• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perbandingan Kebutuhan Tulangan dan Kabel Balok Prategang Pada Jembatan Menggunakan Balok PCI dan Box

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Perbandingan Kebutuhan Tulangan dan Kabel Balok Prategang Pada Jembatan Menggunakan Balok PCI dan Box"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Jembatan sebagaimana kita ketahui merupakan suatu struktur yang

memungkinkan route transportasi melintasi sungai, danau, kali, jalan raya, jalan

Kereta Api dan lain-lain. (Manu,I,A, 2002).

Perkembangan jembatan dari masa ke masa sangat menunjukan kemajuan

yang sangat efisien dan canggih. Itu disebabkan karena adanya

penemuan-penemuan material yang baru didalam bahan bangunan antara lain kayu atau batu

digabung dengan besi.

Klasifikasi jembatan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Menurut kegunaanya :

2. Menurut jenis material :

 Jembatan Kayu

 Jembatan Baja

 Jembatan Beton

(2)

- Beton Pratekan (Prategang)

3. Menurut letak lantai jembatan :

 Jembatan lantai kendaraan di bawah

 Jembatan lantai kendaraan diatas

 Jembatan lantai kendaraan di tengah

 Jembatan lantai kendaraan diatas dan di bawah (double deck bridge)

4. Menurut bentuk struktur secara umum :

 Jembatan gelagar (girder bridge)

 Jembatan pelengkung/busur (arch bridge)

 Jembatan rangka (truss bridge)

 Jembatan portal (rigid frame bridge)

 Jembatan gantung (suspension bridge)

 Jembatan kabel (Cable-stayed bridge)

Untuk lebar jembatan ditentukan berdasarkan peraturan Bina Marga

No.12/1970 (Bina Marga Loading Spec) yaitu sebagai berikut :

1. Untuk 1 jalur lebar jembatan minimum : 2.75 m

Maksimum : 3.75 m

Untuk 2 jalur lebar jembatan minimum : 5.50 m

Maksimum : 7.50 m

2. Lebar trotoir umumnya berkisar antara 1.00 m – 1.50 m

3. Lebar kerb : ± 0.50 m

(3)

Pada umumnya suatu bangunan jembatan terdiri dari enam (6) bagian

Beton pratekan adalah beton bertulang yang telah diberikan tegangan

tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban

kerja. (DirJen Bina Marga, 2011). Pada struktur dengan bentang yang cukup

panjang tegangan lentur dan geser sangat tinggi sehingga struktur beton bertulang

saja tidak cukup. Untuk itu beton prategang sangat cocok digunakan untuk

bentang yang demikian.

Beton adalah campuran dari semen, air dan aggregat serta suatu bahan

tambahan (admixture). Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut

akan mengeras sesuai dengan bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan

untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi

dengan nilai f’c antara γ0-45 MPa.

Sesuai SNI 2002 kuat tarik beton ditetapkan sebesar

(4)

sedangkan menurut ACI 318 sebesar

ts = 0,6√f’c ……… 2)

Gambar 2.1. Tipikal Diagaram Tegangan Regangan Beton (Budiadi, 2008)

Besarnya harga modulus elastisitas beton Ec dapat ditentukan dengan

persamaan :

Ec = 4700√f’c………. 3)

Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktik ada empat macam,

yaitu :

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada

beton prategang dengan sistem pratarik.

2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk

beton prategang dengan sistem pascatarik.

3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada

(5)

4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak

ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk

pengangkuran dan lain-lain.

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai

dengan spesifikasi seperti ASTM A 421 di Amerika Serikat, dengan modulus

elastisitas Ep = 200 x 103 Mpa. Tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp).

Gambar 2.2. Diagram Tegangan Regangan Kawat Tunggal (Budiadi, 2008)

Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk beton prategang dengan

sistem pascatarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat seperti

yang terdapat pada ASTM A 416. Untaian kawat yang banyak dipakai adalah

untaian tujuh kawat dengan dua kualitas grade 250 dan grade 270. Nilai modulus

(6)

Gambar 2.3. Diagram Tegangan Regangan Untaian Kawat (Budiadi, 2008)

Selain tipe kawat tunggal dan untaian kawat, untuk baja prategang juga

digunakan kawat batangan dari bahan alloy yang sesuai dengan ASTM A722 di

Amerika Serikat. Nilai modulus elastisitasnya Ep = 170 x 103 Mpa. Untuk tegangan lelehnya dapat diambil sebesar 0,85 kali tegangan tariknya (0,85 fp).

(7)

Tabel 2.1. Tipikal Baja Prategang (Budiadi, 2008)

Gambar 2.5. Diagram Tegangan Regangan Tulangan Biasa (Budiadi, 2008)

Selain baja yang ditarik, beton prategang juga menggunakan baja tulangan

biasa dalam bentuk batangan (bars), kawat atau kawat yang dilas (wire mesh).

(8)

x 103 MPa. Untuk perhitungan desain, tegangan leleh fy digunakan sebagai

kekuatan material.

Tabel 2.2. Luas Penampang Tulangan Biasa (Budiadi, 2008)

Tabel 2.3. Sifat Mekanis Baja Struktural (SNI 03 – 1729 – 2002)

Tulangan non-pratekan tetap diperlukan untuk suatu penampang beton

pratekan. Jika tendon berfungsi untuk menahan bagian utama beban, mengurangi

defleksi, maka tulangan non-pratekan berfungsi untuk menahan terjadinya retak,

menambah kekuatan ultimate serta menambah kekuatan terhadap beban yang

(9)

Penggunaan tulangan non-pratekan diantaranya adalah :

1) Untuk menahan tegangan tarik di serat atas pada tengah bentang.

Gambar 2.6.. Tulangan Non-Prategang Penahan Tarik di Tengah Bentang

: Tulangan Non-Prategang

2) Untuk menahan tegangan tarik akibat pratekan ditepi bentang

Gambar 2.7. Tulangan Non-Prategang Penahan Tarik di Tepi Bentang

3) Untuk menahan tegangan tekan di dekat tendon jika dimensi beton tidak

cukup kuat

(10)

4) Untuk menahan beban lentur selama balok dipindahkan sebelum dilakukan

stressing

Gambar 2.9. Tulangan Non-Prategang Penahan Lentur

5) Untuk menahan retak dan menambah kekuatan penampang setelah retak

Gambar 2.10. Tulangan Non-Prategang Penahan Retak

II.3 Keuntungan Beton Prategang

Adapun keuntungan penggunaan beton prategang menurut Andri Budiadi

adalah :

1. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang

2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya

3. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan

4. Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi

(11)

5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur

pelat dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain.

6. Pada penampang yang diberi penegangan, tegangan tarik dapat dieliminasi

karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.

II.4 Kekurangan Beton Prategang

Sedangkan kekurangan struktur beton prategang relatif lebih sedikit

dibanding berbagai kelebihannya, diantaranya :

1. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel,

dan lain-lain.

2. Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun

pelaksanaanya.

II.5 Jenis-Jenis Balok Prategang

Ada banyak jenis penampang balok prategang di dalam dunia konstruksi

beton antara lain :

1. Penampang balok persegi (Box)

2. Penampang balok I / PCI

3. Penampang balok T

4. Penampang T dengan sayap bawah

(12)

II.6 Metode Pratekan

Ada 2 metode yang digunakan untuk memberikan tekanan pada beton

pratekan , kedua metode yang dimaksud yakni :

1. Metode Pratarik (Pre-tension)

2. Metode Pascatarik (Post-tension)

II.6.1 Metode Pratarik

Metode ini dilakukan dengan pertama-tama tendon ditarik dan diangkur

pada abutmen tetap. Kemudian beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan

dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah

mencapai yang diisyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada

saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Dalam

metode ini penggunaan selongsong tendon tidak digunakan. .

Gbr 2.11. Tendon ditarik dan diangkur (Budiadi, 2008)

(13)

II.6.2 Metode Pascatarik

Metode ini dilakukan dengan mengatur lebih dahulu posisi selongsong

sesuai dengan bidang momen pada balok. Kemudian dilanjutkan dengan

pengecoran di sekeliling selongsong sementara baja tendon tetap berada dalam

selongsong (ducts) selama pengecoran. Setelah beton sudah mencapai kekuatan

yang ditentukan selanjutnya tendon ditarik. Penarikan tendon dilakukan dengan

mengikat atau mengangkur salah satu sisi dan sisi lain ditarik. Atau dengan

menarik tendon dari kedua sisi secara bersamaan, akibat dari penarikan tendon

maka beton akan mengalami tekan setelah pengangkuran.

Gbr 2.13. Tendon dilepas, gaya tekan ditransfer ke Beton (Budiadi,2008)

Gambar 2.14. Beton Dicor

Gambar 2.15. Tendon ditarik dan gaya tekan

(14)

II.7 Tahap Pembebanan

Tidak seperti pada komponen struktur beton bertulang, beban mati

eksternal dan beban hidup parsial bekerja pada komponen struktur beton

prategang pada kekuatan beton yang berbeda-beda untuk berbagai tahap

pembebanan. Ada dua tahap pembebanan pada beton pratekan, yaitu transfer dan

service.

II.7.1 Transfer

Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mongering dan

dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya

beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat.

Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah

minimum sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada

kehilangan gaya prategang.

II.7.2 Servis /Final

Kondisi service (servis) adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan

sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya

prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang

maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum.

(15)

1. Gaya prategang awal Pi diterapkan, kemudian pada saat transfer gaya ini

disalurkan dari strands prategang ke beton

2. Berat sendiri penuh WD bekerja pada komponen struktur bersamaan dengan

gaya prategang awal, apabila komponen struktur tersebut ditumpu

sederhana, artinya tidak ada tumpuan antara.

3. Beban mati tambahan WSD termasuk topping untuk aksi komposit, bekerja

pada komponen struktur tersebut.

4. Sebagian besar kehilangan gaya prategang terjadi sehingga mengakibatkan

gaya prategang menjadi tereduksi Peo

5. Komponen struktur tersebut mengalami beban kerja penuh, dengan

kehilangan jangka panjang akibat rangkak, susut dan relaksasi strand terjadi

dan menghasilkan gaya prategang netto Pe.

6. Kelebihan beban pada komponen struktur terjadi pada kondisi batas

kegagalan.

II.7.3 Kombinasi Pembebanan

Sesuai dengan SNI 03-2874-2002 Kode Indonesia, kombinasi pembebanan

dari beberapa peraturan untuk tahap batas kekuatan adalah sebagai berikut:

1. Beban Mati : U = 1,4 D

2. Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

3. Beban Angin : U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R)

4. Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau 0,9D ± 1,0E

Desain struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit state) menetapkan

(16)

factor reduksi kekuatan ϕ (ϕ Rn) atau Ru ≤ ϕ Rn. Dengan demikian secara

berurutan untuk Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial berlaku :

εu ≤ ϕ εn ... 4)

Vu ≤ ϕ Vn ... 5)

Tu ≤ ϕ Tn ... 6)

Pu ≤ ϕ Pn ... 7)

Nilai Mu, Vu, Tu, dan Pu diperoleh dari kombinasi pembebanan U, sedangkan

nilai ϕ menurut SζI 0γ-2874 – 2002 adalah sebagai berikut :

Φ = 0,8 untuk lentur tanpa gaya aksial

Φ = 0,8 untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

Φ = 0,65 untuk gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

Φ = 0,6 untuk gaya lintang dan puntir

Φ = 0,75 untuk geser dan punter

Ada beberapa jenis-jenis muatan dalam struktur jembatan, yaitu :

1. Muatan Primer

Adalah muatan yang selalu bekerja pada perencanaan bagian-bagian utama

konstruksi jembatan. Dalam peraturan Bina Marga disebut muatan utama. Yang

termasuk muatan primer adalah :

 Muatan mati

 Muatan hidup

(17)

2. Muatan Sekunder

Adalah muatan yang tidak selalu bekerja, tetapi perlu diperhitungkan pada

perencanaan bagian-bagian utama konstruksi jembatan. Dalam peraturan Bina

Marga disebut muatan sementara. Yang termasuk muatan sekunder adalah :

 Muatan angin

 Gaya akibat perbedaan suhu

 Gaya akibat rangkak dan susut

 Gaya rem dan traksi

3. Muatan Khusus

Muatan ini diperhitungkan secara khusus pada perencanaan jembatan. Muatan

ini bersifat tidak selalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada

sebahagian konstruksi jembatan tergantung dari keadaan setempat, hanya bekerja

pada sistim-sistim tertentu. Yang termasuk muatan khusus adalah :

 Gaya akibat gempa bumi

 Gaya sentrifugal

 Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak

 Gaya tumbukan

 Gaya dan muatan selama pelaksanaan

 Gaya akibat aliran air dan benda-benda hanyutan

 Gaya akibat tekanan tanah

Muatan mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri

jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan

tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Sedangkan

(18)

yang bergerak/lalu lintas dan atau berat orang-orang yang berjalan kaki yang

dianggap bekerja pada jembatan.

Muatan hidup diatas lantai kendaraan yang harus ditinjau dinyatakan

dalam dua macam muatan, yaitu :

1. Muatan T, yang merupakan muatan untuk lantai kendaraan, dan

2. Muatan D, yang merupakan muatan untuk jalur lalu lintas

Yang dimaksud dengan lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian

jembatan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan. Sedangkan jalur lalu

lintas merupakan bagian dari lantai kendaraan yang dipergunakan oleh satu

deretan kendaraan.

Muatan T adalah muatan oleh truk yang mempunyai beban roda sebesar

11,25 ton dengan ukuran-ukuran serta kedudukan. Muatan D atau muatan jalur

adalah susunan muatan pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari muatan

terbagi rata sebesar “p” ton per meter panjang jalur, dan muatan garis P = 4λ

kN/m (belum termasuk kejut) melintang jalur lalu lintas tersebut.

(19)

Gambar 2.18. Muatan D

Koefisien kejut dipergunakan untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh

getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat

muatan D harus dikalikan dengan koefisien kejut.

Rumus koefisien kejut :

K = 1 + 20/(50+L) ……….. 8)

Dimana : K = Koefisien kejut

L = Panjang dalam meter, dari bentang yang bersangkutan.

Untuk pengaruh tekanan angin ditentukan sebesar 100 kg/m2 pada

jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya muatan angin horizontal terbagi rata

pada bidang vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang

jembatan.

II.8 Saluran

Untuk memudahkan penempatan posisi kabel prategang, maka harus

diperhatikan hal-hal berikut yaitu :

1. Cetakan

 Formed Ducts

Saluran yang dibuat dengan menggunakan lapisan tipis yang tetap di

tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta Beban terbagi

rata 9 kPa Beban garis P = 49

(20)

semen. Saluran tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang

dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada saat

memikul berat beton. Saluran logam harus berupa logam besi, yang dapat

saja digalvanisasi.

 Cored Ducts

Saluran seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat

mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini

harus disingkirkan.

2. Celah atau Bukaan Suntikan.

Semua saluran harus mempunyai bukaan untuk suntikan di kedua ujung.

Untuk kabel draped, semua titik yang tinggi harus mempunyai celah

suntikan kecuali dilokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada slab

menerus.

3. Ukuran Saluran.

Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands, luas saluran harus

sedikitnya dua kali luas neto baja prategang. Untuk tendon yang terdiri atas

satu kawat, batang, atau strand, diameter saluran harus sedikitnya ¼ inchi.

Lebih besar dari pada diameter nominal kawat, batang, atau strand.

4. Peletakan Saluran. Sesudah saluran diletakkan, dan pencetakan selesai, harus

dilakukan pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan saluran yang mungkin

ada. Saluran harus dikencangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup

(21)

II.9 Penampang PCI

Dibawah ini ditampilkan detail geometris penampang PCI sesuai dengan

standard AASHTO :

Notasi bf x1 x2 b2 x3 x4 bw h

(in) (in) (in) (in) (in) (in) (in) (in)

AASHTO1 12 4 3 16 5 5 6 28

AASHTO2 12 6 3 18 6 6 6 36

AASHTO3 16 7 4,5 22 7,5 7 7 45

AASHTO4 20 8 6 26 9 8 8 54

AASHTO5 42 5 7 28 10 8 8 63

AASHTO6 42 5 7 28 10 8 8 72

Tabel 2.4. Detail geometris penampang PCI standar AASHTO

Gambar 2.19. Potongan Aktual Penampang balok I

x4 x3

x2 x1 bf

bw

b2

(22)

II.10 Eksentrisitas e dan Gaya Prategang

Penggunaan tendon lurus banyak digunakan dalam balok pracetak dengan

bentang sedang, sedangkan penggunaan tendon lengkung lebih umum digunakan

pada elemen pascatarik yang dicor di tempat. Tendon yang tidak lurus ada dua

jenis yaitu :

a. Draped, mempunyai alinyemen lengkung secara gradual, seperti bentuk

parabolik, yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal

terbagi rata.

b. Harped, tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen di bidang-bidang

dimana terdapat beban terpusat, digunakan pada balok yang terutama

mengalami beban transversal terpusat.

Perhitungan tegangan didasarkan atas dua kondisi yaitu:

 Tegangan pada saat kondisi awal

Yaitu tegangan yang terjadi pada kondisi awal, biasanya akibat berat

sendiri balok pada saat transfer

 Tegangan pada saat kondisi layan

Yaitu tegangan yang timbul saat semua beban rencana bekerja pada balok.

Secara umum untuk menghitung nilai tegangan yang terjadi pada balok

prategang adalah :

 Tegangan akibat prategang adalah : P/A + P.e / W ……… 9)

 Tegangan akibat beban luar termasuk berat sendiri : M/W ……….10)

Dimana :

P : gaya prategang (N)

(23)

M : momen akibat beban luar (N.mm)

W : momen tahan (mm3)

Rumus umum perhitungan tegangan (Manual Bina Marga 021/BM/2011) adalah

sebagai berikut:

Mmin = Momen maksimum yang bekerja pada kondisi awal, biasanya

momen akibat berat sendiri balok pada saat transfer

Mmax= Momen total maksimum yang bekerja pada kondisi akhir atau

layan

Berikut ini beberapa rumusan dijabarkan tentang perhitungan nilai

eksentrisitas pada penampang balok prategang :

1. – P/A + P.e/Sa –εtr/Sa ≤ f’tr

P.e/Sa ≤ εtr/Sa + P/A + f’tr/P ……… x Sa/P

(24)

2. P/A + P.e/Sb –εtr/Sb ≤ f’tr

P.e/Sb ≤ εtr/Sb + P/A + f’tr/P ………… x Sb/P

e ≤ εtr/P + Sb (f’tr/P – 1/A) …………...... 16)

3. η. P/A –η . P.e/Sa + εf/Sa ≤ f’f

η . P.e/Sa ≥ εf/Sa + η. P/A –f’f ………. x Sa/ηP

e ≥ εf/η.P –Sa (f’f/η.P – 1/A) ……… 17)

4. -η. P/A –η . P.e/Sb + εf/Sb ≤ f’f

η . P.e/Sa ≥ εf/Sb –f’f - + η. P/A ……..x Sb/ηP

e ≥ εf/η.P –Sb (f’f/η.P + 1/A) …………...... 18)

 Dari persamaan 15 dan 16 diambil nilai yang terkecil (menjadi e maks)

 Dari persamaan 17 dan 18 diambil nilai yang terbesar (menjadi e min)

Sehingga nilai e yang dipilih yaitu nilai berada pada rentan yaitu :

e min ≤ e ≤ e max

Gambar 2.20. Daerah aman kabel (daerah kern) balok I

Untuk penampang Boks daerah KERN yang diperbolehkan untuk posisi

kabel yang mempunyai eksentrisitas adalah :

e max e max e min

e max Daerah

(25)

Gambar 2.21. Daerah pusat kern untuk penampang persegi panjang (boks)

Sedangkan untuk menetukan gaya prategang P pada struktur balok prategang

digunakan berdasarkan persamaan-persamaan berikut :

a. Kondisi Transfer

1. P ≤ A (εtr + f’t. Sa) / (A.e – Sa)………… 19) serat atas

2. P ≤ A (εtr + f’tr.Sb) / (A.e + Sb)………..20) serat bawah

Dari persamaan 19 dan 20 menghasilkan P max

b. Kondisi Final

1. P ≥ A (εf – f’f.Sa) / (η (A.e – Sa)……. 21) serat atas

2. P ≥ A (εf - f’f.Sb) / (η (A.e + Sb)…….22) serat bawah

Dari persamaan 9 dan 10 didapat P min

Jadi P min ≤ P ≤ P max

II.11 Daerah aman kabel

Daerah aman kabel yaitu daerah sepanjang balok dimana bila kabel

ditempatkan pada daerah tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan

(26)

Untuk mendapatkan daerah aman kabel lakukan langkah-langkah

perhitungan berikut:

1. Cari nilai modulus penampang serat atas dan bawah (Wa dan Wb)

Wa = I / Ya ; Wb = I / Yb ……… 23)

Dimana : ya = jarak pusat berat ke serat atas

yb = jarak pusat berat ke serat bawah

2. Cari jarak pusat ke serat atas dan bawah kern ( ka dan kb)

Ka =−Wb / Ac dan Kb = Wa / Ac ………. 24)

Dimana : Ac = Luas penampang

3. Cari limit kern atas dan bawah (k’a dan k’b)

Menurut binamarga (2011), limit kern yaitu daerah sepanjang balok dimana

gaya aksial tekan tidak akan menyebabkan tegangan yang melebihi tegangan

izinnya (baik tarik maupun tekan)

K’a = max dari nilai

k′a = kb ( cs / g + 1) atau k′a = ka ( ts / g + 1)…………. 25)

Dimana g = tegangan akibat prategang saat kondisi layan = P / Ac

K’b = min dari nilai

k′b = kb ( ti / gi + 1) atau k′b = ka ( ci / gi + 1) ……… 26)

Dimana gi = tegangan akibat prategang saat penarikan kabel = Pi / Ac

4. Diperoleh daerah aman kabel dengan rumus berikut

Eoa = k’a + εmax/P Eob = k’b + εDδ/Pi………. 27)

Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel dapat dilihat dalam gambar

(27)
(28)

Batasan defleksi menurut BMS

Tabel 2.5. Batasan Defleksi

Sedangkan menurut SNI Lendutan ijin maksimum adalah :

II.12 Penulangan Lentur Balok Prategang

Menurut Andri Budiadi analisis lentur untuk suatu komponen struktur

beton prategang berlaku asumsi berikut :

1. Variasi regangan pada penampang adalah linear, yaitu regangan di beton dan

baja yang melekat padanya dihitung berdasarkan asumsi bahwa penampang

(29)

2. Beton tidak menerima tegangan tarik. Hal ini berlaku untuk struktur dengan

prategang penuh (fully prestressed). Pada struktur dengan prategang sebagian

(partially prestressed), tegangan tarik terbatas bias saja terjadi pada

penampang.

3. Tegangan tekan pada beton dan baja (baik baja tulangan maupun tendon)

didapat dari hubungan tegangan dan regangan yang actual atau

diidealisasikan.

II.13 Desain Awal untuk Lentur

Menurut ketentuan di Indonesia (SNI 2002), tegangan ijin pada beton

adalah sebagai berikut :

Transfer μ Tekan ct = 0,60 f’ci dan Tarik tt = 0,25√f’c…………28)

Servis μ Tekan cs = 0,45 f’c dan Tarik ts = 0,50√f’c…………2λ)

Dimana f’ci adalah kuat tekan beton pada saat transfer (pemindahan gaya

prategang), sedangkan f’c adalah kuat tekan beton pada saat servis (pelayanan

beban).

II.14 Perencanaan Penampang Bertulangan Ganda

Jika Mu1 adalah kekuatan penampang bertulangan tunggal (hanya

bertulangan baja prategang saja, tanpa tulangan non-prategang tarik dan tekan)

dan Mu adalah kekuatan yang diperlukan maka kebutuhan tulangan tarik adalah :

Ast = Mu – Mu1 / st (ds2-ds1) ……….30)

Pada kondisi ini harga Ts dan Cs adalah sama tapi berlawanan arah :

Ts = Ast st ……… 31)

(30)

Jika kedua persamaan 31 dan 32 disamakan maka :

Asc = Ast st / sc ……… 33)

Dengan mengambil momen pada tulangan tarik maka diperoleh :

Asc = Mu + Tp(ds2 –dp) – Cc(ds2 –βc/2) / sc (ds2-ds1) ……… 34)

Dengan mengambil ekuilibrium secara horizontal, ditentukan nilai Ast yaitu :

Ast = 0,85fc’ b β c + Asc sc –Ap pu / st ……… 35)

II.15 Geser pada beton prategang

Di samping harus tahan terhadap lentur, suatu komponen struktur juga

harus tahan terhadap mode kegagalan yang lain, misalnya geser. Pada dasarnya

ada 2 macam retak akibat geser, yaitu geser web dan retak geser lentur.

Gambar 2.23. Kegagalan akibat geser

Keterangan :

1. Retak geser lentur (rasio M dan V menengah)

2. Retak geser web (rasio M dan V rendah)

3. Retak lentur (rasio M dan V tinggi)

Komponen vertikal dari pratekan Vp bersama-sama dengan kekuatan geser

beton dan tulangan geser Vcs menahan gaya geser akibat beban luar V.

V = Vcs + Vp ……….. 36)

2 2

3

(31)

II.15.1Kuat Geser

Kekuatan geser nominal atau Vn merupakan penjumlahan / gabungan dari

kekuatan geser beton Vc dan kekuatan geser sengkang Vs.

Vn = Vc + Vs ……… 37)

Menurut SNI 2002, kuat geser Vc dari komponen struktur dengan gaya

prategang efektif tidak kurang dari 40% kuat tarik tulangan lentur dan dapat

dihitung dengan persamaan :

Vc = (√f’c / 20 + 5 Vu dp / εu ) bw dp ……… 38)

Dengan syarat rasio Vu dp / Mu tidak boleh lebih besar dari 1,0. Tetapi Vc tidak

perlu kurang dari :

Vc min = 1/6 √f’c bw dp ……… 39)

Dan boleh lebih dari :

Vc maks = 0,4 √f’c bw dp………. 40)

Nilai Vc tidak boleh melebihi kuat geser Vci dan Vcw di mana :

F’c μ kuat tekan beton karakteristik

Vu : gaya geser terfaktor pada penampang

Mu : Momen lentur terfaktor pada penampang

Bw : lebar web (badan balok)

Dp : merupakan nilai terbesar dari jarak serat terluar ke titik berat tulangan

prategang atau 0,8 h, dengan h tinggi penampang total

Vcw = 0,3 bw dp (√f’c + fp) + Vp ………... 41)

Dimana :

Bw : lebar web

(32)

F’c μ kuat tekan beton karakteristik

Fp : tegangan tekan efektif pada pusat penampang

Vp : Komponen vertikal dari gaya pratekan efektif

II.15.2Kuat Geser Web

Untuk menghitung kontribusi kekuatan geser yang disumbangkan oleh

tulangan geser, SNI 2002 menggunakan nilai terkecil dari persamaan berikut :

Av = 75√f’c bw s / 1200 fys……….. 42)

Av = ((Ap fpu s) / (80 fys dp)) √dp/bw……… 43)

Nilai Av pada persamaan diatas tidak boleh kurang dari :

Av = bw s / 3 fys………..44)

Dimana :

Bw : lebar badan balok

S : spasi tulangan geser

Fys : tegangan leleh tulangan geser

Ap : luas tulangan prategang dalam daerah tarik

Fpu : tegangan batas pada baja prategang

Dp : jarak dari serat tekan terluar ke baja prategang

Bila nilai gaya geser terfaktor Vu lebih besar dari kuat geser beton ϕ Vc

maka harus disediakan tulangan geser. Kuat geser yang disumbangkan oleh

tulangan geser Vs, menurut SNI 2002 dapat dihitung dengan kriteria berikut :

Bila digunakan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial

komponen struktur dan digunakan sengkang ikat bundar, persegi, atau spiral maka

digunakan persamaan :

(33)

Dengan Av luas tulangan geser, s: spasi sengkang, fys: tegangan leleh

sengkang dan dp: jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang.

II.15.3Kuat Geser Lentur

Retak geser lentur meruapakan kombinasi dari geser dan lentur di dekat

tengah bentang. Besarnya kuat geser lentur, menurut SNI 2002 adalah :

Vci = √f’c/20 bw dp + Vd + Vi εcr / ε maks……….. 46)

Tetapi nilai Vci tidak perlu diambil kurang dari :

Vci = √f’c bw dp /7………47)

Dimana :

Dp : jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang

Bw : lebar badan balok

Vd : gaya geser akibat beban mati

Vi : gaya geser pada penampang yang ditinjau

M maks : momen maksimum akibat beban luar

Mcr : Momen retak

Kuat geser beton Vc yang dihitung dengan menggunakan persamaan diatas

tidak boleh melebihi nilai Vci pada persamaan diatas. Sedangkan besarnya

momen retak Mcr dapat dihitung dengan persamaan SNI 2002 :

Mcr = (I/yt) [(√f’c / 2) + fpe – fd]……….. 48)

Dimana :

I : inersia penampang

Yt : jarak dari pusat berat penampang ke serat tekan terluar

Fpe : tegangan prategang efektif

(34)

Batas spasi tulangan geser menurut SNI 2002 adalah :

a. Spasi tulangan geser dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen

struktur, tidak boleh melebihi 0,75 h atau 600 mm (diambil yang terkecil)

b. Sengkang miring dan tulangan memanjang yang ditekuk miring harus

dipasang dengan spasi sedemikian rupa sehingga setiap garis miring 45o kea

rah perletakan yang ditarik dari setengah tinggi komponen struktur d/2 ke

lokasi tulangan tarik memanjang harus memotong paling sedikit satu garis

tulangan geser

c. Bila Vs melebihi 1/γ √f’c bw d maka persyaratan a dan b diatas harus

dikurangi setengahnya.

II.16 Pendimensian Penampang

Untuk menentukan dimensi penampang struktur beton prategang, banyak

hal harus dipertimbangkan, diantaranya system struktur (panjang bentang, system

statika, dan seterusnya), kualitas bahan (mutu beton dan baja), dan lain-lain.

Pendimensian penampang bias dilakukan dengan mengikuti ketentuan pada

kode-kode praktik

II.16.1Balok

Pendimensian komponen horizontal (terutama balok dan pelat) beton

prategang lebih banyak ditentukan oleh rasio panjang bentang dan tinggi

penampang.

Disamping itu, faktor-faktor berikut ini juga membatasi pendimensian

penampang:

 Sifat dan besarnya beban hidup

(35)

 Kondisi batas (boundary conditions) yang menyangkut hubungan

komponen beton prategang dengan komponen lain dalam suatu sistem

struktur

 Nilai modulus elastisitas beton, kuat tekan beton, dan lain-lain ; karena

nilainya bergantung pada usia beton.

SNI 2002 menetapkan tebal minimum balok non-prategang bila lendutan

tidak dihitung dan tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau

konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar.

 L/16 untuk balok dengan dua tumpuan sederhana

 L/18,5 untuk balok dengan satu ujung menerus

 L/21 untuk balok dengan kedua ujung menerus

 L/8 untuk balok kantilever

Untuk balok I dengan tumpuan sederhana dan panjang bentang sampai 60

meter, rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang adalah antara 20-28.

Untuk balok yang tidak retak, Gilbert mempunyai pendekatan rasio

panjang bentang terhadap tinggi penampang balok dengan memasukkan unsur

beban hidup, yaitu :

δ/h = [( /δ) b Ec / 12β (wu + wus)]1/3………..

49)

Dimana :

B : lebar balok

Ec : modulus elastisitas beton

L : panjang bentang

H : tinggi penampang

(36)

Wu : beban merata

Wus : beban merata tetap

: lendutan yang diijinkan

: factor pengali lendutan

II. 17 Kehilangan Gaya Prategang

Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja

pada tendon pada tahap-tahap pembebanan.

Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Immediate Elastic Losses

Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton

diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini

disebabkan oleh :

 Perpendekan Elastic Beton.

 Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari

tendon, ini terjadi pada beton prategang dengan sistem post tension.

 Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur

2. Time dependent Losses

Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana

hal ini disebabkan oleh :

 Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton.

 Pengaruh temperatur.

(37)

II. 17.1 Perpendekan Elastis Beton

Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut :

ES = Δfc = n.Pi / Ac

Dimana :

ES = kehilangan gaya prategang

fc = tegangan pada penampang beton

Pi = gaya prategang awal

Ac = luas penampang beton

n = Es / Ec

ES = modulus elastisitas kabel/baja prategang

EC = modulus Elastisitas beton

II. 17.2 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Geseran Sepanjang Tendon

Kehilangan prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh :

 Pergerakan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang, untuk itu

dipergunakan koefisien wobble K .

 Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien geseran

Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga koefisien

wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan koefisien kelengkungan = 0,15 - 0,25.

Menurut SNI 03 – 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran

pada tendon post tension ( pasca tarik ) harus dihitung dengan rumus :

(38)

Jika nilai ( K δx + α ) < 0,γ maka kehilangan gaya prategang akibat geseran

pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :

Ps = Px ( 1 + K δx + α )

Dimana :

Ps = gaya prategang diujung angkur

Px = gaya prategang pada titik yang ditinjau.

K = koefisien wobble

= koefisien geseran akibat kelengkungan kabel.

Lx = panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau.

e = 2,7183

Koefisien friksi tendon pasca tarik untuk persamaan diatas dapat digunakan tabel

14 sesuai 03 – 2874 – 2002.

Tabel 2.6 Koefisien friksi tendon pasca tarik

II. 17.3 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Slip di Pengangkuran

Besarnya slip pada pengankuran ini tergantung pada type baji dan

tegangan pada kabel prategang ( tendon ). Slip dipengangkuran itu rata-rata

biasanya mencapai 2,5 mm.

(39)

Δδ = (fc / Es) * δ

Kehilangan gaya prategang akibat slip :

ANC = (S Rata-Rata / Δδ) x 100%

Dimana :

ANC : kehilangan gaya prategang akibat slip dipengangkuran.

Δ : deformasi pada angkur

fc : tegangan pada beton

ES : modulus elastisitas baja/kabel prategang

L : panjang kabel.

Srata2 : harga rata-rata slip diangkur

II. 17.4 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Creep ( Rangkak )

Dengan methode koefisien rangkak besarnya kehilangan tegangan pada baja

prategang akibat creep ( rangkan ) dapat ditentukan dengan persamaan :

CR = cr * Es = φ * fc/Ec * Es = φ * fc * n

Ec : modulus elastisitas beton

Es : modulus elastisitas baja prategang

fc : tegangan beton pada posisi/level baja prategang

(40)

II. 17.5 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Penyusutan Beton

Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan :

SH = sh . Ksh . Es

Dimana :

SH : Kehilangan tegangan pada tendon akibat penyusutan beton

Es : Modulus elastisitas baja prategang

sh : Susut efektif yang dapat dicari dari persamaan berikut ini

sh = 8,2 x 10-6 (1-0,06 V/S) (100 – RH)

V : Volune beton dari suatu komponen struktur beton prategang

S : Luas permukaan dari komponen struktur.beton prategang

RH : Kelembaban udara relatif

Ksh : Koefisien penyusutan, harganya ditentukan terhadap waktu antara akhir

pengecoran dan saat pemberian gaya prategang, dan dapat dipergunakan

angka-angka dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.7 Koefisien Susut Ksh

II. 17.6 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja Prategang

Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat relaksasi baja prategang

dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :

RE = C [ Kre – J ( SH + CR + ES ) ]

Dimana :

(41)

C : Faktor Relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis kawat / baja

prategang.

Kre : Koefisien relaksasi, harganya berkisar 41 ~ 138 N/mm2

J : Faktor waktu, harganya berkisar antara 0,05 ~ 0,15

SH : Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton.

CR : Kehilangan tegangan akibat rangkak ( creep ) beton

ES : Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis

II.18 Zona Angkur (End Block)

Zona angkur merupakan bagian komponen struktur prategang pasca tarik

dimana gaya prategang terpusat disalurkan ke beton dan disebarkan secara lebih

merata ke seluruh bagian penampang. Panjang daerah zona angkur adalah sama

dengan dimensi terbesar penampang. Sedangkan, untuk perangkat angkur tengah,

zona angkur mencakup daerah terganggu di depan dan di belakang perangkat

angkur tersebut. Secara umum, zona angkur dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Zona angkur lokal, yang berbentuk prisma persegi yang berada di

sekitar angkur dan tulangan-tulangan pengekang

2. Zona angkur global, yang merupakan daerah pengangkuran sejauh

Gambar

Gambar 2.1. Tipikal Diagaram Tegangan Regangan Beton (Budiadi, 2008)
Gambar 2.2. Diagram Tegangan Regangan Kawat Tunggal (Budiadi, 2008)
Gambar 2.3. Diagram Tegangan Regangan Untaian Kawat (Budiadi, 2008)
Tabel 2.1. Tipikal Baja Prategang (Budiadi, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tombol simpan pada form menu edit data ini berfungsi untuk menyimpan kembali perubahan data yang ada pada database, setelah tombol ini di klik menu selanjutnya adalah menu detail

Perilaku wajib pajak orang pribadi dalam melakukan kewajiban pajaknya yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak diteliti dengan menggunakan kuesioner yang

Kasus kematian massal ikan Gurami di Sentra Budidaya Ikan Gurami, Desa Beji, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah berdampak pada menurunnya

melaksanakanpenyelenggaraan pemerintahan yang baik. Terdapat 2 pegawai Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota Palembang yang telah mengikuti Diklat Fungsional tentang Keuangan

Honeypot adalah suatu sistem yang didesain untuk diserang / disusupi oleh cracker, dan bukan untuk menyediakan suatu suatu layanan produksi. Seharusnya hanya sedikit atau bahkan

3 manfaat dan hasil yang didapat dari mengolah sampah di bank sampah, dapat disebat luaskan dengan bantuan BSIP (Bank Sampah Induk Patriot) kota Bekasi. BSIP adalah

Setelah melakukan observasi dan menetapkan rumusan masalah penelitian kemudian melakukan studi lapangan dan studi pustaka, maka tahap selanjutnya adalah menentukan

Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi pil oral kombinasi dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi pil, pengetahuan tentang pil