1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hampir semua orang mengenal dan menyukai buah alpukat karena buah ini mudah didapat dan rasanya lezat khususnya di Indonesia. Namun, kebanyakan orang hanya memakan daging buahnya saja, sedangkan biji alpukat dibuang dan menjadi limbah begitu saja. Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan data produksi buah alpukat di Indonesia pada tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu mencapai 276.318 ton per tahun. Produksi alpukat mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga mencapai 307.326 ton [1], seiring dengan meningkatnya produksi alpukat, maka limbah biji alpukat yang dihasilkan juga meningkat. Oleh karena itu, perlu penanganan terhadap limbah biji alpukat dengan dilakukan penelitian mengenai biji alpukat, diantaranya ekstraksi minyak biji alpukat [2,3], biodiesel dari minyak biji alpukat [4], uji antioksidan dalam biji alpukat [5,6] dan pati dari biji alpukat [7,8].
Biji alpukat terdiri dari 65% daging buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan 15% kulit buah (perikarp) [9]. Menurut Prasetyowati, biji alpukat mengandung 15 – 20 % minyak. Biji alpukat mengandung minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [3].
2
Heksana merupakan pelarut yang paling banyak digunakan untuk proses ekstraksi [10]. Namun, EPA (Environmental Protection Agency) menyatakan bahwa meskipun heksana telah umum digunakan sebagai pelarut ekstraksi minyak nabati dari biji dan sayuran, heksana menyebabkan toksisitas jangka pendek dan panjang seperti pusing, sakit kepala, dan efek neurotoksik [11]. Dalam banyak aplikasi (terutama farmasi), kegunaan n-heksana juga dihapus dan sering digantikan oleh n-heptana, yang tidak akan membentuk metabolit beracun (heksana-2,5-dion) [12]. Ayers dan Dooley [13] mengekstraksi biji kapas pada skala laboratorium dengan berbagi macam pelarut termasuk pelarut heksana dan heptana. Jumlah minyak yang di ekstraksi oleh kedua pelarut tersebut sama, tetapi kehilangan akibat refining dan warna minyak bervariasi. Mereka juga mencatat bahwa perbedaan warna minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) dari bji. Secara umum minyak yang diekstraksi dengan heksana memiliki warna yang lebih tajam dibanding dengan heptana dan juga fosfolipid yang diekstraksi dengan heptana lebih tinggi dibanding dengan heksana [14].
Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan menggunakan pelarut n-heptana sehingga dapat diketahui potensi n-n-heptana sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi minyak serta pengaruh waktu terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
3
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu
1. Mengkaji pengaruh waktu ekstraksi dan perbandingan massa biji alpukat dengan pelarut n-heptana terhadap ekstrak minyak biji alpukat yang dihasilkan.
2. Menentukan karakteristik minyak biji alpukat hasil ekstraksi dengan pelarut n-heptana.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini yaitu :
1. Dapat memberikan informasi tentang kuantitas dan kualitas minyak biji alpukat.
2. Disamping mengurangi limbah biji alpukat, juga dapat memberi nilai ekonomis terhadap biji alpukat.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bahan baku adalah biji alpukat dan pelarut n-heptana.
3. Ekstraksi minyak biji alpukat dilangsungkan dengan memvariasikan tiga variabel sebagai berikut :
- Waktu ekstraksi : 90 menit, 120 menit, 150 menit - Massa biji alpukat : 20 gram, 30 gram, 40 gram - Volume pelarut n-heptana : 250 ml, 300 ml, 350 ml
Sedangkan variabel tetap:
- Suhu ekstraksi : 98,4 0C (titik didih pelarut n-heptana)
4 Analisis yang dilakukan adalah :
1. Analisis kualitatif terdiri dari : densitas, viskositas, dan Free Fatty Acid (FFA) minyak biji alpukat.
2. Analisis kuantitatif terhadap massa, volume, dan yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.