• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Hingga saat ini, cabai masih tergolong primadona hortikultura. Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietas. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya. Bunga cabai keluar dari ketiak daun dan berbentuk seperti terompet. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri atas kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Bunga cabai juga berkelamin dua, karena benang sari dan putik terdapat dalam satu tangkai. Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya (Redaksi AgroMedia, 2008 b).

Dalam pembangunan usahatani kegiatan utama yang harus dilakukan untuk peningkatkan produksi barang pertanian yang dihasilkan petani, meningkatkan produktifitas pertanian serta mendorong perkembangan komoditas yang sesuai dengan potensi wilayah. Peningkatan produksi pertanian apabila ingin meningkatkan pendapatan petani. Kualitas dan kuantitas yang baik dari produk

(2)

pertanian yang dihasilkan petani sangat mempengaruhi pendapatan petani (Hanani, Jabal, dan Mangku. 2003)

Untuk menutup keran impor cabai perlu diupayakan usaha perluasan lahan penanaman serta inovasi baru dalam teknologi budidaya cabai. Salah satu cara yang memungkinkan adalah dengan terobosan teknologi budidaya cabai yang mampu menghasilkan produksi tinggi pada luasan lahan yang terbatas. Teknologi tersebut berupa penggunaan benih hibrida, mulsa, pemeliharaan secara intensif, serta ditunjang oleh pengelolaan yang profesional (Prajnanta, 1999).

2.2 Landasan Teori 2.2.1. Jenis pengelolaan

Dalam sebuah usahatani, faktor produksi merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Menurut Mubyarto (1991), faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah atau lahan, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen pengelolaan. Keberadaan dari sistem pengelolaan tidak akan menyebabkan proses produksi tidak berjalan atau batal. Namun pengelolaan hanya menekankan pada usahatani yang maju dan berorientasi pasar (keuntungan).

Kemampuan pengelolaan sangat penting, karena usahatani bukanlah semata-mata hanya sebagai cara hidup. Jatuh-bangunnya suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola faktor-faktor produksi (Rahardi dkk, 2007).

Menurut Tohir dalam Suratiyah (2009), dalam usahatani sering ditemukan istilah intensif dan ekstensif (perlakuan biasa) yang tidak mudah untuk menentukan perbedaannya karena tidak memiliki sifat yang mutlak. Usahatani

(3)

dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas, dan sebaliknya.

Pertanian intensif dan ekstensif berkonotasi terhadap jumlah input perhektar, seperti penggunaan teknologi dan penggunaan mesin atau tenaga manual. Intensif dan ekstensif berlaku antara waktu, antar daerah dan antar tanaman/usaha. Indikatornya adalah jumlah pengunaan input persatuan luas (Tarigan, 2001).

Menurut PPL (penyuluh pertanian lapangan) Kecamatan Kabanjahe, sistem pengelolaan dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu dari perlakuan biasa hingga perlakuan yang sangat intenif. Namun untuk tanaman cabai merah hanya dibagi atas dua perlakuan, yaitu perlakuan intensif dan perlakuan biasa (tradisional/ekstensif).

Istilah intensifikasi banyak sekali digunakan di negara kita dan menjadi sangat populer terutama dalam hubungan usaha peningkatan produksi. Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Dengan program intensifikasi, yaitu dengan penggunaan bibit unggul yang akan meningkatkan hasil produksi. Program intensifikasi besar-besaran dalam produksi juga ditempuh melalui sarana produksi (seperti : pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama dan penyakit, kredit dan air irigasi) yang digunakan secara efektif dan efisien (Mubyarto, 1991).

Dalam sistem pertanian yang pada umumnya dapat digolongkan dalam tingkat pengelolaan yang kurang intensif, maka kualitas dan kuantitas hasil produksinya juga tidak maksimal. Hal ini disebabkan produksi sangat dipengaruhi

(4)

input yang digunakan dan keterampilan dari petani. Dan biasanya pengelolaan dengan perlakuan biasa dilakukan oleh petani hanya sebagai sambilan atau untuk konsumsi sendiri.

Penanaman tanaman hortikultura dalam stadium primitif tidak memerlukan perhahatian khusus, seperti jarak tanam, pemupukan atau pemberantasan hama dan penyakit. Dengan demikian modal usahatani juga masih relatif rendah, sehingga produk yang dipasarkan pun tidak memberikan keuntungan yang besar (Ashari, 1995).

Menurut Barus dan Syukri (2008), pertanian tradisional (perlakuan biasa) memiliki ciri antra lain :

1) Kultivar lokal dan umumnya dari bibit sembarangan. 2) Jarak tanam kurang diperhatikan.

3) Lokasi sering kurang sesuai dengan agroklimat varietas yang ditanam. 4) Perawatan belum memadai seperti: pemupukan, pemangkasan, dan

sebagainya.

2.2.2. `Pendapatan

Usahatani hortikultura memerlukan biaya dan tenaga kerja terampil serta sarana yang lebih mahal dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan. Tanaman hortikultura perlu lebih intensif, sehingga memerlukan modal yang lebih besar. Namun dengan demikian, nilai jual tanaman hortikultura pun lebih tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang lebih memadai (Ashari, 1995).

Petani selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan tentang bagaimana petani harus mengoperasikan usahataninya, sehingga diperoleh hasil dan kepuasan maksimal. Umumnya sebelum mengambil keputusan untuk

(5)

menanam suatu komoditi, petani memperhitungkan penerimaan dan biaya produksi. Sehingga pada akhirnya akan diketahui pendapatan yang akan diterima oleh petani.

Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang bersifat reguler yang diterima sebagai balas jasa. Sedangkan pendapatan petani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari usahatani yang diusahakannya dikurangi dengan total pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan. Jumlah pendapatan yang besar menunujukkan besarnya modal yang dimiliki petani untuk mengelola usahataninya sedangkan jumlah pendapatan yang kecil menunjukkan investasi yang menurun sehingga berdampak buruk terhadap usahataninya (Soekartawi, 1995).

Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh petani, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari luar. Menurut Soekartawi (2003), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi yang digunakan terdiri dari sewa tanah, bunga modal, biaya sarana produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja.

Dalam pertanian yang ada di lapangan, biaya yang dianggap ada oleh petani hanya meliputi biaya yang dikeluarkan secara nyata. Sedangkan biaya yang dimiliki oleh petani sajak lama, tidak dimasukkan kedalam pembiayaan usahatani. Menurut Sukirno (2005), biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada dua jenis : biaya eksplesit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplesit adalah pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran

(6)

dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.

Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap (FC = Fixed Cost) dan biaya variabel (VC = Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi, misalnya biaya sewa/pajak lahan, dan biaya penyusutan. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi, misalnya sarana produksi, dan tenaga kerja luar keluarga (Suratiyah, 2009).

Penerimaan petani adalah akumulasi dari perkalian dari produksi yang dihasilkan petani dengan harga jual cabai merah pada saat pemanenan. Pemanenan biasanya dilakukan satu hingga dua hari dalam seminggu, dan dapat dilakukan kira-kira selama enam bulan masa panen. Sedangkan harganya sangat berfruktuasi dengan keadaan pasar.

2.2.3. Uji beda

Uji-t dua sampel independen (Independen Sampel t-Test) digunakan untuk membandingkan selisih dua purata (mean) dari dua sampel yang idenpenden dengan asumsi data terdistribusi normal. Menurut Sugiyono (2005), untuk melakukan uji beda terdapat beberapa rumus t-test yang digunakan untuk pengujian, dan berikut ini memberikan pedoman penggunaannya :

1) Bila jumlah sampel n1 = n2, dan varians homogen (б12 = б22) maka dapat

digunakan rumus t-test baik untuk Separated maupun Pooled varians. Untuk melihat harga t-tabel digunakan dk = n1 + n2 – 2.

(7)

2) Bila n1 ≠ n2, varians homogen (б12 = б22), dapat digunakan dengan Pooled

varians. Derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2.

3) Bila n1 = n2, varians tidak homogen (б12 ≠ б22), dapat digunakan dengan

Separated dan Pooled varians. Dengan dk = n1 – 1 atau n2 – 1. jadi dk

bukan + n2 – 2.

4) Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen (б12 ≠б22). Untuk ini digunakan

t-test dengan Separated varians. Harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari selisih harga t-tabel dengan dk (n1 – 1) dan dk (n2 – 1) dibagi dua, dan

kemudian ditambahkan dengan harga t yang terkecil.

1 2 2 1 2 1 2 1 n S + n S x -x =

t-hitung ... Separated varians.

2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 n 1 + n 1 n + n 1)S -(n + 1)S -(n x -x =

t-hitung .. Pooled varians.

2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 n S n S 2r -n S n S x -x = +

t-hitung ... sampel berpasangan/related.

Keterangan :

1

x =Rata-rata nilai variabel I

2

x =Rata-rata nilai variabel II

S1=Rata-rata standar deviasi variabel I

S2=Rata-rata standar deviasi variabel I

n1=Jumlah sampel variabel I

(8)

2.2.4. Regresi Logistik

Regresi logistik lebih dikenal dengan regresi logit, digunakan saat variabel respon (terikat) memiliki dua variabel (misalnya binari atau 0 – 1). Variabel prediktor mungkin jumlah, kategori atau campuran keduanya. Regresi dua variabel umumnya banyak digunakan pada situasi ini. Ketika ini terjadi, model ini disebut model probabilitas linier (Rusdin, 2004).

Menurut Chairullah (2004), Regresi logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan group. Artinya tujuan dari analisis regresi logistik adalah untuk mengetahui seberapa jauh model yang digunakan mampu memprediksi secara benar kategori group dari sejumlah individu.

Syarat-syarat regresi logistik :

1) Variabel independent merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu;

2) Distribusi data yang digunakan tidak normal.

Kelebihan regresi logistik disbanding regresi yang lain :

1) Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap group.

2) Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis;

3) Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas.

(9)

Karena model yang dihasilkan dengan regresi logistik bersifat non linier, persamaan yang digunakan untuk mendiskripsikan hasil sedikit lebih komplek di banding regresi berganda. Variabel hasil Y adalah probabilitas mendapatkan 2 hasil atau lebih berdasarkan fungsi non linier dari kombinasi linier sejumlah variabel bebas.

Menurut Hosmer and Lemeshow dalam Handayani (2005) Regresi logistic bertatar (stepwise logistic regression) digunakan untuk menentukan peubah-peubah penjelas yang bisa membedakan respon yang diamati. Prosedur ini memilih atau menghilangkan peubah-peubah satu persatu dari model sampai ditemukan peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap model.

2.3. Kerangka Pemikiran

Proses produksi usahatani dilihat dari sistem pengolahannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu perlakuan biasa dan perlakuan intensif. Pada kedua perlakuan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yaitu lahan, modal dan tenaga kerja.

Petani dalam hal ini memilih diantara kedua perlakuan tersebut. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem pengelolaan, yaitu : tenaga kerja dalam keluarga, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani cabai merah.

Dari kedua perlakuan ini, faktor produksi akan mengakibatkan biaya produksi yang berbeda sesuai dengan perlakuan yang dipilih petani. Perlakuan ini akan menghasilkan jumlah produksi yang berbeda. Cabai yang diproduksi akan dijual. Penjualan cabai akan memberikan penerimaan bagi petani.

Dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan akan diperoleh pendapatan bersih petani antara mengunakan

(10)

perlakuan biasa dan perlakuan intensif. Secara umum dapat digambarkan dalam skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Uji Beda Pendapatan Pada Berbagai Pengelolaan Cabai Merah.

Usaha Tani Cabai

Jumlah Produksi

Harga jual Penerimaan

Pendapatan Bersih

Keterangan :

= Menyatakan adanya hubungan = Menyatakan mempengaruhi

Sistem Pengelolaan

Perlakuan Biasa Faktor Produksi Perlakuan Intensif - Lahan - Modal - Tenaga Kerja Biaya Produksi Faktor pemilihan sistem pengelolaan - Tenaga kerja dalam keluarga - Pendidikan - Pengalaman

(11)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata terhadap biaya produksi.

2) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan.

3) Perbedaan pengelolaan usahatani memberikan pengaruh yang nyata terhadap pendapatan.

Gambar

Gambar 1.  Skema Kerangka Pemikiran Uji  Beda Pendapatan Pada Berbagai  Pengelolaan Cabai Merah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan skripsi Darwanto dengan judul “Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier)” Dari hasil analisis data yang telah berhasil diolah

Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi ( output ) maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu ramuan faktor- faktor produksi (input)

Guna mencapai Gapoktan dapat berfungsi sebagai unit usahatani, peran penyuluh pertanian mengarahkan Gapoktan mempunyai kemampuan sebagai berikut: (1) Mengambil keputusan

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja

• Harga daging ayam (buras) • Konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya • Konsumsi protein masyarakat Kota Medan KETERSEDIAAN Faktor-faktor yang mempengaruhi:

produksi tersebut adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pupuk posca, dimana faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam usahatani ubi kayu. Peningkatan

Soedarsono (1992), menyatakan pendapat yang diterima petani dari hasil produksi adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,

penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi yang akan dipengaruhi oleh variasi X (soekartawi, 1994). Efisiensi adalah rasio yang