• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Model pembelajaran inkuiri, keaktifan siswa, hasil belajar siswa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Model pembelajaran inkuiri, keaktifan siswa, hasil belajar siswa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 50 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN IPA MATERI BENDA

DAN SIFATNYA DI KELAS III SD NEGERI PADURENAN 04 BEKASI Aningsih

Irnawati Sapitri

e-mail : aning_unisma@yahoo.co.id Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa, hal ini terlihat berdasarkan hasil observasi dan hasil UTS siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui model pembelajaran inkuiri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode PTK. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SDN Padurenan IV Bekasi yang berjumlah 43 siswa Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan tes soal pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I presentase keaktifan sebesar 61,52%, pada siklus II sebesar 70,78%, dan pada siklus III sebesar 84,78%. Sedangkan untuk hasil belajar siswa yaitu pada siklus I ketuntasan belajar sebesar 60,46% dengan nilai rata-rata 62,55, pada siklus II ketuntasan belajar mencapai sebesar 79,06% dengan nilai rata-rata 70,69, dan pada siklus III ketuntasan belajar sebesar 88,37% dengan nilai rata-rata 80,23. Peningkatan terjadi disetiap siklusnya, maka untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dapat dilakukan dengan cara menerapkan model pembelajaran inkuiri .

Kata Kunci : Model pembelajaran inkuiri, keaktifan siswa, hasil belajar siswa,

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses pembelajaran di mana perserta didik (siswa) menerima dan memahami pengetahuan sebagai bagian dari dirinya, dan kemudian mengolahnya sedemikian rupa untuk kebaikan dan kemajuan bersama. Pendidikan yang dimaksud di atas bukanlah berupa materi pelajaran yang didengar ketika diucapkan, dilupakan ketika guru selesai mengajar dan baru diingat kembali ketika masa ulangan atau ujian datang, tetapi sebuah pendidikan yang

memerlukan proses, yang bukan saja baik, tetapi juga asyik dan menarik, baik bagi guru maupun siswa (Khoirul Anam, 2015: 1). Guru SD harus mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman, mengasyikan, terfokus pada materi dan harus menyajikan materi sesuai dengan kenyataan, bukan materi yang mengandai-andai. Metode pembelajaran atau proses pembelajaran yang diberikan haruslah memberikan pengalaman langsung kepada para siswa, guru harus memberikan pembelajaran yang aktif dan membiarkan siswa untuk mencoba

(2)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 51 mencari tahu suatu hal tanpa

gurunya memberi tau terlebih dahulu.

Namun kenyataan di lapangannya pada saat observasi pembelajaran IPA kelas III di SD Negeri Padurenan 04 Bantargebang Bekasi dalam materi pembelajaran benda dan sifatnya, banyak dijumpai siswa yang kurang antusias dan kurang aktif. Guru tampak hanya menggunakan metode ceramah saja tanpa dibantu media atau alat bantu lainnya, sehingga saat guru menjelaskan materi pembelajaran banyak siswa yang sibuk sendiri dan tidak memperhatikan guru yang menyampaikan pelajaran. Siswa cenderung hanya duduk, mencatat, mendengarkan, dan menghafal pembelajaran yang guru berikan. Suasana.

Kurangnnya keaktifan siswa dalam memahami pembelajaran IPA menyebabkan siswa kesulitan dalam memecakan masalah dan hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini terbukti pada saat diberikan soal, banyak siswa yang mengalami kesulitan menjawab dan hal ini akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Saat peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas III SD Negeri Padurenan 04 Bantargebang Bekasi, guru mengaku ketika menerangkan materi benda dan sifatnya, guru belum menerapkan berbagai model pembelajaran. hasil UTS terlihat dari ketuntasan klasikal belajar yang hanya memperoleh ketuntasan sebesar 23,25% sisanya sebesar 74,74^ dinyatakan tidak tuntas.

Model pembelajaran inkuiri dianggap sebagai model yang paling pas dalam pembelajaran IPA (Ahmad susanto, 2013: 172). Pembelajaran model ini meningkatkan aktifitas siswa secara maksimal dalam proses menemukan dan mencari sendiri jawaban dari suatu masalah. Artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar, siswa diminta tidak hanya menerima melainkan menelaah, memilah dan memberi respon atas materi pelajaran yang diberikan.

Melihat penjabaran masalah di atas, maka metode pembelajaran yang dapat menjawab berbagai permasalahan tersebut adalah metode inkuiri, karna metode ini mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPA Materi Benda Dan Sifatnya di Kelas III SD Negeri Padurenan 04 Bantargebang Bekasi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah dengan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada peljaran IPA materi benda dan sifatnya di kelas III SDN Padurenan IV Bantargebang Bekasi? II. Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Model Pelajaran Inkuiri

(3)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 52 Secara bahasa, inkuiri berasal dari kata

inquiry yang merupakan kata dalam bahasa ingris yang berarti penyelidikan/meminta keterangan. Terjemahan bebas untuk konsep ini adalah siswa diminta untuk mencari dan menemukan sendiri. Dalam konteks penggunaan inkuiri sebagai model belajar mengajar, siswa di tempatkan sebagai subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa memiliki andil besar dalam menentukan suasana dan model pembelajaran. Dalam model ini, setiap perserta didik didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, salah satunya dengan cara aktif mengajukan pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang disampaikan dan pertanyaan tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

Proses belajar mengajar dengan menggunakan model ini tidak memberi celah kepada siswa untuk melakukan D3: datang, duduk, diam. Demikian juga halnya guru, guru tidak lagi berperan sebagai operator yang menyampaikan materi pelajaran yang seperti membaca tuntutan dalam sebuah aksi demonstrasi. Siswalah yang harus diberi ruang untuk menyerap, mengerti dan merespon setiap bagian dari materi yang disampaikan (Khoirul Anam, 2015: 7). Pembelajaran inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan siswa aktif terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap anak terhadap IPA. Metode inkuiri dapat membantu perkembangan, antara lain: literasi sains dan pemahaman proses-proses ilmiah. Dengan kata lain, inkuiri

berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Ahmad Susanto, 2013: 174).

Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Menurut Kunandar (dalam Aris Shoimin, 2014: 85) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 201), secara umum proses pembelajaran model inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahapan Orientasi : membawa siswa kedalam situasi belajar yang kondusif dan responsif 2. Tahapan merumuskan masalah

: menyajikan pertanyaan atau permasalahan yang mengandung unsur teka-teki 3. Tahapan mengajukan hipotesis

: jawaban sementara siswa sebelum melakukan pengumpulan data

4. Tahapan mengumpulkan data : aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.

5. Tahap menguji hipotesis : proses menemukan jawaban yang dianggap diterima sesuai

(4)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 53 dengan data atau informasi

yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

6. Tahap merumuskan kesimpulan : proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

B. Keaktifan Siswa

Menurut teori kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengelola informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpan saja tanpa mengadakan transformasi Gage dan Berliner (dalam Dimyanti dan Mudjiono, 2013: 44). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar-mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus saling berkaitan. Kaitan antara keduanya akan membuat aktivitas belajar yang optimal (Sadirman, 2010: 100).

Keaktifan belajar siswa akan memberikan pengalaman belajar secara langsung, siswa diajak untuk aktif terlibat dalam kegiatan proses belajar. Dengan ini, siswa akan lebih memahami makna pelajaran yang siswa pelajari. Keaktifan belajar siswa berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa serta menggali potensi siswa dan

guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Menurut Nana Sudjana (2010: 21), indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:

1. Keinginan, keberanian menampilkan minat dan kebutuhan

2. Berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar

3. Berusaha dan memiliki kreatifitas dalam belajar sampai menyelesaikan kegiatan belajar dan mencapai keberhasilan 4. Memiliki kebebasan atau

kemauan dalam belajar tanpa adanya tekanan atau paksaan dari guru atau orang lain (kemandirian belajar)

C. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, seperti perubahan tingkah laku atau perilaku siswa (Sudjana, 2009: 3). Hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu system pemrosesan masukan (input), masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarnya adalah perbuatan atau kinerja (performance) A.J. Romizowski (dalam Asep 2012: 14).

Menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian

(5)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 54 atau observasi langsung yang ia

lakukan.

Kognitif bloom, dkk terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:

a) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b) Pemahaman, mencangkup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c) Penerapan, mencangkup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru, misalnya menggunakan prinsip. D. Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA siswa jenjang Sekolah Dasar, menurut Marjono (Ahmad Susanto, 2013: 167), hal yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah.

III. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi dini dan upaya untuk memecahkannya dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari tindakan tersebut. Tujuan utama PTK adalah peningkatan kualitas proses danhasil belajar (Wina Sanjaya, 2013:

149 & 153), Adapun rincian kegiatan diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan : adalah penyusunan tindakan dan pengertian mengenai kemungkinan dari tindakan yang dilaksanakan berdasaran pengamatan dan pengalaman sebelumnya.

2. Pelaksanaan tindakan : adalah sesuatu yang dikendalikan dan dengan sengaja dilaksanakan secara hati-hati dan bijaksana. 3. Observasi : adalah untuk

mendokumntasikan dampak dari tindakan secara kritis. 4. Refleksi : berarti mengingat

kembali tindakan yang telah direkam melalui pengamatan.

IV. Hasil Penelitian dan

Pembahasan

Hasil tes keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA siklus I, siklus II, dan siklus III mengalami peningkatan yang cukup memuaskan. Peningkatan tersebut terlihat dari peningkatan nilai rata-rata pada mata pelajaran IPA siklus I keaktifan siswa mendapatkan presentase ketuntasan mencapai sebesar 61,52%, sedangkan hasil belajar sebelum tindakan dilakukan sebesar 60, dengan ketuntasan nilai rata-rata siklus I mencapai sebesar 62,55, dengan presentase ketuntasan belajar secara klasikal mencapai sebesar 60,46%. Peningkatan ini disebabkan pemberian tindakan pada siklus I membuat keaktifan dan minat siswa terhadap materi benda dan sifatnya meningkat dan lebih antusias dalam mengikuti

(6)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 55 pembelajaran sehingga hasil yang

dicapai pun meningkat dari indikator pencapaian target ketuntasan yang ditetapkan sebesar 60% meningkat pada keaktifan siswa sebesar 1,52% menjadi sebesar 61,52%, sedangkan untuk hasil belajar meningkat sebesar 0,46% menjadi sebesar 60,46%. Tetapi hasil yang didapatkan belum terlalu signifikan karena masih dalam siklus I. Pada siklus I hampir sebagian siswa masih kesulitan. Pada siklus II keaktifan siswa mendapatkan presentase ketuntasan meningkat sebesar 9,26% dari sebelumnya sebesar 61,52% menjadi sebesar 70,78%, sedangkan untuk hasil belajar nilai rata-rata yaitu sebesar 70,69, dengan presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal meningkat sebesar 18,6% dari sebelumnya sebesar 60,46% menjadi sebesar 79,06% di siklus II. Peningkatan ini disebabkan siswa sudah dapat menyesuaikan diri dengan model pembeajaran inkuiri yang digunakan oleh guru peneliti. Pada siklus II siswa lebih antusias dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran karena guru peneliti selalu memberikan penguatan spontan dan memotivasi, guru peneliti selalu menyapa dan mengontrol siswa yang memerlukan bantuan dibandingkan siklus I, sehingga hasil yang didapatkan pun meningkat.

Pada siklus III keaktifan siswa mendapatkan presentase ketuntasan meningkat sebesar 14% dari sebelumnya sebesar

70.78% menjadi sebesar 84,78%, sedangkan untuk hasil belajar nilai rata-rata yaitu sebesar 88,37, dengan presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal meningkat sebesar 9,31% dari sebelumnya sebesar 79,06% menjadi sebesar 88,37% di siklus III. Peningkatan ini dipengaruhi oleh persiapan guru peneliti yang lebih matang pada siklus III dan pemberian baik secara verbal maupun non verbal. Selain itu guru praktik juga memberikan treatment yang tepat dengan melakukan penjelasan ulang mengenai inditator yang dirasa masih menjadi kendala yang dihadapi siswa dan pemberian waktu dalam mengerjakan soal. Siswa pun sudah dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru ataupun siswa sudah mulai aktif dalam diskuti, siswa banyak melontarkan pertanyaan kepada kelompok yang maju mempresentasikan hasil penelitiannya bersama kelompok dan siswa sudah mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga siswa mengerti materi dan bersemangat dalam mengerjakan soal evaluasi. Bertolak dari hasil tersebut, peneliti berhenti cukup sampai siklus III. Hal ini dikarenakan di siklus III indikator keberhasilan penelitian sudah tercapai, sehingga penelitian tindakan kelas ini hanya dilakukan tiga siklus saja. Dilihat dari nilai setiap indikator mengalami peningkatan dari siklus I, siklus I dan siklus III. Nilai indikator keaktifan keinginan, keberanian menampilkan minat

(7)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 56 dan kebutuhan pada siklus I adalah

sebesar 62,01 meningkat menjadi sebesar 73,2 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 90,62 pada siklus III. Nilai indikator berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar pada siklus I adalah sebesar 61,62 meningkat menjadi sebesar 71,65 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 84,08 pada siklus III. Nilai indikator berusaha dan memiliki kreatifitas dalam belajar sampai menyelesaikan kegiatan belajar dan mencapai keberhasilan pada siklus I sebesar 60,46 meningkat menjadi sebesar 67,75 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 79,45 pada siklus III. Nilai indikator memiliki kebebasan atau kemauan dalam belajar tanpa adanya tekanan atau paksaan dari guru atau orang lain ( kemandirian belajar) pada siklus I sebesar 62,01 meningkat menjadi sebesar 68,95 pada siklus II meningkat kembali sebesar 84,84 pada siklus III. Sedangkan untuk nilai indikator hasil belajar pengetahuan pada siklus I sebesar 60,46 meningkat menjadi sebesar 70,48 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 80,45 pada siklus III. Nilai indikator pemahaman pada siklus I sebesar 63,71 meningkat menjadi sebesar 70,69 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 80,45 pada siklus III. Nilai indikator penerapan (aplikasi) pada siklus I sebesar 65,57 meningkat menjadi sebesar 71,15 pada siklus II meningkat kembali menjadi sebesar 80,95 pada siklus III.

Peningkatan hasil di atas, membuktikan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas III A di SDN Padurenan IV Bekasi. Dengan kata lain tujuan penelitian ini tercapai. Menurut Kunandar (dalam Aris Shoimin, 2014: 85), Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran.

Hal ini dikarenakan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan rasa keingin tahuan siswa akan materi pembelajaran yang belum ia ketahui, dan membuat siswa ingin mencari tahu sendiri sehingga model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keaktifan siswa yang nantinya akan berpengaruh baik pada hasil belajar siswa.

V. Penutup

A. Kesimpulan

Pada siklus I presentase keaktifan siswa sebesar 61,52% dengan katagori “cukup” kemudian terjadi peningktan pada siklus II presentase yang didapat sebesar 70,78% dengan katagori “baik” setelah itu presentase siswa mengalami peningkatan kembali pada siklus III menjadi 84,78% “sangat baik”. Sedangkan untuk hasil belajar siswa pada siklus I nilai rata-rata yang didapat sebesar 62,55 dengan katagori “cukup” dengan presentase ketuntasan belajar klasikal mencapai 60,46%. Kemudian terjadi peningkatan pada siklus II nilai rata-rata yang didapat sebesar 70,69 dengan katagori

(8)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 57 “baik” dengan presentase ketuntasan

belajar klasikal mencapai 79,06% . setelah itu pada siklus III nilai rata-rata siswa mencapai 80,23 dengan katagori “baik” dengan presentase ketuntasan belajar klasikal mencapai 88,37%. Kemudian siklus dihentikan karena hasil yang diperoleh siswa telah mencapai target melebihi 80%. Berdasarkan hasil penelitian, ada peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa mata pelajaran IPA setelah diterapkannya model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas III SDN Padurenan IV Bekasi.

Sedangkan dari hasil perolehan skor indikator keaktifan dan hasil belajar siswa, peningkatan skor dapat dilihat dari nilai setiap indikator yang mengalami peningkatan dari siklus I, siklus II, dan siklus III. Nilai indikator keaktifan, keinginan, keberanian menampilkan minat dan kebutuhan pada siklus I adalah 62,01 meningkat menjadi 73,2 pada siklus II meningkat kembali menjadi 90,62 pada siklus III. Nilai indikator berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar pada siklus I adalah 61,62 meningkat menjadi 71,65 pada siklus II meningkat kembali menjadi 84,08 pada siklus III. Nilai indikator berusaha dan memiliki kreatifitas dalam belajar sampai menyelesaikan kegiatan belajar dan mencapai keberhasilan pada siklus I 60,46 meningkat menjadi 67,75 pada siklus II meningkat kembali menjadi 79,45 pada siklus III. Nilai indikator memiliki kebebasan atau kemauan dalam belajar tanpa adanya tekanan atau paksaan dari guru atau orang lain ( kemandirian belajar) pada siklus I 62,01 meningkat menjadi 68,95 pada siklus II meningkat kembali 84,84 pada siklus III. Sedangkan untuk nilai

indikator hasil belajar pengetahuan pada siklus I 60,46 meningkat menjadi 70,48 pada siklus II meningkat kembali menjadi 80,45 pada siklus III. Nilai indikator pemahaman pada siklus I 63,71 meningkat menjadi 70,69 pada siklus II meningkat kembali menjadi 80,45 pada siklus III. Nilai indikator penerapan (aplikasi) pada siklus I 65,57 meningkat menjadi 71,15 pada siklus II meningkat kembali menjadi 80,95 pada siklus III.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, terbukti bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas III A pada mata pelajaran IPA, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Sekolah dapat mendukung penerapan model-model pembelajaran khususnya model pembelajaran inkuiri guna meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sekolah dapat memberikan dorongan dan memfasilitasi pengembangan dari penelitian ini untuk diterapkan pada mata pelajaran, waktu, situasi, dan kondisi sehingga mencapai hasil yang diinginkan.

2. Bagi Guru

Penerapan model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas III SDN IV Padurenan Bekasi memberikan masukan pada guru untuk menerapkan pendekatan yang tepat dan variatif sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu, guru dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan tidak

(9)

PEDAGOGIK Vol. VI, No. 1, Februari 2018 58 membosankan sehingga dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Bagi Siswa

Model pembelajaran inkuiri yaitu suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pembelajaran aktif yang bermakna bagi siswa. Model inkuiri membantu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar yang bias membantu siswa lebih memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan megaitkan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Siswa tidak merasa jenuh karena siswa lebih senang dengan sesuatu yang lebih konkrit, mengajak siswa secara langsung melaukan kegiatan

pengamatan dan penemuan. Maka dari itu penggunakan mode inkuiri salah satu model pembelajaran yang bagus untuk siswa.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini bias dijadikan bahan kajian pengembangan penelitian selanjutnya agar lebih baik. Serta hendaknya lebih dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran lain agar tujuan penelitian dapat tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Anam, Khoirul. 2015. Pembelajaran Berbasis Inkuiri Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Darmaningtyas. 2015. Pendidikan Yang Memiskinkan. Malang: Publishing Dimyanti, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Dimyanti, Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogjakarta: Ar-ruz Media

Hamdayama, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia

Hamzah, B. Uno. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Jihad. A & Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Perlu adanya penelitian tentang capacity curve bangunan di Indonesia, sebagai suatu standardisasi dalam membangun, seperti di Amerika yang sudah memiliki standar nilai

IMPLEMENTASI BUSINESS PROCESS RE-ENGINEERING (BPR) DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PADA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) KOTA MALANG..

Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Rossum et al., (1999a) mengenai terapi glycyrrhizin intravena pada penyakit hepatitis C kronik secara a double blind, randomized,

Penyedia barang/jasa yang ditunjuk oleh Ketua PPK untuk melaksanakan menyediakan barang/ pelayanan jasa konsultansi dalam perencaaan atau yang akan

Analisis hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita Diabetes Melitus dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan (1) Visualisasi dari komik wayang mahabharata karya RA Kosasih (2) Nilai-nilai pendidikan karakter

Oxidation rates at 700, 750, and 800 °C for the aluminized steel in steam are higher rate due to the crack formation in the alumina scale and aluminide layer in presence of

Hasil penelitian Tossige-Gomes (2014) menyebutkan peningkatan jumlah absolut neutrofil dan monosit, kecuali limfosit, berpendapat bahwa beberapa leukositosis diamati