BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga
2.1.1. Pengertian keluarga
Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007).
Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan
melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian keluarga (Sudiharto, 2007).
2.1.2. Bentuk keluarga
Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut: a. Keluarga inti (Nuclear family), adalah keluarga yang
dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
b. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
c. Keluarga besar (extend family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu, termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families). d. Keluarga berantai (social family), keluarga yang
terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
e. Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
f. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama. g. Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang
menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini mulai diterima
h. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat dijumpai bentuk keluarga
yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.
i. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan.
(Sudiharto, 2007)
2.1.3. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif
Fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
2. Fungsi sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar peran lingkungan sosial.
3. Fungsi reproduksi
Fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4. Fungsi ekonomi
Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan 5. Fungsi perawatan kesehatan
Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. (Sudiharto, 2007)
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Tujuan keluarga lebih mudah dicapai pada saat komunikasi jelas dan langsung (Potter, 2005).
2.1.4. Tumbuh Kembang Keluarga
Menurut Duval (1977) dalam Sudiharto (2007) membagi 8 tahap perkembangan keluarga antara lain :
• Tahap 1 pasangan baru menikah (keluarga baru) Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan).
• Tahap 2 menanti kelahiran (child bearing family) Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga), membagi waktu untuk individu, pasangan, dan keluarga.
• Tahap 3 keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai dengan 6 tahun
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak yang
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga.
• Tahap 4 keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 tahun sampai 12 tahun
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-anak dalam mencapai prestasi baik disekolah, membantu anak-anak membina hubungan dengan
teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-masing anggota keluarga.
• Tahap 5 keluarga dengan dewasa awal
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi kebebasan anak dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas anak dan melakukan komunikasi yang terbuka di antara orang tua dengan anak-anak.
• Tahap 6 keluarga dengan anak dewasa (pelepasan) Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota kelurga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali hubungan
perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
• Tahap 7 keluarga usia pertengahan
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuatkan hubungan perkawinan, dan meningkatkan usaha promosi kesehatan.
• Tahap 8 keluarga usia lanjut
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat dan menemukan arti hidup.
2.1.5. Teori dukungan keluarga
Umumnya dukungan keluarga penting bagi psikologi seseorang terutama dalam membentuk minat dan motivasi seseorang. Teori menurut Hogue, 1977; MacElveen, 1978 dukungan keluarga merupakan
sistem-sistem yang memberikan dukungan
pemeliharaan dan emosional bagi anggota keluarga sehingga dapat memenuhi beberapa kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Sistem-sistem dukungan keluarga juga berhubungan dengan moral dan kesejahteraan anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem-sistem ini akan bekerja memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi anggota keluarga (Friedman, 1998).
Notoadmodjo (1993) mengatakan bahwa komponen yang memungkinkan terjadinya perilaku yaitu dengan adanya dukungan keluarga seperti sarana dalam keluarga yaitu sumber daya ekonomi (besarnya pendapatan keluarga, tabungan) (Maulana, 2009).
2.1.6. Komponen dukungan keluarga
Caplan (1976) menerangkan bahwa keluarga memiliki 4 komponen jenis dukungan antara lain:
1) Dukungan informasi
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator atau penyebar informasi
2) Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing, menengahi, pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
3) Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkret
4) Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat untuk membantu penguasaan terhadap emosi
Dalam hal ini, penelitian yang hendak diteliti sangat berkaitan erat dengan 4 komponen keluarga karena tanpa komponen tersebut dukungan keluarga tidak dapat terbentuk (Friedman, 1998).
2.2 Minat
2.2.1. Pengertian Minat
Minat merupakan dorongan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan dan pikiran (Habsari, 2005).
Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan bagian dari prasangka dan minat juga penting dalam pengambilan keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan suatu kegiatan menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya (Gunarsa, 2008).
Menurut Walgito (2004) mengatakan bahwa minat adalah suatu keadaan perhatian seseorang terhadap objek, yang disertai rasa ingin tahu, ingin membuktikan lebih lanjut tentang hal yang diketahuinya. HC Witherington yang dikutip oleh Suharsimi (2006), mengemukakan bahwa minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya.
Pada umumnya minat dapat menentukan sebuah sikap seseorang dalam mengambil tindakan. Dalam keperawatan, sikap baik merupakan hal yang dituntut dalam setiap individu sebab, perawat merupakan role model bagi setiap pasien dan masyarakat umum lainnya yang harus dimiliki oleh seorang perawat demi mensejahterakan manusia (Gunarsa, 2008).
2.2.2. Kriteria Minat
Kriteria Minat Menurut Nursalam (2003), minat seseorang dapat digolongkan menjadi
a. Rendah
Jika seseorang tidak menginginkan obyek minat b. Sedang
Jika seseorang menginginkan obyek minat akan tetapi tidak dalam waktu segera.
c. Tinggi
Jika seseorang sangat menginginkan obyek minat dalam waktu segera.
2.2.3. Aspek Minat
Minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: (Hurlock, 1995) a) Aspek Kognitif
Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan berbagai jenis media massa. b) Aspek Afektif
Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.
c) Aspek Psikomotor
Pada aspek psikomotor, minat dapat berjalan dengan lancar jika seseorang menyukai suatu kegiatan. Tetapi meskipun seseorang tidak memiliki
minat terhadap suatu kegiatan, minat tersebut akan tetap meningkat walaupun prosesnya lambat.
2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat
Minat tentunya tidak akan timbul begitu saja, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya minat. Menurut Crow and Crow yang dikutip oleh Widodo (1989), membagi faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya minat menjadi tiga yaitu : 1. Faktor dorongan dari dalam (The factor of inner
urges)
Faktor yang berasal dari dalam individu yang mendorong dilaksanakannya suatu kegiatan
2. Faktor motif sosial (The factor social motive)
Faktor yang membangkitkan minat untuk melaksanakan kegiatan, agar dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain.
3. Faktor emosional (The emotional factor)
Yang mendasari timbulnya minat yaitu yang ada setelah dirasakan emosi menyenangkan pada suatu peristiwa sebelumnya.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wijandi (2000), bahwa faktor-faktor
yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Faktor kebutuhan diri
Dalam kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan.
2. Faktor-faktor sosial
Faktor sosial yaitu timbul karena minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial, yaitu kebutuhan untuk mendapat pengakuan dan harga diri lingkungan dimana ia berada.
3. Faktor emosional
Merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuatu kegiatan atau objek tertentu.
2.3 Motivasi
2.3.1. Pengertian Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Banyak batasan pengertian tentang motivasi diantaranya yaitu:
1. Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry G. (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku.
2. Sedangkan Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang.
3. Knootz (1972) merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan atau usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan (motivation
refers to the drive and efford to satisfy a want or goal)
4. Berbeda dengan Hasibuan (1995) yang merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan
(want) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya
seseorang bertindak atau berperilaku. Ia menambahkan bahwa setiap motif mempunya tujuan tertentu yang ingin dicapai.
(Notoatmodjo, 2010)
Menurut Nancy Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon
(Sunaryo, 2004). Sedangkan Sortell dan Kaluzny (1994) mengartikan motivasi sebagai perasaan atau pikiran
yang mendorong seseorang melakukan atau
menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku (Suarli, 2009).
Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dari dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya:
1. Hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan
2. Dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan 3. Harapan dan cita-cita
4. Penghargaan dan penghormatan atas diri 5. Lingkungan yang baik
6. Kegiatan yang menarik (Nursalam, 2008).
2.3.2. Bentuk-bentuk motivasi
Menurut Elliot et al. (2000); Sue Howard (1999) dalam Nursalam (2008) motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri
(instrinsik) dan dari lingkungan (ekstrinsik). Motivasi
instrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai
motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut. Elliot et al. (2000) dalam Nursalam (2008), mencontohkan dengan nilai, hadiah, dan/atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.
Memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai “apa yang membuat orang tergerak” (Stoner & Freeman, 1995). Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas:
1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu.
2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu.
3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.
(Suarli, 2009).
2.3.3. Teori motivasi
Motivasi untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, dilandasi oleh adanya keinginan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Motif merupakan suatu dorongan atau suatu kehendak yang mendasari munculnya suatu
tingkah laku. Jadi, motivasi dapat diartikan sebagai suatu kekuatan atau tenaga pendorong untuk melakukan suatu hal atau menampilkan sesuatu perilaku tertentu (Gunarsa, 2008).
Menurut Gibson teori-teori motivasi dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu teori kepuasan dan teori proses. Menurut Gibson, teori proses motivasi berusaha menerangkan dan menguraikan bagaimana perilaku seseorang digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Teori proses motivasi terdiri atas teori penguat, teori pengharapan, teori keadilan, dan teori penetapan tujuan.
a. Teori penguatan (Skinner’s reinforcement theory) Skinner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang disebut operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi perilaku. Perilaku merupakan
operant, yang dapat dikendalikan dan diubah
melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena penguat akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu respons atau menyebabkan pengulangan.
b. Teori pengharapan (Victor H. Vroom’s expectancy
theory)
Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas oleh Porter dan Lawler. Inti dari teori
harapan terletak pada pendapat yang
mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan (Siagian, 2004)
c. Teori keadilan (Adam’s equity theory)
Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari pada asumsi bahwa puas atau tidaknya seseorang terhadap apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan dan jam kerjanya dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut (Mangkunegara, 2005)
d. Teori penerapan tujuan (Edwin Locke’s theory)
Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi
juga memengaruhi orang tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya (Mangkunegara, 2005). Kejelasan tujuan yang
hendak dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan membuat prestasi yang meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai (Siagian, 2004) (Nursalam, 2008).
2.4 Masa Usia Mahasiswa
Pada segi umur, kelompok mahasiswa terdiri dari pemuda-pemudi yang berumur sekitar umur 18 sampai 25 tahun. Masa umur antara 18 sampai 25 tahun inilah masa usia mahasiswa sebenarnya. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya (Ahmad HA., Munawar S., 2005).
Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini merupakan pemantapan pendirian hidup. Beberapa ahli menggambarkan penemuan atau penentuan pendirian hidup itu sebagai proses penemuan identitas diri (self
identify), yaitu diri sebagai pendukung dan pelaksanaan
nilai-nilai tertentu (Ahmad HA., Munawar S., 2005).
2.5 Masa Usia Orang tua
Menurut tugas perkembangan Erikson, tugas
perkembangan usia baya adalah mencapai generativitas. Generativitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generativitas dengan anak-anaknya. Menurut Edelman dan Mandle (1994) pada umumnya masa dewasa tengah dimulai sekitar umur 30-an dan berakhir pada 60-an, biasanya pada dewasa tengah menemukan kesenangan istimewa dalam membantu anak-anaknya agar menjadi dewasa yang produktif dan bertanggung jawab (Potter, 2005).
2.6 Konsep Keperawatan
Definisi perawat menurut Internasional Council of Nurses (1973), fungsi unik dari perawat adalah membantu seorang individu sakit atau sehat dalam pencapaian semua aktivitas yang mendukung kesehatan dan kesembuhannya (atau meninggal dengan damai) agar ia dapat melaksanakan tugas jika ia memiliki kebutuhan yang kuat. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Keperawatan, yang kemudian diperbarui dengan Kepmenkes RI No. 1239/Menkes/SK/XI/2001, dijelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Asmadi, 2008). Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap individu-individu yang bersangkutan (Suhaemi, 2004).
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan (Asmadi, 2008). Menurut Murwani (2008) keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keahliannya. Keperawatan ada sejak manusia di muka bumi. Awalnya keperawatan bukanlah suatu profesi, melainkan aktivitas yang dilakukan oleh manusia karena adanya kepedulian terhadap orang lain, kepedulian terhadap penderitaan orang lain, dan kepedulian untuk membantu orang yang tidak mampu atas dasar dorongan naluri. McDougall, 1933 dalam McGhie, 1996 menyatakan setiap manusia
mempunyai naluri yang menjadi pendorong utama bagi mereka untuk bertindak atau berperilaku (Asmadi, 2008).
Keperawatan dikenal pula dengan istilah “mother instinct”, sebab berawal dari suatu dorongan naluriah. Naluri yang berperan adalah naluri keibuan, naluri untuk memberikan perlindungan, dan naluri sosial. Terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu/perempuan dengan bapak/laki-laki, baik secara fisik maupun psikis. Kelebihan perempuan atas laki-laki secara kodrati adalah kepekaan dan emosi mereka. Menurut Inayat Khan (2000), perempuan secara tabiat lebih intuitif (lebih peka) daripada pria. Dengan demikian, sebagai suatu pekerjaan yang didasarkan atas naluri, keperawatan banyak dilakukan oleh perempuan. Akan tetapi, jika menimbang perkembangan keperawatan saat ini sebagai suatu profesi yang didasarkan atas keilmuan dan seni (science and art), tidak sembarang orang menjadi perawat apalagi menjalankan tugas-tugas keperawatan (Asmadi, 2008).
Tidak banyak literatur yang membahas sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana sejarah perkembangan pada umumnya, sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia juga dipengaruhi oleh latar belakang sejarah bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan hegemoni yang diterapkan bangsa Eropa dan
Jepang terhadap Indonesia. Peran penjajah berpengaruh besar terhadap perkembangan keperawatan di Indonesia (Asmadi, 2008).
2.7 Kerangka Konseptual
Pada penelitian ini sesuai dengan teori dukungan keluarga, minat dan motivasi menjadi perawat yang dinyatakan dalam teori Friedman, 1998 sesuai dengan pernyataannya bahwa dukungan keluarga juga berhubungan dengan moral dan kesejahteraan anggota keluarga yang akan bekerja memperbaiki motivasi positif. Dikaitkan juga pada teori Hurlock, 1995 menyatakan bahwa minat dinyatakan dengan sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat dan pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua dan teori motivasi dalam Nursalam, 2008 yang menyatakan bahwa pentingnya pengaruh motivasi bagi seseorang sehingga bisa meningkatkan perkembangan seseorang terhadap sesuatu dan Menurut Dirgagunarsa, 1978 bahwa motivasi adalah dorongan untuk bertindak atau disebut dengan bertingkah laku.
Profesi sebagai perawat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dan dibutuhkan orang yang sungguh-sunggguh siap dan matang dalam melakukan profesi tersebut. Dibawah ini terdapat kerangka teori yang digunakan dalam penelitian.
Kerangka teori digunakan sebagai acuan dalam membuat
definisi operasional pada penelitian yaitu:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Keterangan:
Area yang diteliti
Area yang tidak diteliti
Menurut Friedman, 1998 Dukungan keluarga: 1) Dukungan informasi 2) Dukungan penilaian 3) Dukungan instrumental 4) Dukungan emosional
Menurut Hurlock, 1995 Aspek Minat :
a) Aspek Kognitif b) Aspek Afektif c) Aspek Psikomotor
Menurut Gibson teori motivasi dibagi menjadi dua yaitu:
1) Teori kepuasan
• teori hierarki kebutuhan
• teori ERG
• teori dua faktor
• teori kebutuhan yang dipelajari • teori pengharapan • teori keadilan • teori penerapan tujuan 2) Teori proses • teori penguatan
2.8 Hipotesis
Menurut Sugiono (2010), hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Terdapat 2 macam hipotesis, yaitu hipotesis hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol diartikan sebagai tidak adanya hubungan antara parameter dengan statistic, atau tidak adanya hubungan antara ukuran populasi dan ukuran sampel. Hipotesis alternative merupakan lawan dari hipotesis nol.
Dalam penelitian ini, hipotesis yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
2.5.1. Hipotesis nol (H0): tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan minat dan motivasi menjadi perawat pada mahasiswa keperawatan Program Studi Ilmu keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana
2.5.2. Hipotesis alternatif (H1) : ada hubungan antara dukungan keluarga dengan minat dan motivasi menjadi perawat pada mahasiswa keperawatan Program Studi Ilmu keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana