• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan kerja, penyedia devisa negara melalui ekspor. Dalam hal penyediaan lapangan kerja usahatani kopi dapat memberi kesempatan kerja yaitu sebagai pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Indonesia pernah mengalami penurunan produksi kopi hal ini disebabkan oleh umur kopi yang sudah cukup tua dan pemeliharaan yang tidak intensif. Namun, hal tersebut masih dapat ditingkatkan dengan cara merehabilitas tanaman kopi yang tidak produktif lagi dan meningkatkan pemeliharaan terhadap tanaman kopi tersebut. Dengan demikian, peranan kopi tetap dapat dipertahankan dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991).

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Mutu kopi yang baik sangat tergantung pada jenis bibit yang ditanam,keadaan iklim dan tinggi tempat. Karena meluasnya perkebunan kopi, maka hasilnya dapat melimpah, tetapi produksi belum sampai puncaknya, tiba-tiba timbul serangan penyakit daun yang sangat ganas sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar (AAK, 1991).

(2)

Dengan adanya usaha yang ditangani oleh pemerintah ini, akhirnya sejak tahun 1950, produksi kopi Indonesia telah melonjak menjadi 3 kali lipat. Kenaikan produksi ini terutama pada kopi rakyat, yang disebabkan adanya perluasan areal. Sedangkan pada kopi perkebunan besar hanya terdapat kenaikan produksi yang kurang baik. Peningkatan produksi kopi rakyat dan kenaikan produksi kopi yang hanya sedikit pada perkebunan besar ini dihitung berdasarkan kenaikan hasil rata-rata persatuan luas (Soemartojo, 1993).

Khusus di Sumatera Utara, jenis kopi arabika juga telah mulai berkembang, mengingat bahwa kopi arabika memiliki permintaan yang cukup tinggi di pasar dunia. Kopi arabika yang ditanam di Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh bahkan dinilai memiliki kualitas lebih bagus dibanding kopi yang sama dari Brazil. Harga kopi jenis arabika di pasar internasional mencapai 3,2 dollar AS per kilogram, sementara kopi robusta hanya separuhnya, yakni 1,5 dollar AS. Beralihnya petani kopi Sumut menanam jenis arabika membuat ekspor kopi jenia ini meningkat tajam tahun 2006 dibanding tahun sebelumnya. Dari bulan Januari hingga November 2006 ekspor kopi jenis arabika dari Sumut mencapai 44,710 ton, sementara untuk periode yang sama pada tahun 2005 hanya mencapai 36,413 ton (Suyanto, 2008).

Dalam konsep sistem agribisnis, pasar adalah salah satu dari empat subsistem disamping tiga subsistem lainnya yaitu subsistem usahatani (produksi), subsistem industri pengolahan hulu-hilir (upstream dan downstream) dan subsistem lembaga penunjang (supporting institution). Pasar mempertemukan pelaku-pelaku agribisnis, baik antar produsen di pasar input atau output maupun antar produsen atau pengecer dengan konsumen di pasar output. Dari sisi permintaan, pasar komoditi agribisnis Indonesia memiliki prospek cerah, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional (Soekartawi, 1995).

Produsen atau petani kopi arabika perlu mempelajari informasi pasar dalam menyalurkan hasil usahataninya. Informasi pasar ini mencakup tipe pasar dari bermacam-macam produk

(3)

yang dihasilkan, variasi harga musiman dan trend harga dari hasil usahatani kopi. Disamping itu, petani harus bisa merencanakan penjualan yang efektif dan bisa menyesuaikan rencana produksi (usaha) dan arah perubahan (trend) harga. Petani kopi biasanya menjual hasilnya kepada wholesaler (grosir dan speculator) di pasar pusat secara kontak, artinya perjanjian antara penjual dan pembeli bahwa penerimaan sejumlah barang yang macam dan mutu tertentu dengan harga tertentu pada waktu tertentu di masa depan (Rahardi, 1995).

Petani dapat memperbaiki cara pemasaran dan harga kopinya dengan cara mengkaitkan diri dengan rantai pasok, sebagaimana model yang pernah disampaikan sebelumnya. Kondisi seperti ini akan memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan informasi-informasi seperti tentang pasar kopi, persyaratan sertifikasi, mutu kopi, dan informasi teknis. Para petani biasanya dapat memperoleh pelayanan, informasi, dan harga yang lebih baik jika mereka berkelompok. Para petani yang menjual kopinya secara lewat kelompok tani biasanya mendapatkan harga lebih baik dibanding menjual kopinya secara sendiri- sendiri. Dengan mendapatkan pengetahuan tentang pasar, harga, mutu dan masalah-masalah teknis para petani dapat memperoleh harga jual kopinya lebih baik (Ginting, 2006).

Di sektor produksi, barang-barang dan jasa dihasilkan, di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua sektor sangat relatif. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh karena usahatani berada di pelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya, barang-barang industri justru diproduksi di dekat kota besar. Termasuk sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin pertanian. Oleh sebab itu, jarak ini harus “dijembatani” agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada tingkat harga yang layak dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan

(4)

jembatan” penghubung tersebut. Sektor inilah yang “bertanggungjawab”, memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan dan menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi. Dan pada sektor inilah tataniaga berperan (Sihombing, 2010).

Badan-badan yang berusaha dalam menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual beli, dikenal sebagai pedagang perantara (middleman). Berdasarkan pemilikan barang dagangan, mereka dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki barang dagangan dan kelompok yang tidak memiliki barang dagangan. Kelompok yang memiliki barang dagangan adalah mereka yang membeli dan menjual barang dengan maksud memperoleh laba dan keharusan memikul resiko. Kelompok yang tidak memiliki barang dagangan adalah mereka yang hanya melaksanakan beberapa fungsi tataniaga tertentu dengan memperoleh upah sebagai balas jasa atas pelaksanaan fungsi tersebut, yang sering disebut juga sebagai agen (Rahardi, 1995).

Pedagang besar (grosir atau wholesaler) memperdagangkan barang dalam jumlah besar. Pedagang ini aktif di pasar-pasar pusat dan memperoleh barang dari pedagang pengumpul lokal (tengkulak). Pedagang besar sering pula mendatangi pasar pelelangan di daerah produksi untuk membeli barang secara langsung dari produsen. Kemudian barang dagangan itu dijual dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang eceran. Selain tugas utamanya melayani permintaan pedagang pengecer, wholesaler juga menjual barang dagangannya ke hotel, restoran, pabrik pengolahan atau lembaga lainnya (Ginting, 2006).

Menanggulangi besarnya biaya yang dikeluarkan, pedagang besar akan mengambil kebijakan-kebijakan di dalam usahanya, khususnya kebijakan di dalam pemasaran dan lebih khusus lagi adalah kebijakan harga penjualannya. Salah satu masalah dalam pemasaran pertanian adalah kecilnya persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar

(5)

konsumen. Salah satu faktor dalam masalah tersebut adalah lemahnya posisi petani di dalam pasar (Soekartawi, 2002).

Lembaga pengecer adalah perantara yang menjual barang-barang dalam jumlah kecil secara langsung kepada para konsumen akhir. Biasanya lembaga ini menerima barang dari wholesaler dan terkadang dari pedagang pengumpul lokal (tengkulak) ataupun produsen. Pedagang eceran ini mempunyai fungsi dalam pembelian barang yang mencakup pencarian sumber penawaran, menghimpun barang yang akan disalurkan kepada konsumen, menganalisa secara terus-menerus barang apa yang akan dibeli oleh konsumen serta menetapkan waktu pembelian dan harga pembelian barang tersebut (Rahardi, 1995).

Pemasaran adalah kegiatan bisnis yang ditunjukkan untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen. Perpindahan barang dan jasa mulai dari subsistem pengadaan atau penyaluran input pertanian, produsen pertanian, pedagang pengumpul dan lembaga-lembaga yang turut serta di dalam proses pemasaran. Biaya pemasaran dan keuntungan pedagang termasuk tinggi dan pembagian hasil pendapatan dari harga produk kurang adil, dengan kata lain pemberian balas jasa fungsi pemasaran serta balas jasa diantara pedagang perantara kurang sesuai dengan sumbangannya masing-masing (Ginting, 2006).

Perubahan harga di pasar dunia dan dalam negeri memiliki hubungan yang erat bahkan mungkin saling mempengaruhi satu sama lain karena harga yang akan diterima pengekspor akan menjadi dasar penentuan harga yang akan dibayar kepada pedagang perantara dan secara berantai akhirnya kepada petani produsen. Selanjutnya, harga yang diterima petani akan menjadi penentu seberapa banyak volume produksi kopi yang akan dijual ke pasar atau pedagang perantara atau pedagang ekspor. Jika seandainya harga yang diterima memuaskan, produksi yang ditawarkan ke pasar pun akan meningkat dan begitu sebaliknya (Herman, 2008).

(6)

Struktur pasar di daerah penelitian yang kurang mendukung para petani menyebabkan mereka kurang memperoleh informasi akan pembentukan harga yang terjadi sebenarnya di pasar sehingga sering kali petani hanya memperoleh sedikit keuntungan dari usahataninya. Di bagian hilir, pasar produk pertanian sering terjadi praktik oligopsoni. Ini disebabkan oleh kelembagaan pemasaran hasil-hasil pertanian belum optimal dalam memberikan perannya sebagai penyangga kestabilan distribusi dan harga. Dengan demikian, pada saat panen, harga hasil pertanian di bagian hulu turun tajam. Sebaliknya, kenaikan harga setiap musim paceklik juga sangat signifikan, dimana kelembagaan pemasaran yang menjangkau petani juga kerap dikuasai oleh kelompok tertentu.

Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa petani masih kesulitan dalam memasarkan dan mendistribusikan hasil usahatani mereka. Disamping itu, konsumen akhir di dalam negeri hanya dilayani sedikit distributor besar. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk melakukan riset tentang analisis jaringan agribisnis kopi arabika.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana jaringan agribisnis yang meliputi produsen, pedagang perantara (middleman), konsumen, pembentukan harga, margin pemasaran serta bentuk produk akhir kopi arabika di Kabupaten Dairi?

2) Bagaimana keterkaitan tiap bagian tersebut dalam jaringan agribisnis kopi arabika di Kabupaten Dairi?

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) a) Untuk mengetahui jumlah produktivitas petani kopi arabika di daerah penelitian.

b) Untuk mengetahui asal perolehan modal yang dimiliki pedagang perantara (middleman) dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

c) Untuk mengetahui harga yang terbentuk dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

d) Untuk mengetahui keterkaitan pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

e) Untuk mengetahui bentuk akhir produk kopi arabika yang dijual dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis besarnya margin pemasaran dan efisiensi tataniaga dalam jaringan agribisnis komoditi kopi arabika di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Penelitian dan penulisan ini dilakukan sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2) Penelitian dan penulisan ini ditujukan bagi kalangan akademisi, yang dapat menambah dan memperkaya bahan kajian teori untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan partisipasi suami tentang pemberian ASI terhadap motivasi ibu

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna cokelat gelap, terdapat di bagian tanah yang

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

Tingkat radioaktivitas air tangki reaktor (ATR) dengan cara pengukuran radioaktivitas gross beta selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dapat

Pada sidang penutupan itu pula diperdengarkan Lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya di depan umum, oleh paduan suara yang terdiri dari anggota-anggota PPPI, dipimpin

Namun karena tokoh yang memenangkan hasil pemilu tidak sesuai dengan keinginan Amerika Serikat (sebagai contoh ketika Ahmadinejad keluar sebagai pemenang, sebenarnya Amerika

Ketika melakukan program pembakit listrik oleh tenaga nuklir dapat pula membuat bom nuklir sebagai senjata seperti yang dilakukan Amerika Serikat pada Perang

Namun apabila limbah hasil produksi dapat di gunakan kembali sebagai bahan campuran beton, maka akan mengurangi jumlah bahan utama yang di gunakan, di dalam