• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS MASALAH. A. Analisis Fungsi Manifes Terhadap Pengaruh Weton dalam Pelaksanaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS MASALAH. A. Analisis Fungsi Manifes Terhadap Pengaruh Weton dalam Pelaksanaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

56 BAB IV

ANALISIS MASALAH

A. Analisis Fungsi Manifes Terhadap Pengaruh Weton dalam Pelaksanaan Akad Nikah

Akad nikah merupakan prosesi paling penting dalam perkawinan. Dalam akad nikah terdapat ijab qabul antara wali nikah dengan calon suami sebagai pernyataan mengawinkan (ijab) oleh wali nikah dan penerimaan oleh calon suami (qabul). Dalam pelaksanaan tersebut rukun nikah menempati posisi utama, sebagai syarat sahnya suatu perkawinan.

Pelaksanaan akad nikah, selain memenuhi syarat dan rukun nikah terdapat pula tradisi dan kepercayaan adat yang hidup dalam budaya masyarakat, sebagaimana yang terjadi di Desa Pedawang Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan tradisi dan kepercayaan yang ada di dalam masyarakat, pelaksanaan akad nikah tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya. Salah satu budaya yang mempengaruhi pelaksanaan akad nikah yaitu kepercayaan weton dalam perkawinan.

Weton atau hari kelahiran beserta pasarannya merupakan salah satu budaya yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan akad nikah. Penggunaan weton dalam tradisi dan kepercayaan masyarakat digunakan pada saat musyawarah keluarga kedua belah pihak, baik pihak calon suami maupun pihak calon istri. Musyawarah tersebut bertujuan untuk menetapkan pelaksanaan perkawinan serta mempersiapkan prosesi pelaksanaan akad nikah.

(2)

57

Penggunaan weton yang paling utama ialah weton dari:1 1. Calon suami

2. Calon istri

3. Wali/ayah calon istri 4. Ibu calon istri.

Adapun pengaruh weton dalam pelaksanaan akad nikah di dalam masyarakat Desa Pedawang Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan adalah sebagai berikut:2

a. Penentuan waktu

Penentuan waktu pelaksanaan akad nikah berdasarkan kepercayaan weton dalam masyarakat meliputi:

1. penentuan bulan, dalam penentuan bulan perkawinan atau bulan pelaksanaan akad nikah, weton yang digunakan ialah weton dari ayah/wali calon istri dan ibu calon istri. Adapun dalam penentuan bulan pelaksanaan akad nikah tersebut, dilakukan dengan metode kentangan bulan terhadap jumlah neptu weton dari wali/ayah dan ibu calon istri. Hasil sisa kentangan yang paling banyak merupakan bulan yang terbaik untuk melangsungkan akad nikah, namun harus memperhatikan pula larangan-larangan bulan perkawinan berdasarkan kepercayaan weton.

2. penentuan hari, dalam penentuan hari pelaksanaan akad nikah, weton yang digunakan ialah weton dari calon suami dan calon isteri. Adapun dalam

1 Sunaryo, Sesepuh Desa Pedawang, Wawancara Pribadi, Pedawang, 23 Agustus 2014. 2 Ibid.

(3)

58

penentuan hari akad nikah, dilakukan dengan memilih hari yang terbaik diantara tiga hari, yaitu:

a) hari kelahiran calon suami; b) hari kelahiran calon istri; dan c) hari kelahiran wali/ayah calon istri.

dari ketiga hari tersebut, pasti ada salah satu hari yang baik untuk digunakan sebagai hari pelaksanaan akad nikah. Selain ketiga hari tersebut, maka hari-hari yang lain tidak dapat digunakan untuk melangsungkan akad nikah. Namun, apabila dari ketiga hari tersebut sulit didapati hari yang baik, maka hari yang paling aman digunakan untuk melaksanakan akad nikah yaitu hari Selasa Wage.

b. Penentuan wali

Penentuan wali dalam pelaksanaan akad nikah ialah penentuan berdasarkan penentuan hari. Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagai hari pelaksanaan akad nikah, ternyata didapati hari tersebut jeblok bagi sang wali/ayah, maka wali tersebut dilarang untuk menghadiri pelaksanaan akad nikah.

Berdasarkan tradisi yang berlaku di dalam masyarakat tersebut, tidak semua tradisi kepercayaan digunakan dan dilaksanakan dalam pelaksanaan akad nikah di Desa Pedawang. Namun, tidak menutup kemungkinan tradisi kepercayaan yang tidak digunakan di Desa Pedawang dalam melaksanakan akad nikah digunakan di tempat yang lain. Misalkan tradisi sebagai berikut:3

3 Ibid.

(4)

59

1. Penentuan arah

Penentuan arah merupakan tradisi menentukan arah berdasarkan perhitungan arahNaga, baik nogodinomaupun nogotahun. Adapun arah yang ditentukan berdasarkan perhitungan tersebut yaitu:

a. Arah ketika rombongan calon suami keluar rumah untuk menghadiri akad nikah;

b. Arah ketika rombongan calon suami memasuki rumah calon istri untuk melaksanakan akad nikah; dan

c. Arah ketika calon suami mengucapkan ijab qobul dengan wali nikah. Dari ketiga ketentuan di atas, semua ditentukan berdasarkan hari pelaksanaan akad nikah. Untuk di Desa Pedawang tradisi kepercayaan arah dalam pelaksanaan akad nikah tidak digunakan, adapun arah ketika mengucapkan ijab qobul calon suami dan wali nikah lebih berdasarkan dengan kondisi tempat majlis akad nikah. Namun, sering pula calon suami atau dari pihak keluarga calon istri untuk meminta menghadap kearah Barat.

Berbeda dengan di Desa Pedawang, tradisi kepercayaan arah pelaksanaan akad nikah di banyak tempat masih dilaksanakan, semisal Kab. Pekalongan bagian selatan (Paninggaran, Kandangserang, Lebakbarang, Petungkriyono, Doro dan Talun). Selain itu, di daerah Kab. Pemalang bagian selatan juga masih menggunakan perhitungan naga, semisal Watukumpol, Belik dan Moga. Bahkan di daerah Ulujami peneliti juga menemukan perhitungan ini, tepatnya di Desa Rowosari.

(5)

60

Selain itu, di daerah Kab. Batang peneliti juga menemukan perhitungan arah, tepatnya di daerah limpung. Tidak jauh dari Desa Pedawang, di tempat kediaman peneliti tepatnya di Desa Pododadi Kec. Karanganyar yang letaknya bersebelahan dengan Desa Pedawang (Tetangga Desa), peneliti juga menemukan perhitungan Naga dipergunakan dalam beberapa kasus pelaksanaan akad nikah.

Tradisi perhitungan arah, selain dengan menggunakan metode Naga terdapat pula perhitungan arah berdasarkan perhitungan kodokmongkrong.4 Perhitungan kodokmongkrong yang sangat jarang dijumpai, dari beberapa tokoh masyarakat Desa Pedawang hanya pada Bapak Sunaryo didapati perhitungan tersebut. Namun dalam praktek perkawinan di Desa Pedawang, perhitungan kodokmongkrong tidak digunakan. Perhitungan tersebut digunakan untuk acara pindahan rumahdan ketika memasuki rumah baru.

2. Penentuan waktu

Penentuan waktu, khususnya untuk penentuan jam pelaksanaan akad nikah merupakan penentuan jam yang baik untuk melaksanakan akad nikah berdasarkan hari pelaksanaan akad nikah yang telah ditentukan. Adapun dalam penentuan jam pelaksanaan akad nikah, setiap hari memiliki saat-saat atau jam-jam tertentu yang paling baik untuk melaksanakan sesuatu. Bukan hannya untuk melaksanakan akad nikah, dala jam tertentu pada hari yang telah ditentukan juga baik untuk melangsungkan ibadah semisal berdoa.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat desa Pedawang tidak lagi menggunakan perhitungan waktu dalam pelaksanaan akad nikah, hal ini

4 Ibid.

(6)

61

dikarenakan keterbatasan pelayanan jam kerja dari Kantor Urusan Agama yang bertugas melakukan pencacatan pernikahan warga negara yang beragama Islam. Oleh karena hal tersebut, maka pelaksanaan akad nikah biasanya dianjurkan pada pagi hari antara jam 07.00 - 09.00, atau paling lambat-lambatnya sampai pada waktu Sholat Dhuhur (12.00 siang).5

B. Analisis Fungsi Laten Terhadap Pengaruh Weton Dalam Pelaksanaan Akad Nikah

Suatu tradisi atau kepercayaan di dalam masyarakat yang dapat bertahan dalam dinamika kebudayaan merupakan bentuk pembuktian bahwa tradisi atau kepercayaan tersebut memiliki fungsi yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Tradisi atau kepercayaan tersebut dapat bertahan dalam perkembangan zaman dan tetap digunakan dalam masyarakat dikarenakan tradisi atau kepercayaan tersebut merupakan wujud nyata pola pikir masyarakat setempat yang bersifat dinamis serta elastis, sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan ataupun perkembangan budaya.

Tradisi penggunaan weton dalam pelaksanaan akad nikah merupakan wujud akulturasi antara Hukum Islam dan Budaya Jawa. Dalam pelaksanaan akad nikah, Hukum Islam memegang tempat pada ijab qobul, sedangkan budaya berperan pada serba-serbi yang mewarnai pelaksanaan ijab qobul tersebut. Di antara serba-serbi budaya yang mewarnai pelaksanaan akad nikah di dalam masyarakat, khususnya masyarakat Desa Pedawang ialah tradisi atau kepercayaan

5 Arif, Kepala Dusun Pedawang Timur (Plt. Kaur Kesra), Wawancara Pribadi, Pedawang,

(7)

62

akan weton. Penggunaan weton yang mewarnai pelaksanaan akad nikah di Desa Pedawang meliputi: (i) penentuan bulan; (ii) penentuan hari; (iii) penentuan wali. Tradisi kepercayaan penggunan weton dalam pelaksanaan akad nikah di Desa Pedawang dapat bertahan dikarenakan tradisi tersebut mempunyai fungsi dan nilai yang mencerminkan sifat sosial masyarakat. Adapun fungsi serta nilai sosial dari tradisi kepercayaan penggunaan weton dalam pelaksanaan akad nikah di Desa Pedawang adalah sebagai berikut:

1. Tradisi penentuan bulan

Tradisi penentuan bulan merupakan tradisi untuk memilih bulan guna melaksanakan akad nikah. Dalam tradisi tersebut weton berperan dalam besar dalam menentukan bulan perkawinan. Adapun weton yang digunakan dalam tradisi penentuan bulan ialah weton dari wali/ayah calon istri dan weton dari ibu calon istri. Hal tersebut mempunyai beberapa makna diantaranya:6pertama, bahwa anak perempuan sebelum menikah merupakan hak dan tanggung jawab kedua orang tua. Menikahkan anak perempuan merupakan bentuk tanggung jawab orang tua atas kewajiban pemeliharaan anak.

Selain itu, kedua, penggunaan weton dari wali/ayah dan ibu calon istri merupakan wujud penghargaan dan penghormatan yang diberikan oleh keluarga calon suami kepada orang tua calon istri. Di samping hal itu, ketiga, yang akan bertindak sebagai tuan rumah dalam perkawinan ialah orang tua dari calon istri, sehingga weton yang digunakan ialah weton dari wali/ayah dan ibu calon istri

6 Sunaryo, Loc. Cit.

(8)

63

selaku tuan rumah atau orang yang mempunyai hajat untuk menikahkan anak perempuan mereka.7

Keempat, tradisi penentuan bulan merupakan bentuk persiapan panjang dari keluarga calon istri untuk melangsungkan perayaan perkawinan anak perempuan mereka. Bentuk persiapan yang dimaksud di sini bukan hanya bentuk persiapan fisik atau persiapan keuangan semata, melainkan bentuk persiapan mental daripada kedua calon suami istri yang akan menikah, serta perisiapan mental untuk menempuh hidup baru sebagai suami istri.

Kelima, dalam tradisi penentuan bulan, setelah proses kentangan dilakukan, hasil dari kentangan tersebut sering kali memberikan hasil nilai kentangan yang paling banyak bukan hanya pada satu bulan, terkadang terdapat sisa nilai yang sama pada dua bulan atau tiga bulan. Semisal pada penentuan bulan perkawinan antara Indahyani putri Bapak Sunaryo dengan Andi Saryanto, hasil kentangan weton dari Bapak Sunaryo dan Ibu Sundari menghasilkan sisa empat kartu pada Bulan Muharram Dan Bulan Safar, sisa tiga kartu pada Bulan Robiulakhir, Jumadalawal, Rojab, Syakban, Syawal dan Dzulqa’idah. Dengan sisa jumlah kartu yang sama bukan hanya pada satu bulan, memberikan alternatif pilihan kepada kedua belah pihak keluarga calon istri dan calon suami untuk memilih bulan yang pada kiranya mampu mempersiapkan hajatan perkawinan dengan semaksimal mungkin. Sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan yang bisa mengganggu upacara pernikahan keduanya.

7

(9)

64

Keenam, adapun pemilihan Bulan Syawal sebagai bulan perkawinan putri Bapak Sunaryo, dikarenakan selain bulan Syawal dikenal sebagai bulan pernikahan atau bulan hajatan,8 pada bulan tersebut terdapat momentum Hari Raya Idul Fitri. Sehingga seluruh keluarga besar, baik yang terdapat di wilayah Kabupaten Pekalongan maupun yang berada di luar kota (merantau) berkumpul untuk bersilaturahmi. Oleh karena hal tersebut alangkah lebih baik pernikahan dilaksanakan pada Bulan Syawal.

Ketujuh, Bulan Muharram dan Bulan Safar sebagai bulan dengan sisa kentangan yang paling banyak, yakni empat kartu tidak digunakan sebagai bulan pernikahan putri Bapak Sunaryo dikarenakan dalam budaya atau adat orang Jawa bulan Muharran atau bulan Sura merupakan bulan yang kurang baik untuk melangsungkan hajatan. Selain itu, jarak antara bulan peminangan yang dilakukan oleh keluarga Andi Saryanto kepada Indahyani yakni bulan Syakban (ruwah) terlalu lama dengan bulan Muharram ataupun bulan Safar. Sehingga dengan pertimbangan waktu persiapan yang cukup, maka Bapak Sunaryo memilih Bulan syawal sebagai bulan pernikahan.

2. Tradisi penentuan hari

Tradisi penentuan hari merupakan tradisi penentuan hari pelaksanaan akad nikah berdasarkan weton dari calon suami, calon dan wali/ ayah calon istri. Setelah di tentukan bulan pelaksanaan akad nikah, maka langkah selanjutnya ialah menentukan hari untuk melaksanakan ijab qobul antara calon suami dengan wali/ayah calon istri.

8 Ibid.

(10)

65

Penggunaan weton dari calon suami, calon istri dan wali/ayah calon istri dikarenakan beberapa hal sebagai berikut9;pertama, calon suami, calon istri dan wali/ayah calon istri merupakan tiga hal yang termasuk dalam rukun nikah. Adapun rukun nikah meliputi: calon suami, calon istri, wali nikah, akad (ijab qobul) dan saksi.

Kedua, dalam pemilihan hari akad nikah terdapat tiga kemungkinan, yaitu:10

a. Bilamana pada hari kelahiran calon laki-laki didapati hari baik, maka yang digunakan untuk hari akad nikah ialah hari kelahiran calon laki-laki, namun apabila pada hari kelahiran calon laki-laki tidak didapati hari baik maka; b. Hari yang akan digunakan untuk hari pelaksanaan akad nikah adalah hari

kelahiran dari calon perempuan, namun apabila pada hari kelahiran calon perempuan tidak didapati hari baik maka;

c. Hari terakhir yang digunakan untuk pelaksanaan akad nikah ialah hari kelahiran dari ayah/wali calon perempuan.

Adapun yang paling utama digunakan sebagai hari akad nikah ialah hari kelahiran dari calon suami, hal ini dikarenakan apabila kelak dalam kehidupan berumah tangga setelah menikah yang menjadi kepala keluarga sekaligus Imam dalam keluarga ialah ayah atau suami. Sehingga untuk memulai kehidupan keluarga yang baru diharapkan akan membawa kewibawaan bagi sang suami.

Ketiga, pengikutsertaan weton dari wali/ayah calon istri dalam penentuan hari pelaksanaan akad nikah ialah dikarenakan dalam akad nikah yang melakukan

9 Ibiid.

(11)

66

ijab atau pernyataan menikahkan ialah wali nikah untuk kemudian diterima oleh calon suami(qobul). Selain itu, keempat, tanggung jawab anak perempuan sebelum menikah merupakan tanggung jawab dari sang ayah, sehingga pengikutsertaan weton dari wali/ayah calon istri merupakan wujud tanggungjawab ayah/wali sekaligus penghormatan atas tanggungjawab dan kewajiban sang ayah.

3. Tradisi penentuan wali

Tradisi penentuan wali merupakan bentuk tradisi lanjutan dari tradisi penentuan hari. Sering kali warga masyarakat salah mengira bahwa tradisi penentuan wali merupakan bentuk tradisi untuk menetapkan siapa yang boleh menjadi wali nikah.

Pandangan atau anggapan tersebut merupakan kesalah pahaman dalam masyarakat. Adapun yang berhak menjadi wali nikah ialah sebagai berikut:11 a. Wali nasab

Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu di dahulukan daripada kelompok yang lain, sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.

1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

3. Kelompok kerabat paman atau saudara laki-laki kandung ayah, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

(12)

67

4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.

Apabila wali nikah yang paling berhak urutanya, namun wali tersebut tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah uzur, maka hak menjadi wali nikah diberikan kepada wali yang lain sesuai urutan.

b. Wali hakim

Wali hakim baru dapat menjadi wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin untuk menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau enggan atau adhal.

Berdasarkan tradisi penentuan wali, yang berhak menjadi wali nikah ialah sesuai dengan ketentuan Hukum Islam. Namun apabila dalam tradisi penentuan hari pelaksanaan akad nikah, terdapat wetondari keenam anggota keluarga12yang jeblok, maka dari keenam yang hari kelahiranya (weton)jeblok terdapat larangan untuk menghadiri acara pelaksanaan akad nikah. Hal ini dikarenakan akan membawa musibah bagi anggota keluarga yang wetonya jeblok.

Kesalahpahaman warga masyarakat pada umumnya terletak pada apabila yang jeblok ialah wali/ayah dari calon istri, sehingga ayah/wali calon istri tidak dapat menjadi wali nikah, untuk itu disiasati dengan wali tukon. Anggapan dalam masyarakat tersebut sebenarnya merupakan kesalahpahaman. Berdasarkan

12 Keenam anggota keluarga tersebut meliputi calon suami, calon istri, ayah/wali calon

istri, ibu calon istri, ayah calon suami dan ibu calon suami. Namun dalam prakteknya di masyarakat, seringkali memukul rata yakni barang siapa keluarga baik adik atau kakak dari calon suami istri yang hari kelahirannya jeblok maka terdapat larangan untuk menghadiri akad nikah. Padahal yang sebenarnya terdapat larangan untuk menghadiri akad nikah apabila terdapat hari

(13)

68

kebiasaan warga masyarakat, pada saat akad nikah wali/ayah calon istri menyerahkan atau mewakilkan kepada Petugas Pencatat Nikah untuk menikahkan anaknya, atau bisa pula diwakilkan kepada Kyai atau pak lebe.13

Setelah setelah wali/ayah calon istri mewakilkan, maka wali/ayah dari calon istri pergi untuk meninggalkan majlis akad nikah. Hal tersebut dilakukan karena merupakan bentuk kepercayaan wali/ayah calon istri kepada Petugas Pencatat Nikah (penghulu) untuk mewakilinya dalam menikahkan putrinya. Hal serupa terjadi dalam pernikahan antara Indahyani putri Bapak Sunaryo dengan Andi Saryanto, setelah Bapak sunaryo mewakilkan kepada penghulu maka Bapak Sunaryo pergi ke belakang untuk meninggalkan majlis akad nikah. Hal tersebut merupakan bentuk kepercayaan yang telah diberikan oleh Bapak Sunaryo kepada Petugas Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Karanganyar.

Istilah wali tukon dalam kepercayaan masyarakat Desa Pedawang merupakan tradisi untuk mensiasati hasil perhitungan jeblok hari pelaksanaan akad nikah yang jatuh pada weton ayah/wali calon istri. Kata tukon yang dalam bahasa jawa tuku mempunyai makna “beli” dalam Bahasa Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan tradisi kepercayaan wali tukon dalam masyarakat merupakan tradisi atau prosesi yang dilaksanakan apabila di dapati hari jeblok pada ayah/wali nikah.14

Prosesi wali tukon dilaksanakan karena adanya larangan wali untuk menghadiri pelaksanaan akad nikah, sehingga beberapa waktu sebelum hari pelaksanaan akad nikah ayah/wali calon istri terlebih dahulu menemui Petugas

13 M. Syaikhul Amin, Penghulu KUA Kecamatan Karanganyar, Wawancara Pribadi,

Karanganyar, 2 September 2014.

(14)

69

Pencatat Nikah untuk mewakili ayah/wali nikah dalam menikahkan putrinya dengan dihadiri oleh saksi, adapun yang biasa menjadi saksi ialah Pak lebe (Kaur Kesra).

Penggunaan kata tukon dalam istilah wali tukon terletak pada prosesi untuk memulai pelaksanaan akad nikah. Berdasarkan kepercayaan wali tukon maka prosesi untuk mengawali akad nikah ada dua kebiasaan yang dilaksanakan dalam masyarakat, adapun prosesi tersebut meliputi:15

1. Atas kesadaran dari ayah/wali nikah yang terdapat hari jeblok, maka ayah/wali calon istri metuk kepada penghulu untuk mewakili dalam menikahkan putrinya, namun seringkali dalam masyarakat apabila ayah/wali calon istri terdapat hari jeblok memilih untuk bersembunyi (wali tabarru), sehingga; 2. Petugas Pencatat Nikah (penghulu) dengan bantuan dari Pak lebe menemui

ayah/wali calon istri tersebut untuk metuk atau mewakilkan kepada penghulu untuk menikahkan putrinya, dengan di saksikan oleh Pak lebe.

Hal tersebut sebagai mana pernah terjadi di Desa Wonosari Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan.16

15 M. Syaikhul Amin, Loc. cit. 16 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas IV SD 01 Pladen dapat disimpulkan bahwa penggunaan model discovery learning dapat meningkatkan

Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan daerah yang aksesibilitas dan karakteristik daerahnya dikarenakan letak geografis sulit untuk dijangkau, daerah

Pemahaman Srimpi gaya Surakarta merupakan tarian baru atau garapan baru yang hanya mengambil esensi dari tari Srimpi yang telah ada.. Esensi merupakan bagian kecil yang menarik

Dari hasil perhitungan yang ada, biaya pembangunan dalam waktu hampir 7 tahun tahun akan BEP (break even point), dan ini sangat menguntungkan bagi investor

(2015) dalam penelitiannya menyatakan, agar mudah digunakan oleh pendidik dan peserta didik, website atau blog perlu memperhatikan kemenarikan tampilan, kelengkapan rubrik,

Brachiopoda adalah hewan kecil dengan spesies hidup terbesar yang memiliki panjang cangkang sekitar 10 cm (4 in) dan sebagian besar spesies yang jauh lebih kecil

Studi mengenai pengaruh tk pendapatan atau jenis kelamin (X) terhadap membeli tidaknya seseorang (Y) pada suatu produk yang dijual dengan harga tertentu... εi = peubah acak