8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti yang memiliki kesamaan tema. Yang pertama penelitian Riko Purnando (2018) dalam penelitian yang berjudul Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Alam Bengkulu Mahira menejelaskan bahwa beberapa anak berkebutuhan khusus seperti down syndrome, autis, tunagrahita dalam interasksi social beberapa anak sudah dapat berkomunikasi dengan baik dengan anak berkebutuhan khusus lainnya, teman-temannya yang normal, dan juga para guru, akan tetapi ada beberapa anak yang dalam interaksi sosialnya belum dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang disekitarnya.
Kedua, penelitian Anisa Az Zahra (2019) dalam penelitian yang berjudul Interaksi Anak Berkebutuhan Khusus menjelaskan bahwa bentuk interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di SMA SLB Dharma Bhakti tidak menimbulkan hambatan. Interaksi social yang dilakukan anak berkebutuhan khusus dapat berjalan layaknya anak-anak normal pada umumnya, akan tetapi perbedaannya anak berkebutuhan khusus berkomunikasi menggunakan bahasa yang mereka pahami. Seperti pada anak tunagrahita mereka berkomunikasi dengan bahasa yang sangat sederhana, tidak berbelit-belit, dan sangat jelas. Sedangkan anak tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Di lingkungan sekolah anak-anak berkebutuhan khusus lebih sering berkomunikasi dengan sesama
9
penderita dibandingkan dengan penderita lainnya ataupun anak normal lainnya. Adapun faktor penghambat anak berkebutuhan khusus dalam berinteraksi ialah faktor internal yang ada pada diri anak, faktor eksternal, dan kombinasi faktor internal dan eksternal, ketiga faktor tersebut yang menghambat anak berkebutuhan khusus dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Ketiga, penelitian Baiq Ning Riska Hidayat (2018) dalam penelitian yang berjudul Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah menjelaskan bahwa Ada beberapa anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan lambat belajar yang dapat menjalin interaksi sosialnya secara wajar di sekolah itu artinya anak tersebut dapat melakukan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah. Sementara itu, ada anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan lambat belajar yang tidak mampu melakukan interaksi sosial secara wajar, hal ini teridentifikasi mengalami hambatan yang berbeda-beda, hal ini berdasarkan dengan hasil penelitian sebagai berikut :
1. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya sepeti data yang di dapatkan adalah ada tiga jenis yaitu tungrahita, lambat belajar, dan cacat fisik.
2. Anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan lambat belajar di SDN 3 praya, dapat melakukan interaksi sosialnya secara wajar dengan sesama anak tunagrahita dan lambat belajar. Artinya, anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan lamabat belajar dapat menjalin kontak sosial dan
10
komunikasi dengan sesama anak tunagrahita dan lamabat belajar tanpa mengalami hambatan.
3. Anak berkebutuhan khusus tunagrahita dan lambat belajar mampu menjalin interaksi social dengan teman-temannya yang normal dan juga dengan para guru.
Dari uaraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama tentang interaksi social anak berkebutuhan khusus saat berada di lingkungan sekolah, adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan ialah pada penelitian terdahulu hanya meneliti tentang interaksi social sedangkan penelitian yang akan dilakukan juga meneliti tentang penerimaan social anak berkebutuhan khusus saat berada di lingkungan sekolah dan secara umum pada penelitian terdahulu difokuskan pada anak berkebutuhan khusus tertentu, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan fokus penelitiannya anak berkebutuhan khusus secara umum.
B. Konsep Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial
Menurut Baswori (2005:138) interaksi social merupakan hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia.
Sedangkan Gilin dan Gilin berpendapat interaksi social merupakan hubungan social yang dinamis yang mana menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
11
maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2014:55)
Selanjutnya dalam Ahmadi (2007:49) Bonner mendefinisikan interaksi social adalah hubungan antara perorangan atau lebih, yang mana individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi social merupakan hubungan yang timbal balik antara dua orang atau lebih, masing-masing individu tersebut terlibat di dalamnya, memainkan peran secara aktif dan hubungan tersebut bisa mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari tentuya manusia saling membutuhkan, hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk social, interaksi social merupakan sebuah kunci dari kehidupan social manusia, dengan adanya komunikasi ataupun interaksi antara satu sama lainnya dengan demikian kehidupan social dapat berjalan dengan baik, jika tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antara satu sama lainnya maka tidak memungkinkan adanya kehidupan bersama dan jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok social yang saling berinteraksi, maka dari itu dapat dikatakan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses social itu sendiri.
12 2. Ciri-ciri Interaksi Social
Adapun menurut Baswori (2005:139) ciri-ciri interaksi social sebagai berikut :
a. Pelaku lebih dari satu orang.
b. Komunikasi antar pelaku menggunakan symbol-symbol.
c. Adanya dimensi waktu yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.
d. Adanya kesamaan tujuan atau tidak.
Sependapat dengan Baswori, Wulansari (2009:39) menyatakan ciri-ciri interaksi social diantaranya :
a. Jumlah pelaku lebih dari satu orang.
b. Komunikasi menggunakan symbol-symbol antar pelakunya.
c. Adanya dimensi waktu, yang menetapkan sikap dari aksi yang sedang berlangsung.
d. Adanya tujuan yang dimaksud. 3. Syarat Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial (social contact) dan komunikasi (communication).
1. Kontak social (social contact)
Kontak social menurut Baswori (2005:140) merupakan hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-msing dalam kehidupan msyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak lainnya.
13
Kontak tidak langsung maupun secara langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara, misalnya melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain.
Kontak social menurut Soekanto (2014:59) dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut :
1. Antara orang perorangan.
2. Antara orang perorangan dengan kelompok manuasia atau sebaliknya.
3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
2. Komunikasi
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin di sampaikan oleh orang lain tersebut (Soekanto, 2014:60).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi mirip dengan kontak social, adanya kontak belum tentu berarti komunikasi telah terjadi. Komunikasi sendiri menuntut adanya pemahaman makna atas satu pesan dan tujuan bersama antara masing-masing pihak. Misalnya orang sunda bertemu dan berjabat tangan dengan orang jawa, lalu mereka berbicara menggunakan bahasa daerah masing-masing. Dalam contoh tersebut, kontak
14
social sebagai syarat pertama telah terjadi, akan tetapi komunikasi belum terjadi karena keduabelah pihak tidak saling mengerti dan interaksi sosialpun tidak terjadi. Apabila dihubungkan dengan interaksi social, kontak tanpa komunikasi tidak memiliki arti. 4. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Menurut Baswori (2005) secara mendasar ada empat macam bentuk interaksi social yang ada dalam masyarakat yaitu Kerja sama (cooperation), Persaingan (competition), Akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation), Pertentangan atau pertikaian (canflict).
a. Kerja sama
Kerja sama adalah suatu bentuk proses social di mana di dalamnya terdapat aktivitas yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu anatara satu dengan yang lainnya.
b. Persaingan
Persaingan merupakan usaha untuk mencapai suatu yang lebih daripada orang lain. Persaingan biasanya bersifat individu, apabila hasil dari persaingan itu dianggap cukup untuk memenuhi kepentingan pribadi.
c. Akomodasi
Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan anatara kedua belah pihak yang menunjukan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma social yang berlaku dalam masyarakat.
15 d. Pertikaian dan pertentangan
Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang kearah negative, artinya karena di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya.
5. Jenis-jenis Interaksi Sosial
Menurut Shaw (Ali, 2011:88) membedakan jenis interaksi menjadi tiga jenis diantaranya :
a. Interaksi verbal, interaksi verbal dalam prosesnya terjadi dalam bentuk saling tukar percakapan.
b. Interaksi fisik terjadi apabila dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa tubuh.
c. Interaksi emosional merupakan interaksi yang terjadi apabila individu melakukan kontak satu sama lain dengan curahan perasaan.
C. Konsep Penerimaan Sosial 1. Pengertian Penerimaan Sosial
Penerimaan social sendiri berkaitan dengan sikap positif atau negative dari orang-orang. Penerimaan social sangatlah penting dalam kehidupan, baik penerimaan diri maupun penerimaan individu dalam suatu kelompok tertentu. Adapun penerimaan sendiri ialah suatu keadaan seseorang dapat menerima keadaan apapun yang ada dalam dirinya sendiri, sedangkan penerimaan dalam suatu kelompok ialah
16
dapat diterimanya seseorang di suatu kelompok yang ditunjukan dengan sikap positif.
Menurut Hurlock (1978:293) penerimaan social berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Sedangkan menurut Dulisanti (2015:54) penerimaan social diartikan sebagai perhatian positif yang ditunjukan oleh orang lain. Perhatian yang positif dari lingkungan sekitar menjadi salah satu factor seseorang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, perhatian positif dari lingkungan sendiri didapat dengan diawali perilaku yang positif juga sehingga akan adanya timbal balik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan social merupakan dapat diterimanya seseorang di lingkungan sekitarnya dengan ditunjukan sikap positif dari lingkungannya tersebut. Agar dapat diterima oleh lingkungan sosialnya seseorang harus dapat mengikuti nilai dan norma yang berlalu di dalam lingkungan tersebut. Akan tetapi berbeda dengan anak berkebutuhan khusus yang biasanya sulit memahami aturan-aturan yang ada di lingkungannya sehingga dalam hal ini orang-orang yang ada di sekitar anak berkebutuhan khusus sebaiknya memahami keadaannya dengan menerimanya dengan baik.
2. Ciri Penerimaan Sosial
Hurlock (1978:296) menyatakan bahwa ada beberapa ciri yang menyebabkan seseorang diterima, yang disebut dengan sindrom
17
penerimaan atau sekumpulan ciri yang memungkinkan timbulnya penerimaan dari orang lain, diantaranya :
a. Hampir semua anak yang diterima secara social bersifat ramah dan kooperatif.
b. Dapat menyesuaikan diri tanpa menimbulakn kekacauan di lingkungannya.
c. Mengikuti peraturan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat.
d. Mau berbagi sesuatu yang dimilikinya.
e. Mau berbagi dalam setiap permainan yang dimainkan secara berkelompok.
f. Memiliki sikap tanggung jawab.
g. Berorientasi pada kelompok dan tidak egoisentris.
h. Bersikap apa adanya, tidak berlebihan dalam penyesuaian dirinya. 3. Faktor Penerimaan Sosial
Mappiare (1982:170) menyatakan bahwa seseorang yang dapat diterima secara social memiliki beberapa factor diantaranya :
a. Performance (penampilan) dan perbuatan diantaranya : tampang yang baik atau rapi serta active dalam urusan kelompok.
b. Kemampuan dalam berpikir diantaranya : memiliki inisiatif, banyak memikiran kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikiran.
c. Sikap,sifat dan perasaan diantaranya : bersikap sopan, memerhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan amarah,
18
suka menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama pada anggota kelompok yang bersangkutan.
d. Keperibadian diantaranya : jujur dan dapat dipercaya serta bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, menaati peraturan-peraturan kelompok, serta mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan social.
e. Pemurah atau tidak pelit tidak kikir.
Mappiare (1982:171) juga menambahkan bahwa seseorang yang ditolak secara social dikarena beberapa factor diantanya :
a. Performance (penampilan) dan perbuatan diantanya : sering menantang, malu-malu dan sering menyendiri.
b. Kemampuan pikir diantaranya : bodoh atau dapat dikatakan tolol. c. Sikap dan sifat diantaranya : suka melanggar norma serta nilai-nilai
yang ada dalam kelompok, suka menguasai anak yang lain, suka curiga dan suka melakukan kemauannya sendiri, dan factor yang lainnya yaitu :
d. Factor rumah yang terlalau jauh dari rumah teman kelompoknya. D. Hubungan Antara Interaksi Sosial dan Penerimaan Sosial
Thibaut dan Kelly (Ali, 2011:87) mendefinisikan interaksi social merupakan sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Menurut Walgito (2004:57) interaksi social adalah hubungan antara individu satu dengan individu
19
yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi social merupakan suatu hubungan yang mempertemukan individu satu dengan individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok ataupun sebaliknya. Interaksi dapat mempengaruhi kehidupan individu yang melakukan interaksi itu sendiri, artinya interaksi social mempunyai dampak yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup.
Menurut Hurlock (1978:293) penerimaan social berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok di mana seseorang menjadi anggota. Dalam perkembangan social, setiap orang membutuhkan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan interaksi social setiap orang tentu berbeda-beda, oleh karena itu setiap orang harus memiliki kemampuan interaksi social yang baik agar terciptanya hubungan yang baik pula antar individu.
Pada perkembangan sosialnya anak sangat tergantung pada penerimaan orang-orang di sekitarnya, lingkungan social sangat perperan penting dalam perkembangan anak. Semua orang memiliki sejumlah kebutuhan social dasar, diantaranya seperti kasih sayang, kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, kebutuhan untuk dihargai, teman yang menyenangkan, keakraban dan penerimaan oleh lingkungan social.
Besarnya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan social anak mengharuskan akan melakukan apa saja untuk dapat diterima di
20
lingkungannya, penerimaan orang-orang di lingkungan sekitar didasari oleh kemampuan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Seseorang agar dapat di terima dalam lingkungannya harus dapat menyesuaikan dengan lingkungannya tersebut. Penyesuaian itu meliputi rasa saling menghargai, kemampuan dalam berpikir, sikap dan prilaku serta partisipan dalam lingkungan tersebut.
Seseorang yang merasa bahwa lingkungannya dapat menerimanya maka akan tahu bagaimana seharusnya berprilaku dalam lingkungan tersebut. Sebaliknya apabila mereka memandang bahwa mereka tidak diterima oleh lingkungannya maka akan berakibat negative seperti ruang sosialisasi maupun interaksi dengan orang-orang disekitarnya menjadi sempit sehingga akan menjadikan orang menjadi tertutup, kurang percaya diri, dan susah untuk berkerja sama.
Berkaitan dengan kemungkinan adanya hubungan antara kemampuan interaksi social dengan penerimaan orang-orang disekitar dapat dikatakan bahwa seseorang mampu berinteraksi dengan baik akan mudah di terima oleh lingkungannya. Dengan kata lain semakin baik tingkat interaksi social dengan orang-orang di sekitar maka semakin baik pula tingkat penerimaan sosialnya dan malah sebaliknya, jika semakin rendah tingkat interaksi sosialnya maka penerimaan sosialnya pun akan semakin rendah.
21 E. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Desiningrum (2016:1-2) anak berkebutuhan khusus ialah anak yang memerlukan penanganan khusus dikarenakan adanya gangguan perkembangan dan kelaianan yang dialaminya. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik maupun yang bersifat psikologis.
Ramadhan (2013:10) Anak berkebutuhan khusus ialah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak pada umumnya. Sedangkan Heward (Nuraini, 2017:2) mengungkapkan anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus ialah anak yang istimewa yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dalam proses pertumbuhannya anak berkebutuhan khusus tidak sama dengan anak lainnya, sehingga akan memungkinkan anak berkebutuhan khusus memiliki sikap menghindar, rendah diri, dan memiliki minat belajar yang sangat rendah.
Anak berkebutuhan khusus memiliki pernbedaan baik perbedaan intraindividual yang signifikan yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi social sehingga dalam menegembangkan potensinya di butuhkan pendidikan dan pengajaran yang tidak sama sperti anak pada
22
umumnya. Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk anak-anak istimewa, anak-anak luar biasa yang mengalami kelainan dalam konteks pendidikan.
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut (IDEA) Individuals with Disabilities Education Act Amandements mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus sebagai berikut (Desiningrum, 2016:7-8) :
a. Anak dengan ganguan fisik :
1. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/lowvision).
2. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagaian dari pendengarannya.
3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kalainan atau cacat yang menetap pada alat gerak seperti pada tulang, sendi dan otot.
b. Anak dengan gangguan emosi dan prilaku :
1. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam hal penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
2. Tunawicara, yaitu anak yang memiliki gangguan komunikasi seperti kelainan suara, artikulasi (pengucapan).
3. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, yang disebabkan disfungsi
23
neurologis dengan gejala utama tidak dapat mengendalikan gerakan dan memusatkan perharian.
c. Anak dengan gangguan intelektual.
1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan mental.
2. Anak lamban belajar (slowleaner), yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal.
3. Anak berkesulitas belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus. 4. Anak berbakat, yaitu anak yang memiliki bakat atau
kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
5. Autism, yaitu gangguan yang disebabkan oleh adanya gangguan pada system syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi social.
6. Indigo, yaitu manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang dimiliki manusia pada umumnya.
F. Konsep Pendidikan Inklusif
Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam memperoleh kehidupannya termasuk mendapatkan pendidikan yang layak pendidikan yang merupakan hak yang asasi harus dapat memperoleh pendidikan yang layak, melekat pada diri semua orang seperti yang tertera
24
dalam undnag-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Pendidikan yang layak tidak hanya penting bagi anak normal pada umumnya, sama halnya dengan anak berkebutuhan khusus juga sangat membutuhkan pendidikan. Anak berkebutuhan khusus sama halnya dengan anak-anak pada umumnya yang wajib mendapatkan pendidikan, sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Bab IV pasal 5 ayat I yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, dalam hal ini termasuk di dalamnya anak yang berkebutuhan khusus. Sistem pendidikan inklusi memberikan kesempatan belajar pada anak-anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak-anak pada umumnya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sependapat dengan Shevin (Sunaryo, 2009:6) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif ialah system layanan pendidikan yang mensyaratkan untuk semua anak berkelainan dilayani di sekolah terdekat, di kelas yang sama bersama anak regular lainnya.
Seperti pada pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republic Indonesia No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa bahwa pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan/atau
25
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain sebagainya.
G. Konsep Lingkungan Sekolah 1. Lingkungan Sekolah
Menurut Sabdulloh (2010:196) bahwa sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang berjenjang dan berkesinambunga, sehingga dapat disebut pendidikan formal dan sekolah adalah lembaga khusus, suatu wahana, suatu tempat untuk menyelenggarakan pendidikan, yang di dalamnya terdapat suatu proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan Dalyono (2009:59) berpendapat bahwa sekolah sebagai tempat yang ikut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semuanya ikut serta dalam mempengaruhi keberhasilan anak.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa lingkungan sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar yang telah
26
di rancang sesuai dengan ketentuan-ketentuan tertentu yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
2. Unsur-unsur Lingkungan Sekolah
Slameto (2010:64-69) menyatakan bahwa ada beberapa unsur dalam lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap belajar yaitu : a. Metode mengajar
Dalam hal ini metode mengajar dapat mempengaruhi belajar, metode guru yang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang baik pula dan malah sebaliknya.
b. Kurikulum
Kurikulum menyajikan bahan pembelajaran agar siswa dapat menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran. c. Relasi guru dengan siswa
Hubungan yang baik antara guru dan siswa akan mendorong peserta didik untuk menyukai guru dan pada akhirnya juga akan menyukai materi pembelajaran sehingga mereka berusaha untuk mempelajari meteri tersebut dengan sebaik-baiknya.
d. Relasi siswa dengan siswa
Menciptakan relasi dengan baik anatara siswa merupakan hal yang sangat penting agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap proses pembelajaran.
e. Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah mecakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/karyawan
27
dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan atau keteraturan lingkungan sekolah.
f. Fasilitas sekolah
Fasilitas sekolah atau alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan dapat menunjang prestasi belajar yang optimal.
g. Waktu sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah.
h. Standar belajar di atas ukuran
Guru berusaha untuk mempertahankan wibawanya, dimana guru perlu memeberikan pelajaran diatas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru oleh karena itu guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
i. Keadaan gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung harus memadai di dalam setiap kelas.
j. Metode belajar
Siswa harus memilih metode belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
k. Tugas rumah
Waktu belajar yang utama adalah di sekolah. Disamping untuk belajar waktu dirumah biarlah untuk kegiatan-kegiatan lainnya.
28 3. Macam-macam Lingkungan
Walgito (2004:51) berpendapat bahwa lingkungan secara garis besar dibedakan menjadi dua diantaranya :
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik merupakan lingkungan yang ada di sekitar manusia yang berupa kondisi alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim, dan sebagainya.
b. Lingkungan social
Lingkungan social merupakan lingkungan masyakarat. Dalam hal ini lingkungan social dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Lingkungsn social primer
Dalam hal ini hubungan anggota satu dengan anggota yang lainnya saling mengenal dengan baik, sehingga pengaruh lingkungan social primer sangat memiliki peranan yang penting.
2. Lingkungan social sekuder
Hubungan anggota yang satu dengan anggota lainnya sedikit longgar hal ini dikarenakan antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya dalam lingkungan sekunder kurang atau saling mengenal satu sama lain.