• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai sifat dinamis sebagai entitas sosial sehingga organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungan dan saling mempengaruhi. Perubahan pada lingkungan organisasi mempengaruhi keberlangsungan organisasi untuk juga berubah. Salah satu contohnya adalah penggunaan teknologi komputer yang semakin pesat mempengaruhi organisasi untuk menyesuaikan diri melalui penyediaan sumber daya manusia dan peralatan yang memadai agar dapat bersaing secara optimal. Menurut Elving (2005), satu-satunya yang konstan dalam organisasi adalah perubahan yang terus menerus itu sendiri. Organisasi harus beradaptasi dengan perubahan dalam rangka mempertahankan diri di lingkungannya dan sebagai hasilnya adalah tingkat perubahan organisasional yang meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir ini (Heuvel & Schalk, 2009). Di sisi lain Anderson dan Anderson (2001) mengemukakan bahwa perubahan tidak terjadi begitu saja, namun dikatalis oleh sejumlah kekuatan yang memicu kesadaran dan kemudian tindakan. Menurut Lunerburg (2010) terdapat dua kekuatan yang mendorong suatu organisasi untuk berubah, yaitu kekuatan eksternal dan internal. Kekuatan eksternal adalah kekuatan yang berasal dari luar organisasi yaitu karakteristik demografis, kemajuan teknologi, perubahan

(2)

2 pasar, tekanan sosial dan politis, serta terjadinya krisis; sedangkan kekuatan internal berasal dari dalam organisasi itu sendiri seperti adanya perubahan kebijakan pimpinan, perubahan tujuan, berbagai macam ketentuan atau peraturan baru yang berlaku dalam organisasi, tingkat pengetahuan dan keterampilan dari para anggota organisasi serta adanya masalah-masalah sumber daya manusia lainnya.

Pengelolaan perubahan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk meminimalkan kegagalan. Meskipun perubahan diimplementasikan untuk tujuan yang positif (seperti beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan dan untuk tetap kompetitif), pegawai sering merespon negatif terhadap perubahan dan menolak upaya perubahan tersebut. Reaksi negatif ini terutama karena perubahan membawa serta meningkatkan tekanan, stres dan ketidakpastian bagi karyawan. Salah satu alasan utama mengapa upaya perubahan mengalami kegagalan adalah adanya resistensi karyawan terhadap perubahan, yang signifikansinya diperparah oleh tingginya tingkat kegagalan perubahan. Beer dan Nohria (2000) menyimpulkan hanya sekitar 30% organisasi yang berhasil mengelola perubahan, sedangkan dalam global survey of business executives dari McKinsey Company (2006) menunjukkan hanya 6% dari responden yang menilai perubahan organisasionalnya benar-benar sukses dan 32% responden memberi nilai mendekati sukses. Sementara peneliti lain, Smith (2002) menemukan tingkat kegagalan pada perubahan organisasional mencapai 80%. Dengan demikian, membangun keyakinan positif karyawan,

(3)

3 persepsi dan sikap sangat penting dalam suksesnya intervensi perubahan (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993; Eby, Adams & Russell, 2000).

Dalam konteks perubahan organisasional, sangat penting untuk menginvestigasi bagaimana persepsi anggota terhadap perubahan karena persepsi tersebut dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan organisasi (Zhao, Wayne, Glibkowski & Bravo, 2007). Perubahan yang terjadi pada organisasi dapat disikapi secara berbeda oleh masing-masing anggota tergantung kepada persepsi masing-masing anggota terkait manfaat perubahan itu sendiri bagi kepentingannya. Perubahan organisasional akan membangun persepsi anggotanya terhadap peluang pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pribadinya. Persepsi positif terhadap perubahan tersebut meningkatkan motivasi individu untuk memberikan yang terbaik bagi kesuksesan organisasi yang muaranya adalah harapan terpenuhinya pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pribadinya, dan begitu juga sebaliknya.

Unit Layanan Pengadaan atau disingkat ULP merupakan unit kerja yang bertanggung jawab memberikan layanan terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada mulanya ULP dikenal dengan Bagian/Sub Bagian Pengadaan. Dengan munculnya peraturan terbaru terkait pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Perpres 54) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana dalam pasal 14 ayat (1) disebutkan bahwa Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) diwajibkan mempunyai Unit

(4)

4 Layanan Pengadaan (ULP) yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan di bidang Pengadaan Barang/Jasa. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Unit Layanan Pengadaan (ULP) tersebut yang dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang ada, khusus untuk melayani dan melaksanakan keseluruhan proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Perubahan terakhir Perpres 54 yaitu Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 pasal 130 yang menyebutkan bahwa pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada K/L/D/I paling lambat Tahun 2014. Pembentukan ULP pada setiap K/L/D/I bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang lebih terintegrasi dan terpadu serta meningkatkan keefektifan, keefisiensian, ketransparanan, keakuntabilitasan dan mewujudkan good governance.

Perbedaan yang mendasar tugas dari Bagian/Sub Bagian Pengadaan dengan ULP adalah unit ULP hanya bertugas khusus melaksanakan pengadaan barang/jasa di lingkup kantor pusat Kementerian Keuangan, sehingga tidak terganggu oleh aktifitas lainnya di luar pengadaan barang/jasa sebagaimana dahulu diemban saat masih bernama Bagian/Sub Bagian Pengadaan. Dengan terbentuknya ULP, maka pengadaan barang/jasa yang sebelumnya ditangani secara terpisah-pisah dan menyebar menjadi lebih terintegrasi, dalam suatu unit organisasi yang bertugas khusus untuk menangani pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain itu juga terdapat perubahan pada komposisi

(5)

5 pegawainya. Perubahan yang sedang dialami masih terus berlangsung terkait dengan wacana organisasi ULP menjadi organisasi yang independen yang terpisah dari unit organisasi saat ini.

Dalam sebuah organisasi, unit pengadaan (procurement unit) memiliki posisi yang strategis dalam bergeraknya operasional organisasi tersebut apapun kegiatan/bisnis utama organisasi. Unit Pengadaan yang ada di organisasi pemerintah seringkali mendapat pandangan negatif dari masyarakat sebagai sumber kebocoran anggaran. Indonesia Procurement Watch (2011) menyatakan bahwa 70% kasus korupsi di Indonesia berbentuk penyimpangan pengadaan barang dan jasa. Sedangkan menurut Suryanto (2012) jumlah belanja pengadaan barang dan jasa Indonesia, per tahun mencapai sekitar Rp450 triliun dari total anggaran belanja negara yang mencapai Rp1370 triliun. Dari jumlah anggaran belanja negara yang sangat besar jumlahnya ini, terdapat potensi korupsi/kebocoran dana mencapai 30% atau sekitar lebih Rp100 Triliun. Perubahan pada organisasi pengadaan pemerintah diharapkan dapat membuktikan komitmennya ini terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang jujur dan transparan serta anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam Proses pembentukan ULP di seluruh K/L/D/I, Kementerian Keuangan dijadikan Pilot Project oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai kementerian percontohan dalam pembentukan ULP. ULP ini nantinya diharapkan dapat menjadi model percontohan bagi K/L/D/I lain yang

(6)

6 membutuhkan informasi dan gambaran dalam pembentukan ULP di instansi masing-masing.

Meskipun pembentukan ULP di Kementerian Keuangan dicanangkan mulai tahun 2010, pada praktiknya perubahan tersebut membutuhkan waktu yang lama karena organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari eselon-eselon I dengan memiliki wilayah kerja yang di luas tersebar di penjuru Indonesia. ULP yang baru dibentuk merupakan unit organisasi dengan tugas dan kewenangan baru, namun masih disatukan pada unit struktural yang sudah ada. Dalam jangka panjang, dimungkinkan berubah menjadi organisasi baru yang terpisah dari organisasi sebelumnya, namun pembentukannya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur lembaga pemerintah, dalam hal ini harus berkoordinasi dan disetujui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Saat ini perubahan banyak terserap waktunya untuk persiapan dasar-dasar peraturan pembentukan ULP dan berkoordinasi antar eselon I serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Gambaran di atas menunjukkan bahwa perubahan di ULP masih berada dalam tahap awal perubahan, dimana hingga dilaksanakannya penelitian ini, belum semua ULP terbentuk di eselon I Kementerian Keuangan diantaranya Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

Dalam penelitian terdahulu, Seijts dan Michael (2011) menyatakan bahwa kegagalan dalam mengelola perubahan banyak diakibatkan oleh

(7)

7 kecenderungan para senior manajer untuk memfokuskan perhatian pada isu-isu makro organisasi (seperti distribusi kekuasaan secara formal, sistem upah dan struktur organisasi) dan tidak banyak memperhatikan pada isu-isu mikro organisasi/tingkat individu. Padahal banyak literatur yang menyatakan bahwa inisiatif perubahan tidak dapat sukses tanpa antusiasme atau keterlibatan dari pegawai (Armenakis et al., 1993; Eby et al., 2000; Herscovitch & Meyer, 2002). Pegawai yang merasa diberdayakan (empowered) melalui perasaan dilibatkan dalam pekerjaan, akan meningkatkan kepercayaan diri, dan perasaan lingkungan yang mendukung, membuat mereka terbuka atas usaha perubahan (Cunningham, Woodward, Shannon, MacIntosh, Lendrum, Rosenbloom & Brown, 2002).

Persepsi pegawai dalam konteks perubahan akan mempengaruhi hubungan pekerjaan (Kickul, Lester & Belgio, 2004) misalnya seorang pekerja dapat melakukan banyak hal untuk organisasi dengan menghabiskan waktu ekstra, bekerja keras dan bersikap loyal, sehingga sebagai imbalannya pekerja mengharapkan organisasi untuk memberikan hal-hal yang setimpal seperti pekerjaan yang menarik, penghargaan, respek, pelatihan dan peluang promosi, dan keamanan kerja. Hubungan tersebut disebut kontrak psikologis (psychological contract) yaitu hubungan terkait persepsi kewajiban timbal balik antara pemberi kerja dan pekerja (Rousseau, 1990). Perubahan akan menyebabkan ketidakpastian antara terpenuhinya kontrak (Robinson & Morrison, 2000) dan tidak terpenuhinya kewajiban organisasi yang sering

(8)

8 dipersepsikan dialami pekerja (Conway & Briner, 2002). Resiko menciderai (violation) kontrak psikologis hadir saat organisasi mengimplementasikan perubahan. Ketika pekerja mempersepsikan adanya kesenjangan (gap) antara harapan dan kenyataan yang diterima maka hal ini akan mempengaruhi kinerja dan perilaku (Blancero, Johnson, Lakshman, 1996).

Dalam Fewerda (2011) disebutkan bahwa persepsi pekerja akan perubahan terdiri dari dua komponen yaitu komponen afektif (affective) dan komponen kognitif (cognitif). Komponen afektif yaitu tentang apa yang dirasakan pekerja terkait perubahan dan komponen kognitif adalah apa yang dipikirkan pekerja terkait dengan perubahan (Oreg, 2006).

Komponen kontrak psikologis sendiri terdiri dari perceived organizational obligations (kewajiban organisasional yang dirasakan) dan perceived employee obligations (kewajiban pegawai yang dirasakan). Perubahan organisasional dianggap mempunyai dampak terhadap kontrak psikologis karena perubahan dimungkinkan akan mempengaruhi beberapa hal (Freese, Schalk, Croon, 2011). Pertama adalah perubahan mempengaruhi situasi kerja dimana peran dan kewajiban menjadi berubah sehingga pekerja harus beradaptasi dengan kondisi baru dan perubahan kebutuhan. Kemudian yang kedua adalah perubahan mempengaruhi atmosfir kerja yaitu bagaimana para pekerja bekerja dalam situasi yang penuh tekanan, persaingan semakin ketat dan mungkin karyawan menjadi khawatir tentang masa depannya di organisasi. Yang terakhir adalah bagaimana organisasi dalam mengelola proses

(9)

9 implementasi perubahan (bagaimana organisasi mengkomunikasikan perubahan, menentukan pihak yang terlibat dalam proses perubahan dan bagaimana dukungan yang diberikan) akan mempengaruhi persepsi pekerja terkait bagaimana dengan adanya perubahan tersebut organisasi memenuhi/melanggar kewajibannya sehingga pekerja akan membandingkan kesesuaiannya dengan kewajiban yang telah mereka berikan terhadap organisasi baik yang bersifat inti (in role) maupun ekstra (extra role).

Dalam penelitian Fewerda (2011) diketahui bahwa persepsi terhadap perubahan organisasional berpengaruh positif secara parsial terhadap kewajiban pegawai, dimana hanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap kewajiban ekstra namun tidak berpengaruh terhadap kewajiban inti. Berbeda dengan hasil penelitian Fewerda (2011) tersebut, peneliti lainnya Doormmalen (2011) menunjukkan bahwa perubahan organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap konten kontrak psikologis pegawai (kewajiban pegawai). Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian Freese, Schalk dan Croon (2011) yang menunjukkan bahwa perubahan organisasional dipersepsikan tidak mempengaruhi kewajiban pegawai. Hal tersebut menunjukkan adanya inkonsistensi hubungan antara perubahan organisasional persepsian dengan kewajiban pegawai. Sementara dalam penelitian Freese, Schalk dan Croon (2011) juga menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara perubahan organisasional dengan keterpenuhan kewajiban organisasional. McLean dan Kidder (1994) menunjukkan terdapat hubungan antara terlanggarnya kewajiban

(10)

10 organisasional pada kewajiban pegawai. Sehingga patut diduga bahwa hubungan antara perubahan organisasional persepsian dan kewajiban pegawai dimediasi oleh adanya variabel lain yaitu terpenuhinya/dilanggarnya kewajiban organisasional.

1.2. Rumusan Masalah

Perubahan adalah fakta yang harus dihadapi dan dikelola dengan baik untuk menghindari terjadinya kegagalan pencapaian tujuan organisasi. Perubahan organisasional tersebut sangat penting untuk dipandang dari perspektif pekerja. Persepsi tersebut dapat mempengaruhi kontrak psikologis. Terpenuhi/tidak terpenuhinya kewajiban organisasional dan kewajiban pegawai merupakan bagian dari kontrak psikologis dimana dimungkinkan dipengaruhi oleh persepsi pegawai.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: Sejauh mana persepsi karyawan akan perubahan organisasional mempengaruhi kontrak psikologis dalam hal dirasakannya terpenuhinya/terlanggarnya kewajiban organisasional dan kewajiban pegawai?.

(11)

11 1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah perubahan organisasional persepsian berpengaruh negatif pada perasaan terpenuhinya kewajiban organisasional?

2. Apakah perubahan organisasional persepsian berpengaruh positif pada perasaan adanya pelanggaran kewajiban organisasional?

3. Apakah persepsi terpenuhinya kewajiban organisasional berpengaruh positif pada perasaan akan kewajiban pegawai?

4. Apakah persepsi terjadinya pelanggaran kewajiban organisasional berpengaruh negatif pada perasaan akan kewajiban pegawai?

5. Apakah perubahan organisasional persepsian berpengaruh negatif pada perasaan akan kewajiban pegawai?

6. Apakah hubungan perubahan organisasional persepsian dan kewajiban pegawai dimediasi oleh terpenuhinya kewajiban organisasional?

7. Apakah hubungan perubahan organisasional persepsian dan kewajiban pegawai dimediasi oleh terjadinya pelanggaran kewajiban organisasional?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Keberadaan pengaruh negatif perubahan organisasional persepsian pada

(12)

12 2. Keberadaan pengaruh positif perubahan organisasional persepsian pada

perasaan adanya pelanggaran kewajiban organisasional.

3. Keberadaan pengaruh positif terpenuhinya kewajiban organisasional pada perasaan kewajiban pegawai.

4. Keberadaan pengaruh negatif terjadinya pelanggaran kewajiban organisasional pada perasaan akan kewajiban pegawai.

5. Keberadaan pengaruh negatif perubahan organisasional persepsian pada perasaan akan kewajiban pegawai.

6. Keberadaan terpenuhinya kewajiban organisasional memediasi hubungan perubahan organisasional persepsian dan kewajiban pegawai.

7. Keberadaan terjadinya pelanggaran kewajiban organisasional memediasi hubungan perubahan organisasional persepsian dan kewajiban pegawai.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Bagi akademisi.

Bahwa hasil dari penelitian diharapkan memberikan bukti empirik yang dapat dijadikan sebagai tambahan referensi yang memperkaya khasanah keilmuan di bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai perubahan organisasional dan kontrak psikologis.

(13)

13 2. Bagi Organisasi.

Bahwa dari hasil dari penelitian kali ini diharapkan mampu memberi masukan yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan perubahan dan pencapaian tujuan organisasi melalui upaya pemenuhan kontrak psikologis para pegawainya.

1.6. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan uraian sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN

Bagian ini berisi uraian mengenai hal-hal yang mendasari penelitian, meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENYUSUNAN HIPOTESIS

Bab ini berisi uraian teori dan konsep yang mendasari penelitian ini, didukung dengan berbagai hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti. Selain itu, bab ini juga berisi uraian mengenai hubungan antar variabel yang disertai dengan hipotesis-hipotesis yang diajukan serta model penelitian.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi identifikasi variabel-variabel penelitian, alat ukur, populasi, metode pengumpulan data, pengujian instrumen, dan pengujian hipotesis.

(14)

14 BAB IV. ANALISIS DATA DAN DISKUSI

Bab ini berisi profil responden serta analisis dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Bagian ini menjawab rumusan masalah serta tujuan yang dijabarkan pada Bab I. Pada bagian ini juga disajikan pembahasan secara rinci mengenai hasil penelitian, yang dilengkapi dengan tabel, gambar, serta perbandingan dari hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti.

BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN BATASAN PENELITIAN

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan temuan akhir penelitian ini serta saran atas implikasi penelitian baik implikasi manajerial maupun implikasi untuk penelitian selanjutnya, maupun batasan-batasan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rasio alokasi anggaran belanja hibah dan balanja bantuan sosial pada saat pemilukada dan sebelum pelaksanaan pemilukada,

Apabila proses dan persyaratan di tingkat lokal selesai, Usulan Proyek dengan semua kelengkapannya diserahkan ke Departemen Kehutanan untuk memperoleh Surat Keterangan dari

Dari keempat rumusan tersebut, maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Video- game Folklor memerlukan sebuah cerita utama netral, orisinil dan unik yang dapat

Pemantauan kondisi tingkat kebisingan tidak hanya dilakukan pada lingkungan kerja Toyota AUTO 2000 TSO Lenteng Agung, sehingga kegiatan pengukuran dan pengambilan

direkomendasikan untuk penanganan kinerja adalah manajemen lalu lintas yang dilakukan dengan cara Pengaturan Waktu Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL), yaitu

Dari frekuensi hasil pretest dan posttest group kontrol diatas dapat simpulkan bahwa jumlah reponden yang melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik menurun, dari 6

Berdasarkan nilai koefisien korelasi antar saham pada Tabel 4 dan nilai ragam pasar dihitung koefisien risiko masing-masing saham dengan menggunakan persamaan (6)1. Sebagai hasil

BANTUAN KEGIATAN PENGUATAN PKBM MELALUI PERMAGANGAN A. Bantuan kegiatan penguatan PKBM melalui permagangan adalah kegiatan yang difasilitasi oleh Direktorat Pembinaan