• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN TORAJA UTARA THE RISKING FACTORS OF MALARIA INCIDENCE IN NORTH TORAJA REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN TORAJA UTARA THE RISKING FACTORS OF MALARIA INCIDENCE IN NORTH TORAJA REGENCY"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN TORAJA UTARA

THE RISKING FACTORS OF MALARIA INCIDENCE IN NORTH TORAJA REGENCY

Rosdiana Sibala’1, Hasanuddin Ishak2, Indar3

1

Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara

2

Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

3

Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi :

Rosdiana Sibala’, SKM

Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara Jl. Taman Makam Pahlawan, Rantepao HP. 085255152336

(2)

Abstrak

Malaria merupakan salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles dan endemik baik di daerah dataran rendah maupun daerah dataran tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko lingkungan fisik, biologi, dan sosial budaya terhadap kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain kajian kasus kontrol (case control study) yang dilaksanakan pada Maret- April 2013. Populasi kasus adalah semua penderita malaria positif dalam satu tahun terakhir di Kecamatan Tondon, yakni sebanyak 12 orang. Kontrolnya adalah penduduk Kecamatan Tondon yang tidak menderita malaria. Perbandingan kasus: kontrol adalah 1:3 dengan matching umur dan jenis kelamin sehingga total sampel penelitian sebanyak 48 orang. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi langsung. Pengolahan data menggunakan Program SPSS dengan uji odds ratio serta uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang bermakna adalah riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria (OR=25,000 dengan CI 95%=2,518-248,179). Faktor risiko yang tidak bermakna adalah tempat suhu rumah (OR=0,280; CI 95%=0,066-1,187), kelembapan rumah (OR=0,467; CI 95%=0,118-1,843), keberadaan kandang ternak (OR=2,826; CI 95%=0,535-14,916), dan penggunaan kelambu (OR=1,500; CI 95%=0,363-6,191). Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa hanya variabel riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria yang dinilai sangat berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan OR=20,369; CI 95%=1,833-226,331. Disimpulkan bahwa riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria adalah faktor risiko yang berperan dalam kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara.

Kata kunci : Malaria, faktor risiko, Annual Parasite Index

Abstract

Malaria is a disease transmitted by Anopheles mosquitoes and endemic in both low land and high land areas. This study aims to find out how serious the risk of the physical, biological, and socio-cultural environments on the malaria incidence in North Toraja Regency. This study was an observational research using the design of a case control study which was conducted from March through April, 2013. The case population included all the twelve positive malaria patients in Tondon Sub-District. The control group included the population of the sub-district who did not suffer from malaria. Thus, the comparison between the experimental group and the control was 1 : 3 with matching age and sex, meaning that the total of the samples was 48 respondents. Tha data were collected through interviews and direct observations. Then, the data were analiyzed using SPSS program with the odds ratio test and the logistic regression test. The research result indicated that the significant risking factor was the visit history to the malaria endemic areas (OR = 25.000; with 95%CI = 2.518 to 248.179). The insignificant risking factors were the house temperatures (OR = 0.280; 95%CI = 0.066 to 1.187), the house humidity (OR = 0.467; 95%CI = 0.118 to 1.843), the existence of the livestock stables (OR = 2.826; 95% CI = 0.535 to 14.916), and the use of mosquito nets (OR = 1.500; 95%CI = 0.363 to 6.191). The multivariate test result showed that the only variable that was considered to be influential on malaria incidence was the visit history to the malaria endemic areas (OR = 20.369; CI95% = 1,833 to 226,331). Concluded that the visit history to the malaria endemic areas is the only risking factor of malaria incidence in North Toraja Regency.

(3)

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan global. Morbiditas dan mortalitas penyakit malaria cukup signifikan dan endemis di 105 negara di dunia. Perubahan kondisi lingkungan berupa global warming (pemanasan global) semakin memperburuk kasus malaria dengan mempercepat pematangan parasit di dalam tubuh nyamuk, meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk, dan memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan hidup nyamuk (Soedarto, 2011).

Laporan World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa setengah dari penduduk dunia berisiko terkena malaria dan diperkirakan sekitar 216 juta kasus pada tahun 2010. Malaria menyebabkan 655.000 kematian dan 86% di antaranya terjadi pada anak berumur di bawah 5 tahun. Sebanyak 2.440.812 kasus malaria di ASEAN dilaporkan tahun 2010 dan menempati urutan kasus terbanyak kedua setelah wilayah Afrika. Mortality rate

malaria di ASEAN tahun 2008 sebesar 2,9 per 100.000 penduduk, menempati urutan kedua terburuk setelah wilayah Afrika. Sedangkan kematian anak di bawah 5 tahun akibat malaria di ASEAN sebesar 1% pada tahun 2010, juga menempati peringkat kedua setelah wilayah Afrika (WHO, 2012).

Indonesia pada tahun 2010 melaporkan jumlah kasus malaria sebesar 229.819 kasus. Persentase kematian anak balita akibat malaria di Indonesia cenderung meningkat dari 1% pada tahun 2000 menjadi 2% pada tahun 2010 yang terburuk ketiga di ASEAN setelah Timor Leste dan Kamboja (WHO, 2012). Peningkatan API di Propinsi Sulawesi Selatan dari 0,08‰ pada tahun 2007 menjadi 0,38‰ pada tahun 2011. Kabupaten Toraja Utara mengalami peningkatan kasus malaria dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2009 API yang ada sebesar 0,03‰ namun pada tahun 2012 menjadi 0,97‰ dengan Kecamatan Tondon sebagai satu-satunya kecamatan dengan endemisitas sedang sejak tahun 2011.

Kondisi geografis Kabupaten Toraja Utara yang berada di wilayah pegunungan dengan ketinggian 300 – 2.889 meter di atas permukaan laut serta suhu 140C – 260C dan kelembapan udara antara 82% – 86% tetap potensial dalam penyebaran malaria. Penelitian terdahulu menemukan adanya Anopheles vagus di Rantepao yang dapat menjadi vektor malaria menyebabkan transmisi penyakit malaria dapat terjadi secara lokal di Kabupaten Toraja Utara.

Lingkungan merupakan faktor yang sangat berperan dalam terjadinya masalah kesehatan masyarakat, khususnya pada kasus malaria. Lingkungan dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya kasus malaria tetapi juga dapat dimodifikasi dalam mencegah dan menangani kasus malaria. Karakteristik lingkungan perlu diidentifikasi agar dapat

(4)

memberikan arah penanganan yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan karakter wilayah kejadian karena penanganan malaria akan sangat berbeda untuk setiap wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko lingkungan fisik (suhu rumah, kelembapan rumah); lingkungan biologi (keberadaan kandang ternak); serta lingkungan sosial budaya (penggunaan kelambu, dan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria) terhadap kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Propinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain case control study.

Populasi dan Sampel

Populasi kasus adalah semua penderita positif malaria di Kecamatan Tondon yang dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium atau RDT dalam 1 (satu) tahun terakhir. Populasi kontrol adalah semua penduduk Kecamatan Tondon yang dinyatakan bebas malaria serta memiliki umur dan jenis kelamin yang sama dengan kasus. Sampel kasus penelitian diambil melalui screening test berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan RDT Puskesmas Tondon dalam 1 (satu) tahun terakhir. Sedangkan kelompok kontrol dipilih dengan matching

umur dan jenis kelamin yang bertempat tinggal di dusun terdekat dari kasus. Perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebesar 1 : 3 dengan kriteria inklusi sampel adalah bersedia berpartisipasi dalam penelitian serta bertempat tinggal tetap di Kecamatan Tondon minimal 1 tahun terakhir. Berdasarkan kriteria yang ada, maka sampel kasus sebanyak 12 orang dan kontrol sebanyak 36 orang.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner penelitian serta dari hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara, Kantor Desa, dan BPS Kabupaten Toraja Utara.

Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis statistik dengan menggunakan Program SPSS versi 21

dan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi sebagai penjelasan. Uji statistik yang digunakan adalah uji odds ratio dan uji regresi logistik.

(5)

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Sampel

Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel penelitian baik kasus maupun kontrol. Setiap kelompok umur memiliki proporsi yang sama pada kelompok kasus maupun kontrol. Hal ini terjadi karena dilakukan matching berdasarkan umur. Responden sebagian besar berada pada kelompok dewasa muda (45,9%) dan kelompok umur yang paling sedikit adalah pada kelompok Balita, anak-anak, serta remaja (masing-masing sebesar 8,3%). Proporsi jenis kelamin pada kasus dan kontrol sama karena dilakukan matching berdasarkan jenis kelamin dimana jumlah sampel laki-laki lebih banyak (58,3%) daripada sampel perempuan (41,7%). Sebanyak 25,0% kasus tidak pernah mengenyam bangku pendidikan sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebesar 13,9%. Pendidikan tinggi berupa S1 hanya ditemukan pada kelompok kontrol, yakni sebesar 5,5% sedangkan pada kelompok kasus tidak ditemukan sampel dengan pendidikan S1. Sampel kasus yang menikah sebesar 41,7% sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 55,5%. Sebalikanya, status janda dan duda lebih besar pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol dimana 8,3% kasus berstatus janda sedangkan pada kontrol hanya 5,6% dan kontrol yang bersatus duda sebesar 16,7% pada kasus sedangkan pada kontrol hanya 2,8%. Sebagian besar kasus berprofesi sebagai petani, yakni sebanyak 41,7% sedangkan pada kelompok kontrol hanya 27,8%. Tabel juga memperlihatkan bahwa kasus yang tidak memiliki pekerjaan sebesar 33,3% sedangkan pada kontrol sebesar 22,2%. Sebagian besar kasus maupun kontrol merupakan rumah panggung yakni 83,4% pada kasus dan 80,6% pada kontrol. Rumah darurat pada kasus sebesar 8,3% sedangkan pada kontrol sebesar 11,1%.

Besar Risiko Suhu Rumah terhadap Kejadian Malaria

Data yang disajikan pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 58,3% kasus memiliki risiko tinggi dengan memiliki suhu rumah 20 – 30oC sedangkan pada kontrol ditemukan 83,3% yang memiliki risiko tinggi. Hasil uji odds ratio memberikan nilai OR=0,280 dengan CI 95%=0,066-1,187 yang berarti bahwa suhu rumah merupakan faktor protektif terhadap kejadian malaria. Namun karena nilai OR mencakup nilai 1, maka OR yang diperoleh tidak mempunyai kemaknaan atau hipotesis penelitian ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa suhu rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara.

Besar Risiko Kelembapan Rumah terhadap Kejadian Malaria

Tabel 2 memperlihatkan bahwa sebanyak 58,3% rumah pada kelompok kasus memiliki kelembapan yang berisiko tinggi (60-100%) sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 75,0%. Hasil uji odds ratio memberikan nilai OR=0,467 dengan CI 95%=0,118-1,843

(6)

yang berarti bahwa kelembapan rumah merupakan faktor protektif terhadap kejadian malaria. Namun karena nilai OR mencakup nilai 1, maka OR yang diperoleh tidak mempunyai kemaknaan atau hipotesis penelitian ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa kelembapan rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara.

Besar Risiko Keberadaan Kandang Ternak terhadap Kejadian Malaria

Hasil penelitian pada tabel 3 memperlihatkan bahwa 83,3% kasus memiliki risiko tinggi dengan keberadaan kandang ternak dalam radius 10 meter dari rumah, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 63,9% yang memiliki risiko tinggi. Hasil uji odds ratio memberikan nilai OR=2,826 dengan CI 95%=0,535-14,916 sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan kandang dalam radius 10 meter dari rumah memberikan risiko sebesar 2,826 kali untuk terkena malaria dibandingkan rumah yang tidak berada dalam radius 10 meter dari kandang ternak. Namun karena nilai OR mencakup nilai 1, maka hipotesis penelitian ditolak atau keberadaan kandang ternak bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria.

Besar Risiko Penggunaan Kelambu terhadap Kejadian Malaria

Penggunaan kelambu pada saat tidur dapat memberikan proteksi dari gigitan nyamuk. Tabel 4 memperlihatkan bahwa 33,3% kasus memiliki risiko tinggi dengan tidak menggunakan kelambu pada saat tidur di malam hari sedangkan pada kontrol ditemukan sebesar 25,0% yang memiliki risiko tinggi. Hasil uji odds ratio memberikan nilai OR=1,500 dengan CI 95%=0,363-6,191 sehingga dapat dikatakan bahwa tidur tanpa menggunakan kelambu pada malam hari memberikan risiko sebesar 1,500 kali untuk terkena malaria dibandingkan mereka yang menggunakan kelambu. Namun karena nilai OR mencakup nilai 1, maka hipotesis penelitian ditolak atau penggunaan kelambu bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria.

Besar Risiko Riwayat Kunjungan ke Daerah Endemis terhadap Kejadian Malaria

Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa 41,7% kasus memiliki risiko tinggi dengan memiliki riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria dalam 1 tahun terakhir sedangkan pada kontrol hanya 2,8% yang memiliki risiko tinggi. Perhitungan nilai odds ratio

memberikan nilai OR=25,000 dengan CI 95%=2,518-248,179) sehingga dapat dikatakan bahwa riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria memberikan risiko 25,000 kali untuk terkena malaria dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.

Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil uji regresi logistik dengan metode Enter pada tabel 5, maka dapat diketahui bahwa hanya variabel riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria yang dinilai

(7)

sangat berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan OR=20,369 dan CI 95%=1,833-226,331.

PEMBAHASAN

Penelitian ini memperlihatkan bahwa lingkungan sosial budaya berupa riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria merupakan faktor risiko yang berperan dalam kejadian malaria di Kabupaten Toraja Utara dengan risiko sebesar 25,000. Sedangkan lingkungan fisik dan lingkungan biologi bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria.

Jenis Plasmodium yang ditemukan hanya Pl. falciparum dan Pl. vivax. Suhu mempengaruhi siklus hidup Plasmodium maupun nyamuk Anopheles. Semua spesies

Anopheles dan parasit malaria pada dasarnya memerlukan suhu antara 21 – 32oC untuk melangsungkan siklus hidupnya. Suhu optimum untuk perkembangannya adalah 25– 27oC. Terjadinya perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global mempercepat pematangan parasit di dalam tubuh nyamuk, meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk, dan memberikan kondisi yang lebih sesuai untuk perkembangan hidup nyamuk (Soedarto, 2011).

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa suhu rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria dimana nilai OR=0,280; CI 95%=0,066-1,187. Kondisi ini erat kaitannya jenis rumah yang sebagian besar berupa rumah panggung baik pada kelompok kasus maupun kontrol sehingga suhu rumah pada kasus maupun kontrol tidak jauh berbeda serta musim yang sedang berlangsung pada saat penelitian dimana pada siang hari suhu sangat tinggi dan pada sore dan malam hari terjadi hujan. Waktu pengukuran yang dilakukan pada pukul 09.00 – 14.00 wita juga turut berperan sehingga cenderung lebih panas. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis atap yang digunakan masyarakat yang hampir semuanya berupa atap seng dan cenderung menyalurkan panas ke dalam rumah. Suhu rumah akan semakin meningkat jika didukung oleh tidak adanya langit-langit rumah serta jarak atap yang relatif dekat. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Friaraiyantini (2006) yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap kejadian malaria. Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian Maricar (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara suhu udara dengan kejadian malaria.

Kelembapan udara tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian malaria, namun kelembapan yang rendah memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak berpengaruh pada parasit. Kelembapan tinggi (60 – 100%) meningkatkan keaktifan nyamuk untuk menggigit. Hasil penelitian menunjukkan kelembapan rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan nilai OR=0,467; CI 95%=0,118-1,843. Kelembapan rumah diukur pada saat

(8)

penelitian berlangsung, yakni berkisar antara pukul 09.00 – 14.00 wita. Kelembapan udara dalam rumah sangat erat kaitannya dengan suhu, intensitas cahaya, ketinggian, vegetasi, maupun kondisi fisik rumah. Cuaca yang panas pada saat penelitian berlangsung serta penggunaan atap dari bahan seng menyebabkan berkurangnya kelembapan udara di dalam rumah dan terjadi baik pada kelompok kasus maupun kontrol sehingga hasil uji memberikan nilai yang tidak bermakna pada pengukuran besar risiko. Kelembapan rumah yang tinggi mendukung kebiasaan menggigit nyamuk dan kesenangan beristirahat di dalam rumah. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Suwito (2010) yang menyatakan bahwa kelembapan udara berpengaruh 40,5% terhadap kepadatan nyamuk Anopheles. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maricar (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kelembapan udara dengan kejadian malaria.

Ternak merupakan sesuatu yang menarik bagi nyamuk Anopheles karena sifat nyamuk

Anopheles yang bisa bersifat antropofilik (suka darah manusia) maupun zoofilik (suka darah hewan), serta dapat juga bersifat indiscriminate biters/indiscriminate feeders (tanpa kesukaan tertentu terhadap hospes atau suka menghisap darah manusia maupun darah hewan). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan kandang ternak bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan nilai OR=2,826; CI 95%=0,535-14,916. Sebanyak 10 orang (83,3%) pada kelompok kasus dan 23 orang (63,9 %) pada kelompok kontrol yang terdapat kandang ternak dalam radius 10 meter dari rumahnya.

Pemeliharan ternak pada masyarakat Toraja erat kaitannya dengan budaya masyarakat setempat sehingga mayoritas masyarakat memelihara ternak, baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Ternak berupa kerbau dan babi merupakan hewan yang digunakan dalam upacara adat sehingga dipelihara oleh hampir semua masyarakat Toraja. Kandang biasanya dekat dengan rumah untuk memudahkan pemberian makanan dan mengontrol ternak. Namun di dalam penelitian ini tidak dilakukan penelitian tentang spesies Anopheles sehingga tidak dapat dijelaskan tentang perilaku menggigit vektor. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Purwanto (2011) yang menyatakan bahwa keberadaan kandang ternak memerikan risiko sebesar 4,9 dengan CI 95%=2,0-12,0. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ainurafiq (2011) yang menyatakan bahwa jarak rumah dengan kandang ternak bukan merupakan faktor yang bermakna terhadap peningkatan risiko kejadian malaria.

Kelambu memberi perlindungan terhadap nyamuk, lalat, dan serangga lainnya termasuk penyakit yang disebabkan/ditularkan oleh serangga-serangga tersebut, misalnya malaria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kelambu bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan nilai OR=1,500; CI 95%=0,363-6,191. Kondisi ini

(9)

dapat terjadi karena sebagian besar masyarakat baik pada kelompok kasus maupun kontrol menggunakan kelambu sebagai penghalau dingin pada malam hari sehingga baik kasus maupun kontrol memiliki kondisi yang hampir sama.

Pemakaian kelambu pada saat tidur akan memberikan kenyamanan pada saat tidur karena tidak terganggu dengan suara nyamuk pada saat terbang di sekitar telinga serta terhindar dari gigitan nyamuk. Keuntungan lain penggunaan kelambu, khususnya kelambu yang tebal adalah dapat menghalangi masuknya udara dingin sehingga memberikan kenyamanan. Secara ekonomi, penggunaan kelambu lebih hemat dibandingkan penggunaan obat anti nyamuk serta aman dari risiko menghirup zat kimia ataupun asap dari obat anti nyamuk. Harmendo (2008) memberikan hasil yang berbeda dimana pada penelitiannya dinyatakan bahwa penggunaan kelambu merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan nilai OR=7,84, 95% CI=3,427-17,969. Namun, penelitian Purwanto (2011) memberikan hasil yang sama dengan penelitian ini dimana pemakaian kelambu bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan OR=5,5; CI 95%=0,6-49,1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria dalam 1 tahun terakhir merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan nilai OR=25,000; CI 95%=2,518-248,179. Hal ini berarti bahwa penduduk dengan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria berisiko 25,000 kali untuk terkena malaria dibandingkan penduduk yang tidak memiliki riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria. Hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa hanya variabel riwayat kunjungan ke daerah endemis yang dinilai sangat berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan OR=20,369 dan CI 95%=1,833-226,331.

Daerah endemis malaria yang dikunjungi adalah Papua (Kabupaten Agas) dengan suhu udara yang lebih tinggi. Penyesuaian tubuh dengan lingkungan yang sangat berbeda menyebabkan masyarakat tidak menggunakan kelambu serta menggunakan pakaian seminim mungkin pada saat tidur sehingga memungkinkan terjadinya gigitan vektor. Malaria impor yang didapatkan saat berada di daerah endemis dapat menular ke penduduk lokal karena adanya Anopheles di Kabupaten Toraja Utara. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ainurafiq (2011) yang menyatakan bahwa mobilitas ke daerah endemik bukan merupakan faktor yang meningkatkan risiko kejadian malaria. Penelitian yang sama dengan ini didapatkan pada penelitian Santi (2011) yang menyatakan bahwa 97% dari penduduk bermigrasi ke daerah endemis malaria serta penelitian Yangzom et al (2012) di Bhutan yang menyebutkan bahwa kasus malaria dapat terjadi karena kasus impor.

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan pada penelitian ini adalah riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria merupakan satu-satunya faktor risiko yang berperan pada penularan malaria. Suhu rumah, kelembapan rumah, keberadaan kandang ternak, dan penggunaan kelambu bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria. Disarankan agar masyarakat dengan mobilitas ke daerah endemis perlu mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang malaria untuk dapat melakukan proteksi diri (memakai kelambu, menggunakan obat anti nyamuk, menutup badan atau menggunakan repellent saat keluar rumah) selama berkunjung ke daerah endemis malaria. Perlu adanya penyebarluasan informasi tentang malaria kepada masyarakat dengan melibatkan lintas sektor terkait serta tokoh agama dan tokoh masyarakat agar masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan, mencari tempat pengobatan, serta dapat melaporkan adanya kasus malaria secara aktif kepada pihak Puskesmas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada Tim Pembimbing Penelitian, Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana UNHAS, Pemerintah Kabupaten Toraja Utara, Puskesmas Tondon, serta rekan-rekan mahasiswa Program Magister Konsentrasi Kesehatan Lingkungan.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Ainurafiq. (2011). Analisis Spasial dan Faktor Risiko Kejadian Malaria di Lokasi Sentinel Malaria Kabupaten Mamuju Tahun 2010. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Babba, Ikrayama. (2008). Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura). Bina Sanitasi Volume 1, Nomor 1, Desember 2008 : 37 – 46.

Bosa, Yetriani. (2012). Analisis Peran Faktor Ekologi terhadap Kejadian Malaria pada Wilayah Pegunungan dan Pesisir Pantai di Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012.Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Friaraiyatini, et al. (2006). Pengaruh Lingkungan dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Malaria di Kab. Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Januari 2006 : 121 – 128.

Harmendo. (2008). Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tesis tidak diterbitkan. Semarang. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Maricar, Hamdi. (2005). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Desa Ureng Wilayah Kerja Puskesmas Negeri Lima Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Purwanto, Anto. (2011). Faktor Risiko Kejadian Malaria di Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap. Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s Indonesia” 12 April 2011. FKM Universitas Siliwangi 2011 : 296 – 309.

Santi, Marliah. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria pada Penduduk Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi yang Pernah Bermigrasi Tahun 2011. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta. Universitas Indonesia.

Soedarto. (2011). Malaria : Referensi mutakhir Epidemiologi Global – Plasmodium – Anopheles Penatalaksanaan Penderita. Sagung Seto, Jakarta.

Suwito, et al. (2010). Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi Indonesia, April 2010, Vol. 7, No. 1, 42 – 53.

WHO. (2012). World Health Statistic 2012. World Health Organization, France.

Yangzom, Thinley et al. (2012). Malaria Control in Bhutan : Case Study of a Country Embarking on Elimination. Malaria Journal 2012, 11:9

(12)

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel di Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013

Variabel Kasus Kontrol Jumlah

n % n % n %

Kelompok Umur (tahun)

1 – 4 1 8,3 3 8,3 4 8,3 5 – 12 1 8,3 3 8,3 4 8,3 13 – 17 1 8,3 3 8,3 4 8,3 18 – 39 5 41,7 15 41,7 20 41,7 40 – 56 2 16,7 6 16,7 8 16,7 > 56 2 16,7 6 16,7 8 16,7 Jenis Kelamin Laki-laki 7 58,3 21 58,3 28 58,3 Perempuan 5 41,7 15 41,7 20 41,7 Pendidikan Tidak sekolah 3 25,0 5 13,9 8 16,7 Belum tamat SD 2 16,7 6 16,7 8 16,7 SD 3 25,0 10 27,8 13 27,1 SMP 1 8,3 7 19,4 8 16,7 SMA 3 25,0 6 16,7 9 18,7 S1 0 0,0 2 5,5 2 4,1 Tidak sekolah 3 25,0 5 13,9 8 16,7 Status Perkawinan Kawin 5 41,7 20 55,5 25 52,0 Belum Kawin 4 33,3 13 36,1 17 35,4 Janda 1 8,3 2 5,6 3 6,3 Duda 2 16,7 1 2,8 3 6,3 Pekerjaan Petani 5 41,7 10 27,8 15 31,2 Wiraswasta 1 8,3 4 11,1 5 10,4 Swasta 0 0,0 1 2,8 1 2,1 Honorer 0 0,0 1 2,8 1 2,1

Ibu rumah tangga 2 16,7 7 19,4 9 18,8

Pelajar 0 0,0 5 13,9 5 10,4 Tidak ada 4 33,3 8 22,2 12 25,0 Jenis Rumah Permanen 1 8,3 2 5,5 3 6,3 Panggung 10 83,4 29 80,6 39 81,2 Semi Permanen 0 0,0 1 2,8 1 2,1 Darurat 1 8,3 4 11,1 5 10,4

(13)

Tabel 2. Besar Risiko Lingkungan Fisik (Suhu dan Kelembapan Rumah) terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013

Variabel

Kejadian Malaria

OR (95% CI)

Kasus Kontrol Jumlah

n % n % n % Suhu Rumah Risiko tinggi 7 58,3 30 83,3 37 77,1 0,280 (0,066-1,187) Risiko rendah 5 41,7 6 16,7 11 22,9 Kelembapan Rumah Risiko tinggi 7 58,3 27 75,0 34 70,8 0,467 (0,118-1,843) Risiko rendah 5 41,7 9 25,0 14 29,2

Sumber : Data primer

Tabel 3. Besar Risiko Lingkungan Biologi (Keberadaan Kandang Ternak) terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013 Keberadaan Kandang Ternak Kejadian Malaria OR (95% CI)

Kasus Kontrol Jumlah

n % n % n %

Risiko tinggi 10 83,3 23 63,9 33 68,8 2,826 (0,535-14,916) Risiko rendah 2 16,7 13 36,1 15 31,3

Sumber : Data primer

Tabel 4. Besar Risiko Lingkungan Sosial Budaya (Penggunaan Kelambu dan Riwayat kunjungan ke Daerah Endemis Malaria) terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013

Variabel

Kejadian Malaria

OR (95% CI)

Kasus Kontrol Jumlah

n % n % n %

Penggunaan Kelambu

Risiko tinggi 4 33,3 9 25,0 13 27,1 1,500 (0,363-6,191) Risiko rendah 8 66,7 27 75,0 35 72,9

Riwayat Kunjungan ke Daerah Endemis Malaria

Risiko tinggi 5 41,7 1 2,8 6 12,5 25,000 (2,518-248,179) Risiko rendah 7 58,3 35 97,2 42 87,5

Sumber : Data primer

Tabel 5. Hasil Uji Multivariat dengan Regresi Logistik

Covariat β p value OR 95% CI

Lower Upper

Suhu Rumah -0,462 0,618 0,630 0,102 3,877 Riwayat kunjungan ke daerah

endemis 3,014 0,014 20,369 1,833 226,331

Gambar

Tabel 1.  Distribusi  Karakteristik  Sampel  di  Kecamatan  Tondon  Kabupaten  Toraja  Utara Tahun 2013
Tabel 4.  Besar Risiko Lingkungan Sosial Budaya (Penggunaan Kelambu dan Riwayat  kunjungan  ke  Daerah  Endemis  Malaria)  terhadap  Kejadian  Malaria  di  Kecamatan Tondon Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan mengimplementasikan algoritma data mining K-Means Clustering untuk mengenali pola jemaat yang menjadi salah satu target kegiatan pelayanan gereja

Seperti dikemukakan, Ibn Hazm dalam hal membaca, menyentuh al-Qur’an, sujud tilawah dan zikir diperbolehkan atas orang dalam keadaan junub dan haid , karena secara eksplisit tidak

hayat tetapi meminati pengajian tamadun menyebabkan beliau mengajar tamadun ataupun seseorang pensyarah itu barangkali ingin mengetahui dengan lebih mendalam tentang

enkripsi dan dekripsi selalu berubah-ubah. Hanya client yang dapat mengikuti urutan request dan result dengan benar. Ketika terjadi pemanggilan method, masing-masing

Menurut Sagala sebagaimana dikutip oleh Siti Aminah, dlkk., (2015) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MBS adalah untuk: (a) meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

Dari sini kita bisa melihat fenomena yang ada, perubahan sosial yang terjadi yaitu terkait dengan peningkatan pembagian kerja masyarakat yang dahulu hanya bekerja

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun

Kecepatan pelari saat kakinya meninggalkan tanah (yaitu panjang langkah yang hares dibuat) merupakan fungsi dari usaha (work) yang dilakukan oleh otot-otot ekstensor