemurnian 98%. Sedangkan larutan natrium silikat yang digunakan memiliki komposisi SiO2 37.23%, Na2O 15.98% dengan spesifik

gravity 1.6539 gr/cm3. Semua alkali aktivator tersebut disuplai oleh PT Bratachem Bandung.

Program Eksperimental dan Metode

Rasio berat alkali aktivator terhadap berat fly ash diambil konstan sebesar 0.5. Rasio berat larutan natrium silikat terhadap berat larutan natrium hidroksida diambil bervariasi yaitu 1:1; 2:1 dan 1:2. Sedangkan molaritas larutan natrium hidroksida adalah 12 M dan 14 M. Metode curing yang digunakan adalah ambient curing dan dry curing. Kode spesimen penelitian diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Program Eksperimental Pasta Geopolimer

Rasio Rasio Alkali Aktivator/ Na2SiO3/

Fly Ash NaOH

1 Kelas F 12 1:2 1:1 ambient A-1 2 Kelas F 12 1:2 2:1 ambient A-2 3 Kelas F 12 1:2 1:2 ambient A-3 4 Kelas F 14 1:2 1:1 ambient B-1 5 Kelas F 14 1:2 2:1 ambient B-2 6 Kelas F 16 1:2 1:1 ambient C-1 7 Kelas F 12 1:2 1:1 dry D-1 8 Kelas F 12 1:2 2:1 dry D-2 9 Kelas F 12 1:2 1:2 dry D-3 10 Kelas C 12 1:2 1:1 ambient G-1 11 Kelas C 14 1:2 1:1 ambient H-1 12 Kelas C 12 1:2 1:1 dry J-1 13 Kelas C 12 1:2 2:1 dry J-2

No Jenis Fly Ash Molaritas NaOH Metode Curing Kode Pasta

Tahapan pembuatan pasta geopolimer dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) tuangkan fly ash ke dalam mangkok mixer Hobart, (2) tuangkan larutan alkali aktivator ke dalam mangkok mixer Hobart sehingga lapisan atas fly ash tercampur larutan alkali, (3) jalankan mixer Hobart dengan kecepatan 140rpm selama 30 detik, (4) hentikan sementara mixer Hobart selama 15 detik untuk membersihkan sisi mangkok, (5) lanjutkan jalankan mixer Hobart dengan kecepatan 280rpm selama 60 detik, (6) dilanjutkan dengan kecepatan 140rpm selama 15 detik. Setelah campuran pasta siap, kemudian campuran pasta dituangkan ke dalam cetakan pasta yang berbentuk silinder dengan ukuran diameter 2.75 cm dan tinggi 5.5 cm. Cetakan terbuat dari hard nylon. Untuk metode perawatan ambient curing, setelah campuran pasta dituangkan ke dalam cetakan, kemudian pasta dibiarkan selama 24 jam pada suhu lingkungan. Setelah itu, pasta dikeluarkan dari cetakan untuk selanjutnya disimpan ke dalam plastik kedap udara

(4)

(clipped plastic bag). Pasta dikeluarkan dari kantong plastik tersebut untuk pengujian tekan 28 hari, dan pecahan pasta diambil untuk diuji XRD. Untuk metode perawatan dry curing, setelah campuran pasta dituangkan ke dalam cetakan, kemudian pasta dimasukkan ke dalam oven pada suhu 80OC selama 24 jam. Setelah itu, pasta dilepaskan dari cetakan untuk selanjutnya disimpan ke dalam plastik kedap udara (clipped plastic bag). Pasta dikeluarkan dari kantong plastik tersebut untuk pengujian tekan 28 hari, dan pecahan pasta diambil untuk diuji XRD. Pengujian XRD menggunakan Philips Diffractomer PW 1710 XRD.

Analisa Kuantitatif Mineral

Untuk mendapatkan jenis mineral dan jumlah mineral pada material dasar fly ash ataupun material pasta geopolimer digunakan software analisa Xpowder ver 2004.04.70 Pro. Adapun tampilan analisa kuantitatif software tersebut diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2.Tampilan Analisis Kuantitatif Mineral menggunakan Xpowder Ver.2004.04.70 Pro

3.

HASIL DAN DISKUSI

Mineral yang terdapat pada material dasar fly ash tergantung jenis/kelas, dimana berdasarkan hasil uji XRD (X-Ray Diffraction) yang diolah dengan Xpowder Ver.2004.04.70 Pro didapat :

 Fly ash Ex.PLTU Suralaya (Fly Ash Kelas F) :  Quartz (55.7%)

 Mullite (16.4%)  Phyrophylite (3.3%)

 Fly ash Ex.PLTU Batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara/PTNNT (Fly Ash Kelas C) :  Quartz (34.8%)  Periclase (16.7%)  Maghemite (10.5%)  Thaumasite (7.5%) Kuantitatif Mineral Hasil XRD material

(5)

Terlihat bahwa hasil XRD tersebut konsisten dengan hasil XRF pada Tabel 1 di atas, dimana jumlah mineral Quartz pada fly ash Kelas F lebih banyak dibanding dengan fly ash Kelas C. Namun, total fasa amorf (non-kristalin) material dasar fly ash Kelas C (30.50%) lebih besar dibandingkan dengan material dasar fly ash Kelas F (24.60%). Hal ini ditegaskan dengan puncak “hump” hasil XRD material fly ash Kelas C lebih ke arah kanan (sudut 2Ѳ menuju lebih besar 30O), seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik XRD (X-Ray Diffraction) material dasar fly ash penelitian

Pasta Geopolimer yang berumur 28 hari kemudian diuji tekan hingga hancur. Bagian pecahan yang hancur kemudian diambil untuk dianalisa karakteristik mineral dengan menggunakan XRD Test. Pelaksanaan uji XRD dilakukan setelah umur 28 hari, dengan rentang tambahan waktu bervariasi dari 1 hari hingga 3 hari, namun preparasi sampel untuk XRD yang menggunakan sistem coating dilakukan 1 hari setelah uji tekan tersebut. Hasil uji XRD selanjutnya dianalisa menggunakan software Xpowder Ver.2004.04.70 Pro yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Terlihat bahwa mineral yang terdapat pada material dasar Fly Ash Kelas F tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan perubahan mineral pada material dasar Fly ash Kelas C (lihat Tabel 4) dimana mineral Thaumasite (mineral berbasis Calsium) berubah signifikan, bahkan tidak dijumpai mineral Thaumasite pada pasta Geopolimer berbahan fly ash Kelas C.

Tabel 3. Hasil Karakterisasi Mineral (Fasa Kristalin) Pada Fly Ash Kelas F dan Pasta Geopolimer-nya

Nama Mineral Fly Ash Pasta Pasta Pasta Pasta Pasta Pasta Pasta Pasta Pasta

(Fasa Kristalin) Kelas F A1 A2 A3 B1 B2 C1 D1 D2 D3

1 Quartz 55.70 61.90 47.50 47.20 47.30 46.50 33.80 47.60 48.70 48.20 2 Mullite 16.40 10.00 14.80 14.10 15.30 16.10 - 15.90 16.50 14.60 3 C-S-H - 5.20 5.00 - - - -4 Phyrophylite 3.30 3.50 3.50 3.70 4.10 3.80 - 2.90 4.80 3.30 5 Na-A-S-H - - - 5.50 - - 5.20 - 10.80 6 Saponite - - - - 7.20 - - - -

-7 Barium Calsium Magnesium Silicate - - - 3.60 - -

-8 Periclase - - - 8.20 - -

-9 Maghemite - - - 6.20 - -

-10 Thaumasite - - -

-Total Fasa Kristalin 75.40 80.60 70.80 70.50 73.90 66.40 51.80 71.60 70.00 76.90

Total Fasa Amorph 24.60 19.40 29.20 29.50 26.10 33.60 48.20 28.40 30.00 23.10

NO

nilai rerata (29.72 %)

Baik pada pasta geopolimer berbahan dasar fly ash Kelas F maupun pasta geopolimer berbahan dasar Kelas C, terjadi pembentukan mineral baru yang tidak terdapat pada material dasar fly ash. Semua mineral baru yang terbentuk merupakan turunan senyawa dari Silika (Si) ataupun Alumina (Al).

Fly ash Kelas C

(6)

Terlihat pada Tabel 3, pada pasta geopolimer berbahan dasar fly ash Kelas F yaitu pasta A1 dan A2 terbentuk mineral C-S-H (Calsium Silicate Hydrate). Hal ini dimungkin dengan adanya unsur calcium pada material fly ash Kelas F walaupun jumlahnya tidak banyak yang bereaksi dengan alkali aktivator yang memiliki kadar Alkali tidak besar (molaritas NaOH=12M). Jika dilihat hasil uji tekan (lihat Tabel 5), dapatlah dinyatakan bahwa terbentuknya C-S-H akan mengakibatkan pasta memiliki kuat tekan yang lebih rendah.

(a) (b)

Gambar 4. Tingkat Amorf (non-kristalin) pada material dasar Fly Ash dan Pasta Geopolimer-nya : (a) Kelas F, (b) Kelas C

Tabel 4. Hasil Karakterisasi Mineral (Fasa Kristalin) Pada Fly Ash Kelas C dan Pasta Geopolimer-nya

Nama Mineral Fly Ash Pasta Pasta Pasta Pasta

(Fasa Kristalin) Kelas C G1 H1 J1 J2

1 Quartz 34.80 32.80 25.50 36.70 28.70 2 Mullite - 4.50 4.60 4.90 5.40 3 C-S-H - - - - -4 Phyrophylite - 4.30 3.20 4.20 4.10 5 Na-A-S-H - - - - -6 Saponite - - - -

-7 Barium Calsium Magnesium Silicate - - - - -8 Periclase 16.70 11.10 10.60 9.00 8.40 9 Maghemite 10.50 6.70 5.80 4.90 6.90

10 Thaumasite 7.50 - - -

-Total Fasa Kristalin 69.50 59.40 49.70 59.70 53.50

Total Fasa Amorph 30.50 40.60 50.30 40.30 46.50

NO

nilai rerata (44.43 %)

Pada Gambar 4 terlihat bahwa tingkat amorf (non-kristalin) pasta geopolimer berbahan dasar material fly ash Kelas C (tingkat amorf=44.43%) lebih besar dibandingkan dengan pasta geopolimer berbahan dasar material fly ash Kelas F (tingkat amorf=29.72%).

Tingkat amorf (non-kristalin) pasta geopolimer berbahan dasar fly ash (terlepas dari jenis/kelas fly ash) memiliki hubungan dengan kuat tekan pasta seperti terlihat pada Gambar 5 berikut. Semakin tinggi tingkat amorf (non-kristalin) pasta geopolimer berbahan dasar fly ash maka semakin tinggi kuat tekan pasta geopolimer tersebut.

Tabel 5. Kuat tekan umur 28 hari Pasta Geopolimer Berbahan Dasar Fly Ash Kelas F

Kode Pasta A1 A2 A3 B1 B2 C1 D1 D2 D3

Kuat Tekan

28 hari (Mpa) ± SD (Mpa) 27.23±11.28 31.84±16.67 39.23±7.54 36.27±2.56 40.17±12.16 62.61±5.44 53.43±4.73 56.23±2.63 51.60±5.24

Tabel 6. Kuat tekan umur 28 hari Pasta Geopolimer Berbahan Dasar Fly Ash Kelas C

Kode Pasta G1 H1 J1 J2

Kuat Tekan

(7)

y = 1.113x + 12.52 R² = 0.621 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 K u at Tek an ( M p a)

Tingkat Amorf (Non-Kristalin) (%)

Gambar 5. Hubungan Tingkat Amorf pasta geopolimer berbahan dasar fly ash dengan kuat tekan pasta geopolimernya

4.

KESIMPULAN

Mineral berbasis unsur Calsium pada material dasar fly ash mengalami perubahan yang signifikan pada pasta geopolimer. Mineral baru yang terbentuk pada pasta geopolimer merupakan turunan unsur Silika (Si) maupun unsur Alumina (Al). Semakin besar tingkat amorf suatu pasta geopolimer berbahan dasar fly ash, semakin besar kuat tekan pasta geopolimer tersebut. Pasta geopolimer berbahan dasar fly ash yang dihasilkan penelitian ini adalah bersifat amorf.

5.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas dukungan penuh Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi (Dikti) Indonesia melalui Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional Tahun

2010-2011. Untuk itu, diucapkan terima kasih yang tulus atas bantuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arfiadi, Y. and Hadi, MNS. (2006). “Continuous bounded controller for active control of structures”. Computers and Structures, Vol. 84, 798-807.

Dewobroto, W. (2005). Aplikasi rekayasa konstruksi dengan Visual Basic 6.0 : analisis dan desain penampang beton bertulang sesuai SNI 03-2847-2002. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Holland, J. H. (1992). Adaptation in natural and artificial systems. MIT Press, Mass.

Penulis 1, Penulis 2 dan Penulis 3 (2009). “Judul tulisan di jurnal”. Nama Jurnal (italic), Vol. v, hal. i – hal. xx. Penulis 1, Penulis 2 dan Penulis 3 (2009). Judul buku (italic). Penerbit, Kota Terbit.

Sarraf, M. And Bruneau, M. (1998). “Ductile sismic retrofit of steel deck-truss bridges, II: Design applications.”. J. Struct. Engrg., ASCE, 124(11), 1263-1271.

Soong, T. T. and Dargush, G. F. (1997). Passive energy dissipation systems in structural engineering. John Wiley & Sons, Chichester, England.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Tabel 1. Komposisi Oxida Kimia Material Dasar Fly ash Kelas F dan Fly ash Kelas C
Gambar 2.Tampilan Analisis Kuantitatif Mineral menggunakan Xpowder Ver.2004.04.70 Pro
Tabel 3. Hasil Karakterisasi Mineral (Fasa Kristalin) Pada Fly Ash Kelas F dan Pasta Geopolimer-nya
+3

Referensi

Dokumen terkait

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

Hasil uji F menunjukkan bahwa Value Added Human capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA), dan Value Added Capital employed (VACA) mempunyai pengaruh yang

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ” Bagaimana efektivitas konseling behavioristik untuk mengatasi penggunaan handphone pada jam

82 Tabel 6.38.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengelompokkan Penampilan Petugas Administrasi...82 Tabel 6.39 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dimensi Tangibles...83

Vuonna 1997 tutki- musjakso oli ainoastaan viisi päivää, mutta vuosina 1998 ja 2000 pyynti aloitettiin vä- littömästi jäiden lähdön jälkeen ja lopetettiin vasta, kun

Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah jaringan paket datagram, jaringan tidak dapat

Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus

Sebaliknya, pendapatan per kapita memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan prestasi akademik (r=-0,234, p<0,01), yang dapat diartikan bahwa semakin rendah