• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, terutama dalam interaksi sosial. Dalam organisasi, peran dan konsekuensi emosi serta afektif seseorang juga sulit dihindari. Teori-teori yang membahas peran emosi dan afektif seseorang dalam organisasi dan dunia kerja pun bermunculan, misalnya affective events theory (Weiss & Cropanzano, 1996)

yang fokus pada struktur, penyebab dan konsekuensi pengalaman afektif di perkerjaan; hingga konsep kecerdasan emosional (Salovey & Mayer, 1990) yang cukup populer untuk digunakan pada studi-studi keperilakuan dan organisasi (misalnya, Brunetto,Teo, Shacklock, & Farr-Wharton, 2012; Côté & Hideg, 2011; Jordan, 2004; Mayer & Geher, 1996). Beberapa peneliti juga mengaitkan konsep emosi dengan berbagai jenis interaksi dan aktivitas dalam organisasi, mulai dari peran emosi dalam interaksi antar rekan kerja (Hadley, 2014), dalam melakukan negosiasi (Wang, et al., 2012), hingga pengaruh

emosi pada proses pengambilan keputusan (Seo & Barret, 2007).

Jika membahas mengenai emosi dan afektif di lingkungan organisasi, maka yang kemudian juga perlu diperhatikan adalah bagaimana emosi tersebut diungkapkan atau diekspresikan. Penting untuk memisahkan antara emosi yang dialami dengan emosi yang diekspresikan (Rafaeli & Sutton,1989), sebagaimana sifat alamiah emosi seseorang yang tidak hanya sekedar dirasakan saja, melainkan juga diekspresikan dalam interaksi sosial yang dilakukannya

(2)

2 (Reiss & Collins, dalam Van Kleef, 2009). Pada umumnya, emosionalitas dianggap sebagai lawan dari rasionalitas dan keefektifan dalam lingkungan manajerial (Ashford & Humphrey, 1995). Pendapat ini mengesankan bahwa, emosi dan pengungkapannya dapat memunculkan dampak yang tidak menguntungkan bagi organisasi. Namun, pendapat tersebut tidak lantas membuat hal-hal yang berkaitan dengan emosionalitas, termasuk ekspresi emosional, harus dikesampingkan dalam dinamika interaksi di suatu organisasi. Beberapa peneliti (misalnya, Côté & Hideg, 2011; Rafaeli & Sutton, 1989; Van Kleef, 2009) justru menyatakan bahwa ekspresi emosional dalam organisasi penting untuk diteliti, karena emosi yang diekspresikan seseorang berpotensi akan mempengaruhi orang lain. Côté dan Hideg (2011) bahkan secara spesifik mengusulkan peran ekspresi emosional dalam mempengaruhi orang lain sebagai dimensi baru dalam konsep kecerdasan emosional.

Emosi yang dirasakan dan diekspresikan seorang individu bisa positif atau negatif (Eberly & Fong, 2013; Lindebaum & Fielden, 2011). Hal menarik yang perlu diperhatikan dari berbagai temuan penelitian terkait ekspresi emosional dalam lingkungan kerja adalah dua keluaran berbeda yang dapat dihasilkan, yaitu keluaran simetris dan asimetris. Secara normatif, hasil simetris melekat pada pengungkapan emosi di lingkungan kerja, dengan mekanisme bahwa konsekuensi positif akan muncul dari ekspresi emosi yang positif, sementara konsekuensi negatif akan muncul dari ekspresi emosi yang negatif (Lindebaum & Fielden, 2011). Sementara penelitian lain menemukan

(3)

3 adanya keluaran asimetris yang terjadi ketika luapan emosi negatif dapat berubah menjadi keluaran yang positif, dan sebaliknya luapan emosi positif dapat menimbulkan keluaran yang negatif (Hadley, 2014).

Berdasarkan beberapa penelitian (lihat Tabel. 1.1), ditunjukkan bahwa ekspresi emosional positif secara konsisten menghasilkan keluaran yang positif (simetris), misalnya pada peningkatan kreativitas bawahan (Visser, et al.,

2013), dan peningkatan kualitas kinerja kelompok (Van Kleef, et al., 2009).

Namun, berbeda dengan temuan dari ekspresi emosional positif, temuan ekspresi emosional negatif rupanya masih belum konsisten, dan kebanyakan asimetris. Beberapa penelitian menemukan keluaran negatif dari ekspresi emosional negatif pemimpin, misalnya menurunkan keefektifan pemimpin (Connelly & Ruark, 2010), dan tuntutan nilai lebih dari pihak lawan dalam negosiasi (Van Kleef & Côté, 2007). Sementara temuan lain menunjukkan bahwa ekspresi emosional negatif dapat meningkatkan kinerja analitis (Visser, et al., 2013). Hal tersebut menunjukkan tidak konsistennya temuan-temuan

terkait ekspresi emosional negatif. Selain itu, ditunjukkan pula bahwa beberapa penelitian tersebut menggunakan variabel pemoderasian untuk membantu menjelaskan pengaruh antar ekspresi emosional dengan keluaran organisasi.

(4)

4 Tabel 1.1 Rangkuman beberapa hasil penelitian empiris terdahulu

Ekspresi emosional positif (+) Ekspresi emosional negatif (-)

Peneliti Ekspresi emosional yang ditunjukkan Variabel Pemoderasi

Hasil penelitian Peneliti Ekspresi

emosional yang ditunjukkan Variabel Pemoderasi Hasil penelitian Connelly & Ruark (2010) Van Kleef, et al. (2009) Visser, et al. (2013) Senang (+) Senang (+) Ceria, ramah (+) Gaya Kepemimpinan, Mengaktifkan kemampuan Motivasi epistemik Tipe tugas (Analitis vs. Kreatif) Keefektifan pemimpin meningkat (+) Kualitas kinerja kelompok meningkat (+) Kreativitas bawahan meningkat (+) Connelly & Ruark (2010)

Van Kleef & Côté (2007) Visser, et al. (2013) Amarah (-) Amarah (-) Tegang, sedih (-) Gaya Kepemimpinan, Mengaktifkan kemampuan Kekuasaan, dan kepantasan Tipe tugas (Analitis vs. Kreatif) Keefektifan pemimpin menurun (-) Kelonggaran dalam negosiasi meningkat (+) Lawan negosiasi menuntut nilai lebih (-) Kinerja analitis bawahan meningkat (+)

(5)

iii Terkait dengan dinamika interaksi dalam organisasi, maka satu hal yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah peran pemimpin di organisasi tersebut. Sebagaimana emosi selalu hadir dalam interaksi antar indvidu, maka emosi juga menjadi hal yang tidak terhindarkan pada interaksi antar pemimpin dan bawahannya (Van Kleef, et al., 2009). Dalam interaksi antar pemimpin dan

bawahan, ekspresi emosional seorang pemimpin berperan dalam mempengaruhi perasaan, pikiran, dan tindakan bawahan (Chi & Ho, 2014). Sangat wajar bagi seorang pemimpin untuk menunjukkan emosi mereka, baik melalui ekspresi wajah, vokal, atau dalam bentuk komunikasi non-verbal lainnya (Visser, et al., 2013). Beberapa penelitian pun mulai fokus pada

memahami peran ekspresi emosional seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya (misalnya, Connelly & Ruark, 2010; Humphrey, et al., 2008;

Lindebaum & Fielden, 2011). Wujud ekspresi emosional pemimpin yang ditunjukkan pada bawahannya dapat berupa ekspresi emosional positif, atau ekspresi emosional negatif.

Penelitian ini memilih untuk memfokuskan pada ekspresi emosional negatif yang ditunjukkan pemimpin dalam interaksi dengan bawahannya. Selain karena keluaran penelitian terkait ekspresi emosional negatif tidak konsisten (lihat Tabel 1.1), ekspresi mosional negatif juga masuk pada kategori emosi tidak menyenangkan, yang cenderung lebih mendapat perhatian (Barsade, 2002). Oleh karena itu menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengenai bagaimana dan pada kondisi seperti apa ekspresi emosional negatif

(6)

iv pemimpin dapat menghasilkan keluaran yang bermanfaat (atau tidak) bagi organisasi.

Untuk mengkaji peran ekspresi emosional negatif pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya, perlu diperhatikan bagaimana bawahan merespon ekspresi emosional yang ditunjukkan pemimpin kepadanya. Respon bawahan dapat ditunjukkan dalam wujud perilaku kerjanya. Perilaku bawahan yang dapat dipengaruhi oleh ekspresi emosional pemimpin dapat berwujud apapun, salah satunya adalah kinerja. Kinerja merupakan konstruk yang kompleks dan multidimensional (Campbell, 1999, dalam Kamdar & Dyne, 2007), yang selalu menjadi fokus perhatian dalam organisasi. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Karena konsep terkait kinerja sangat luas, maka penelitian ini lebih spesifik memilih kinerja tugas, yang merefleksikan seberapa baik seorang individu menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang disyaratkan dalam suatu pekerjaan (Borman & Motowildo, 1997, dalam Christian, et al., 2011), sebagai wujud

perilaku kerja bawahan dalam merespon ekspresi emosional negatif pemimpin. Rerangka penjelasan yang komprehensif dan sesuai untuk menstimulasi penelitian ini adalah rerangka penjelasan yang dikembangkan oleh Van Kleef (2009), yakni Emotion as Social Information (EASI) Model. Model ini

menggunakan dua pendekatan umum yang dilakukan seorang individu ketika dihadapkan pada suatu ekspresi emosional, yakni reaksi afektif, dan proses penyimpulan atau proses inferensial individu ketika mengamati suatu ekspresi emosional. Dua proses ini yang kemudian menentukan bagaimana individu

(7)

v tersebut berperilaku sebagai bentuk respon terhadap ekspresi emosional yang diamatinya (Van Kleef, 2009; 2014).

Pengaruh ekspresi emosional pemimpin pada kinerja tugas bawahannya akan bergantung pada motivasi interpersonal bawahan tersebut (Chi & Ho, 2014). Salah satu dari Big Five Personality Traits, yakni conscientiousness,

telah ditemukan sebagai prediktor terkuat kinerja (Barrick, et al., 2001).

Conscientiousness merefleksikan individual differences dalam motivasi untuk

mencapai tujuan, bertanggungjawab, berdedikasi tinggi, dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri (Barrick, et al., 2001; Javaras, et al.,

2012; Witt, et al., 2002). Dengan kata lain, karena dedikasi dan rasa tanggung

jawab yang tinggi, maka seseorang yang conscientious akan selalu berusaha

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dalam kondisi apapun. Dikaitkan dengan perspektif model EASI, dengan kemampuan pengendalian diri, serta kemampuan mempelajari dan mengolah informasi yang baik (Bidjerano & Dai, 2007; Heinström, 2013), kepribadian ini diprediksi mampu bertahan menghadapi tekanan, termasuk yang diperoleh dari ekspresi emosional negatif pemimpin.

Selain conscientiousness, kepribadian lain yang mampu memprediksi

kinerja adalah kestabilan emosional (Barrick & Mount, 2000). Jika conscientiousness erat kaitannya dengan kinerja dan pencapaian tujuan, maka

kestabilan emosional lebih mengarah pada kemampuan untuk bertahan dan mengendalikan diri saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang memicu emosi, seperti ekspresi emosional negatif pemimpin. Rasa percaya diri dan

(8)

vi kemampuan mengendalikan emosi yang dimiliki bawahan dengan kestablilan emosional yang tinggi (Judge & Bono, 2001), merefleksikan kemampuan bawahan untuk bertahan menghadapi tekanan yang muncul akibat ekspresi emosional negatif pemimpin. Sebaliknya, ketika kestabilan emosional berada pada posisi rendah, kepribadian ini disebut juga neuroticism. Neuroticism

menandakan seseorang sangat sensitif dan mudah terpengaruh pada peristiwa-peristiwa negatif dalam hidupnya (Judge, et al., dalam Sur & Ng, 2014), dan

menghalangi proses penerimaan informasi baru (Heinström, 2013).

Bagaimana pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin terhadap kinerja bawahannya juga perlu mempertimbangkan peran faktor-faktor sosial (Van Kleef, 2009). Kekuasaan merupakan faktor relasi-sosial yang penting

untuk diperhatikan dalam interaksi interpersonal (Aquino, et al., 2006). Hal ini

jelas berlaku pada interaksi antar pemimpin dan bawahannya. Kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin akan mempengaruhi persepsi dan interpretasi bawahan terhadap perilaku pemimpin (Ferguson, et al., 2010). Artinya, layak

atau tidaknya sikap dan perilaku yang ditunjukkan pemimpin dapat dinilai oleh bawahannya, bergantung pada kekuasaan dan kemampuan pemimpin dalam menggunakan kuasanya tersebut. Tentunya menjadi hal yang menarik untuk mengkaji bagaimana peran kekuasaan pemimpin persepsian pada pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin terhadap kinerja tugas bawahan.

Proses bagaimana ekspresi emosional negatif pemimpin mempengaruhi kinerja tugas bawahan menjadi fokus penelitian ini. Perspektif dari model EASI digunakan untuk menstimulasi penelitian, dengan tujuan untuk

(9)

vii mengungkap mekanisme munculnya keluaran simetris atau asimetris pada pengaruh antar variabel. Conscientiousness dan kestabilan emosional/

neuroticism dipilih sebagai faktor individual, sementara kekuasaan pemimpin

persepsian dipilih sebagai faktor sosial memoderasi pengaruh antara ekspresi negatif pemimpin terhadap kinerja tugas bawahannya.

B. Rumusan Masalah

Beberapa penelitian (misalnya,Van Kleef, et al., 2009; Visser, et al., 2013)

telah menemukan bahwa ekspresi emosional positif seorang pemimpin secara umum akan menghasilkan keluaran yang positif pula, terutama terkait kinerja bawahan. Namun, temuan penelitian yang menggunakan ekspresi emosional negatif pemimpin tidak konsisten (lihat Tabel 1.1). Selain itu, kebanyakan penelitian mengeksplorasi ekspresi emosional menggunakan experimental

setting (Eberly & Fong, 2013; Van Kleef, et al.,2009;Visser, et al., 2013).

Padahal, mengkaji bagaimana interaksi antara pemimpin dan bawahan menggunakan metode eksperimen belum tentu benar-benar menggambarkan kenyataannya dalam organisasi (Chi & Ho, 2014). Penelitian ini menangkap kesenjangan tersebut, sehingga memilih menggunakan ekspresi emosional negatif seorang pemimpin dan pengaruhnya pada kinerja tugas bawahan sebagai fokus penelitian, dan menguji pengaruh tersebut pada situasi aktual dalam organisasi melalui metode survei.

(10)

viii C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah ekspresi emosional negatif pemimpin berpengaruh pada kinerja tugas bawahan?

2. Apakah conscientiousness bawahan memoderasi pengaruh ekspresi

emosional negatif pemimpin pada kinerja tugas bawahan?

3. Apakah kestabilan emosional/neuroticism bawahan memoderasi pengaruh

ekspresi emosional negatif pemimpin pada kinerja tugas bawahan? 4. Apakah kekuasaan pemimpin persepsian memoderasi pengaruh ekspresi

emosional negatif pemimpin pada kinerja tugas bawahannya?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin pada kinerja tugas bawahan.

2. Untuk menguji pengaruh pemoderasian conscientiousness bawahan pada

pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin terhadap kinerja tugas bawahan.

3. Untuk menguji pengaruh pemoderasian kestabilan emosional/neuroticism

bawahan pada pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin terhadap kinerja tugas bawahan.

(11)

ix 4. Untuk menguji pengaruh pemoderasian kekuasaan pemimpin persepsianpada pengaruh ekspresi emosional negatif pemimpin terhadap kinerja tugas bawahannya.

E. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi-kontribusi, antara lain:

1. Kontribusi Empiris

Sebagai referensi tambahan pada penelitian-penelitian di bidang manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasional, dan psikologi dalam organisasi. Dengan mengangkat variabel ekspresi emosional, penelitian ini menambah kekayaan literatur terkait emosi, yang selama ini lebih banyak didominasi oleh konsep seperti kecerdasan emosional, dan regulasi emosional. Pemahaman mengenai bagaimana mekanisme

ekspresi emosional sebagai sumber informasi sosial yang disajikan penelitian ini diharapkan mampu menarik minat peneliti-peneliti selanjutnya untuk lebih mengeksplorasi peran ekspresi emosional dalam lingkungan sosial.

2. Kontribusi Praktis

Sebagai referensi bagi para praktisi di perusahaan untuk dapat mengetahui bahwa ekspresi emosional pemimpin, khususnya yang negatif, berpengaruh pada kinerja tugas bawahan. Melalui hasil penelitian ini, tim

(12)

x manajemen perusahaan, terutama pemimpin dan supervisor diharapkan

dapat mempertimbangkan kapan waktu yang tepat untuk mengekspresikan emosi mereka dan mengetahui ekspresi emosi seperti apa yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja tugas bawahan. Selain itu, kontribusi lain adalah untuk memahami peran kepribadian bawahan, seperti conscientiousness dan kestabilan emosional/neuroticism, serta

bagaimana bawahan mempersepsikan kekuasaan pemimpinnya sebagai variabel-variabel yang memoderasi pengaruh antara ekspresi emosional negatif pemimpin pada kinerja tugas bawahan.

F. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan tesis dibagi ke dalam 5 (lima) bab yang terdiri dari pendahuluan, landasan teori dan perumusan hipotesis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan, keterbatasan, dan saran penelitian selanjutnya. Bab 1 (satu) berisi pendahuluan yang melatarbelakangi keseluruhan isi dan maksud diadakannya penelitian ini. Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan dan tujuan penelitian, kontribusi penelitian penelitian, serta sistematika penelitian.

Selanjutnya Bab 2 (dua) menjelaskan tentang kajian literatur yang digunakan dalam penelitian, terkait dengan ekspresi emosional negatif pemimpin, conscientiousness bawahan, kekuasaan pemimpin persepsian, dan

kinerja tugas bawahan sebagai konsep dan dasar teori. Selain itu dibahas pula model EASI sebagai model yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh antar

(13)

xi variabel pada penelitian ini. Perumusan hipotesis dan kerangka penelitian juga disajikan pada bab ini.

Bab 3 (tiga) menjelaskan tentang metode penelitian. Bagian ini menyajikan penjelasan terkait metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini secara keseluruhan. Penjelasan dimulai dari desain penelitian yang merinci mengenai jenis data dan pendekatan yang digunakan pada penelitian. Dijelaskan pula mengenai metode pengambilan sampel, definisi operasional variabel beserta pengukurannya, hingga variabel-variabel kontrol apa saja yang digunakan dalam penelitian ini. Metode apa yang digunakan untuk menganalisis data juga disajikan pada bab ini.

Bab 4 (empat) berisi uraian dan pejelasan tentang analisis data yang diikuti dengan pembahasan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bab 5 (lima) yang menjadi bab penutup dalam penelitian ini berisi kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian akhir ditambahkan pula saran untuk para praktisi, keterbatasan penelitian, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari sender ke receiver baik oleh individu ke individu lainnya atau organisasi dan dari organisasi ke organisasi

3. Masih ditemukannya paradigma lama yang masih berkembang dalam penyajian informasi publik, sehingga masih ditemukan Perangkat Daerah yang belum bersedia

Dalam konteks living law tentang cerai talak di Aceh, kecendrungan fikih mazhab Syafi’i telah kuat tertanam dalam masyarakat sehingga mazhab hukum lokal ini sulit untuk

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti selama 12 hari, kendala yang dihadapi guru dalam mengembangkan perilaku bertanggung jawab pada anak, secara internal anak

Manfaat dari penelitian ini adalah Menjadikan penelitian ini sebagai sumber belajar ilmu pengolahan citra digital mengenai proses pelatihan, pengujian dan

Yaitu dengan membeli perusahaan yang telah didirikan atau dirintis dan diorganisir oleh orang lain dengan nama dan organisasi usaha yang sudah ada.. Hal ini dilakukan karena

Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil survei dengan cara menyebarkan kuisioner kepada responden (mahasiswa) secara langsung. Sementara itu, data sekunder

3.Persoalan Dasar Ekonomi dalam Pembangunan : Kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, kesempatan kerja,.. pengangguran dan inflasi (Teori