• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DITINJAU DARI JENIS TEMPERAMEN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DITINJAU DARI JENIS TEMPERAMEN ANAK"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DITINJAU DARI JENIS TEMPERAMEN ANAK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Valleria Vidya Rosari Ayuningtyas

NIM : 089114060

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

“ Janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok

mempunyai kesusahannya sendiri. K esusahan sehari

cukuplah untuk sehari”

(M atius 6 : 34)

“ Di dalam hadiratNya akan kita temukan kekuatan yang

baru, bahkan T uhan akan menuntun kita kepada

rencananya”

“ Bekerj alah sebaik mungkin dan muliakan T uhan lewat

pekerj aanmu”

“ Hanya diperlukan satu langkah pertama untuk mencapai

1000 langkah karena langkah selanj utnya T uhan akan

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

KARYA SEDERHANA INI SAYA

PERSEMBAHKAN UNTUK

T UH AN YESUS KRI ST US

BAPAK ROBERT US SET I AW AN

I BU ANAST ASI A ONI K KARTI KANI NGSI H

(6)
(7)

vii

PERBEDAAN TINGKAT KELEKATAN ANAK DENGAN IBU DITINJAU DARI JENIS TEMPERAMEN ANAK

Valleria Vidya Rosari Ayuningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak. Hipotesis dalam penelitian ini, ada perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak yang besekolah di TK Tarakanita Gading Serpong. Populasi sebanyak 115 ibu, kemudian diambil sampel dengan teknik random sampling sebanyak 35 ibu. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala dengan menyebar kuisioner. Skala yang digunakan adalah skala temperamen anak dan skala kelekatan anak dengan ibu. Hasil uji reliabilitas dan validitas pada skala temperamen anak diperoleh 48 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,938 dan pada skala kelekatan anak dengan ibu diperoleh 36 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,905. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji anava satu jalur untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu dari tiga tipe temperamen anak. Hasil uji anava satu jalur diperoleh nilai F hitung sebesar 0,109 dengan signifikansi p = 0,897. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak.

(8)

viii

DIFFERENCES IN CHILD AND MATERNAL ATTACHMENT LEVELS VIEWED FROM CHILDREN TEMPERAMENT TYPES

Valleria Vidya Rosari Ayuningtyas

ABSTRACT

The aim of this research was determine the difference in child and maternal attachment levels among children of different temperament types. The hypothesis of this research was difference in child and maternal attachment levels among children based on different temperament types. Subjects of the study were mother who have children attending of Tarakanita Kindergarten of Gading Serpong. Population of the study numbered to 115 mother, and then 35 mother were drawn as the sample of study by means of random sampling technique. Data of the study were collected by means of questionnaires of Likert scale. The Likert scales were used to measure the attachment levels and temperament types of the subjects. The instruments were tested for their validity and reliability and the results were 48 valid items with reliability coefficient of 0.938 for child’s temperament scale and 36 valid items with reliability coefficient of 0,905 for child and maternal attachment scale. They were then analyzed by one-way Anava to reveal the differences in the child and maternal attachment levels among three types of child temperament. The results of the study showed that F statistics = 0,109 with p significant = 0,897. The result showed that there was no significant difference in child and maternal attachment levels between three category of temperament. This finding suggested that the hypothesis was not proved and showed that there was no significant difference.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena cinta dan berkatNya yang begitu besar saya rasakan, yang menjadikan semuanya indah tepat pada waktuNya. Terimakasih atas rencanaMu yang begitu agung, sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan dengan lancar. Karya ini saya persembahkan sebagai ungkapan rasa syukur saya atas kasihNya yang istimewa dalam hidup saya.

Terimakasih yang sangat dalam saya haturkan untuk kedua orangtua saya terkasih Bapak Drh. Robertus Setiawan dan Ibu Dra. Anastasia Onik Kartikaningsih M.Pd atas cinta dan kasihnya yang luar biasa saya rasakan hingga saya bisa sampai pada tahap ini. Terimakasih Bapak, terimakasih Ibu besar keinginanku untuk memberi kebahagian kepada kalian namun belum cukup besar untuk membalas kasih sayang dan pengorbanan kalian selama ini.

Banyak pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Karena dukungan dan kerelaan hati mereka, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Untuk itu ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada :

(11)

xi

2. Bapak Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma terimakasih atas ilmu yang diberikan, akan menjadi dasar bagi saya untuk meneruskan perjalanan hidup. Terimakasih atas proses ini.

3. Ibu Dekan Psikologi yang saya hormati, Dr. Christina Siwi Handayani. Terimakasih Ibu Siwi, Tuhan memberkati selalu.

4. Ibu Dosen Pembimbing Akademik, Agnes Indar Etikawati Psi,.Msi. Terimakasih Ibu Agnes atas bimbingan dan motivasi selama saya duduk di bangku kuliah.

5. Staff dan karyawan Fakultas Psikologi, Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni terimakasih atas bantuannya. Teristimewa untuk Pak Gie terimakasih sering membukakan pintu lift, saya jadi tidak terlambat kuliahnya.

6. Ibu Kepala Sekolah TK Tarakanita Gading Serpong, Ibu Anna Dewi S.Pd.

Terimakasih Ibu Anna atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian di TK Tarakanita Gading Serpong. Terimakasih banyak.

7. Yayasan Tarakanita, Guru dan Staff TK Tarakanita Gading Serpong, terimakasih atas kerjasama dan bantuannya selama saya melakukan penelitian.

8. Anak-anak TK Tarakanita Gading Serpong beserta Ibunda, terimakasih

atas kesediannya terlibat dalam penelitian ini.

(12)

xii

bermakna. Terimakasih pula untuk kidung Semangat Keras yang selalu memberikan saya semangat untuk bangkit dan pantang menyerah.

10. Adikku Vaschalis Adeca Dharma terimakasih untuk keceriaan dan

dukungannya. Aku mengasihimu.

11. Saudara-saudaraku tersayang, terimakasih banyak Mbak Sisil dan Mas Ari

yang sudah rela saya repotkan. Bude, Pakde, Tante, Om terimakasih atas doanya.

12. Sahabat-sahabat yang mewarnai hari-hariku, Noni, Selly, Dian, Anggito,

Bora, Devi, Anggita, Jose, Ledita, Cik Grace, Vivi, Fla, Chike, Mbak Putri, Sari, Hesti, Sita. Terimakasih untuk pelangi yang kita buat bersama. 13. Kepala P2TKP Bapak Heri Widodo, S.Psi., M.Psi beserta Staff P2TKP

dan teman-teman asisten, terimakasih semuanya bersama kalian hidup saya menjadi lebih bermakna

14. Semua pihak yang telah membantu yang belum saya sebutkan dalam lembar ini, terimakasih banyak atas bantuannya

Semoga kebaikan anda semua senantiasa mendapat berkat istimewa dari Tuhan Yesus Kristus. Amin

Penulis,

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK………... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI... 9

A. Temperamen ... 9

1. Pengertian Temperamen ... 9

(14)

xiv

3. Jenis Temperamen… ... 16

4. Goodness of Fit Temperamen dengan Lingkungan… ... 24

B. Kelekatan ... 24

1. Pengertian Kelekatan ... 24

2. Aspek-aspek Kelekatan Anak dengan Ibu... 26

3. Gaya Kelekatan … ... 29

4. Pembentukan Kelekatan Anak dengan Ibu… ... 31

C. Masa Awal Anak – anak / Anak Prasekolah ... 34

1. Pengertian Anak Prasekolah ... 34

2. Ciri Anak Prasekolah ... 34

D. Perbedaan Tingkat Kelekatan Anak dengan Ibu Ditinjau Dari Jenis Temperamen Anak ... 36

E. Skema Perbedaan Tingkat Kelekatan Ditinjau dari Temperamen ... 39

F. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42

C. Definisi Operasional ... 42

1. Temperamen Anak ... 42

2. Kelekatan Anak dengan Ibu ... 43

D. Subjek Penelitian ... 44

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 44

(15)

xv

2. Skala Kelekatan Anak dengan Ibu ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

1. Estimasi Validitas ... 48

2. Estimasi Reliabilitas ... 49

G. Hasil Uji Coba Aitem ... 50

1. Hasil Uji Validitas Alat Ukur ... 50

2. Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 51

H. Metode Analisis Data ... 52

1. Uji Asumsi ... 52

2. Uji Hipotesis ... 53

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 54

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 54

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 54

C. Data Demografi Subjek Penelitian ... 56

D. Deskripsi Variabel Penelitian... 57

1. Temperamen Anak ... 57

2. Tingkat Kelekatan Anak dengan Ibu ... 57

E. Analisis Hasil Penelitian ... 58

1. Hasil Uji Asumsi ... 58

2. Hasil Uji Hipotesis Anava Satu Jalur ... 60

F. Pembahasan ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

(16)

xvi

B. Saran ... 65

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue Print Skala Temperamen Anak ... 46

Tabel 3.2. Blue Print Skala Kelekatan Anak dengan Ibu ... 47

Tabel 3.3. Distribusi Aitem Skala Kelekatan Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 3.4. Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian ... 52

Tabel 4.1. Data Usia Anak Subjek Penelitian ... 56

Tabel 4.2. Deskripsi Variabel Temperamen Anak TK Tarakanita Gading Serpong ... 57

Tabel 4.3. Mean Teoritik dan Mean Empiris Kelekatan ... 58

Tabel 4.4. Ranguman Hasil Uji Normalitas ... 59

Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 60

(18)

xviii

LAMPIRAN

Lampiran I. Skala Uji Coba ... 72

Lampiran II. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala ... 81

Lampiran III. Skala Penelitian... 93

Lampiran IV. Hasil Analisis Deskriptif ... 103

Lampiran V. Hasil Uji Asumsi ... 106

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan bagi setiap keluarga. Oleh karena itu, orangtua mempunyai tanggungjawab yang besar dalam mendidik, menjaga dan membesarkan anak sehingga dapat tumbuh berkembang dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (1992), keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak dalam sebuah pengasuhan.

Pengasuhan adalah perlakuan orangtua dalam rangka berinteraksi dengan anak untuk menanamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, melatih sosialisasi, memberikan perlindungan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengasuhan anak, orangtua dihadapkan pada karakter anak yang unik dan berbeda-beda. Pada orang tua yang memiliki lebih dari satu anak, dalam banyak kasus gaya pengasuhan orangtua yang diterapkan terhadap anak pertama tidak akan berlaku bagi anak kedua, sehingga orang tua menggunakan teknik yang berbeda dalam membesarkan masing-masing anak. Hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan karakter tiap anak berbeda.

(20)

terhadap suara, bayi yang mudah kaget, bayi yang mudah kesal dan bayi yang tidak teratur makan serta pola tidur. Sifat dasar dan karakter yang dibawa anak membentuk suatu karakteristik seseorang yang disebut sebagai temperamen. Temperamen adalah bawaan yang mungkin diwariskan dan stabil (Braungart

et al, dalam Papalia 2008). Menurut Rothbart (dalam Papalia 2008) beberapa penelitian yang menggunakan IBQ (Infant’s Behavior Questionnaire) selama masa bayi dan CBQ (Children’s Behavior Questionnaire) pada usia 7 tahun menemukan hubungan yang kuat antara temperamen bayi dan kepribadian anak. Hal ini menggambarkan bahwa temperamen bukan produk dari sebuah pengasuhan namun fungsi sistem biologis anak yang bersifat stabil dari waktu ke waktu.

Terdapat tiga pola temperamen yang biasanya ada pada anak. Anak yang mudah (easy child), anak yang sulit (difficult child) dan anak yang bereaksi perlahan (slow to warm up child). Setiap pola temperamen anak memiliki karakteristik masing-masing. Temperamen mempengaruhi bagaimana anak bereaksi dan merespon orang lain, lingkungan dan berbagai benda.

(21)

dengan demikian orangtua bisa memiliki toleransi yang lebih panjang pada anak dan memberi sikap proporsional terhadap reaksi anak (Roslina, 2008).

Beberapa karakteristik temperamen menimbulkan tantangan yang lebih besar bagi orangtua. Misalnya anak yang sangat rentan terhadap stres dan menunjukkan gejala mudah rewel dan sering menangis, orangtua mungkin saja merespon dengan mengabaikan anak atau memaksa anak untuk berperilaku lebih baik (Rothbart & Bates dalam Santrock 2007). Namun menurut Van de Boom (1989) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dukungan ekstra dan pelatihan terhadap ibu yang memiliki anak rentan setres dapat meningkatkan kualitas interaksi antara ibu dan anak. Pelatihan tersebut mengubah tuntutan ibu terhadap anak sehingga meningkatkan kesesuaian antara temperamen anak dan lingkungannya.

(22)

yang rendah ketika kualitas pengasuhan mereka rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa kesesuaian temperamen anak terhadap tuntutan lingkungan dan kualitas pengasuhan yang baik berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak saat dewasa.

Interaksi antara anak dengan pengasuh yang terdapat dalam pengasuhan menjadi sarana dan kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan sosial dan membentuk sebuah kelekatan antara anak dengan pengasuh. Kepekaan pengasuh dalam memberikan respon atas sinyal yang diberikan anak, dengan segera atau menunda dan dengan respon yang tepat atau tidak, akan membentuk suatu bentuk kelekatan (Ervika 2002).

(23)

penting bagi perkembangan anak di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa kelekatan anak pada umumnya banyak terbentuk dengan ibu.

Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk suatu kelekatan. Dalam proses pembentukan kelekatan, seorang ibu dihadapkan pada karakter anak yang bermacam-macam, dengan pola temperamen yang berbeda. Ada anak yang mudah (easy child), ada anak yang susah (difficult child) dan ada anak yang bereaksi perlahan (slow to warm up child). Karakter temperamen anak yang berbeda secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kelekatan dengan ibu lewat interaksi antara ibu dan anak. Penelitian yang dilakukan Brian E Vaughn (1992) mengungkapkan terdapat hubungan yang signifikan antara temperamen dengan kelekatan pada anak di segala usia. Ketika ibu diminta untuk mengisi Q.sort yang merupakan persepsi ibu terhadap temperamen anak, korelasi signifikansi kelekatan yang tinggi terdapat pada anak yang lebih tua.

(24)

ini karakteristik temperamen anak mulai terlihat dengan jelas, karena anak berinteraksi dengan dunia yang lebih luas di sekolahnya yang terdiri dari teman-teman dan guru.

Di sekolah anak dihadapkan pada lingkungan dimana anak dituntut untuk memiliki inisiatif untuk melakukan dan merespon banyak hal. Terlihat dari tingkat aktivitas anak, perhatian anak akan stimulus yang diberikan oleh guru, emosi yang diungkapkan anak saat bermain dan kemampuannya bergabung atau menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Rutinitas di sekolah maupun dirumah akan menggambarkan konsistensi perilaku anak di setiap harinya, sehingga karakteristik-karakteristik temperamen anak mulai terlihat dengan jelas pada masa awal kanak-kanak atau masa prasekolah ini.

Keterampilan dan kemampuan untuk memahami temperamen anak menjadi penting karena temperamen anak berkaitan dengan penyesuaian pada masa dewasa. Pemahaman akan temperamen mempengaruhi bagaimana ibu menyikapi tingkah laku anak didalam interaksi. Interaksi tersebut secara berkesinambungan akan membentuk sebuah kelekatan. Tinggi rendahnya kelekatan akan menjadi berbeda untuk setiap kategori temperamen dengan asumsi bahwa perlakuan untuk setiap kategori temperamen anak akan berbeda dan akan berpengaruh terhadap respon ibu dalam pengasuhan. Bagaimana perbedaan tingkat kelekatan yang terbentuk dari masing-masing kategori temperamen anak.

Peneliti ingin melihat perbedaan tingkat kelekatan pada anak easy child,

(25)

diatas peneliti ingin melihat perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen yang dimiliki anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sesuai dengan rancangan tersebut peneliti mengambil judul penelitian : perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk melihat ada tidaknya perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(26)

b. Menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang relevan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para

orangtua dan guru dalam mengenali karakter anak, memiliki sensitivitas terhadap karakter individual, fleksibel dalam merespon karakteristik anak dan menghindari pemberian label negatif terhadap anak.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi wacana tentang karakter

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Temperamen

1. Pengertian Temperamen

Menurut Thomas & Chess (dalam Papalia 2008) temperamen merupakan karakteristik seseorang, cara mendasar biologis untuk mendekati dan bereaksi terhadap orang dan situasi. Dideskripsikan sebagai bagaimana perilaku dilakukan, bukan apa yang dilakukan. Dalam New York Longitudinal Study (NYLS) , banyak anak yang mengubah gaya temperamentalnya, terutama pada bulan-bulan pertama, sebagai reaksi terhadap pengalaman khusus atau pengasuhan (parental handling).

Menurut Rothbart, Ahadi & Evans (dalam Papalia 2008). Temperamen bukan saja cara anak mendekati dan bereaksi terhadap dunia luar tapi juga cara mereka meregulasi fungsi mental, emosional dan perilaku mereka. Temperamen berkembang seiring dengan munculnya beragam emosi dan kemampuan mengatur diri dan dapat berubah setelah merespon sikap dan penanganan pengasuhan (Belsky, Fish & Isabella; J.V.Lerner & Galambos, dalam Papalia 2008)

(28)

yang dianggap bersumber dari komposisi biologis, membentuk inti perkembangan kepribadian-pola perasaan, pemikiran dan perilaku yang cenderung konsisten, dan membuat orang tersebut sebagai pribadi yang unik.

Allport (dalam Hall & Lindzey 1993) mengatakan temperamen biasanya menunjuk pada disposisi-disposisi yang sangat erat hubungannya dengan faktor-faktor biologis atau fisiologis dan karenanya sedikit sekali mengalami perubahan dalam perkembangan. Temperamen adalah bahan mentah yang bersama dengan intelegensi dan fisik membentuk kepribadian. Berdasarkan empat definisi temperamen menurut Thomas & Chess, Rothbart Ahadi & Evans, Eisenberg Fabes Guthrie & Reiser dan Allport terdapat kesamaan yaitu temperamen dipengaruhi oleh faktor biologis dan emosional yang diwujudkan dalam perilaku. Sehingga peneliti menyimpulkan temperamen adalah dasar karakteristik pembentuk kepribadian seseorang dalam meregulasi fungsi mental, emosional dan perilaku untuk mendekati dan merespon orang dan situasi.

2. Aspek-aspek Temperamen

Menurut Mary Rothbart (dalam Berk 2008) ada enam struktur yang terdapat dalam temperamen :

(29)

b. Attention span / persistence ( rentang perhatian / ketekunan ) Waktu / durasi untuk pengenalan atau tertarik pada objek c. Fearfull distress ( ketakutan akan tekanan )

Kekhawatiran dan tekanan dalam merespon rangsangan yang intens, termasuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru

d. Irritable distress (tingkat frustasi)

Tingkat rewel, menangis ketika tertekan e. Positive affect (ekspresi suasana hati positif)

Frekuensi dalam mengekspresikan kebahagiaan dan kesenangan f. Effortful control (kontrol diri)

Kapasitas untuk secara sukarela menekan sifat dominan, respon yang reaktif dalam perencanaan dan menerapkan respon yang lebih adaptif ( self regulation )

Menurut Thomas & Chess (dalam Berk 2008) dan Rothenberg, B. A. (1999) terdapat sembilan struktur pembentuk temperamen :

a. Activity level (tingkat aktivitas)

(30)

berlari atau menggunakan keahlian yang didominasi motorik halusnya, seperti melakukan teka-teki.

b. Rhythmicity (keteraturan)

Rhythmicity atau keteraturan mengacu pada tingkat prediktabilitas waktu fungsi biologis anak seperti lapar, siklus tidur-bangun dan ekskresi. Sebagai bayi, seorang anak mungkin akan buang air besar setiap hari sesudah sarapan atau hanya beberapa kali seminggu. Sebagai anak prasekolah, dia mungkin lebih suka makan besar saat makan siang setiap hari atau mungkin tidak terprediksi ketika dia akan lapar.

c. Distractibility (pengalihan)

Distractibility mengacu pada seberapa mudah rangsangan luar mengganggu aktivitas anak yang sedang berlangsung. Sebagai bayi tidak mungkin dapat mengisap saat menyusui jika ibunya berbicara padanya. Sebagai anak prasekolah, dia mungkin tidak bisa menyelesaikan satu hal sebelum ia mulai atau bergabung dengan kegiatan lain.

d. Approach / withdrawal (pendekatan/penarikan)

(31)

prasekolah, ia dapat bergabung tepat di sekolah atau mungkin awalnya pemalu.

e. Adaptability (kemampuan adaptasi)

Adaptasi adalah reaksi jangka panjang atau penyesuaian untuk suasana yang berubah di berbagai bidang seperti makanan, bergerak atau pergi ke sekolah baru. Bayi dan anak prasekolah mungkin membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau mungkin tampaknya mengambil hampir waktu singkat

f. Attention span and persistence (rentang perhatian dan ketekunan) Kegigihan dan rentang perhatian mengacu pada kemampuan anak untuk melanjutkan kegiatan meskipun frustrasi dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk aktivitas tanpa gangguan. Seorang bayi mungkin akan menyerah dengan mudah atau dapat terus berusaha mencapai sesuatu untuk sepanjang waktu. Sebagai anak prasekolah mungkin kehilangan minat cepat dalam mainan atau permainan atau membiarkannya, atau dapat terus mencoba untuk membuat mainan untuk melakukan apa yang dia inginkan

g. Intensity of reaction (intensitas reaksi)

(32)

anak mungkin tersenyum diam-diam dengan kesenangan atau melompat-lompat dan berteriak.

h. Threshold of responsiveness (ambang respon)

Intensitas stimulasi yang diperlukan untuk membangkitkan respon. Sensitivitas mengacu pada jumlah rangsangan yang diperlukan untuk membangkitkan respon pada anak. Bayi atau anak di awal tahun mungkin mempunyai respon yang kuat terhadap perubahan seperti kebisingan, suhu ruangan, sakit, bau, warna, dan tekstur. Atau dia mungkin tidak akan terpengaruh

i. Quality of mood (kualitas suasana hati)

Kualitas suasana hati mengacu pada kenyamanan suasana hati anak, seperti bahagia dan menangis. Sebagai bayi umumnya dapat tersenyum atau mungkin mudah marah dan menangis. Sebagai anak prasekolah, anak mungkin cenderung umumnya puas atau ketidakpuasan tentang banyak hal dan orang.

Menurut Mary Rothbart aspek pembentuk temperamen adalah activity level (tingkat aktivitas), attention span/ persistence (rentang perhatian dan ketekunan), fearfull distress (ketakutan akan tekanan), irritable distress

(tingkat frustasi), positive affect (ekspresi kebahagiaan), effortful control

(33)

penarikan), adaptability (kemampuan adaptasi), attention span and persistence (rentang perhatian dan ketekunan), intensity of reaction

(intensitas reaksi), threshold of responsiveness (ambang respon), quality of mood (kualitas suasana hati). Terdapat kesamaan aspek temperamen menurut Mary Rothbart dan Thomas & Chess yaitu activity level (tingkat aktivitas) dan attention span and persistence (rentang perhatian dan ketekunan).

Uraian aspek temperamen menurut Thomas Chess melengkapi aspek temperamen menurut Mary Rothbart. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek temperamen menurut Thomas Chess.

Activity level (tingkat aktivitas) merupakan tingkat anak melakukan kegiatan motorik. Rhythmicity (keteraturan) adalah tingkat prediktibilitas waktu fungsi biologis anak yang teratur. Distractibility (pengalihan) seberapa mudah rangsangan sekitar mengganggu aktivitas yang dilakukan anak. Approach / withdrawal (pendekatan dan penarikan) adalah respon anak saat dihadapkan pada objek baru, anak akan medekat atau menghindar. Adaptability (kemampuan adaptasi) adalah kemampuan anak menyesuaikan pada suasana yang berubah. Attention span and persistence

(rentang perhatian dan ketekunan) adalah waktu anak melakukan aktivitas tanpa gangguan. Intensity of reaction (intensitas reaksi) merupakantingkat anak merespon sesuatu sesuai stimulus. Threshold of responsiveness

(34)

membangkitkan respon anak dan quality of mood (kualitas suasana hati) yang merupakan kenyamanan kualitas suasana hati anak.

Aspek distractibility (pengalihan) merupakan kebalikan dari aspek

attention span and persistence (rentang perhatian dan ketekunan).

Distractibilty mengindikasikan adanya attention span yang rendah. Sehingga dalam perumusan aspek temperamen ini, aspek distractibility dan

attention span dijadikan satu menjadi attention / distractibility (perhatian / pengalihan).

Delapan aspek temperamen saling mempengaruhi satu dengan lain, aspek-aspek ini menjadi dasar terbentuknya jenis-jenis temperamen dan yang membedakan karakteristik anak sesuai dengan temperamennya.

3. Jenis Temperamen

Menurut Sheldon (dalam Hall & Lindzey 1993 ) ada tiga komponen temperamen yaitu visketoronia, somatotonia, dan erobrotonia.

a. Visketoronia

(35)

b. Somatotonia

Komponen kedua dinamakan somatotonia. Skor yang tinggi dalam komponen ini biasanya disertai dengan ciri-ciri : suka petualangan fisik, suka mengambil risiko, sangat membutuhkan kegiatan otot dan fisik yang berat, bersifat agresif, tidak peka terhadap perasaan orang lain, berpenampilan lebih matang dari sebenarnya, suka merebut, pemberani dan mudah takut berada dalam ruangan sempit dan tertutup (Klaustrofobia). Tindakan, kekuatan dan kekuasaan sangat penting bagi orang tipe ini.

c. Erobrotonia

Komponen ketiga dinamakan erebrotonia. Skor yang tinggi pada komponen ini menunjukkan ciri sifat : mengendalikan diri, menahan diri, suka menyembunyikan diri. Orang ini bersifat tertutup, pemalu, kelihatan muda, takut pada orang dan paling suka berada di tempat-tempat yang sempit dan tertutup. Orang ini bereaksi luar biasa cepat, sukar tidur dan senang menyendiri, khususnya kalau menghadapi kesukaran, orang yang demikian selalu berusaha untuk tidak menarik perhatian.

(36)

a. Extraversion / surgency

Termasuk dalam kategori ini adalah “antisipasi positif, impulsivitas, tingkat aktivitas, dan pencarian sensasi”

b. Negatif affectivity

Ditandai oleh lekas marah dan ketakutan. Anak-anak dalam kategori ini mudah setres, sering merengek dan menangis.

c. Effortful control (Self regulation)

Termasuk dalam kategori ini adalah fokus dan pengalihan atensi, kendali inhibitoris, sensitivitas persepsi, dan kesenangan dalam intensitas rendah. Bayi dengan effortful control yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk menjaga rangsangan yang mereka terima menjadi terlalu tinggi dan memiliki strategi untuk menenangkan diri sendiri.

(37)

baru. 10% dikategorikan sebagai difficult children, anak dengan temperamen tinggi, lebih mudah marah dan sulit untuk diikuti, memiliki ritme biologis yang tidak teratur dan lebih intens dalam mengekspresikan emosi. 15% adalah masuk dalam kategori slow to warm up child, anak dengan temperamen yang rendah, lembut, namun sulit beradaptasi dengan orang dan situasi baru (A. Thomas & Chess dalam Papalia 2008). 35% anak diantaranya merupakan perpaduan dari tiga jenis temperamen.

a. Easy Child (anak yang mudah)

Menurut Thomas & Chess (dalam Santrock 2007), secara umum anak dengan temperamen ini memiliki mood yang positif, bisa terbiasa dengan cepat terhadap rutinitas dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru. Menurut Thomas & Chess (dalam Papalia 2008) Ciri-ciri dominan mereka adalah: memiliki perasaan dengan intensitas lembut hingga moderat, biasanya positif, merespon sesuatu yang baru dan perubahan dengan baik, mengembangkan jadwal tidur dan makan regular degan cepat, mudah menerima makanan baru, tersenyum kepada orang asing, beradaptasi dengan mudah terhadap situasi baru, menerima perasaan frustasi dengan sedikit pertengkaran, beradaptasi dengan cepat kepada rutinitas baru dan peraturan permainan baru.

b. Difficult child (Anak yang sulit)

(38)

menerima perubahan (Thomas & Chess dalam Santrock 2007). Menurut Thomas & Chess (dalam Papalia 2008) anak dengan tipe temperamen ini memiliki ciri dominan : sering dan intens menunjukkan perasaan negatif, sering menangis dengan suara keras, tertawa dengan keras, kurang baik dalam merespon sesuatu yang baru dan perubahan, makan dan tidur tidak teratur, lambat dalam menerima makanan baru, curiga terhadap orang asing, beradaptasi dengan lambat terhadap situasi baru, bereaksi terhadap frustasi dengan kemarahan.

c. Slow to warm up child (anak yang bereaksi perlahan)

Anak dengan tipe temperamen ini cenderung untuk bereaksi perlahan-lahan dan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan orang lain dan situasi baru (A. Thomas & Chess, dalam Santrock 2007). Mereka memiliki tingkat aktivitas yang rendah, agak negatif dan menunjukkan intensitas suasana hati yang rendah. Menurut Thomas & Chess (dalam Papalia 2008) ciri dominan anak dengan tipe temperamen

(39)

mengembangkan rasa suka kepada stimuli baru setelah ditampakkan berulangkali dan tanpa paksaan.

Berdasarkan uraian jenis temperamen menurut Sheldon, Mary Rothbart dan Thomas & Chess memiliki hubungan. Temperamen easy child (anak yang mudah) memiliki kesamaan dengan komponen

extraversion dalam hal suasana hati yang positif, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan pembawaan diri yang menyenangkan, ketika anak tumbuh dewasa dapat memiliki kecenderungan kepribadian viskerotonia. Tipe temperamen difficult child (anak yang sulit) memiliki kesamaan dengan komponen negative affectivity dalam hal perasaan hati yang negatif, mudah marah dan tidak peduli dengan sekitarnya. Ketika anak tumbuh dewasa dapat memiliki kecenderungan kepribadian somatotonia. Tipe temperamen slow to warm up child (anak yang bereaksi perlahan) memiliki kesamaan dengan komponen erobrotonia dalam hal suka menutup diri, pemalu dan membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi.

(40)

Aspek Easy Child Difficult Child Slow to

(41)

n minat dan keterlibatan 5.Perhatian/ pengalihan

Fokus dan perhatian yang dihabiskan untuk suatu kegiatan, seperti menonton TV atau yang diperlukan untuk membangkitkan respon

(42)

4. Goodness Of Fit Temperamen dengan Lingkungan

Goodness of fit temperamen dengan lingkungan adalah kesesuaian antara temperamen anak dan tuntutan lingkungan yang harus dihadapi anak tersebut (Matheny & Philips dalam Santrock 2007). Hal ini mengacu pada pemahaman lingkungan terhadap temperamen anak sehingga dapat membantu anak untuk beradaptasi. Pemahaman tersebut berkaitan dengan strategi pengasuhan terbaik berkaitan dengan temperamen anak. Penilaian karakteristik anak sangat tergantung kesesuaiannya dengan lingkungan. Ketika memberi label bahwa seorang anak adalah anak yang “sulit”, orang lain akan memperlakukan anak dalam cara-cara tertentu yang justru mendorong timbulnya perilaku “sulit” tersebut. Penelitian yang ada belum memungkinkan untuk tercapainya rekomendasi yang spesifik, tetapi secara umum pengasuh memiliki strategi pengasuhan berkaitan dengan temperamen anak yaitu sensitif terhadap karakter individual anak, fleksibel dalam merespon karakteristik tersebut dan menghindari pemberian label negatif kepada anak.

B. Kelekatan

1. Pengertian Kelekatan

(43)

bahwa ikatan awal dibentuk oleh anak-anak dengan pengasuh mereka memiliki dampak yang luar biasa yang terus sepanjang hidup. Kelekatan juga berfungsi untuk menjaga bayi dekat dengan ibu, sehingga meningkatkan peluang anak untuk bertahan hidup. Fokus dari kelekatan adalah bahwa ibu yang tersedia dan responsif terhadap kebutuhan bayi mereka membangun rasa aman. Bayi tahu bahwa pengasuh dapat diandalkan, yang menciptakan basis yang aman untuk anak untuk kemudian menjelajahi dunia.

Menurut Cicirelli (dalam Lemme 1995) kelekatan mengacu pada ikatan emosional antara dua orang ; pada dasarnya mengacu pada memberikan cinta, keinginan untuk bersama dengan orang lain dan merupakan gambaran internal dalam diri individu.

Menurut Erikson (dalam Santrock 2007) Kelekatan merupakan hasil dari tahap perkembangan kepercayaan dan ketidakpercayaan (trust vs mistrust) yang dialami anak pada tahun-tahun pertama. Kepercayaan tersebut yang memerlukan perasaan akan adanya kenyamanan fisik dan sejumlah kecil rasa khawatir dan pemahaman akan masa depan sehingga terbentuk suatu kelekatan (Erik Erikson, dalam Hall & Lindzey 1971).

(44)

yang kuat antara bayi dan pengasuhnya. Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan kelekatan adalah hubungan bertahan cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan kelekatan dengan figur lekat akan menimbulkan rasa aman.

Freud (dalam Santrock 2007) berpendapat bahwa bayi menjadi melekat pada orang atau objek yang memberikan kepuasan oral. Untuk sebagian besar bayi, kelekatan ada pada ibu, karena ia yang paling mungkin untuk memberikan makan kepada bayi.

Berdasarkan definisi menurut Bowlby, Cicirelli, Erikson, Ainsworth dan Freud diatas peneliti menyimpulkan kelekatan adalah hubungan yang bersifat emosional dan afektif yang terjadi antara anak dengan ibu atau pengganti ibu yang bertahan cukup lama, dan mengikat mereka dalam suatu kedekatan sepanjang rentang kehidupan anak

2. Aspek-aspek Kelekatan Anak dengan Ibu

(45)

a. Ibu sebagai basis yang aman untuk eksplorasi (Mother as a secure base for exploration)

Sebuah perilaku kelekatan dimana anak mengeksplorasi lingkungannya namun secara berkala kembali kepada pengasuhnya. Anak menggunakan ibu sebagai basis yang aman untuk eksplorasi, menjelajahi lingkungan baru mereka tetapi kemudian mencari atau pindah kembali ke ibu seolah-olah untuk memastikan ibu masih bersama dengannya. Anak merasa nyaman dengan keberadaan ibu dan menjadi tertekan serta khawatir ketika ibu tidak ada.

b. Kecemasan dan reaksi pada orang lain dan lingkungan yang tidak dikenal (stranger anxiety)

Ketakutan atau tekanan yang ditunjukkan anak pada saat orang asing melakukan pendekatan. Anak menunjukkan kecemasan mereka terhadap orang asing, kekhwatiran atau ketakutan pada saat mendekati seseorang yang asing

c. Kecemasan pada anak saat ibu meninggalkannya (separation anxiety) Kesedihan dan kecemasan yang ditunjukkan anak ketika pengasuh utama meninggalkannya. Sebagian besar anak menjadi sangat marah ketika ibu meninggalkannya.

d. Reaksi pada saat bertemu dengan ibu (reunion behavior)

(46)

mampu bergerak, bayi akan memastikan kedekatan dengan ibu mereka dengan mendekati serta bergantung padanya.

Menurut Marvin (dalam Bukatko 2008) pada usia dua tahun, kebanyakan anak terus menunjukkan keterikatan yang kuat, tetapi pada usia tiga tahun beberapa manifestasi dari ikatan ini mulai berubah. Kesulitan pemisahan mulai berkurang untuk kebanyakan anak, mungkin karena kemajuan dalam hal kognisi mereka. Misalnya, anak-anak mulai menghargai kenyataan meskipun pengasuh dapat menghilang selama beberapa jam, mereka akan selalu kembali.

Anak-anak mengembangkan wawasan ke dalam perspektif orang lain dan sebagai perkembangan keterampilan komunikasi mereka yang membaik, mereka dapat lebih memahami alasan untuk pemisahan sementara dan dapat mengekspresikan emosi mereka dengan cara menangis atau melekat pada ibu.

(47)

aman untuk eksplorasi (Mother as a secure base for exploration) berkaitan dengan kecemasan dan reaksi pada orang lain dan lingkungan yang tidak dikenal (stranger anxiety). Ketika ibu sebagai basis aman untuk eksplorasi (mother as a secure base for exploration) rendah maka kecemasan dan reaksi pada orang lain dan lingkungan tidak dikenal (stranger anxiety) akan tinggi.

Aspek kecemasan pada anak saat ibu meninggalkannya (separation anxiety) dan aspek reaksi pada saat bertemu dengan ibu (reunion behavior) saling berhubungan. Dampak pengalaman pemisahan dan penyatuan yang berulang ini dapat memberikan pemahaman yang lebih umum kepada anak bahwa pengalaman emosional negatif (separation anxiety) sering dikalahkan oleh pengaruh positif yang kuat (reunion behavior), hal ini menunjukkan kelekatan yang aman. Namun ketika ibu kembali (reunion behavior) dan anak masih saja menunjukkan emosi negatifnya (separation anxiety) maka kecenderungan kelekatan kurang aman.

3. Gaya Kelekatan

(48)

a. Bayi dengan tingkat kelekatan aman (secure attachment)

Bayi dengan kelekatan aman akan menangis atau memprotes ketika si ibu meninggalkan dan menyambut dengan gembira ketika si ibu kembali. Anak menjadikan sang ibu sebagai dasar rasa aman (secure base), mengijinkan sang ibu untuk pergi dan bereksplorasi akan tetapi kembali untuk memberikan keyakinan. Para bayi ini biasanya kooperatif dan terbebas dari rasa marah.

b. Bayi dengan kelekatan yang dihindari (avoidant attachment)

Bayi dengan kelekatan yang menghindar jarang menangis ketika ibu pergi, dan mengacuhkan sang ibu ketika ibu kembali. Mereka cenderung marah dan selalu terburu-buru sehingga tidak dapat diikuti ketika menginginkan sesuatu.

c. Bayi dengan kelekatan yang ambigu (ambivalent attachment)

Bayi dengan kelekatan ambigu menjadi cemas walaupun sang ibu belum lagi meninggalkan tempat tersebut dan menjadi sangat kecewa ketika ibu benar-benar pergi. Ketika si ibu kembali, sang bayi menunjukkan sikap ambivalensi mereka dengan berusaha mencari kontak dengan sang ibu dan pada saat yang bersamaan menolak sang ibu dengan menendang dan berteriak.

(49)

terorganisir sering kali menunjukkan pola perilaku yang tidak konsisiten dan berlawanan. Bayi menyambut ibu dengan gembira ketika si ibu kembali, namun kemudian menjauh atau mendekati tanpa memandang kepada ibu. Bayi tampak takut dan bingung. Pola ini adalah pola dengan tingkat rasa aman paling rendah dan mayoritas terjadi pada bayi dengan ibu yang kurang sensitif, intrusif atau melecehkan (Carlson dalam Papalia 2008).

Gaya kelekatan merupakan representasi rasa aman dari hasil pengasuhan ibu dengan anak. Ketika kualitas pengasuhan baik, maka anak akan mengembangkan gaya kelekatan aman (secure attachment). Ketika pengasuhan buruk maka anak akan mengembangkan gaya pengasuhan tidak aman (secure attachment) yang terdiri dari gaya kelekatan yang dihindari (avoidant attachment), gaya kelekatan ambigu (ambivalent attachment) dan gaya kelekatan tak terorganisir dan tak terarah (disorganized-disoriented attachment).

4. Pembentukan Kelekatan Anak dengan Ibu

(50)

pembukaan ini dinyatakan berhasil apabila sang ibu merespon dengan hangat, memberikan ekspresi gembira dan sering kali memberikan kontak fisik kepada sang bayi serta kebebasan untuk mengeksplorasi.

Menurut Ainsworth & Bowlby (dalam Papalia 2008), bayi membangun “model kerja” (working model) berkenaan dengan apa yang dapat diharapkan bayi dari ibu. Beragam pola kelekatan merepresentasikan respresentasi kognitif yang berbeda satu dengan yang lain sebagai hasil dari harapan yang berbeda. Model kerja kelekatan bayi berkaitan dengan konsep kepercayaan dasar Erikson. Kelekatan dengan tingkat aman yang tinggi merefleksikan rasa percaya. Kelekatan dengan tingkat aman yang rendah merefleksikan ketidakpercayaan.

Menurut Scaffer (dalam Santrock 2007) kelekatan tidak timbul secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari serangkaian tahap. Mulai dari anggapan umum bayi mengenai manusia sampai pembentukan “kemitraan” dengan pengasuh primer mereka. Berikut adalah 4 tahapan mengenai kelekatan sesuai dengan konseptualisasi Bowlby :

a. Tahap 1, lahir sampai 2 bulan. Bayi secara instingtif menunjukkan

(51)

b. Tahap 2, 2-7 bulan. Kelekatan mulai terfokus pada satu figur, biasanya pengasuh primer, bayi mulai bisa membedakan orang yang dikenal dan tidak dikenal

c. Tahap 3, 2-24 bulan. Kelekatan yang spesifik mulai berkembang, dengan meningkatnya kemampuan lokomotor, bayi secara aktif berusaha melakukan kontak dengan pengasuh yang tetap, seperti ayah atau ibu.

d. Tahap 4, 24 bulan ke atas. Anak mulai sadar terhadap perasaan

orang lain, tujuan-tujuan, rencana, dan mulai memasukkan hal-hal tersebut ketika melakukan aksi mereka

(52)

C. Masa Awal Anak-anak / Anak Prasekolah

1. Pengertian Anak Prasekolah

Masa awal anak-anak (early childhood) ialah periode perkembangan yang terentang dari akhir masa bayi hingga usia 5-6 tahun. Periode ini disebut dengan tahun-tahun prasekolah. Selama masa ini, anak-anak kecil belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah dan meluangkan waktu untuk bermain bersama teman sebaya (Santrock, 1995).

2. Ciri Anak Prasekolah

Ciri Anak Prasekolah (dalam Hurlock 1980) dikemukakan melalui aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri fisik

Pertumbuhan selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa bayi. Awal masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang.

b. Ciri sosial

Anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak-anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka. c. Ciri emosional

(53)

fisiologis. Orangtua hanya memperbolehkan anak melakukan beberapa hal, padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak lagi. Emosi yang umum pada anak prasekolah : amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang.

d. Ciri kognitif

Dunia kognitif anak prasekolah ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi (dalam Santrock 1983). Anak prasekolah berada dalam subtahap fungsi simbolis yaitu anak-anak mengembangkan kemampuann untuk membayangkan secara mental suatu obyek yang tidak ada, kemampuan ini mengembangkan secara cepat dunia mental anak. Anak-anak menggunakan disain coret-coret untuk menggambarkan manusia, rumah mobil dan lain-lain.

(54)

D. Perbedaan Tingkat Kelekatan Anak Dengan Ibu Ditinjau Dari Jenis

Temperamen Anak

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu pada anak dengan temperamen easy child, difficult child dan

slow to warm up child Penelitian ini didasarkan pada kerangka berpikir sebagai berikut :

Temperamen anak dipengaruhi oleh faktor internal yang meliputi faktor fisiologis, psikologis dan hereditas, sehingga bersifat menetap dalam diri seseorang. Sebagian besar para ahli menyatakan temperamen adalah faktor hereditas, yang dipengaruhi pula oleh faktor fisiologis, biologis dan psikologis seseorang. Faktor-faktor tersebut yang kemudian menjadi karakteristik dari setiap individu. Temperamen anak yang berbeda, mengindikasikan karakteristik anak yang berbeda-beda sehingga terdapat pengasuhan yang beragam.

(55)

mempunyai catatan hubungan antara karakteristik anak seperti mudah marah dan mudah frustasi terhadap tekanan secara tidak langsung mempengaruhi terbentuknya kelekatan lewat respon yang diberikan terhadap pengasuhnya (dalam Bukatko 2008).

Kelekatan mencakup hubungan kelekatan anak dengan pengasuhnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah tingkat kelekatan anak dengan ibu, yaitu tingkat kedekatan anak dengan figur yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak, dalam hubungannya dengan ibu sebagai pengasuh utama. Kelekatan yang tinggi memiliki karakteristik yang di dalamnya menggambarkan hasil interaksi yang intens / sering dilakukan antara anak dengan ibu dalam pengasuhan. Tingkat kelekatan yang rendah menunjukkan kurangnya interaksi antara anak dengan ibu. Pengasuhan anak oleh ibu melibatkan temperamen anak sebagai variabel bebas yang mempengaruhi terbentuknya tingkat kelekatan.

(56)

terjadi apabila sang ibu memiliki keterampilan untuk menghadapi temperamen bayi (Rothbart et al dalam Papalia 2008). Semakin baik kesesuaian antara lingkungan dengan temperamen anak semakin baik pula perkembangan kepribadiannya.

Pentingnya kesesuaian antara temperamen anak dan tuntutan lingkungan yang harus dihadapi anak (Goodness of fit) mengacu pada pemahaman lingkungan terhadap temperamen anak sehingga dapat membantu anak untuk beradaptasi. Pemahaman tersebut berkaitan dengan strategi pengasuhan terbaik berkaitan dengan temperamen anak. Penilaian karakteristik anak sangat tergantung kesesuaiannya dengan lingkungan. Ketika memberi label bahwa seorang anak adalah anak yang “sulit”, orang lain akan memperlakukan anak dalam cara-cara tertentu yang justru mendorong timbulnya perilaku “sulit” tersebut.

Penelitian yang ada belum memungkinkan untuk tercapainya rekomendasi yang spesifik, tetapi secara umum seorang ibu memiliki strategi pengasuhan berkaitan dengan temperamen anak yang dipengaruhi oleh instink keibuan yang dimiliki setiap ibu yang memiliki anak. Instink keibuan lebih kepada respon ibu yang lembut dan penuh cinta dalam menghadapi tingkah laku dan kondisi anak. Hal ini bisa membuat tingkat kelekatan menjadi berbeda antara tiap jenis temperamen anak.

(57)

Sedangkan kelekatan menjadi produk dari bagaimana ibu menyikapi temperamen anak dan memberikan pengasuhan sesuai dengan karakter anak.

Aspek-aspek temperamen anak menurut Thomas & Chess akan dijadikan peneliti sebagai bahan pembuatan instrumen untuk melihat subjek termasuk dalam kategori temperamen tertentu. Setiap tipe temperamen anak tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap pengasuhan ibu dan interaksi anak dengan ibu sehari-hari, sehingga dapat terbentuk tingkat kelekatan tinggi atau rendah.

E. Skema Perbedaan Tingkat Kelekatan Ditinjau dari Temperamen

(58)

Temperamen Anak

Kelekatan Tinggi Kelekatan Rendah Kelekatan Rendah

1. Tingkat aktivitas sedang, masih bisa dikontrol 2. Fungsi tubuh teratur 3. Pendekatan positif terhadap objek baru 4. Beradaptasi /

menyesuaikan diri dengan cepat terhadap tempat dan orang yang baru

5. Fokus terhadap

aktivitasnya sampai selesai. Tidak mudah teralihkan/ terganggu

6. Merespon dengan rentang energi dari yang rendah sampai yang tinggi (tergantung stimulus) 7. Bereaksi segera dengan stimulus yang diberikan (tanpa harus diberikan secara intens)

8. Suasana hati positif

1. Tingkat aktivitas rendah 2. Fungsi tubuh kadang teratur, kadang tidak teratur 3. Awalnya menarik diri dari objek baru, namun dengan pemaparan berulang anak menunjukkan pendekatan

5. Kadang mudah teralihkan / terganggu namun akan kembali lagi pada aktivitasnya

6. Intensitas reaksi rendah 7. Bereaksi perlahan terhadap stimulasi yang intens

8. Suasana hati agak negatif

1. Tingkat aktivitas tinggi, susah dikontrol

2. Fungsi tubuh tidak teratur 3. Pendekatan negatif terhadap objek baru 4. menangis dengan keras dan mempunyai masalah untuk menyesuaikan diri 5. Mudah teralihkan dari aktivitasnya

6. Intensitas reaksi tinggi 7. Sulit untuk

membangkitkan responnya walaupun diberikan stimulus yang intens

8. Suasana hati negatif

Kesesuaian temperamen dengan lingkungan

Kualitas Pengasuhan

(59)

F. Hipotesis Penelitian

(60)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik komparatif yaitu penelitian yang berupaya mencari ada tidaknya perbedaan antar kelompok (Suryabrata, 1999). Tujuannya untuk melihat ada tidaknya perbedaan tingkat kelekatan anak dengan ibu ditinjau dari jenis temperamen yang dimiliki anak.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel Bebas : Temperamen anak

2. Variabel Tergantung : Tingkat kelekatan anak dengan ibu

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Temperamen anak

(61)

keteraturan, pendekatan dan penarikan, adaptasi, perhatian / pengalihan, intensitas reaksi, ambang respon, kualitas suasana hati.

Pernyataan pada skala temperamen berjumlah 48 aitem yang terdiri dari 16 aitem pernyataan yang merupakan kategori easy child, 16 aitem pernyataan kategori difficult child dan 16 aitem pernyataan kategori slow to warm up child. Terdapat dua pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Untuk setiap jawaban “ya” diberikan skor 1 dan untuk jawaban “tidak” diberikan skor 0, kemudian dijumlahkan berdasarkan tiap kategori. Jumlah skor tiap kategori dari skala akan memperlihatkan kecenderungan temperamen tertentu pada diri subjek.

2. Kelekatan anak dengan ibu

Kelekatan anak dengan ibu merupakan hubungan yang khas dan intim antara anak dengan ibu yang terjadi dan berkembang selama proses kehidupan. Kelekatan akan diukur dengan skala psikologis yaitu skala kelekatan yang disusun berdasarkan indikator dari kelekatan menurut teori Ainsworth. Aspek – aspek kelekatan yang digunakan dalam membuat skala adalah ibu sebagai basis aman eksplorasi (secure base for exploration), kecemasan dan reaksi pada orang lain dan lingkungan yang tidak dikenal (stranger anxiety), kecemasan saat ibu meninggalkan (separation anxiety) dan reaksi pada saat bertemu ibu (reunion behavior)

(62)

dan untuk setiap jawaban “tidak” diberi skor 0. Kemudian skor dijumlahkan sehingga mendapatkan skor total.

D. Subjek Penelitian

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak yang bersekolah di TK Tarakanita Gading Serpong yang berusia 3-5 tahun. Ibu yang memiliki anak yang bersekolah di TK Tarakanita Gading Serpong berjumlah 118 ibu. Kemudian dari populasi tersebut diambil sampel secara acak sebanyak 30% dari populasi dengan jumlah sampel 35 ibu. Dalam pengisian skala temperamen dan kelekatan, data subjek diperoleh berdasarkan kesesuaian kondisi anak subjek terhadap pernyataan aitem yang dinilai dan diamati oleh subjek. Dari pengisian skala temperamen anak oleh subjek dapat terlihat kecenderungan temperamen anak subjek dan dari pengisian skala kelekatan anak dengan ibu terlihat hubungan kelekatan antara subjek dengan anak.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

(63)

terstruktur. Jawaban sudah disediakan dan subjek hanya memilih satu jawaban yang sesuai dengan kondisi diri subjek (Azwar, 2003).

1. Skala Temperamen Anak

Skala temperamen anak terdiri dari pernyataan favorabel hal ini dikarenakan setiap aitem sudah menggambarkan kategori temperamen tertentu. Sehingga hanya dibutuhkan jawaban “ya” dan “tidak”. jawaban “ya” diberi skor 1 yang menunjukkan bahwa subjek mengalami hal yang dideskripsikan dalam aitem dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 0 karena mengindikasikan subjek yang bersangkutan tidak mengalami hal yang dideskripsikan dalam aitem.

Skala temperamen anak terdiri dari 48 pernyataan yang terdiri dari 16 aitem pernyataan yang merupakan kategori easy child, 16 aitem pernyataan kategori difficult child dan 16 aitem pernyataan kategori slow to warm up child. Aitem-aitem dari setiap aspek-aspek dalam variabel tersebar merata dan seimbang dalam penyataan-pernyataan. Pernyataan-pernyataan yang dibuat akan memisahkan kategori temperamen yaitu

easy child, difficult child dan slow warm to up.

Dalam skala temperamen anak setiap pernyatan yang dijawab “ya” diakumulasikan jumlahnya sesuai dengan kategori pada pernyataan sehingga akan didapat skor pada masing kategori temperamen. Skor tersebut kemudian dikelompokkan menggunakan metode Z-score. Z–

(64)

kelompoknya dalam satuan standar deviasi. Z-score berfungsi untuk membandingkan posisi seseorang dengan orang lain dalam kelompok. Rumus penghitungan Z-score sebagai berikut :

X- X Z = SX

Hasil Z-score akan memisahkan anak sesuai dengan temperamen yang dimiliki. Berikut merupakan blue print dari skala temperamen anak yang akan diuji coba:

Tabel 3.1

Blue Print Skala Temperamen Anak

(65)

2. Skala Kelekatan Anak dengan Ibu

Skala kelekatan anak dengan ibu terdiri dari pernyataan favorabel merepresentasikan perasaan aman yang kemudian diukur menjadi tingkat kelekatan. Setiap jawaban “ya” diberi skor 1 yang menunjukkan bahwa subjek mengalami hal yang dideskripsikan dalam aitem dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 0 karena mengindikasikan subjek yang bersangkutan tidak mengalami hal yang dideskripsikan dalam aitem.

Skor pada skala kelekatan anak dengan ibu kemudian diakumulasikan, sehingga didapat skor kelekatan subjek dengan anak. Skor kelekatan subjek akan menunjukkan tingkat kelekatan yang terbagi menjadi dua kategori kelekatan, yaitu kelekatan tinggi dan kelekatan rendah, yang dikelompokkan berdasarkan hasil mean teoritik dan mean empirik.

Aitem-aitem dari setiap aspek-aspek dalam variabel kelekatan anak dengan ibu tersebar merata dan seimbang dalam penyataan-pernyataan. memisahkan subjek yang memiliki kelekatan tinggi dan kelekatan rendah. Berikut merupakan blue print skala kelekatan anak dengan ibu yang akan di uji coba :

Tabel 3.2

Blue Print Skala Kelekatan Anak dengan Ibu

Aspek Nomor aitem F (%)

Ibu sebagai basis aman untuk eksplorasi (Mother as a secure

2, 7, 10, 16, 19, 23, 27, 32, 35, 40

(66)

base for exploration)

Kecemasan dan reaksi pada orang lain dan lingkungan yang tidak dikenal (stranger anxiety)

1, 4, 8, 12, 15, 26, 30, 34, 36, 38

10(25%)

Kecemasan pada anak saat ibu meninggalkannya (separation anxiety)

5, 11, 14, 18, 20, 22, 25, 29, 33, 37

10(25%)

Reaksi pada saat bertemu dengan ibu (reunion behavior)

3, 6, 9, 13, 17, 21, 24, 28, 31, 39

10(25%)

Total 40(100%)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik jika mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini agar tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya. Uji coba skala temperamen anak dan kelekatan anak dengan ibu dilakukan di TK Indriyasana Yogyakarta, pada hari Senin 19 Maret 2012 dengan subjek 32 siswa-siswi TK Indriyasana Yogyakarta.

1. Estimasi Validitas

(67)

Validitas penelitian ini diuji dengan formula korelasi Product Moment Pearson antara masing-masing item yang mengukur suatu skala dengan skor total skala tersebut. Kriteria yang digunakan adalah bila nilai koefisien korelasi aitem-total lebih besar dari nilai r tabel, maka aitem yang bersangkutan dapat dinyatakan valid/sahih (Singarimbun dan Effendi 1995). Untuk subjek uji skala yang berjumlah 32, dapat diperoleh derajat bebas (df) sebesar n – 2 = 32 – 2 = 30. Untuk df = 30 dan nilai alpha 5%, diperoleh nilai r tabel sebesar 0.349. Untuk dapat dinyatakan sahih/valid, koefisien korelasi aitem-total harus lebih besar dari 0,349, berlaku untuk skala temperamen anak dan skala kelekatan anak dengan ibu.

2. Estimasi Reliabilitas

Pengujian reliabilitas skala dilakukan dengan menggunakan teknik

(68)

G. Hasil Uji Coba Aitem

1. Hasil Uji Validitas Alat Ukur

Pengujian skala temperamen anak dilakukan pada 48 aitem dengan koefisien korelasi product moment pearson rix berkisar antara 0,357 sampai dengan 0,719. Tidak ada aitem yang gugur pada pengujian tersebut, karena masing-masing aitem memiliki nilai r aitem-total (rix) yang lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,349 (hasil terlampir).

Selanjutnya dilaporkan hasil uji validitas untuk skala kelekatan anak dengan ibu. Untuk dapat dinyatakan valid, koefisien korelasi aitem-total (rix) pada skala ‘kelekatan anak dengan ibu’ harus lebih besar dari 0,349. Pengujian skala kelekatan anak dengan ibu dilakukan pada 40 aitem dengan koefisien korelasi product moment pearson rix berkisar antara -0,127 sampai dengan 0,654. Terdapat 4 aitem yang gugur dalam pengujian tersebut, yang memiliki koefisien korelasi aitem-total (rix) lebih kecil dari r tabel (0,349), yaitu aitem 10 (0,096), aitem 19 (0,057), aitem 31 (-0,046) dan aitem 38 (-0,127). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat empat aitem yang gugur, yaitu aitem 10, aitem 19, aitem 31 dan aitem 38 dan tersisa 36 aitem valid untuk disertakan dalam uji reliabilitas.

Tabel 3.3

Distribusi Aitem Skala Kelekatan Setelah Uji Coba

Aspek Jumlah Aitem Total

Ibu sebagai basis aman untuk eksplorasi (Mother as a secure base for exploration)

2, 7, 16, 23, 27, 32, 35, 40

8

(69)

orang lain dan lingkungan yang tidak dikenal (stranger anxiety)

34, 36

Kecemasan pada anak saat ibu meninggalkannya (separation anxiety)

5, 11, 14, 18, 20, 22, 25, 29, 33, 37

10

Reaksi pada saat bertemu dengan ibu (reunion behavior)

3, 6, 9, 13, 17, 21, 24, 28, 39

9

Total 36

2. Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur

Pengujian reliabilitas skala dilakukan dengan menggunakan teknik

(70)

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian Instrumen/

TEMPERAMEN 0,938 0,600 0,900 Reliabel

KELEKATAN 0,905 0,600 0,900 Reliabel

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa skala temperamen dan skala kelekatan memiliki nilai reliabilitas yang memenuhi syarat dan

dinyatakan reliabel (andal), karena memiliki nilai -Cronbach yang lebih tinggi dari 0.600 dan 0.900 yaitu 0,938 untuk skala temperamen anak dan 0,905 untuk skala kelekatan anak dengan ibu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua skala ini telah memenuhi syarat validitas aitem dan reliabilitas instrumen sehingga baik dan memadai untuk menjaring data penelitian.

H. Metode Analisis Data

1. Uji asumsi

(71)

sampel hendaknya memenuhi persyaratan distribusi normal. Uji homogenitas dilakukan agar data sampel disyaratkan memiliki varian yang sama.

2. Uji Hipotesis

(72)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan uji coba skala ‘temperamen anak’ dan skala ‘kelekatan anak dengan ibu’ pada tanggal 19-20 Maret 2012. Skala uji coba yang dapat diukur sebanyak 32 eksemplar dari 50 yang disebarkan. Setelah melakukan seleksi item dan mendapatkan aitem yang baik, peneliti melaksanakan penelitian pada tanggal 23-31 Maret 2012. Penelitian dilakukan di TK Tarakanita Gading Serpong dengan cara menyebar skala pada ibu yang memiliki anak yang bersekolah di TK Tarakanita Gading Serpong. Skala penelitian yang diberikan pada subjek terdiri dari ‘skala temperamen anak’ dan ‘skala kelekatan anak dengan ibu’. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 118 (ibu yang memiliki anak dengan usia 3-5 tahun), kemudian peneliti mengambil secara acak 30% dari populasi untuk dijadikan sampel penelitian yang berjumlah 35 subjek.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

(73)

melayani dan mengabdi sesama, sehingga mereka sangat mengembangkan dan menjaga kualitas pendidikan untuk tercapainya individu yang cerdas dan berintelektual. Selain TK, yayasan ini juga memiliki sekolah dari SD, SMP sampai SMA dan memiliki banyak cabang di pulau Jawa.

TK Tarakanita Gading Serpong terdiri dari 3 kelompok, kelompok play group, kelompok TK A dan kelompok TK B. Anak- anak playgroup terdiri dari 25 anak dengan usia 2,5-3,5 tahun. Anak-anak di kelompok A terdiri dari 43 anak dengan usia 3,5-4 tahun. Sedangkan TK B terdiri dari 50 anak dengan usia 4-5 tahun.

Pekerjaan orangtua dari siswa yang bersekolah di TK Tarakanita Gading Serpong adalah pegawai swasta berjumlah 68 orang, kemudian wiraswasta sebanyak 23 orang, sebagai guru 18 orang, bekerja sebagai PNS sebanyak 6 orang dan pegawai BUMN sebanyak 3 orang.

(74)

dari anak-anak dikenalkan media-media teknologi. Selain itu, di TK Tarakanita Gading Serpong memiliki taman bermain dengan berbagai macam alat permainan. Tujuan disediakan taman bermain tersebut agar setiap anak saling berinteraksi dengan anak yang lain. Mengembangkan sikap toleransi, saling membantu satu sama lain. Fasilitas taman bermain ini lebih bersifat mengembangkan sifat sosial anak.

C. Data Demografi Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki anak yang bersekolah di TK Tarakanita Gading Serpong

Tabel 4.1

Data Usia Anak Subjek Penelitian

Usia Anak Jumlah

3 tahun 12

4 tahun 12

5 tahun 11

(75)

D. Deskripsi Variabel Penelitian

1. Temperamen Anak

Melalui skala temperamen anak yang diisi oleh Subjek penelitian kemudian dikelompokkan menggunakan Z-Score untuk melihat posisi anak berada pada kelompok temperamen tertentu. Hasil penghitungan Z-Score menyebutkan 22 anak (62,86%) masuk dalam kategori easy child, 7 anak (20%) masuk dalam kategori slow to warm up child dan 6 anak (17,14%) masuk dalam kategori difficult child. Secara sistematis deskripsi variabel Temperamen Anak disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2

Deskripsi Variabel Temperamen Anak TK Tarakanita Gading Serpong

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Easy child 22 62,9

2 Slow to warm up child

7 20,0

3 Difficult child 6 17,1

Jumlah 35 100,0

2. Tingkat Kelekatan Anak dengan Ibu

Tingkat kelekatan anak dengan ibu dikelompokkan ke dalam kategori tinggi dan rendah dengan menggunakan acuan mean teoritik dan

Gambar

Tabel 3.1 Blue Print Skala Temperamen Anak
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kelekatan Anak dengan Ibu
tabel (0,349), yaitu aitem 10 (0,096), aitem 19 (0,057), aitem 31 (-0,046)
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Keterbukaan yang tercipta di dalam keluarga dapat mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan-pertanyaan (Yusuf, 2000:52). Pendapat yang muncul tersebut

Perubahan pola gaya hidup seperti aktivitas rutin sehari-hari dapat mempengaruhi pola tidur. Pada individu yang bekerja dengan 2 shift siang dan malam sering

carok , maka elemen permukiman yang termasuk dalam elemen permukiman tradisional Madura ( Madurese village structure ) tidak hanya tanean lanjang , tetapi juga kampong meji

Dalam penelitian ini ruang lingkup yang dijadikan objek yaitu badan pendapatan daerah kota Nganjuk,dengan penentuan variabelnya yaitu Analisi

Upaya yang dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan teknik jigsaw tersebut, ternyata membawa dampak yang positif

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini penulis mencoba untuk membahas mengenai langkah-langkah pembuatan animasi sederhana yang di lengkapi dengan cara pembuatan obyek dan penambahan efek