1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin banyaknya kategori produk yang tersedia di hyper market, ruang yang tersedia untuk suatu produk akan semakin sempit. Para produsen harus secara bijak memikirkan bagaimana caranya agar produknya tetap mendapatkan tempat yang strategis agar mudah terlihat oleh konsumen. Cara yang biasa ditempuh oleh para produsen agar produknya tetap mendapatkan tempat yang strategis di antara padatnya produk para pesaing adalah dengan melakukan promosi penjualan. Promosi penjualan yang tepat dapat meningkatkan tingkat penjualan suatu produk. Apabila produk tersebut memiliki tingkat penjualan yang baik maka secara otomatis akan mendapatkan tempat yang strategis dan semakin luas sehingga hal ini akan memperbesar peluang produknya untuk dibeli oleh konsumen.
Pada masyarakat dengan tingkat kesejahteraan dan pendidikan yang semakin tinggi, kepedulian akan kesehatan dan penampilan juga akan semakin meningkat. Salah satu elemen yang paling diperhatikan adalah penampilan gigi. Walaupun terlihat sepele tetapi ketika kita memiliki masalah dengan kesehatan dan penampilan gigi, hal ini akan mengurangi rasa percaya diri kita. Dengan biaya hidup yang terus meningkat, masyarakat tetap ingin tampil cantik dengan gigi putih bersih tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan gigi karena biaya untuk perawatan gigi tergolong sangat mahal.
Potensi pasar produk perawatan gigi di Indonesia sangat besar karena pada dasarnya setiap orang butuh produk ini dan hal ini didukung dengan pangsa pasar di Indonesia yang sangat besar yaitu 230 juta jiwa (data BPS, Juli 2007). Selain produk utamanya berupa sikat gigi dan pasta gigi, banyak juga produk turunan dan komplementer seperti pemutih gigi, dental-floss dan obat kumur dengan berbagai variannya.
Di dalam dunia industri pasta gigi, terdapat beberapa segmentasi untuk produk perawatan gigi dan mulut. Kelompok distributor dan retailer biasa menggolongkan produk ini ke dalam golongan treatment (perawatan) dan non-treatment. Produk yang termasuk golongan treatment adalah produk yang dianggap memiliki fungsi khusus untuk merawat kesehatan gigi dan mulut yang lebih sensitif, sedangkan golongan non-treatment merupakan produk bagi pengguna umum yang tidak membutuhkan kandungan khusus dalam produk pasta giginya. Pada umumnya, produk golongan treatment memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan golongan non-treatment.
Selain penggolongan di atas, industri pasta gigi juga membagi produknya menjadi tiga kategori, yaitu kosmetik, medik dan terapatik, Pasta gigi kosmetik (contoh : pepsodent, formula, close up) yang memiliki pangsa pasar terbesar saat ini memilih sasaran konsumen yang sangat memperhatikan penampilan gigi mereka. Biasanya produsen pasta gigi kosmetik akan menggunakan slogan memutihkan gigi dan menyegarkan nafas sebagai pesan promosi mereka. Kategori medik (contoh : sensodyne) memiliki sasaran pengguna yang lebih spesifik, yaitu orang-orang yang memiliki masalah dengan kondisi gigi dan mulutnya. Biasanya mereka yang memiliki
masalah khusus dengan gigi atau kondisi mulut yang sensitif akan diberi saran / resep oleh dokter untuk menggunakan pasta gigi jenis ini. Pasta gigi terapatik (contoh : siwak f) menempati posisi di antara kedua kategori sebelumnya. Pasta gigi ini walaupun memiliki kecenderungan mirip dengan pasta gigi medik, tetapi lebih ditujukan pada perlindungan kondisi mulut dengan menjaga keseimbangan flora di dalam mulut yang antara lain bermanfaat untuk mencegah sariawan dan bau mulut.
Produsen pasta gigi utama di Indonesia saat ini adalah Unilever dengan dua merek unggulannya yaitu Pepsodent dan Close Up yang termasuk dalam kategori pasta gigi kosmetik. Selain sebagai pemimpin pasar dengan jaringan distribusinya yang kuat, Unilever juga merupakan produsen yang paling sering melakukan kegiatan promosi berbagai varian produknya melalui televisi, billboard, dan media lain. Selain Unilever yang telah memiliki fasilitas produksi di Indonesia, terdapat beberapa merek asing lain yang produknya diimport dari luar negeri dan dipasarkan melalaui modern market untuk segmen pasar premium seperti Colgate, Darlie, Crest dan Maxam. Walaupun mereka mampu menguasai pasar di luar Indonesia, tetapi sampai saat ini merek-merek tersebut hanya memilki pangsa pasar yang sangat kecil di Indonesia.
Peneliti memilih Hyper Market sebagai tempat penelitian karena berdasarkan penelitian yang dilakukan Nielsen , jumlah hyper market dan super market yang ada di Indonesia dibandingkan dengan total penduduk termasuk paling kecil di dunia, sehingga diperkirakan hyper market memiliki peluang untuk terus tumbuh di masa depan. Dengan penduduk sekitar 230 juta, Indonesia seharusnya memiliki jumlah ideal hyper market sebesar 23.320 unit, dengan perhitungan 1 juta penduduk dilayani
dengan 10 hyper market dan 100 supermarket. Sedangkan saat ini jumlah gerai modernyang ada di Indonesia baru 1.125 toko atau hanya sebesar 4%.
Tabel 1.1 Perbandingan Jumlah Hyper Market dan Supermarket
Negara Jumlah Ideal Realisasi
Argentina 4.070 1.100 Brazil 19.250 8.000 China 140.800 40.000 Hungaria 1.100 900 India 115.400 40.004 Indonesia 23.320 1.125 Korsel 5.300 3.900 Malaysia 2.640 700 Polandia 4.300 2.300 Republik Czehnya 1.100 1.400 Rusia 15.840 4.000 Thailand 6.820 900 Turki 7.700 2.400
Sumber : Bisnis Indonesia, 24 April 2008
Penelitian ini akan dilakukan di hyper market yang ada di Jakarta khususnya Carrefour dan Hypermart karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Indonesia kedua toko modern tersebut merupakan toko modern yang paling diminati
oleh masyarakat. Dari survey yang dilakukan Nielsen Indonesia, untuk wilayah Jadetabek (Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, Bekasi) tercatat konsumen paling banyak menyatakan ketergantungan pada Carrefour untuk berbelanja, sedangkan untuk wilayah Makasar, Hypermart lebih unggul.
Tabel 1.2 Perbandingan antara Carrefour dan Hypermart
Tanggapan Konsumen (%) Carrefour (Jadetabek) Hypermart (Makassar) Rekomendasi 20 16 Terfavorit 17 16 Ketergantungan 8 14 Langganan 23 50
Akan belanja lagi 63 67
Mencoba 74 82
Dengar dan tahu 97 94
Sumber :Bisnis Indonesia, 13 Februari 2008
1.2 Permasalahan
Selama ini para produsen pasta gigi lebih banyak mempromosikan iklannya melalui media Above The Line (ATL) karena media ini memiliki jangkauan yang luas, tetapi kekurangan dari media ini adalah konsumen tidak bisa berinteraksi langsung. Maka media promosi ATL harus didukung oleh promosi melalui media Below The Line (BTL) karena hal –hal yang mempengaruhi keputusan konsumen
untuk membeli biasanya terjadi di Point of Purchase dimana hal ini dapat dijangkau oleh media promosi BTL. Dengan jenis pasta gigi yang semakin banyak dan di antara produk yang satu dengan yang lainnya menawarkan keunggulan yang hampir sama maka konsumen akan merasa bingung untuk menentukan pilihannya. Para produsen harus mencari cara lain untuk mendekatkan diri dengan konsumennya. Pasta gigi merupakan jenis produk personal care, dimana untuk jenis produk ini konsumen akan lebih selektif dalam memilih produk yang akan dibelinya karena berhubungan dengan penampilan mereka. Untuk menarik minat konsumen para produsen harus mendekatkan diri dengan konsumennya melalui promosi penjualan di titik penjualan secara langsung.
Permasalahan yang kemudian timbul adalah produsen harus mengetahui jenis promosi penjualan seperti apa yang disukai oleh konsumen agar terlihat berbeda dan dapat menarik minat para konsumen untuk mencoba dan akhirnya melakukan repeat buying.
1.3 Tujuan & Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui promosi penjualan apa saja yang dapat menarik minat konsumen.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh promosi penjualan tersebut terhadap pilihan konsumen ketika membeli pasta gigi.
3. Untuk mengetahui seberapa besar minat konsumen dalam mengikuti berbagai jenis promosi penjualan yang ada.
Manfaat yang ingin dicapai dengan melakukan penelitian ini adalah
1. Memberikan informasi mengenai promosi penjualan apa saja yang dapat menarik minat konsumen.
2. Memberikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh promosi penjualan tersebut pada konsumen dalam membeli pasta gigi.
3. Memberikan masukan kepada produsen pasta gigi agar melihat promosi penjualan sebagai alat yang dapat mengefektifkan proses bisnisnya dalam hal ini pemasaran.
1.4 Ruang
Lingkup
Dalam penelitian ini, saya membatasi ruang lingkup penelitian yakni :
1. Penelitian ini saya lakukan terhdap konsumen yang membeli pasta gigi di hyper market yang ada di Indonesia khususnya di Jakarta.