• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSU. Imelda Pekerja Indonesia Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSU. Imelda Pekerja Indonesia Medan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komitmen Organisasi

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi. Menurut Meyer dan Allen (1991), komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut (Soekidjan, 2009).

Menurut Quest (1995), komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan solidaritas organisasi. Hasil penelitian Quest tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil (Soekidjan, 2009): (a) komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatnya kinerja, (b) komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”, (c) komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, (d) komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

(2)

Ini adalah sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki komitmen diharapkan bisa menunjukkan kesediaannya untuk bekerja lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja disuatu perusahaan (Kritner and Kinicki, 2014). Sedangkan Newstrom memberikan pengertian yang sama antara organizational commitment dengan employee loyalty, yaitu sebagai suatu tingkatan di mana pekerja mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Pekerja mengidentifikasi dengan organisasi menunjukkan bahwa pekerja bercampur dengan baik dan sesuai dengan etika dan harapan organisasi bahwa mereka mengalami perasaan kesetiaan dengan perusahaan (Wibowo, 2015).

Komitmen organisasi didefinisikan dengan dua cara yang sangat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Poter dan Steers menyebutkan bahwa komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Sedangkan cara yang kedua diajukan oleh Becker, menyatakan komitmen sebagai kecenderungan untuk terlibat dalam garis kegiatan yang konsisten (Darmawan, 2013).

(3)

2.1.1 Indikator Perilaku Komitmen

Indikator perilaku komitmen menurut Meyer dan Allen (1991) membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya:

a. affective commitment, berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang sama;

b. continuance commitment, komitmen didasari oleh kesadaran akan biaya-biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain;

c. normative commitment, komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini terjadi juga internalisasi norma-norma.

Anggota/karyawan dengan affective commitment tinggi akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah.

(4)

Normative commitment merupakan seberapa jauh internalisasi norma agar anggota atau karyawan bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi. Normative commitment akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-keuntungan yang telah diberikan organisasi.

Komitmen organisasi terdiri atas tiga komponen terpisah yang saling berhubungan: (a) komitmen afektif, berarti pelekatan emosi pegawai, identifikasi pegawai dan keterlibatan pegawai dalam perusahaan, (b) komitmen berkelanjutan, adalah kesadaran akan kerugian karena meninggalkan perusahaan, dan yang terakhir adalah (c) komitmen normatif, mencerminkan rasa tanggung jawab untuk terus bekerja, pegawai yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka harus tetap berada dalam di perusahaan (Kritner & Kinicki, 2014).

(5)

2.1.3 Pengukuran Komitmen Organisasi

Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur Organizational Commitment Questionnare (OCQ) yang dikembangkan oleh Allen & Meyer (1997). Alat ukur ini mengukur tiga komponen yang terdapat dalam komitmen organisasi, yaitu komponen afektif, komitmen kontinuans dan komitmen normatif. Mowday et.al dalam Spector dan Wiley (1998) mengembangkan suatu skala yang disebut Self Report Scales untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dan tiga aspek komitmen, yaitu; (a) penerimaan terhadap tujuan organisasi, (b) keinginan untuk bekerja keras dan (c) hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi). Skala komitmen organisasi dari Meyer et al; (a) affective commitment, (b) continuance commitment, (c) normative commitment

(6)

2.2 Motivasi Kerja

Menurut Robbins, et al (1999), motivasi merupakan kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan- tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. Sedangkan menurut Gray, et al (1984), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu (Winardi, 2011). Chiselli dan Brown dalam Manullang (2004:193), menjelaskan motivasi dianggap sebagai suatu proses dengan mana keinginan dan kebutuhan itu ditimbulkan dan motif dianggap sebagai kebutuhan dan keinginan tertentu. Winardi dalam Manullang (2004:193-194), menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan- tindakan. Dan pengertian motivasi menurut Hasibuan (2003:219) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

(7)

Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekeerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku (Shortell & Kaluzny, 1994).

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi sesuatu yang bersifat dinamis dan merupakan suatu proses yang dapat menampilkan perilaku untuk mencapai tujuan dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhan dirinya, hingga mendapatkan tujuan yang dikehendaki dan dapat selaras dengan waktu yang ada.

2.2.1 Teori-Teori Motivasi

Stonner & Freeman (1995, dalam Nursalam 2002) mengelompokkan motivasi dalam empat teori yaitu: teori kebutuhan, teori keadilan, teori harapan dan teori penguatan.

1. Teori Kebutuhan, teori kebutuhan ini memfokuskan pada yang dibutuhkan orang untuk hidup berkecukupan, dan berhubungan dengan bagian pekerjaan yang dilakukan untuk pekerjaan seperti itu. Menurut teori ini, seseorang mempunyai motivasi kalau dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Yang termasuk teori kebutuhan adalah:

(8)

b. Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (exsistence, kebutuhan dasar dari Maslow), keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan dan kreatifitas pribadi atau pengaruh produktif).

c. Teori motivasi dua faktor oleh Federick Hezberg yang meyakini bahwa ada faktor yang membuat seseorang puas, dan ada faktor yang membuat seseorang tidak puas. Atau faktor yang membuat seseorang merasa sehat dan faktor yang memotivasi orang atau faktor ekstrinsik dan intrinsik. 2. Teori tiga macam kebutuhan dari Mc Clelland. Teori ini mengatakan bahwa

apabila kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi karyawan tersebut untuk berusaha keras memenuhi kebutuhan itu. Sedangkan kebutuhan itu sendiri adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan afiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation), kebutuhan akan kekuasaan (need for power). 3. Teori Harapan, menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai

alternative tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tingkah laku. Teori harapan berfikir atas dasar hasil prestasi, valensi, harapan prestasi usaha.

(9)

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

(10)

secara jelas dan efektif, bersemangat melakukan aktifitas pada area tanggung jawabnya, menetapkan tujuan dan jelas diketahui stafnya, dan melakukan dengan konkrit (action).

2.2.3 Motivasi Kerja Perawat

Motivasi kerja merupakan faktor utama individu dalam melakukan segala tindakan atau pekerjaan untuk mencapai hasil seoptimal mungkin. Motivasi kerja disini merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilakunya yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya (Badi'ah & dkk, 2009).

(11)

2.2.4 Pengukuran Motivasi Kerja

Teknik pengukuran motivasi kerja salah satu caranya adalah dengan menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat diagnosis permasalahan motivasi.

Pengukuran dilakukan dengan melalui daftar pertanyaan. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja mengerti mengapa tenaga kerja terdorong untuk bekerja atau tidak, apa yang merupakan kekuatan motivasi di berbagai bagian dalam perusahaan atau instansi, dan seberapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif dalam memotivasikan kinerja para tenaga kerja (Sastrohadiwiryo, 2003).

Metode pengukuran menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Pada variabel kinerja perawat pelaksana pemberian skor pada jawaban SL (Selalu) = 4, SR (Sering) = 3, KD (Kadang-kadang) = 2 dan TD (Tidak pernah) = 1, kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu; kurang baik, cukup baik dan baik berdasarkan rumus Sturges (Supranto,2000).

2.3 Kinerja

(12)

tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai dkk, 2011). Cascio (2003), menjelaskan bahwa kinerja merujuk pada pencapaian tujuan atas tugas yang diberikan.

Bernardin dan Russel (1993) menyatakan kinerja adalah hasil pengeluaran produksi atas fungsi dari pekerjaan tertentu atau aktifitas selama periode tertentu. Sedangkan Ilyas (2001) menjelaskan kinerja adalah penampilan hasil karya individu maupun kelompok kerja personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Selanjutnya Triwibowo (2013) menyatakan kinerja merupakan pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi, pasien, perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi, 2013).

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

(13)

kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; faktor organisasi antara lain struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem). Sedangkan menurut Gomes (2003) kriteria yang dinilai pada kinerja adalah : 1. Quantity of work (kuantitas kerja); jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu

peride waktu yang ditentukan. Ukurannya adalah target yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah sudah sesuai, melebihi atau kurang dari target.

2. Quality of work (kualitas kerja); kualitas kerja yang dicapai: berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya atau baik atau buruknya hasil kerja karyawan pada suatu periode tertentu. Pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawan tersebut cukup memuaskan atau dianggap gagal karena tidak sesuai dengan harapan atasannya.

3. Job knowledge (pengetahuan mengenai pekerjaannya); luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Pengalaman dan pemahaman atas pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari sehingga dapat mendukung karyawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

4. Creativeness (kreativitas); keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam melaksanakan pekerjaannya.

(14)

6. Dependability (tanggung jawab); kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan.

7. Initiative (inisiatif); semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya serta kemampuannya dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa ada pengarahan terlebih dahulu.

8. Personal qualities (kualitas individu); dalam faktor kualitas individu ini termasuk didalamnya segala hal yang menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, integrasi pribadi serta kemampuannya dalam menciptakan suasana kerja yang mendukung penyelesaian tugas yang harus diselesaikan.

Umar (2002) menjelaskan komponen data kinerja adalah: kualitas pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu.

2.3.2. Kinerja Perawat

(15)

Tingkat pencapaian kinerja perawat pada saat memberikan pelayanan keperawatan dinilai dari prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran dan kerja sama yang ditunjukkan oleh perawat. Perawat yang mempunyai kinerja baik cenderung mempunyai dorongan yang kuat untuk mencapai tujuannya, hal ini disebabkan mereka akan berusaha mencapai posisi yang mereka impikan, perawat yang mempunyai kinerja baik akan mempunyai sikap mental positif yang membuat timbulnya tingkat kepercayaan yang tinggi (Wahyudi, 2010).

2.3.3 Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kerja merupakan alat yang paling dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi (Swanbrung, 1987 dikutip oleh Nursalam, 2000:307). Sedangkan menurut Sikula yang dikutip oleh Mangkunegara (2001) “ penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan ”. Begitu juga menurut Zakaria (2003), penilaian kinerja merupakan proses yang mengevaluasi kinerja perawat dengan menggunakan format yang telah ditentukan, dapat digunakan dengan mengembangkan tugas yang valid dan reliable serta menghasilkan beberapa hal yang penting dan positif.

(16)

Sedangkan Dessler (2013) menyatakan penilaian kinerja diartikan sebagai mengevaluasi kinerja pekerja saat ini atau dimasa lalu dibandingkan dengan standard kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Nursalam, 2005).

2.3.4 Prisip-prinsip Penilaian

(17)

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam buku pengembangan sumber daya manusia, prinsip penilaian kerja antara lain: (1) penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job realated), artinya sistem penilaian harus benar-benar menilai perilaku atau kinerja; (2) adanya standar pelaksanaan kerja (performance standart), standar pelaksanaan adalah ukuran yang dipakai untuk menilai prestasi kerja; (3) praktis, sistim penilaian yang praktis mudah dipahami dan mudah dimengerti dan mudah digunakan baik oleh penilai maupun karyawan. 2.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja

(18)

Suprihanto (1996) menyatakan tujuan evaluasi kinerja untuk mengetahui keadaan keterampilan secara rutin, digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya penyempurnaan kondisi kerja secara optimal, peningkatan mutu kinerja: dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan, sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang karirnya atau perencanaan karir, kenaikan pangkat, dan kenaikan jabatan; mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan; mengetahui kondisi kantor secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya kinerja karyawan; secara pribadi, karyawan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga dapat memacu perkembangan karirnya; dijadikan masukan bagi para peneliti demi perkembangan didalam bidang SDM pada umumnya, khususnya bidang personalia.

2.3.6 Manfaat Penilaian Kinerja

(19)

menurunkan kemungkinan terjadinya pekerjaan yang tidak diinginkan; mengurangi konflik dengan atasan dan sesama pekerja; mengurangi atau menghilangkan stress kerja.

2.3.7 Metode Pengukuran Penilaian Kinerja

Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan (Mathis dan Jackson, 2006). Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan mencakup:

a. Penilaian diri sendiri (self appraisal); penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective); manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO (management

(20)

kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui konsultasi dengan atasan mereka.

d. Penilaian dengan psikolog; penilaian dengan menggunakan psikolog untuk melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu.

e. Pusat penilaian; penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.

Metode pengukuran menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Pada variabel kinerja perawat pelaksana pemberian skor pada jawaban SL (Selalu) = 4, SR (Sering) = 3, KD (Kadang-kadang) = 2 dan TD (Tidak pernah) = 1, kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu; kurang baik, cukup baik dan baik, berdasarkan rumus Sturges (Supranto, 2000).

2.4 Komitmen Organisasi dan Kinerja Perawat

(21)

Salah satu tugas utama manajer adalah memotivasi para personel perusahaan agar memiliki kinerja yang tinggi. Manajer yang dapat memberikan motivasi yang tepat untuk para personelnya akan membuahkan produktivitas yang maksimal, kinerja yang tinggi serta pertanggung jawaban perusahaan yang lebih baik. Memahami dimensi-dimensi yang relevan dengan motivasi personel akan menjadi sumber informasi yang berharga bagi siapa saja yang berkutat dengan kinerja perusahaan, begitu juga halnya dengan kemampuan untuk membuat penilaian obyektif tentang apa yang diinginkan personel dari pekerjaan mereka. Hal ini berguna untuk merumuskan kebijakan personal, perencanaan startegis maupun untuk merekayasa ulang proses guna mencapai tujuan produktivitas dan efisiensi. McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan signifikan positif yang ditunjukkan dengan nilai Pearson (r) sebesar 0,31 (significance pada level 0,001) terhadap kinerja pegawai.

(22)

1. Affective Commitment (komitmen afektif) dan kinerja; affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Komitmen afektif mencerminkan kekuatan kecenderungan individual untuk tetap bekerja dalam organisasi karena individu tersebut setuju dengan organisasi dan senang bekerja pada organisasi tersebut. Komitmen afektif melihat komitmen organisasi sebagai suatu bentuk ekspresi emosional individual terhadap organisasi tempatnya bekerja. Komitmen Afektif (Affective Commitment) menurut (Dunham et. al. 1994; Meyer et. al.1989; Suliman dan Iles 2000) yaitu keterikatan individu secara psikologis pada organisasi yang mempekerjakannya melalui perasaan loyalitas.

(23)

Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah (Allen & Meyer, 1997).

(24)

karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam organisasi karena mereka merasa ought to do so (harus melakukan hal itu). Merujuk pada beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang hubungan komitmen organisasional dengan kinerja maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional berpengaruh terhadap kinerja, walaupun masih terdapat beberapa hasil penelitian yang bersifat inkonsisten, tetapi secara umum yakni hasil penelitian mendukung hipotesis tersebut.

2.5 Motivasi dengan Kinerja Perawat

Beberapa teori yang mengemukakan hubungan motivasi dengan kinerja (As’ad M, 1989:71):

1. Goal Theory; teori ini dikemukakan oleh Locke atas dasar teori Lewins, Locke berpendapatbahwa tingkah laku manusia banyak didasarkan untuk mencapai tujuan. Menurut teori ini bahwa performance kerja itu adalah fungsi dari motivasi untukberproduksi dengan level tertentu. Motivasinya ditentukan oleh needs(kebutuhan).

(25)

Motivasi kerja seseorang sangat berpengaruh terhadap kinerja yang dapat dicapai dalam pekerjaannya. Perilaku seorang tenaga kerja dapat berubah karena perubahan yang dialaminya secara pribadi. Hubungan antara motivasi dengan kinerja tidak selalu tetap, tetapi akan mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Sastrohadiwiryo, 2003).

Salah satu tugas utama manajer adalah memotivasi para personel perusahaan agar memiliki kinerja yang tinggi (Steers & Porter, 1987). Manajer yang dapat memberikan motivasi yang tepat untuk para personelnya akan membuahkan produktivitas yang maksimal, kinerja yang tinggi serta pertanggung

jawaban perusahaan yang lebih baik (Cherniss & Kane, 1987). Memahami dimensi-dimensi yang relevan dengan motivasi personel akan menjadi sumber informasi yang berharga bagi siapa saja yang berkutat dengan kinerja perusahaan (Locke, 1991), begitu juga halnya dengan kemampuan untuk membuat penilaian obyektif tentang apa yang diinginkan personel dari pekerjaan mereka (Blumberg & Pringle, 1982; Scully, 1994).

(26)

2.6 Landasan Teori Keperawatan

Teori keperawatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah tiga teori keperawatan Abdellah dalam Tomey dan Alligood (2006), yaitu: keperawatan, masalah keperawatan dan pemecahan masalah. Sedangkan asumsi utama teori Abdellah adalah keperawatan, individu, kesehatan dan lingkungan. Penerapan teori keperawatan teori Abdellah adalah sebagai berikut;

1. Pelayanan Keperawatan

Penerapan teori Abdellah dalam praktek keperawatan sangat dikaitkan dengan pengaruh yang kuat dengan pendekatan berpusat pada pasien yang berfokus pada pemecahan masalah pasien. Proses pemecahan masalah Abdellah meliputi identifikasi masalah, memilih data yang relevan, merumuskan hipotesis melalui pengumpulan data, dan merevisi hipotesis berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari data paralel langkah-langkah dari proses keperawatan penilaian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Abdellah dan Levine, 1986; George, 2008). Pada akhirnya, teori Abdellah membantu perawat berlatih mengatur administrasi proses keperawatan, strategi keperawatan dan menyediakan basis ilmiah untuk membuat keputusan. Sebagai doktor yang aktif terlibat pada keperawatan dan perawatan kesehatan internasional, Abdellah memberikan kepercayaan untuk penggunaan model dan menganjurkan menerapkan pengetahuan baru untuk meningkatkan pelayanan keperawatan.

(27)

menyediakan struktur kurikulum pendidikan keperawatan. Pendekatan berpusat pada pasien merupakan dasar yang digunakan pada saat itu untuk model keperawatan. Teori Abdellah merupakan teori yang paling berpengaruh dibanding teori lainnya. Teori ini digunakan untuk merubah pola pengajaran berbasis medik kependekatan berpusat pada pasien untuk pendidikan keperawatan (Tomey & Alligood, 2006).

3. Riset Keperawatan

Teori 21 tipologi masalah keperawatan Abdellah merupakan teori yang berbasis riset. Hal ini menjadi sangat memungkinkan untuk dilanjutkan dengan riset lainnya. Abdellah sangat percaya bahwa gagasan penelitian keperawatan akan menjadi faktor kunci dalam membantu perawatan muncul sebagai profesi yang benar. Penelitian ekstensif dilakukan tentang kebutuhan pasien dan masalahnya telah menjadi landasan untuk pengembangan dari apa yang sekarang dikenal sebagai diagnosis keperawatan. Teori Abdellah melahirkan penelitian keperawatan dalam mengembangkan model keperawatan untuk merencanakan pola staff keperawatan di klinik. (Tomey and Alligood, 2006).

2.7 Kerangka Teori

(28)

tanggung jawab untuk terus bekerja, pegawai yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka harus tetap berada dalam di perusahaan (Meyer & Allen, 1991).

Teori motivasi dua faktor oleh Federick Hezberg yang meyakini bahwa ada faktor yang membuat seseorang puas, dan ada faktor yang membuat seseorang tidak puas. Atau faktor yang membuat seseorang merasa sehat dan faktor yang memotivasi orang, atau faktor ekstrinsik dan intrinsik. Kondisi ekstrinsik; mencakup; upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status prosedur perusahaan mutu supervisor yang baik, mutu hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atas, dan dengan bawahan. Kondisi intrinsik; kepuasan kerja (job content). Faktor ini disebut satisfaction atau motivator. Motivator ini meliputip prestasi (achievement), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself), kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

(29)

(3) job knowledge (pengetahuan mengenai pekerjaannya), luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya; (4) creativeness (kreativitas), keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan keryawan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam melaksanakan pekerjaannya; (5) cooperation (kerjasama), kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi) atau kemampuan karyawan dalam bekerjasama dalam sebuah tim, saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaan; (6)dependability (tanggung jawab), kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan; (7) initiative (inisiatif), semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya serta kemampuannya dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa ada pengarahan terlebih dahulu; (8) personal qualities (kualitas individu), dalam faktor kualitas individu ini termasuk didalamnya segala hal yang menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, integrasi pribadi serta kemampuannya dalam menciptakan suasana kerja yang mendukung penyelesaian tugas yang harus diselesaikan.

(30)
(31)

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoritis yang telah diuraikan, maka berikut ini dikemukakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai penuntun, alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis. Yang meliputi kerangka konsep komitmen organisasi, motivasi kerja dan kinerja.

(32)
(33)

Judul Penelitian

Result of analysis indicates that organizational commitment,

individual competence, and learning organization, has a direct, significant and positive influence on teacher performance. Indeed, result of research also confirms that the influence of organizational

commitment on teacher performance through learning organization is quite significant and positive, and the influence of individual competence on

(34)

Organisasional dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatra Utara

Jurnal Manajemen dan

3. (Pramadani and Fajrianthi, 2012)

(35)

Motivasi

Analisis Regresi Affective commitment dan Continuance Commitment tidak

Volume 2 Nomor 1, Juni 2014 Halaman 220 ‐ 831 komitmen kerja karyawan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Regional 1 Sumatera di Padang maka,

(36)

Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Karyawan PT. DAI KNIFE di

Surabaya

AGORA Vol. 1, No. 3, (2013)

Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Karyawan

berjumlah 25 orang karyawan PT. DAI KNIFE. Sampel penelitian ini menggunakan metode sampel jenuh, maka ditetapkan sampel penelitian

sebanyak 25 orang karyawan yang meliputi seluruh karyawan.

organisasional karyawan. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, variabel motivasi kerja dan

kepuasan kerja berpengaruh bersama-sama terhadap komitmen organisasional karyawan

Gambar

Tabel 2.1   Nama, Judul, Variabel , Sampel, Metode dan Hasil Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Maka berdasar pada perbedaan dan alasan yang telah di paparkan diatas maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa Dan

Perlakuan lama penyimpanan bahan tanam berpenagruh nyata terhadap kecepatan bertunas, persentase bertunas, jumlah daun, bobot basah akar, dan bobot kering akar.. Lama penyimpanan

Ada siswa yang kurang dalam motivasi belajar untuk belajar mandiri saat diberikan tugas oleh guru pada saat pelajaran IPS di SMPIT Izzatul Islam Getasan.. Fasilitas belajar yang

15 Saya tertarik untuk membeli produk produk karena adanya paket- paket dalam promosi yang lebih menarik dibandingkan dengan promosi merek lain.. 16 Menurut saya produk produk

Dalam penelitian ini variabel independent yang digunakan adalah merek dan harga, sedangkan variabel dependentnya adalah keputusan pembelian. Penelitian ini

Pada pembelajaran perbaikan siklus I dengan menggunakan lembar observasi diperoleh data bahwa: (1) Penjelasan materi sangat cepat sehingga kurang dimengerti siswa,

Madrasah Aliyah Negri (MAN) Purwokerto 2 atau yang sering disebut MANDA merupakan madrasah yang memiliki status negri di kabupaten Banyumas selain Madrasah