• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH MAKAN & KESEHATAN ANAK BALITA PADA KELUARGA WANITA PEMETIK TEH DI KEBUN MALABAR PTPN VIII CICA YULIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ASUH MAKAN & KESEHATAN ANAK BALITA PADA KELUARGA WANITA PEMETIK TEH DI KEBUN MALABAR PTPN VIII CICA YULIA"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DI KEBUN MALABAR PTPN VIII

CICA YULIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita pada Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Cica Yulia NRP. I051060011

(3)

Malabar Plantation PTPN VIII. Supervised by EUIS SUNARTI and KATRIN ROOSITA.

Nutritional status of children under five is significantly affected by food consumption and health. Engle, Menon & Haddad (1996) pointed out that children’s consumption and health is affected by three factors that were parenting, household’s food security and healthy environment. The role of mother is very dominant in taking care and educating the children for growing and development of good and healthy children. General purpose of this research are to analyses: 1) the relation of feeding and health practices, nutritional knowledge tea pickers with their under five children’s nutritional status and health status of under five children with nurtitional status and 2) identify the factors that can affect nutritional status of under five children in Malabar Plantation, PTPN VIII, Banjarsari Village, District of Pangalengan, Bandung Regency, Province of West Java.

This cross-sectional design research was conducted within 5 months started from March up to June 2008. Sampling technique was done by cluster method; selected from four plantation sites NHF subject studies. The chosen subject study area was Malabar plantation. Sample taken fulfilled the inclusion criteria that were mother had children ages of 6 up to 60 months at the time of research period, the mother was the tea picker Malabar Plantation, the mother was willing to be interviewed. There were 87 tea picker women as respondent sample based on those determined criteria. The primary data that used in this research are feeding and health practice, nutritional and health knowledge, nutritional status, health status and food consumption. Secondary data that used in this research has been taken from NHF’s research which titled “Study of plantation women workers: sosio economic status, family strength, food consumption, children growth and development (Sunarti & Roosita 2008)

The result showed the association between feeding and the health practice of tea picker women with nutritional status of children under five index of WAZ (r = 0.253; P < 0.05). This condition implied that the better score of feeding and health practice, the better nutritional status of the children. The health status of children under five had negative association to their nutritional status (r = - 0.710; P < 0.01). This was meant that the longer the children under five suffer from illness, the worse their nutritional status. The research highlight the important influence factor on nutritional status of children under five was the level of energy and the period of the children suffer from infection such as respiratory tract infection and diarrhea. This was meant that the longer the children under 5 years old suffer from illness, their nutritional status become worse.

Keywords: Feeding and health practice, nutritional and health knowledge, health status and nutritional status.

(4)

Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan KATRIN ROOSITA.

Anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi, karena pada masa ini masih terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang besar sedangkan pada masa ini kelangsungan serta kualitas hidup anak sangat tergantung pada penduduk dewasa terutama ibu atau orangtuanya. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Konsumsi dan kesehatan anak dipengaruhi tiga faktor yaitu pengasuhan, ketahanan pangan rumah tangga dan lingkungan yang bersih. Pengasuhan anak biasanya dilakukan oleh seorang ibu, ibu yang bekerja mempunyai keterbatasan dalam mengasuh dan merawat anak. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis: 1) hubungan pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan wanita pemetik teh, status kesehatan dengan status gizi anak balita, 2) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak balita di Kebun Malabar PTPN VIII.

Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Maret sampai Juni 2008. Teknik penarikan contoh dilakukan secara cluster. Dari empat kebun lokasi penelitian NHF yang ada di PTPN VIII dipilih kebun Malabar. Pemilihan kebun Malabar dalam penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa kebun tersebut memiliki akses yang lebih mudah dijangkau. Contoh yang diambil memenuhi kriteria inklusi yaitu: ibu mempunyai anak balita berusia 6 sampai 60 bulan pada saat penelitian ini berlangsung, Ibu anak balita adalah pekerja pemetik teh PTPN VIII khususnya di kebun Malabar, ibu balita bersedia di wawancarai. Dari kriteria yang telah di tentukan tersebut maka jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 87 orang.

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: pola asuh makan dan kesehatan anak balita, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, status kesehatan yang dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Data status gizi dikumpulkan dengan cara pengukuran antropometri berat badan yang menggunakan timbangan injak digital Camry dengan ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoice dan alat pengukur panjang badan dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi zat gizi diperoleh dengan metode recall selama 2 hari berturut-turut (2x24 jam). Data konsumsi ASI bagi anak yang masih disusui di peroleh dengan cara recall lama dan frekuensi anak disusui dalam satu hari. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari data penelitian NHF mengenai “Studi keragaan wanita pemetik teh: Sosial ekonomi, ketahanan keluarga, konsumsi pangan dan tumbuh kembang anak” (Sunarti & Roosita 2008), yang meliputi karakteristik keluarga serta data sanitasi rumah.  

  Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik dengan menggunakan program SPSS versi 13.0 for Windows. Untuk menguji hubungan antara pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan serta status kesehatan dengan status gizi anak balita dipergunakan uji korelasi

(5)

berdasarkan skor pola asuh makan dan skor pola asuh kesehatan. Hampir setengah dari contoh termasuk dalam kategori cukup baik (57,5%). Sedangkan untuk pola asuh kesehatan, 72,5% contoh berada pada kategori baik. Pengetahuan gizi dan kesehatan contoh terdiri dari tiga kategori. 60,9 % contoh mempunyai pengetahuan gizi sedang.

Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin dan mineral anak balita dihitung berdasarkan kelompok umur 6-12 bulan, 13-24 bulan, 25-36 bulan, 37-48 bulan dan 49-60 bulan. Rata-rata konsumsi energi dan protein anak balita meningkat sesuai dengan kelompok umur, tetapi meskipun rata-rata konsumsi energi dan protein meningkat sesuai dengan kelompok umur namun tingkat kecukupan energi dan protein semakin menurun sesuai dengan kelompok umur. Konsumsi vitamin dan mineral pada setiap kelompok umur meningkat kecuali pada kelompok umur 49-60 yang mengalai penurunan. Tingkat konsumsi Vitamin dan Mineral pada setiap kelompok umur belum memadai 100% tingkat kecukupan vitamin dan mineral.

Status gizi anak balita yang diukur dengan antropometri, menunjukkan hasil bahwa status gizi anak balita dengan menggunakan indeks BB/U, pada umumnya (82,8%) berada pada kategori baik. Prevalensi anak balita yang mengalami underweight sebanyak 17,2%. Prevalensi underweight anak balita pada keluarga wanita pemetik teh termasuk dalam kategori sedang (WHO 1995). Hampir sama dengan indeks BB/U, status gizi anak balita dengan menggunakan indeks BB/TB pada umumnya berada pada kategor baik (94,3%), tetapi pada indeks ini terdapat 3,4% anak balita mengalami gizi lebih. Status gizi anak balita

dengan menggunakan indeks TB/U paling banyak berada pada kategori Z-skor < -2 (55,2%), hal ini mempunyai makna bahwa setengah dari contoh

mengalami stunting. Melihat prevalensi stunting pada anak balita yang mencapai 55,2% maka tergolong dalam kategori tinggi (WHO 1995).

Status kesehatan anak balita dalam penelitian ini dilihat dari lama anak balita menderita penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare. Pada umumnya (81,6%) lama sakit ISPA yang diderita anak balita < 10 hari. ISPA yang diderita diantaranya adalah batuk, pilek, flu dan panas. Persentase anak yang menderita penyakit diare tidak terlalu tinggi, hal ini ditunjukkan dengan persentase anak balita yang tidak mengalami diare sebanyak 71,3%.

Pola asuh makan dan kesehatan yang di berikan oleh para wanita pemetik teh di kebun Malabar berhubungan positif dengan status gizi anak balita indeks BB/U ( r = 0,253 ; P < 0,05). Selain berhubungan dengan status gizi anak balita, pola asuh makan yang diberikan oleh para wanita pemetik teh di kebun Malabar berhubungan dengan tingkat kecukupan energi anak balita ( r = 0,257 ; P < 0,05). Status kesehatan berhubungan negatif dengan status gizi anak balita (r = - 0,710 ; P < 0,01). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap status gizi anak balita indeks BB/U TB/U dan BB/TB adalah lama sakit infeksi yang diderita oleh anak balita. Faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap status gizi adalah tingkat kecukupan energi anak balita. Tingkat kecukupan energi anak balita mempunyai nilai Beta negatif, hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya lama sakit infeksi yang diderita. Kemungkinan lain adalah pengambilan data konsumsi yang dilakukan dalam satu waktu dan metode recall yang hanya dilakukan 2 x 24 jam. Kata kunci : Pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan,

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

DI KEBUN MALABAR PTPN VIII

CICA YULIA

        Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(8)
(9)

Nama NRP

: :

Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII

Cica Yulia I051060011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. Ketua

Katrin Roosita,SP, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beserta salam tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan dan suri tauladan kita yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Judul penelitian ini adalah Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita pada Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII.

Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan doa, dukungan, semangat, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulusnya atas semua keikhlasan bantuan yang telah diberikan dan semoga Allah SWT mencatat sebagai amal shaleh, kepada: 1. Ibu Dr.Ir. Euis Sunarti,M.S. selaku ketua komisi pembimbing atas

pengarahan, bimbingan, dan saran yang diberikan dengan penuh kesabaran mulai dari penulisan proposal hingga penulisan tesis ini.

2. Ibu Katrin Roosita, SP,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dengan penuh kesabaran mulai dari penulisan proposal hingga penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi,M.S. selaku penguji luar komisi pada saat ujian Tesis yang telah memberikan saran serta masukan yang sangat berharga bagi kesempurnaan Tesis ini.

4. Dekan dan wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia beserta staf pengajar dan karyawan khususnya Departemen Gizi Masyarakat dan Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bekal ilmu yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

5. Dekan dan wakil Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang banyak membantu selama saya mengikuti kuliah di Program Pascasarjana IPB.

6. Pengelola program dana pendidikan (BPPS) dari Direktorat Pendidikan Tinggi RI yang telah memberikan bantuan dana pendidikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

7. Rektor, Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia atas kesempatan berharga yang telah diberikan pada penulis untuk mengembangkan potensi diri.

(11)

motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana IPB.

9. Rekan-rekan pengajar di Jurusan PKK Khususnya : Dra. Ellis Endang Nikmawati,M.Si, Dr. Ai Nurhayati,M.Si, Isma Widiati,M.Pd, Rita Patriasih, S.Pd, M.Si, yang selalu memberikan semangat dan dorongan yang tiada henti kepada penulis.

10. Suami tercinta, Hasbullah,S.Pd, MT yang penuh pengertian dan pengorbanan, terimakasih atas kesabaran, doa yang selalu dipanjatkan dan dorongan semangat serta keikhlasan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana IPB.

11. Orang tua yang penulis cintai, Bapak H. Ayi Cuganda serta Ibu Hj. Imas Rohaeni serta Kakak tercinta Wihartati Yanti dan Cuhendra serta Keluarga besar Bapak H.Hasan Basri yang telah memberikan doa, semangat serta bantuan moril dan materil demi penyelesaian pendidikan S2 ini.

12. Teman-teman di Program studi GMK: Guspri Devi Artanti, S.Pd, Fahmi Abdul Hamid,S.KM, Ni Ketut Sutiari, S.KM, M.Si, Rusman Efendi, S.KM, M.Si, Ibu. Ir. Sri Catur L.S, Ibu Nur Rahmi Amma, S.KM, Ibu Sri Darningsih, S.Pd, Merynda Indriyani Syafutri, S.TP, M.Si, Febrina Sulistyawati, S.TP, Nunung Cipta Dainy, S.P, Nur Riska Tadjoedin, S.Pd, Khairunisa,S.P, Nita Yulianis, S.P, Harfiati, S.P, dan teman-teman lain yang tidak bisa sebutkan satu persatu.

13. Teman-teman di Puri Hapsara : Mba rahmi, Lisda, Diah, Uli, dan Neina, terimakasih untuk kebersamaan yang indah dan bantuan kalian semua. 

14. Teman-teman yang telah membantu selama pengambilan data : Yuli Fitriyani, S.P, Venny Agustini M, S.P, Noni Eka J.W, S.P, Novi Melanda,S.P dan Firdaus, S.P.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan. Semoga Allah SWT menghitung sebagai amal saleh setiap kebaikan yang diberikan selama ini. Terakhir penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak

Bogor, Sepember 2008 Cica Yulia

(12)

Penulis dilahirkan di Bandung, Provinsi Jawa Barat, tanggal 1 Juli 1980 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak H.Ayi Cuganda dan Ibu Hj. Imas Rohaeni. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Bandung. Pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IKIP Bandung melalui jalur penelusuran minat dan bakat (PMDK) pada Program studi Pendidikan Tata Boga, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Bandung. Selama pendidikan S1 penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Supersemar selama dua tahun.Penulis lulus dari Jurusan PKK FPTK UPI pada tahun 2004.

Setelah lulus S1, penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Pendidikan Tata Boga Jurusan PKK FPTK UPI pada bulan Januari 2005 sampai sekarang. Penulis menikah dengan Hasbullah, S.Pd, MT pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Ekologi Manusia dengan biaya dari BPPS Dikti, Depdiknas.

(13)

DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... Rumusan Masalah... Tujuan Penelitian... Hipotesis Penelitian... Manfaat Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA Pola Pengasuhan... Pola Asuh Makan... Pola Asuh Kesehatan... Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu... Sanitasi Rumah... Status Gizi Anak Balita...

KERANGKA PEMIKIRAN...

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian... Teknik Penarikan Contoh... Jenis dan Cara Pengumpulan Data... Pengolahan dan Analisis Data……… Batasan Operasional………..

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. Karakteristik Keluarga………... Karakteristik Anak………. Pola Asuh Makan dan Kesehatan Wanita Pemetik Teh………. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Wanita Pemetik Teh………. Sanitasi Rumah Wanita Pemetik Teh……… Tingkat Konsumsi dan Kecukupan Zat Gizi Anak Balita…………. Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Wanita Pemetik Teh……... Status Kesehatan Anak Balita Pada Keluarga Wanita Pemetik Teh.

xiv xv xvi 1 4 5 5 6 7 8 9 10 12 18 22 24 24 25 25 28 29 31 35 36 53 55 60 65 70

(14)

Hubungan Status Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita……… Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Wanita Pemetik Teh………...

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan……….. Saran……… 74 75 79 81

(15)

1 Kategori Pengetahuan Gizi ... 2 Jenis dan Kategori Variabel Penelitian ... 3 Sebaran fasilitas kesehatan di kebun teh Malabar ………... 4 Sebaran contoh menurut umur ayah dan ibu ………... 5 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan ayah dan ibu ………….. 6 Sebaran contoh menurut Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga …………. 7 Sebaran contoh menurut ukuran keluarga ……… 8 Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita per bulan …………. 9 Sebaran contoh menurut Umur di Kebun Malabar ……….. 10 Sebaran contoh menurut Jenis kelamin di Kebun Malabar …... 11 Sebaran contoh berdasarkan pemberian Susu Formula ……... 12 Sebaran contoh berdasarkan pemberian MPASI ………. 13 Sebaran contoh menurut perilaku saat memberi makan ……... 14 Sebaran contoh menurut frekuensi makan dalam sehari ……… 15 Sebaran contoh menurut anggota keluarga yang menemani dan

memberi makan ………. 16 Sebaran contoh berdasarkan Perawatan ketika anak sakit……… 17 Sebaran contoh berdasarkan Kebiasaan mencuci bahan pangan……. 18 Sebaran contoh berdasarkan praktek higiene anak……….. 19 Sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan pada beberapa tingkat

pendidikan……….. 20 Sebaran contoh menurut sumber air bersih ……... 21 Sebaran contoh berdasarkan tempat buang hajat di kebun Malabar… 22 Sebaran contoh menurut tempat pembuangan sampah ………... 23 Rata-rata konsumsi zat gizi anak balita menurut kelompok umur 24 Sebaran contoh menurut Indeks status gizi antropometri... 25 Sebaran contoh menurut lama sakit ISPA yang di derita …………... 26 Sebaran contoh menurut lama sakit Diare yang di derita ……… 27 Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi anak balita indeks BB/U………. 28 Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi anak balita indeks TB/U………... 29 Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi anak balita indeks BB/TB……….

12 27 30 31 32 33 33 34 35 35 38 39 43 44 45 48 49 51 52 58 59 59 60 65 71 72 75 76 77

(16)

1 Hubungan Sanitasi Hygiene Terhadap Gizi Buruk dan Penyakit infeksi... 2 Hubungan Pengetahuan gizi, Pola asuh makan dan Sanitasi Higiene

Dengan Status Gizi Anak Balita... 3 Teknik Penarikan Contoh... 4 Persentase Pola asuh makan wanita pemetik teh ……….. 5 Persentase Pola Asuh Kesehatan Wanita Pemetik Teh ……... 6 Persentase Pengetahuan gizi wanita pemetik teh ……….. 7 Persentase Kategori Sanitasi Rumah ………. 8 Persentase Kepadatan Rumah ………... 9 Kategori Ventilasi Rumah di Kebun Malabar ………. 10 Kategori Pencahayaan rumah di kebun Malabar ………. 11 Rata-rata tingkat kecukupan energi berdasarkan kelompok umur ….. 12 Rata-rata tingkat kecukupan protein berdasarkan kelompok umur … 13 Rata-rata tingkat kecukupan mineral makro berdasarkan kelompok

umur……….. 14 Rata-rata tingkat kecukupan zat besi berdasarkan kelompok umur…. 15 Rata-rata tingkat kecukupan Vitamin berdasarkan kelompok umur … 16 Rata-rata Z-Skor indeks BB/U menurut umur anak balita …………... 17 Rata-rata Z-Skor indeks TB/U menurut umur anak balita …………... 18 Rata-rata Z-Skor indeks BB/TB menurut umur anak balita …………. 19 Rata-rata nilai Z-skor indeks BB/U, TB/U dan BB/TB menurut umur anak balita ………. 17 23 24 36 46 53 55 56 57 57 60 61 62 63 64 66 67 68 69

(17)

1. Contoh Kuesioner Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita Pada Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII... 2. Hasil Analisis Korelasi Bivariate...

87 95

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tantangan masa depan bangsa yang semakin besar dan kompleks menuntut kualitas sumberdaya manusia yang potensial agar nantinya mampu menghadapi berbagai macam persoalan. Mempersiapkan sumberdaya manusia untuk masa depan tidak terlepas dari pembinaan generasi muda yang dimulai sejak masa anak-anak. Anak adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan (Judarwanto 2008).

Anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi karena pada masa ini masih terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang besar sedangkan pada masa ini kelangsungan serta kualitas hidup anak sangat tergantung pada penduduk dewasa terutama ibu atau orangtuanya. Gambaran masalah kesehatan anak di Indonesia ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit dan gangguan gizi yang disertai dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial yang belum optimal menunjang kesehatan.

Data Departemen Kesehatan (2007), menyebutkan bahwa pada tahun 2005 terdapat sekitar 19,24 % anak balita gizi kurang, 8,8 % anak dalam tingkat gizi anak mengalami gizi buruk. Menurut Data Departemen kesehatan, persentase angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gizi buruk atau gizi kurang yang dialami oleh anak akan membawa dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Falah (2006), Anak-anak dengan status gizi kurang atau buruk, tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi juga berpengaruh pada kecerdasan anak. Anak-anak dengan gizi kurang dan buruk akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah.

Nancy dan Arifin (2005) mengemukakan, konsekuensi dari gizi buruk adalah loss generation, karena gizi buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara. Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

(19)

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Gizi kurang berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa.

Status gizi menurut Hermana (1993) merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizipun akan terganggu. Florentino et al. (1987), mengemukakan pendapat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan yang juga sangat dipengaruhi kebiasaan makan.

Selain faktor konsumsi makan dan faktor infeksi/kesehatan. Engle, Menon, dan Haddad (1996) menambahkan faktor ketersediaan sumberdaya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan kesehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah, sebagai faktor yang mempengaruhi status gizi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Florentino et al. (1987) menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan positif dengan cara ibu memilih jenis makanan yang beragam yang dapat mempengaruhi konsumsi makan mereka dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap peningkatan status gizi anggota keluarga.

Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu merupakan dasar yang harus dimiliki oleh seorang ibu, karena pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola pengasuhan yang akan diterapkan oleh ibu. Selain pengetahuan gizi, sanitasi dan higiene lingkungan juga akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Sesuai dengan Kerangka konsep UNICEF (1990) bahwa masalah kurang gizi terjadi karena penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan pokok masalah di masyarakat. Berdasarkan kerangka konsep UNICEF (1990),

(20)

pengetahuan gizi dan kesehatan ibu merupakan pokok permasalahan di masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi. Dari kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan maka akan berpengaruh terhadap pola asuh anak yang tidak memadai, sanitasi dan air bersih / pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai dan tidak cukupnya persediaan pangan. Jelas sudah bahwa seorang ibu mempunyai peranan penting dalam menentukan status gizi yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi insan yang berkualitas.

Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak khususnya status gizi anak. Widayani et al.(2001) menemukan korelasi yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anaknya. Proses mengasuh dan mendidik anak memerlukan waktu yang cukup, walaupun saat ini berkembang bahwa pola pengasuhan itu yang terpenting adalah kualitasnya, tetapi tetap saja diperlukan kuantitas dalam hal ini waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Seorang wanita pekerja mempunyai waktu yang terbatas dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Mereka harus berbagi waktu antara bekerja, pekerjaan domestik dan mengasuh serta mendidik anaknya.

Pemetik teh merupakan salah satu profesi pekerjaan yang banyak digeluti oleh para wanita, khususnya para wanita yang tinggal di daerah perkebunan. Data menunjukan bahwa 46 persen tenaga kerja perkebunan PTP XIII Pangalengan Jawa Barat adalah wanita (Hardinsyah 1986). Wanita pemetik teh ini biasanya bekerja diperkebunan teh yang terletak di dataran tinggi, di pinggang gunung dengan ketinggian antara 800 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan relatif tinggi dengan rata-rata suhu berkisar 18-23 derajat celcius. Mereka adalah pekerja-pekerja yang tangguh dan ulet. Di pundak merekalah pabrik-pabrik teh meletakkan target produksinya. Pemetik teh itu tulang punggung produksi teh nasional kita. Namun, seperti petani dan juga nelayan, kemapanan ekonomi mereka tak pernah baik. Penghasilan para wanita pemetik teh, yang rata-rata adalah tamatan sekolah dasar, dan yang bekerja sekadar untuk membantu keluarga atau para suami masih bertengger dibawah upah minimal.

(21)

Dengan melihat posisi yang dihadapi oleh para pekerja wanita pemetik teh yang memiliki peran ganda, mereka sebagai pekerja perkebunan disatu sisi dan menjadi pengasuh dan pendidik anak-anaknya disisi lain, maka akan timbul permasalahan dalam menjalankan berbagai peran, fungsi dan tugasnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka ingin diketahui hubungan pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan, dan status kesehatan dengan status gizi serta faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di PTPN VIII wilayah Pangalengan.

Rumusan Masalah

Status gizi anak balita sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor langsung yang berhubungan dengan status gizi yaitu konsumsi pangan dan status kesehatan maupun faktor yang tidak langsung mempengaruhi, diantaranya yaitu pengetahuan gizi dan kesehatan , pola asuh makan dan kesehatan yang dilakukan oleh ibu dan sanitasi rumah. Seorang ibu yang bekerja seperti sebagai pemetik teh, mempunyai berbagai keterbatasan diantaranya yaitu keterbatasan waktu. Waktu ibu yang banyak tercurah untuk bekerja menyebabkan ibu mempunyai akses yang terbatas dalam mengembangkan pengetahuan dan wawasannya. Selain itu, waktu yang terbatas juga membuat para ibu tidak mempunyai waktu yang banyak dalam merawat dan mengasuh anaknya. Berdasarkan paparan tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan pola asuh makan dan kesehatan ibu yang bekerja sebagai pemetik teh dengan status gizi anak balita di PTPN VIII Pangalengan? 2. Bagaimana hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan yang dimiliki ibu yang

bekerja sebagai pemetik teh dengan pola asuh makan & kesehatan dan status gizi anak balita di PTPN VIII Pangalengan ?

3. Bagaimana hubungan status kesehatan dengan status gizi anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di PTPN VIII Pangalengan ?

4. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di PTPN VIII Pangalengan ?

(22)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan, status kesehatan dengan status gizi anak serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di PTPN VIII wilayah Pangalengan.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga yang mencakup pendidikan ibu, pendapatan keluarga,dan besar keluarga.

2. Mempelajari pola asuh makan dan kesehatan wanita pemetik teh. 3. Menilai pengetahuan gizi dan kesehatan wanita pemetik teh. 4. Menilai sanitasi rumah wanita pemetik teh.

5. Menilai tingkat konsumsi zat gizi anak balita dari keluarga wanita pemetik teh 6. Menilai status gizi anak balita dari keluarga wanita pemetik teh.

7. Menilai status kesehatan anak balita dari keluarga wanita pemetik teh.

8. Menganalisis hubungan pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan, tingkat kecukupan energi serta status kesehatan dengan status gizi anak balita dari keluarga wanita pemetik teh.

9. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita dari keluarga wanita pemetik teh.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola asuh makan dan kesehatan wanita pemetik teh dengan status gizi anak balita.

2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan gizi dan kesehatan wanita pemetik teh dengan status gizi anak balita.

3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara status kesehatan dengan status gizi anak balita pada keluarga wanita pemetik teh.

(23)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola asuh makan dan kesehatan, pengetahuan gizi dan kesehatan, dan sanitasi rumah pada keluarga wanita pemetik teh serta status gizi anak balita di PTPN VIII Pangalengan. Disamping itu hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk diadakan penelitian lebih lanjut. Diharapkan pula hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi khususnya bagi pihak PTPN VIII dalam menentukan kebijakan dan program yang tepat khususnya dalam meningkatkan status gizi anak balita dari keluarga wanita pemetik teh.

(24)

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita adalah pengasuhan yang diberikan oleh orang tuanya. menurut kerangka UNICEF (1990) pola pengasuhan yang tidak memadai dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Engle (1992) mengemukakan bahwa pola pengasuhan ibu merupakan penyebab tidak langsung dan merupakan determinan bagi status gizi anak yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan anak. Penelitian yang dilakukan oleh Shigali (2005) di Zambia menemukan hasil bahwa faktor penyebab yang berhubungan langsung dengan kejadian underweight pada anak balita adalah pola pengasuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap anak balitanya.

FAO/WHO (1992) mendefinisikan pengasuhan sebagai suatu kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal pengalokasian waktu, perhatian dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dalam rangka tumbuh kembang anak dan anggota keluarga lainnya. Definisi lain mengenai pengasuhan adalah kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal pengalokasian waktu, perhatian, cinta dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dari kelompok rawan gizi (Longhurst 1995 dalam Jallow 2006). Engle & Lotska (1999) dalam Jallow (2006) mendefinisikan pengasuhan sebagai perilaku dan praktek dari pengasuh (ibu, saudara kandung, ayah dan pengasuh lainnya) dalam hal makanan, kesehatan, perhatian, stimulasi dan dukungan emosional untuk tumbuh kembang anak.

Pengasuhan dalam prakteknya meliputi beberapa aspek. Engle et al. (1996) mengemukakan pengasuhan ini biasanya di lakukan oleh wanita yang meliputi (1) pengasuhan untuk wanita, seperti menyediakan waktu istirahat yang cukup atau meningkatkan intik makanan selama masa kehamilan; (2) pemberian ASI dan makanan pendamping ASI bagi anak baduta; (3) stimulasi psikososial anak dan pemberian dukungan untuk tumbuh kembang anak; (4) praktek penyimpanan dan persiapan makanan; (5) praktek higiene dan (6) perawatan anak selama mengalami sakit, termasuk diagnosa penyakit dan pengadopsian praktek kesehatan di rumah.

(25)

Range (1997), mengemukakan bahwa pola pengasuhan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu : (1) pola asuh makan (2) pola asuh higiene dan kesehatan (3) pola asuh yang berhubungan dengan psikososial dan (4) pengasuhan untuk ibu dan sistem dukungan sosial. Range (1997) berpandangan bahwa ke empat aspek tersebut akan memberikan pengaruh terhadap konsumsi zat gizi dan terjadinya penyakit, kedua hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi.

Pola Asuh Makan

Salah satu aspek dalam pengasuhan adalah pola asuh makan yang diberikan pengasuh, dalam hal ini biasanya dilakukan oleh ibu, nenek atau saudara kandung. Pola asuh makan yang diberikan oleh ibu akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak. Karyadi (1985) mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan cara dan situasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan oleh ibu atau pengasuhnya. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan pemberian makan yang akhirnya akan memberikan sumbangan terhadap status gizinya.

Engle, Menon dan Haddad (1996) mengemukakan bahwa dalam perilaku pemberian makanan kepada anak balita ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu :

1. Menyesuaikan metode pemberian makan dengan kemampuan psikomotor anak.

2. Pemberian makanan yang responsif, termasuk dorongan untuk makan, memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian, kontrol terhadap makanan antara anak dan pemberi makan, dan hubungan yang baik dengan anak selama memberi makan.

3. Situasi pemberian makan, termasuk bebas gangguan, waktu pemberian makan yang tertentu, serta perhatian dan perlindungan selama makan.

Pola Asuh makan anak balita yang efektif akan berkontribusi terhadap pengurangan kasus gizi buruk pada anak balita yang masih merupakan empat masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Smith et al. (2004) dalam Jalow

(26)

(2006) mengemukakan bahwa kejadian gizi buruk lebih kecil terjadi di perkotaan dibandingkan di pedesaan, hal ini salah satunya dipengaruhi oleh pola pengasuhan terutama pola asuh makan yang diberikan oleh ibu di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan ibu yang berada di pedesaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ogunba (2006) mendapatkan kesimpulan bahwa perilaku ibu yang benar selama memberi makan meningkatkan status gizi anak dengan indikator BB/TB. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ruel & Menon (2002) mendapatkan hasil bahwa di Amerika Latin anak usia 12 – 36 bulan yang mendapatkan pola asuh makan yang baik memiliki status gizi yang lebih bagus.

Pola Asuh Kesehatan

Pola asuh kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak balita. Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua/ keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak balita. Engle et al. (1996) mengemukakan bahwa salah satu pola asuh yang berhubungan dengan kesehatan dan status gizi anak balita adalah pola asuh kesehatan. Pola asuh ini meliputi pola asuh yang sifatnya preventif seperti pemberian imunisasi maupun pola asuh ketika anak dalam keadaan sakit.

Range et al. (1997) mengemukakan bahwa dalam pola asuh kesehatan tidak terlepas juga dari praktek higiene yang diterapkan oleh ibu. Praktek higiene yang mendukung dalam pola asuh kesehatan diantaranya adalah kebiasan buang air besar, kebiasaan mencuci tangan, kebersihan makanan dan akses terhadap fasilitas kesehatan yang modern.

Pendidikan yang dimiliki oleh ibu dapat mempengaruhi pola asuh kesehatan. Joshi (1994) dalam Engle et al. (1996) mengemukakan bahwa ibu yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Hasil penelitian di Ghana yang dilakukan oleh Klemesu et al. (2000) mengungkapkan bahwa pendidikan yang dimiliki ibu sangat berhubungan dengan pola asuh kesehatan ibu. Ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi, memiliki skor praktek higiene yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan lebih rendah.

(27)

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui (Winkel 2007).

Pengetahuan gizi merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan, sumber serta kegunaan zat gizi tersebut di dalam tubuh. Suhardjo et al. (1986) mengemukakan bahwa suatu hal yang meyakinkan tentang pengetahuan gizi di dasarkan pada tiga kenyataan yaitu : 1. Kesehatan dan kesejahteraan sangat dipengaruhi oleh status gizi yang cukup. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Suhardjo (1996) mengemukakan bahwa kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi kebutuhan pangan dan nilai pangan serta kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi yang didapatkan sangat umum dijumpai pada negara yang sedang berkembang, dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap berbagai permasalahan gizi.

Pengetahuan gizi merupakan pokok permasalahan yang terjadi di masyarakat terhadap berbagai masalah gizi yang terjadi di Indonesia. Hasil penelitian Sanjaya (2001) tentang penyimpangan positif (Positive deviance) status gizi anak balita dan faktor-faktor yang berpengaruh, mendapatkan hasil bahwa pengetahuan gizi ibu tentang sumber vitamin dan mineral berperan nyata terhadap resiko terjadinya gizi kurang pada balita di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dan Gunung Kidul di D.I Yogyakarta.

Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa masalah gizi yang terjadi di pedesaan salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu yang sangat rendah, para ibu tidak mengetahui cara memasak dan menghidangkan makanan agar anaknya tidak bosan. Pengetahuan ibu tentang memilih makanan yang bernilai gizi baik juga masih sangat rendah. Selain itu pengetahuan ibu tentang cara pengolahan makanan yang baik juga masih sangat kurang.

(28)

Secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak balita. Apooh dan Krekling (2005) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi ibu sangat berhubungan dengan status gizi anak balita. Studi yang dilakukan di Ghana mendapatkan hasil bahwa ibu yang memiliki anak balita dengan status gizi sehat mendapatkan skor pengetahuan gizi yang tinggi jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak balita dengan status gizi kurang, tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki lebih rendah.

Tingkat Pengetahuan gizi yang dimiliki ibu sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang beraneka ragam yang selanjutnya dapat mempengaruhi status gizi anaknya. Florentino et al. (1987) mengemukakan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi yang baik pada daerah perkotaan di Philipina dengan tingkat pendapatan yang rendah memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Dengan konsumsi makanan yang beraneka ragam, kemungkinan status gizi keluarga termasuk anak akan baik.

Selain berpengaruh terhadap pemilihan makanan yang beraneka ragam, pengetahuan gizi yang dimiliki ibu juga akan berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkan, apabila dia sedang hamil. Penelitian Kusumawati & Mutalazimah (2004) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan berat bayi lahir. Dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan gizi ibu yang baik, ibu dapat memilih makanan serta menyusun makanan yang bergizi bagi dirinya dan bagi janin yang dikandungnya, sehingga secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap status gizi ibu dan status gizi bayi yang dilahirkannya. Pengetahuan gizi ibu atau orang tua tidak hanya berpengaruh terhadap status gizi buruk dan berat badan bayi yang dilahirkan. Di Amerika Serikat, pengetahuan gizi orang tua sangat berpengaruh terhadap kejadian obesitas atau kegemukan pada anak-anak. Variyam (2001) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, ditemukan prevalensi kejadian obesitas ditemukan lebih rendah pada orang tua yang memiliki pengetahuan gizi baik sedangkan pada orangtua yang memiliki pengetahuan gizi yang kurang, prevalensi obesitas pada anak lebih tinggi. Moehji (1992) mengemukakan bahwa ketidaktahuan seseorang akan hubungan makanan dan kesehatan tidak hanya terjadi pada orang yang berstatus sosial kurang, tetapi juga banyak dijumpai pada

(29)

orang-orang yang mempunyai penghasilan yang cukup banyak. Sehingga dengan keadaan ini masalah gizi tidak hanya timbul pada orang-orang miskin tetapi pada orang-orang yang tergolong kaya juga bisa terjadi.

Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal serta melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Pengetahuan gizi seseorang dapat diukur dengan cara melakukan tes bentuk objektif. Menurut Syah (2002) Bentuk tes objektif adalah tes yang jawabannya dapat diberi skor secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Tes Objektif ini ada lima macam yaitu tes benar salah, tes pilihan berganda (Multiple choice), tes pencocokan, tes isian dan tes pelengkapan. Khomsan (2000) mengemukakan bahwa untuk mengukur pengetahuan gizi seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice).

Kategori Pengetahuan gizi seseorang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu baik, sedang dan kurang. Khomsan (2000) mengemukakan bahwa untuk pengkategori dalam pengetahuan gizi berdasarkan penetapan cut-off point dari skor yang telah dijadikan persen. Adapun kategorinya adalah sebagai berikut : Tabel 1 Kategori Pengetahuan Gizi

Kategori Pengetahuan Gizi Skor Baik Sedang Kurang > 80 % 60-80% < 60 % Sumber : Khomsan (2000) Sanitasi Rumah

Jenie dalam Purnawijayanti (2001) mendefinisikan sanitasi sebagai ilmu yang merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Dalam Seslisozluk English-Turkish-German Dictionary (2008), sanitasi adalah salah satu proses untuk menjaga agar lingkungan tetap bersih dan sehat, terutama dengan menyediakan suatu sistem pembuangan limbah dan suplai air bersih, sistem penanganan air yang telah tercemar serta perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dengan cara memindahkan atau mendaur ulang sampah, limbah dan air kotor.

(30)

Rumah adalah tempat dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan. Perumahan adalah salah satu faktor yang akan menentukan keadaan sanitasi lingkungan. Apabila perumahan ditata dan dirawat dengan baik maka akan memberikan dampak positif bagi sanitasi lingkungan. Tetapi apabila perumahan tidak terawatt dengan baik, maka akan berdampak negatif bagi sanitasi lingkungan. Sebagai contoh apabila perumahan yang dihuni tidak sesuai dengan jumlah yang menempatinya dalam artian terlalu sempit maka akan mengakibatkan tingginya kejadian penyakit, terutama penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan virus.

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Yusuf & Sulistyorini 2005). Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih Azwar dalam (Yusuf & Sulistyorini 2005)

Dalam Pedoman Umum Rumah sederhana sehat (Dinas Perumahan DKI 2008) beberapa persyaratan dalam rumah sederhana sehat adalah sebagai berikut : 1. Kepadatan / densitas

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m.

2. Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan

Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.

(31)

a. Pencahayaan.

Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut : (1) cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan, (2) ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya, (3) ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata. Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh: kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata), lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata), tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan, lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan, sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum satu jam setiap hari, cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00.

b. Penghawaan

Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Lubang penghawaan minimal 5% dari luas lantai ruangan. (2) Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan. (3) Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC.

c. Suhu udara dan kelembaban

Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan.

(32)

Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan

penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan: (1) keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar.

(2) pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak. (3) menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan

Dinas Perumahan DKI Jakarta (2008) mengemukakan bahwa bangunan fisik rumah harus memenuhi persyaratan :

1. Bahan Bangunan. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan. Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikro organisme patogen. 2. Atap berfungsi untuk menahan panas, debu, dan air hujan. Penutup atap

sebaiknya merupakan bidang datar dan sudut kemiringan atap tergantung dari jenis bahan penutup atap yang dipakai. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.

3. Langit dan ndash; langit berfungsi agar sinar matahari tidak dirasakan langsung. Tinggi langit dan ndash; langit sekurangnya 2,4 m. Langit dan ndash; langit berfungsi untuk menyerap panas. Langit dan ndash; langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

4. Dinding berfungsi untuk menahan angin dan debu, serta dibuat tidak tembus pandang. Bahan dinding dapat berupa batu bata, batako, bambu, papan kayu. Dinding dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara. Dinding kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. 5. Jendela dan pintu berfungsi sebagai lubang angin, jalan udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Letak lubang angin yang baik adalah searah dengan tiupan angin.

6. Lantai harus dalam keadaan kering, tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Bahan penutup lantai dapat berupa floor, ubin, batu bata, teraso, porselen, keramik. Tinggi lantai untuk rumah bukan panggung sekurang &ndash; kurangnya 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan. Bahan lantai sebaiknya kedap air untuk menghindari naiknya air tanah. 7. Fundasi berfungsi meneruskan beban bangunan termasuk berat sendiri ke

(33)

penghubung dari bangunan atas dengan tanah. Bahan fundasi dapat berupa : batu kali, batu bata, beton. Bahan fundasi harus kedap air untuk menghindari rembesan air tanah ke atas.

Selain harus memenuhi syarat fisik bangunan rumah, Dinas Perumahan DKI Jakarta (2008) mengemukakan bahwa perumahan juga harus di lengkapi Fasilitas Kelengkapan Bangunan Rumah yang terdiri dari :

1. Sarana Air Bersih, Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 120 liter/hari/orang. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan.Yaitu (1) syarat fisik : jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. (2) Syarat kimiawi yaitu tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat-zat racun, dan tidak mengandung mineral-mineal serta zat-zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah ditentukan. (3) Syarat bakteorologis, yaitu air tidak boleh mengandung sesuatu bibit penyakit (Enjtang 2000). Sekeliling sumur dangkal (gali) diberikan pengerasan dan selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air (becek). Jarak sumur terhadap resapan / septik tank harus mencukupi syarat kesehatan. Sumber air yang dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga diantaranya yaitu air dalam tanah dan air permukaan. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh dari lapisan tanah yang dalam, contohnya yaitu : air sumur dan air yang berasal dari mata air. Sedangkan air permukaan adalah air yang letaknya dipermukaan tanah, contohnya yaitu : air kali, air danau, kolam, dan air hujan yan ditampung (Enjtang 2000).

2. Limbah dan selokan Air, air kotor atau air buangan dari kamar mandi, cuci dan dapur disalurkan melalui selokan terbuka atau tertutup di dalam pekarangan rumah ke selokan air di pinggir jalan. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah. 3. Tempat Pembuangan Sampah disediakan berupa tong atau bak sampah diberi

penutup agar lalat dan binatang tidak dapat masuk.

Sanitasi rumah erat kaitannya dengan status gizi seseorang. Menurut Syarief (1992) Selain ditentukan oleh jumlah dan mutu pangan, status gizi

(34)

seseorang secara langsung dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi, termasuk sanitasi lingkungan permukiman. Sanitasi rumah yang buruk merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit diare. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang secara langsung dapat berpengaruh terhadap status gizi balita. Fewtrell et al. (2007) mengemukakan air, sanitasi dan hygiene berhubungan dengan gizi buruk yang diderita oleh anak-anak khususnya anak balita. Sanitasi dan hygiene berpengaruh terhadap infeksi saluran pencernaan, selain itu juga berpengaruh terhadap berbagai penyakit infeksi lain seperti infeksi pernapasan. Fewtrell et al. (2007) membuat suatu gambaran mengenai keterkaitan antara sanitasi hygiene dengan penyakit infeksi yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.

Sanitasi & Higiene dan ketersediaan air bersih

yang kurang

Diare dan penyakit infeksi yang lain

Infeksi saluran pernafasan akut

Malnutrisi

Gambar 1 Hubungan Sanitasi Hygiene Terhadap Gizi Buruk dan Penyakit Infeksi (Fewtrell et al. 2007)

Dari gambar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sanitasi dan hygiene yang buruk akan menyebabkan terjadinya penyakit diare dan infeksi pencernaan lainnya serta dapat mengakibatkan infeksi pernapasan. Diare berhubungan bolak balik dengan kejadian gizi buruk. Diare dalam jangka waktu singkat dapat menyebabkan hilangnya cairan tubuh, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, sedangkan dalam jangka waktu panjang diare dapat menyebabkan malabsorpsi yang dapat menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan (WHO 2000).

Selain berhubungan dengan diare, sanitasi dan hygiene juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA yang pada akhirnya dapat bepengaruh terhadap status gizi anak balita. Hasil penelitian yang dilakukan Yusuf & Sulistyorini (2005) mendapatkan hasil bahwa Sanitasi rumah secara fisik yang memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita.

(35)

Sanitasi dan hygiene merupakan faktor penyebab terjadinya kejadian Malnutrition. Penelitian Shigali (2005) di Zambia menemukan hasil bahwa faktor penyebab yang berhubungan dengan kejadian underweight di Zambia salah satunya adalah sanitasi lingkungan rumah yang buruk. Penelitian lain menunjukkan bahwa kejadian stunted ditemukan lebih tinggi pada anak-anak yang berasal dari desa pantai yang memiliki sanitasi lingkungan buruk (Rajasree & Soman 1994).

Status Gizi Anak Balita

Balita adalah anak yang berusia di bawah lima tahun. Biasanya anak balita belum bersekolah sehingga sering disebut juga dengan istilah anak usia pra sekolah. Masa balita merupakan masa terpenting dalam kehidupan. Azwar (2004) mengemukakan bahwa masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Pertumbuhan pada masa balita lebih lambat jika dibandingkan dengan masa bayi. Mahan & Stump (2000) mengemukakan bahwa secara umum pertumbuhan pada masa balita relatif lebih tetap dan berlangsung lebih lambat, tetapi pada pada beberapa balita pola pertumbuhan ini dapat berlangsung tidak menentu. Masa balita termasuk masa yang tergolong rawan. Hal ini disebabkan, pada masa ini anak sudah mulai mengenal jajanan sehingga berpengaruh terhadap konsumsi makanannya di rumah. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) Pada umumnya anak balita mulai susah makan atau hanya suka pada makanan jajanan yang tergolong hampa kalori dan hampa gizi. Apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, maka akan berpengaruh terhadap status gizi anak.

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa 2002). Menurut Standfield dan Hui (2003) status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi dan penggunaan (utilization) zat gizi. Definisi lain tentang status gizi adalah Keadaan yang diakibatkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (required) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas atau produktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain (Grosarium Data & Informasi Kesehatan 2005).

Status gizi balita sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu konsumsi pangan atau makanan. Anak balita akan mempunyai status gizi yang

(36)

baik apabila makanan yang dikonsumsinya dapat memenuhi kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Moehdji (1992) mengemukakan bahwa gangguan gizi pada anak balita salah satunya disebabkan oleh tidak sesuainya jumlah zat gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.

Selain faktor konsumsi makanan, status gizi balita dipengaruhi juga oleh faktor infeksi. Infeksi yang terjadi pada balita akan memperburuk status gizi balita. Hal ini dikarenakan pada saat balita mengalami infeksi biasanya nafsu makan akan hilang dan pada kejadian tertentu, keadaan infeksi dapat menyebabkan malabsorpsi, sehingga zat gizi yang berasal dari makanan tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh akibatnya status gizi akan semakin memburuk. Infeksi dan status gizi buruk merupakan lingkaran setan yang sulit diputuskan, karena dengan status gizi yang buruk, daya tahan tubuh akan menurun sehingga penyembuhan penyakit akan berlangsung lama. Nancy dan Arifin (2005) mengemukakan bahwa Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

Penilaian status gizi balita dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Gibson (2005) metode penilaian status gizi terdiri dari :

1. Metode Konsumsi makanan : tahapan pertama defisiensi gizi diidentifikasi dengan metode penilaian konsumsi makanan. Pada tahap ini biasanya terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi dalam intik makanannya. Kekurangan ini bisa karena defisiensi primer (zat gizi dalam menunya rendah) atau karena defisiensi sekunder. Pada defisiensi sekunder, intik makanannya tampaknya sudah memenuhi kebutuhan gizinya, tetapi karena kondisi tertentu (seperti karena obat-obatan tertentu, komponen makanan tertentu, atau keadaan penyakit), sehingga mengganggu penyerapan, transport, utilisasi atau ekskresi zat-zat gizi.

2. Metode Laboratorium : beberapa tahapan perkembangan keadaan defisiensi gizi dapat diidentifikasi dengan metode laboratorium. Pada defisiensi primer dan sekunder, simpanan zat-zat gizi secara bertahan menjadi berkurang (terdeplesi). Sebagai akibat deplesi zat gizi dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar zat gizi atau kadar produk-produk metabolik yang

(37)

terkandung pada cairan dan jaringan tubuh serta penurunan aktivitas beberapa enzim. Deplesi ini dapat dideteksi dengan uji biokimia.

3. Metode Antropometri : merupakan metode yang menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan deraar gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis.

4. Metode klinis : riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala-gejala yang berhubungan dengan malnutrisi. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini sering tidak spesifik dan hanya berkembang selama tahap deplesi zat gizi sudah parah. Karena alasan ilmiah, diagnosis defisiensi gizi tidak boleh mengadalkan hanya pada metode klinis.

5. Metode ekologi : penilaian gizi seringkali melibatkan pengumpulan informasi tentang faktor-faktor yang diketahui dapat mempengaruhi status gizi penduduk, seperti data ekonomi dan sosio demografi, praktek-praktek budaya; kepercayaan-kepercayaan tentang makanan, harga pangan; pemasaran, distribusi dan penyimpanan pangan, serta statistik vital dan kesehatan.

Dari kelima metode penilaian status gizi, metode antropometri merupakan cara paling sederhana dan praktis. Supariasa (2002) mengemukakan bahwa antropometri merupakan penilaian status gizi yang sederhana karena prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Selain itu alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat didaerah setempat.

Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife &Jellife 1989). Saat ini pengukuran antropometri digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intik energi dan protein, selain itu juga dapat mendeteksi tingkat malnutrisi yang dialami (Gibson 2005).

Indikator antropometri yang sering dipergunakan ada tiga macam, yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linier panjang tubuh, dan tebal lipatan kulit serta lingkar lengan atas untuk mengetahui komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan protein. Indikator antropometri selalu dibandingkan dengan umur dari orang yang akan diukur, Atas dasar itu, maka untuk pengukuran status gizi dengan menggunakan antropometri

(38)

adalah dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) (Riyadi 2001).

Berat badan menurut umur (BB/U) adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi sesorang saat ini.

Tinggi badan menurut umur (TB/U) merupakan parameter yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks tinggi badan menurut umur menggambarkan status gizi masa lalu.

Berat badan menurut tinggi badan merupakan parameter untuk mengidentifikasi status gizi saat ini. indeks ini merupakan indeks yang independen terhadap umur. Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Merupakan parameter antropometri yang digunakan untuk mengukur status gizi saat ini.

Diantara indikator-indikator antropometri yang telah disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka pemantauan status gizi, sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini. Kriteria penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U terbagi menjadi gizi kurang (underweight) bila Z-skor kurang dari -2 SD, gizi lebih (Overweight) bila Z-skor lebih dari 2 SD (WHO 1995).

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pekerja di perkebunan teh pada umumnya adalah wanita. Hardinsyah (1986) mengemukakan bahwa 46% pekerja pemetik teh di PTP XIII Pangalengan adalah wanita. Nasib pekerja wanita diperkebunan sangat memprihatinkan terutama dari segi upah. Waktu dan pengorbanan yang mereka curahkan untuk bekerja tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka dapatkan. Pekerjaan ibu sebagai pemetik teh akan sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan yang diberikan oleh ibu terhadap anak balitanya. Ibu yang bekerja sebagai pemetik teh memiliki keterbatasan waktu dalam merawat dan mendidik anak-anaknya disebabkan sebagian waktu harus digunakan untuk bekerja.

Masa balita merupakan masa emas dalam proses kehidupan manusia, yang ditandai dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan kemampuan kognitif, kemampuan untuk bersosialisasi dengan lingkungan serta kemampuan psikomotor anak yang berkembang dengan pesat. Azwar (2004) mengemukakan bahwa masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Pada masa ini seorang anak balita memerlukan rangsangan atau stimulus untuk mendukung tumbuh kembang. Selain itu gizi juga memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak balita.

Status gizi anak balita sangat dipengaruhi konsumsi pangan. Konsumsi pangan anak dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan oleh orang dewasa dalam keluarga tersebut, dalam hal ini biasanya ibu yang memegang peranan penting terhadap konsumsi pangan anak. Engle et al. (1996) mengemukakan bahwa pengasuhan biasanya dilakukan oleh wanita / ibu. Pola pengasuhan yang diberikan oleh ibu terhadap anak balita akan sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak balita, dan pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi anak balita.

Pola pengasuhan yang diberikan ibu kepada anak balita sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan gizi & kesehatan yang dimiliki ibu. Klemesu et al. (2000) berpendapat bahwa pendidikan yang dimiliki oleh ibu sangat berhubungan dengan pola asuh yang diterapkan terhadap anaknya. Pola pengasuhan yang diberikan ibu dapat berupa pola asuh makan dan pola asuh

(40)

kesehatan. Pola asuh makan yang diberikan ibu akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak balita yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Ogunba (2006) mengemukakan kesimpulan bahwa perilaku ibu yang benar selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan pada akhirnya dapat meningkatkan status gizi anak. Pola asuh kesehatan akan sangat mempengaruhi status kesehatan anak, karena apabila pola asuh kesehatan yang diberikan kurang baik, maka kemungkinan konsumsi pangan anak terganggu, akibatnya akan terjadi penurunan kekebalan tubuh. Keadaan ini menyebabkan anak balita akan cepat dihinggapi berbagai penyakit. Berdasarkan pada kerangka pemikiran tersebut, disusun suatu bagan yang menggambarkan hubungan antar peubah (Gambar 2).

Karakteristik Responden : ƒ Pendidikan ibu

ƒ Pendapatan keluarga ƒ Besar keluarga

ƒ Pengetahuan gizi & kesehatan ibu

Konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi Balita

• Energi • Protein

Status Gizi Balita • BB/U • TB/U • BB/TB Status Kesehatan:

• Lama sakit Diare

• Lama sakit ISPA

Sanitasi Rumah

Pola Pengasuhan :

ƒ Pola asuh makan

ƒ Pola asuh kesehatan

Gambar 2 Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan, Pengetahuan Gizi & Kesehatan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita

(41)

Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Maret sampai Juni 2008.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu wanita pemetik teh yang mempunyai anak balita yang berdomisili di PTPN VIII Pangalengen Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Contoh dalam penelitian merupakan contoh dalam penelitian NHF mengenai “Studi keragaan wanita pemetik teh: Sosial ekonomi, ketahanan keluarga, konsumsi pangan dan tumbuh kembang anak” (Sunarti & Roosita 2008). Unit analisis dalam penelitian ini adalah anak balita. Teknik penarikan contoh di ambil secara Cluster sehingga dari empat kebun lokasi penelitian NHF yang ada di PTPN VIII : Purbasari, Talun Santosa, Malabar dan Sedep, dipilih satu kebun yaitu kebun Malabar. Pemilihan kebun Malabar dalam penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa kebun tersebut memiliki akses yang lebih mudah dijangkau. Contoh yang diambil dalam penelitian harus memenuhi kriteria inklusi, adapun kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu : ibu wanita pemetik teh yang memiliki anak balita berusia 6 sampai 60 bulan pada saat penelitian ini berlangsung, Ibu anak balita adalah pekerja pemetik teh PTPN VIII khususnya di kebun Malabar, ibu balita bersedia di wawancarai. Pada awal penelitian NHF jumlah contoh yang berada di kebun Malabar berjumlah 102 contoh, tetapi karena kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, sehingga pada saat pengambilan data penelitian jumlah contoh dalam penelitian menjadi 87 contoh.

Malabar n = 102 Purbasari n = 90 Talun Santosa n = 69 Sedep n = 93 n = 87 PTPN VIII

Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

Gambar

Gambar  1 Hubungan Sanitasi Hygiene Terhadap Gizi Buruk dan Penyakit Infeksi        (Fewtrell et al
Gambar 2  Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan, Pengetahuan Gizi &amp;
Gambar 3  Teknik Penarikan Contoh
Tabel 2  Jenis dan Kategori Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

KAI (Persero), Buku Pedoman Standardisasi Stasiun Tahun 2011.. Toilet yang diperuntukkan secara umum merupakan fasilitas sanitasi yang aksesibel bagi semua orang termasuk

c.. Masukkan sampel tanah yang telah diayak seberat 25 g ke dalam kolom gelas. Tanah yang masuk kolom gelas dipadatkan dengan cara mengetok-ngetok pelan-pelan pada

karena sejalan dengan visi Bank BRI untuk membangun ekonomi rakyat, dimana bank memberikan pembiayaan kepada koperasi yang membutuhkan dana untuk membiayai

1) Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat untuk memahami pengaturan perlindungan hukum dalam perundang-undangan terhadap kasus tindak pidana

Apabila kaki berada dalam posisi baik maka tegangan yang ada tidak menyebabkan masalah, tetapi apabila kaki berada pada posisi yang salah atau

Sifat mekanik yang baik pada bone graft akan tahan terhadap lingkungan biomekanikal kompleks seperti perubahan stress dan strain dari tekanan dan aliran cairan di

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi (R) antara konformitas teman sebaya terhadap perilaku membolos remaja adalah sebesar 0,591 dengan koefisien determinasi