• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Puskesmas Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Puskesmas Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Tiada organisasi tanpa pimpinan. Courtois berpendapat bahwa “ kelompok

tanpa pimpinan seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesak, panik, kacau, anarkis. Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Dalam perkembangan zaman,bersamaan dengan pertumbuhan scientific management (managemen ilmiah), yang dipelopori oleh ilmuan Frederick W.Taylor pada awal abad ke-20 dan kemudian hari berkembang menjadi satu ilmu kepemimpinan (Kartono, 1982).

Menurut Ordway Tead yang dikutip oleh Sutarto (2001), “ Leadership is the activity of influencing to coperate toward some goad which come to find

desirable.” (Kepemimpinan adalah akrivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan).

Menurut Reuter (dalam Sutarto, 2001) “ Leadership is an ability to persuade or direct men withuot use of the prestige or power of formal office or

external circumtance” (Kepemimpinan adalah suatu kemempuan untuk mengajak atau mengerahkan orang-orang tanpa memakai perbawa atau kekuatan formal jabatan atau keadaan luar).

(2)

in organization.”(Kepemimpinan adalah kemampuaan seorang atasan mempengaruhi perilaku para bawahannya; salah satu perilaku dalam organisasi).

Menurut Joseph C. Rost (dalam Sutarto, 2001), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tuuan bersamanya

Robert Tannenbaum, dkk (dalam Sutarto, 2001), “ We define leadership as interpersonal influence, exercised in situasion and directed through the

communication process, toward the attaiment of a specific goal or goals.” ( Kami mendefenisikan kepemimpinan sebagai saling pengaruh antar pribadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan khusus).

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (dalam Sutarto, 2001)

Menurut Hemhill & Coons (dalam sutarto, 2001), Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).

Menurut John D. Pfiffner & Robert Presthus (dalam Sutarto, 2001), “Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and groups to

(3)

memotivasi individu-individu serta kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan administrasi yang dimaksud dengan orang lain sebagian terbesar adalah para bawahan (Siagian, 2002).

2.1.2 Karakteristik Kepemimpinan

Menurut Siagian (2002) menyatakan bahwa ciri-ciri ideal seorang pemimpin adalah :

1. Pengetahuan umum yang luas

2. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang 3. Sifat inkuisif

4. Kemampuan analitik 5. Daya ingat yang kuat 6. Kapasitas integratif

7. keterampilan berkomunikasi secara efektif 8. Keterampilan mendidik

9. Rasionalisasi 10. Objektivitas 11. Pragmatisme

12. Kemampuan menentukan skala prioritas

(4)

14. Rasa tepat waktu

15. Rasa kohesi yang tinggi 16. Naluri relevansi

17. Keteladanan

18. Kesedian menjadi pendengar yang baik 19. Adaptabilitas

20. Fleksibilitas 21. Ketegasan 22. Keberanian

23. Orientasi masa depan 24. Sikap yang antisipatif 2.1.3 Fungsi kepemimpinan

Menurut Keating (1986) tugas kepemimpinan, leadership function, meliputi dua bidang utama: pekerjaan yang harus diselesaikan dan kekompakan orang-orang yang dipimpinnya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan disebut task function. Tugas yang berhubungan dengan kekompakan kelompok disebut relationship function. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perlu agar pekerjaan kelompok dapat diselesaikan dan kelompok mencapai tujuannya. Tugas yang berhubungan dengan kekompokan kelompok dibutuhkan agar hubungan antar orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar dan enak jalannya.

(5)

1. Memulai, initiating: usaha agar kelompok mulai kegiatan atau gerakan tertentu. Misalnya mengajukan masalah kepada kelompok dan mengajak para anggota kelompok memikirkan dan mencari jalan pemecahannya.

2. Mengatur, regulating: tindakan untuk mengatur arah dan langkah kegiatan kelompok.

3. Memberitahu, informating: kegiatan memberi informasi, data fakta, dan pendapat kepada para anggota dan minta dari mereka informasi, data fakta dan pendapat yang diperlukan.

4. Mendukung, supporting: usaha untuk menerima gagasan, pendapat, usulan dari bawah dan menyempurnakannya dengan menambah atau menguranginya untuk digunakan dalam rangka penyelesaian tugas bersama.

5. Menilai, evaluating: tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara kerja yang diambil dengan menunjukkan konsekuensi-konsekuensinya dan untung-ruginya.

6. Menyimpulkan, summarizing: kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan gagasan, pendapat dan usul yang muncul, menyingkat lalu menyimpulkannya sebagai landasan untuk pemikiran lebih lanjut.

Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan kelompok antara lain:

1. Mendorong, encouraging: bersikap hangat, bersahabat, menerima orang-orang .

(6)

rasa bangga, dan ikut seperasaan seperti rasa puas, rasa senang, rasa bangga, dan ikut seperasaan dengan orang-orang yang dipimpinnya pada waktu mengalami kesulitan, kegagalan, dan lain-lain.

3. Mendamaikan, harmonizing: tindakan mempertemukan dan mendamaikan pendapat-pendapat yang berbeda dan merukunkan orang-orang yang bersitegang satu sama lain.

4. Mengalah, compromizing: kemauan untuk mengubah dan menyesuaikan pendapat dan perasaan orang-orang yang dipimpinnya.

5. Memperlancar, gatekeeping: kesediaan membantu mempermudah keikutsertaan para anggota dalam kelompok, sehingga semua rela menyumbangkan dan mengungkapkan gagasan-gagasan.

6. Memasang aturan permainan setting standars: tindakan menyampaikan aturan atau tata tertib yang membantu kehidupan kelompok.

2.1.4 Gaya Kepemimpinan

Banyak tokoh telah melakukan pengkajian secara mendalam tentang perilaku kepemimpinan dengan berbagai pendekatan dan objek kajian yang menjadi pusat perhatian mereka sebagai keinginan penungkapan efektivitas kepemimpinan terhadap perputaran roda ogranisasi.

Sebenarnya gaya kepemimpinan ini pada gilirannya ternyata merupakan dasar dalam membeda-bedakan atau megklasifikasikan tipe kepemimpinan yang secara makro, gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:

(7)

b. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama

c. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

Di sini pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat, agar setiap anggota berprestasi sebesar-besarnya. Sebenarnya masih ada satu gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan citra dirinya sebagai sosok pemimpin agar ia dapat dipandang penuh dengan wibawa, kharisma dan prestasi. Gaya yang demikian dalam praktiknya hanya dengan nuansa” politik pencitraan” ketimbang dengan prestasi kerja dalam mencapai tujuan organisasi

(Sutarto, 2001).

2.1.4.1 Gaya Kepemimpinan Klasik

Mengutip pendapat dari Mesiono (2010), ada lima gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah :

1. Tipe yang Otokratik

Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.

Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan „ke-akuannya” antara lain

(8)

a. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi.

b. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.

c. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.

d. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan dituntut untuk melaksanakan nya saja.

2. Tipe yang Paternalistik

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik ditandai oleh beberapa faktor yaitu:

a. Kuatnya ikatan primordial,

b. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,

c. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, d. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang

(9)

Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan paternalistik yaitu:

a. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir sendiri.

b. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa.

c. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan. 3. Tipe yang Kharismatik

(10)

lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang jumlahnya sangat besar. Terdapat empat dimensi dalam gaya kepemimpinan kharismatik yang disebut sebagai “the Four I’s”, yaitu:

a. Dimensi yang pertama disebut sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.

b. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu mengubah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entuasiasme dan optimisme.

c. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

(11)

4. Tipe yang laissez faire

Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya. Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab dan tidak setia, dan sebagaianya.

Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:

a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin.

b. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif.

(12)

e. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan sendiri.

f. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.

Penerapan gaya kepemimpinan bebas (Laissez-Faire) dapat mendatangkan keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut selera masing-masing.

5. Tipe yang Demokratik

Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain: a. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk

yang mulia dan derajatnya sama.

b. Pemimpin yang demokratik cenderung mementingkan kepentingan organisasi atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya.

(13)

d. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan kemajuan organisasi.

e. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari sebelumnya.

f. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan kapasitanya menjadi pemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi.

Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.

2.1.4.2Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership)

Efektivitas kepemimpinan situasional tergantung pada dua hal, yaitu pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Dua dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam teori ini ialah perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan (Siagian, 2003)

Sedangkan menurut Hasibuan (2000), Gaya kepemimpinan situasional yaitu:

(14)

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakannya hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instuksi/perintah, ancaman hukuman serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganutsistem manajemen tertutup (closed managemen) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya. Pengkaderan kurang mendapat perhatiannya.

2.Kepemimpinan partisipatif

Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan layalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Falsafah pemimpin ialah “pimpinan (dia) adalah untuk bawahan”.

(15)

Pimpinan menganut sistem manajemen terbuka (open manajement) dan desentralisasi wewenang.

Pimpinan dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan, agar para bawahan mengendalikan mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak dengan bawahannyakeputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksakan pekerjaanya.. Dalam hal ini ituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologi (kemauan).

2.1.5 Efektivitas kepemimpinan

(16)

Tujuh ciri kepemimpinan yang efektif meliputi hasrat, keinginan memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan dan penegtahuan yang terkait dan extraversion. Secara rinci berikut ini ciri tujuh kepemimpinan yang efektif (Mesiono, 2010).

1. Dorongan (drive); pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi 2. Kehendak untuk memimpin (desire to lead); seorang pemimpin

mempunyai kehendak yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lai dengan menunjukkan kemampuan mengemban tanggung jawab. 3. Kejujuran dan integritas (Honesty dan integrity); pemimpin membangun hubungan saling mempercayai dengan bawahan dengan bersikap jujur dan konsistensi yang tinggi anatara perkataan dan perbuatan.

4. Percaya diri (self confidence); para bawahan melihst pemimpin tidak argu akan dirinya. Sehingga pemimpin perlu menunjukkan kepercayaan diri untuk meyakinkan bawahan tentang kebenaran sasaran dan keputusan.

5. Intelligence; pemimpin haruslah cerdas untuk mengumpulkan,

menganalisis dan menafsirkan banyak informasi, dan pemimpin harus mampu menciptakan visi, memecahkan masalah, membuat kepeutusan yang tepat.

(17)

7. Extraversion; pemimpin adalah orang yang enerjik dan bersemangat. Mereka mampu bersosialisasi, tegas dan jarang diam (aktif) atau menyerah.

Sedangkan menurut Yukl (1994), Ukuran yang biasanya digunakan mengenai efektivitas pemimpin adalah dari :

1. sejauh mana unit organisasi dari pemimpin tersebut melaksanakn tugasnya secara berhasil dan mecapai tujuan-tujuannya

2. sikap dari pada pengikut terhadap pemimpin tersebut adalah indikator umur lain dari efektivitas seorang pemimpin. Sejauh mana seorang pemimpin memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan mereka? Apakah para pengikut menyukai, menghormati dan mengagumi pemimpin tersebut? Apakah para pengikut mempunyai komitmen yang kuat melaksanakan permintaan-permintaan dari pemimpin, ataukah mereka akan menentang, mengabaikan, atau menumbangkannya.

3. Efektivitas pemimpin diukur dalam hubungannya dengan kontribusi pemimpin terhadap kualitas dari proses-proses kelompok, seperti yang dirasakan oleh para pengikut atau oleh para pengamat dari luar.

2.1.6 Indikator Gaya Kepemimpinan

Setiap pemimpin harus memahami benar tentang seluk beluk atau tahapan-tahapan dalam meraih kepemimpinan yang sukses (Mesiono, 2010), yaitu: 1. Pengawasan

(18)

dikehendaki. Adapun tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Ranupandojo dan husnan, 2008).

Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau pun untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dan penyelesaian lainnya untuk tidak sesuai dengan tugas wewenang yang telah ditentukan. Menurut Handayadiningrat (2011) sasaran pengawasan dapat dirincikan sebagai berikut:

a. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pimpinan yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.

b. Mendidik para pegawai agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelaian dan kelemahan agar terjadi kerugian yang tidak di inginkan.

d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan

e. Melalui pengawasan tugas-tugas yang telah ditentukan sungguh-sungguh dilaksanakan sesuai dengan pola-pola yang telah digariskan dalam rencana.

2. Komunikasi

(19)

satu faktor penting untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi.

3. Motivasi

Pemimpin harus mampu memberikan motivasi yang baik kepada anak buahnya. Berilah kepada anggota-anggota kelompok atau bawahan kepada satu motivasi atau satu kompleks motif-motif tertentu, maka pasti mereka bersedia melakukan perbuatan-perbuatan besar, atau perbuatan kepahlawanan lainnya (Kartono, 1982). Karena itulah perlu adanya pemupukan motif-motif atau motievencultuur (istilah Lind-worsky) guna membangkitkan semangat dan kegiatan-kegiatan kelompok.

Adapun motivasi yang diberikan oleh pemimpin itu pada umumnya bermaksud untuk:

a. Meningkatkan asosiasi dan integrasi kelompok; menjamin keterpaduan. b. Menjamin efektivitas dan efisiensi kerja semua anggota kelompok c. Meningkatkan partisipasi aktif dan tanggung jawab sosial semua anggota d. Meningkatkan produktivitas semua sektor dan anggota kelompok

e. Menjamin terlaksananya realisasi-diri dan pengembangan diri pada setiap anggota kelompok, dan memberikan kesempatan untuk melakukan ekspresi bebas.

4. Koordinasi

(20)

personalia juga secara otomatis menjadi manajer training atau instruktur, sehingga pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada bawahan dapat menjadi lebih baik dan berhasil guna.

2.2 Puskesmas

2.2.1 Pengertian Puskesmas

Pusat pelayanan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorang tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI Nomor 75/2014).

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu; c. Hidup dalam lingkungan yang sehat;

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

(21)

2.2.2 Manajemen Puskesmas

Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas, perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yag baik. Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Ada tiga fungsi manajemen pusksesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan.

2.2.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas menyelenggarakan fungsi (Permenkes RI Nomor 75/ 2014) :

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

2.2.4 Susunan Organisasi Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas yang merupakan seorang tenaga kesehatan dengan kriteria sebagai berikut:

(22)

b. masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan c. telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.

Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas dan ia dapat merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sumber daya Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal di Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil yang tidak tersedia seorang tenaga kesehatan seperti kriteria diatas, maka Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga (Permenkes RI Nomor 75/ 2014).

Menurut (Permenkes RI Nomor 75/ 2014) Organisasi Puskesmas paling sedikit terdiri atas :

a. kepala Puskesmas;

b. kepala sub bagian tata usaha;

c. penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat d. penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan e. penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring f.fasilitas pelayanan kesehatan.

2.3 Disiplin Kerja

2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja

(23)

Menurut Terry (dalam Sutrisno 2009), disiplin merupakan alat penggerak karyawan. Agar tiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, maka harus diusahakan agar ada disiplin yang baik. Sedangkan menurut Latainer (dalam Sutrisno, 2009), mengartikan disiplin kerja sebagai suatu kekuatan yang berkembang didalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.

Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. 2.3.2 Proses Pembentukan Disiplin Kerja

Ada dua jenis disiplin kerja berdasarkan terbentuknya yaitu disiplin diri dan disiplin kelompok (Helmi, 1996).

a) Disiplin diri

(24)

tiap karyawan bila telah tumbuh dengan baik akan merupakan kebanggaan bagi setiap organisasi, karenapengawasan yang terus menerus tidak dibutuhkan lagi. Melalui disiplin diri, karyawan-karyawan merasa bertanggungjawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi.

Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari keluarga dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang ditanamkan oleh orang tua, guru atau pun masyarakat merupakan bekal positif bagi tumbuh dan berkembangnya disiplin diri. Penanaman nilai-nilai disiplin dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan. Selain itu, orang tua, guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin diri.

(25)

kerja akan menghambat bidang kerja lain. Jadi dalam hal ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh karyawan jika mempunyai disiplin diri diantaranya :

1. Disiplin diri adalah disiplin yang diharapkan oleh organisasi. Jika harapan organisasi terpenuhi karyawan akan mendapat reward (penghargaan) dari organisasi, apakah itu dalam bentuk prestasi atau kompetisi lainnya.

2. Melalui disiplin diri merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain. Jika orang lain merasa dihargai, akan tumbuh penghargaan serupa dari orang lain pada dirinya. Artinya,semakin memperkukuh kepercayaan diri . 3. Penghargaan terhadap kemampuan diri. Didasarkan atas pandangan bahwa

jika karyawan mampu melaksanakan tugas, pada dasarnya ia mampu mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Maksudnya, karyawan memberikan penghargaan pada potensi dan kemampuan yang melekat pada dirinya.

b) Disiplin kelompok

(26)

pendisiplinan preventif. Dalam upaya ini pimpinan berusaha agar karyawan mengetahui dan memahami standar yang berlaku, karena apabila karyawan tidak mengetahui standar yang diharapkan untuk mereka lakukan, perilaku mereka cenderung tidak menentu dan salah arah.

Kedisiplinan tidak lahir dengan sendirinya. Disiplin lahir, tumbuh dan berkembang melalui akumulasi pengalaman dan proses sosialisasi. Disiplin dibangun dari kepribadian yang matang dan identifikasi terhadap norma-norma kelompok masyarakat. Norma kelompok berfungsi menegakkan disiplin melalui fungsi pengawasan dan kontrol sosial disebut dengan pengawasan ekternal yaitu berupa pengawasan pimpinan, orang tua atau teman sekerja. Pengawasan internal datangdari dalam individu dan menghasilkan kontrol diri. Oleh karena itu kontrol diri mempunyai peran penting dalam membangun disiplin secara internal. Kontrol diri dibutuhkan untuk mengaktifkan proses pendisiplinan (Davis & Newstrom, 1985). Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok dilukiskan oleh Jasin (dalam Helmi, 1996) seperti dua sisi dari satu mata uang. Keduanya saling melengkapi dan menunjang sifatnya komplementer. Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi. 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

(27)

mendapat disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula (Sutrisno, 2009).

Menurut Singodimedjo yang dikutip oleh Sutrisno (2009), faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai adalah:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi purusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterima jauh dari yang memadai, maka ia akan berfikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan diluar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering izin keluar.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan puskesmas, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah di tetapkan.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

(28)

mendapat suatu kepastianbahwa siapa saja yang dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Bila ada seorang karyawan yang melangar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut WASKAT (pengawasan melekat).

6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan yang akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin Kegiatan-kegiatan positif itu antara lain:

(29)

b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.

c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka

d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan mengimformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun.

2.3.4 Indikator Disiplin Kerja

Adapun disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor yang sekaligus sebagai indikator dari disiplin kerja oleh Soejono (2000), yaitu:

1. Disiplin Waktu

Disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi:kehadiran dan kepatuhan pegawai pada jam kerja, pegawai melaksanakan tugas dengan tepat waktu dan benar, ketepatan waktu, para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.

2. Disiplin Peraturan

(30)

seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.

3. Disiplin Tanggung Jawab

Salah satu wujud tanggung jawab pegawai adalah penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang kegiatan kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya kesanggupan dalam menghadapi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai. Tanggung jawab yang tinggi, pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.

4. Menggunakan peralatan kantor dengan baik

Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan.

2.4 Pengaruh Kepemimpinan terhadap disiplin kerja 2.4.1 Menciptakan disiplin - pribadi kelompok.

(31)

kelompok. Penertiban dan penguasaan demekian perlu dan penting untuk mengatasi segala hambatan daya guna dan hasil guna kelompok seperti perselisian, perumusan perorangan, kelemahan kerja, kecerobohan dan pemborosan.

Disiplin pribadi kelompok hanya berhasil bila pemimpin tetap aktif bijaksana membina dan melaksanakan seluruh prosedur secara konsekwen. Ia tidak boleh pilih kasih dalam pelaksanaan peraturan-peraturan dan ia harus menghindarkan prasangka negatif, rasa dendam dan iri hati.

2.5 Landasan Teori

Landasan teoritis penelitian ini adalah berpedoman pada indikator gaya kepemimpinan menurut Mesiono (2010), di kategorikan dalam empat indikator yaitu: Pengawasan, Komunikasi, Motivasi dan Koordinasi. Sedangkan untuk disiplin kerja memakai teori (Soejono, 2000) dengan 4 (empat) indikator yaitu: Ketepatan

(32)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel Terikat

(Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian)

2.7 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan variabel-variabel yang dilakukan, maka hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh gaya kepemimpinan menurut Mesiono (2010) yaitu otokratik, demokratik, kharismatik dan bebas (yang meliputi indikator: pengawasan, komunikasi, motivasi dan koordinasi) terhadap disiplin kerja pegawai di Puskesmas Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwinata (2015), mengatakan bahwaa disiplin kerja tidak lepas kaitannya dengan bagaimana pimpinan menjalankan

Sedangkan gaya kepe- mimpinan laissez faire 10% yang artinya kepemimpinan laissez faire pada kemampuan un- tuk mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama dengan cara

Kepemimpinan gaya kebebasan atau gaya liberal adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam

Pengaruh Fungsi Kepemimpinan Kepala Puskesmas Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.. Medan,

ditentukan sesuai dengan kegiatan pemimpin; (2) gaya konsultatif, yakni kemampuan memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah

Merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih

Kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi

Kepemimpinan (X 1 ) adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi prilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi, meliputi :