• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gulungan tembakau yang kira kira sebesar kelingking yang dibungkus dengan daun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. gulungan tembakau yang kira kira sebesar kelingking yang dibungkus dengan daun"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merokok

a. Definisi

Merokok berasal dari kata rokok, dimana kata “rokok” menurut KBBI adalah gulungan tembakau yang kira – kira sebesar kelingking yang dibungkus dengan daun nipah atau kertas. Kegiatan atau aktivitas mengisap rokok secara terus menerus setiap hari dalam kurun waktu tertentu yang lama disebut dengan kebiasaan merokok. Berbagai penelitian telah dilakukan di dunia mengenai bahaya dari merokok dan asap rokok itu sendiri baik bagi kesehatan dari perokok dan bagi orang di sekitarnya.

b. Pengaruhnya terhadap paru-paru

Merokok hampir mempengaruhi semua organ dalam tubuh manusia, kerusakan masksimal ditanggung oleh paru-paru. Merokok merupakan faktor utama terjadinya karsinoma pada paru-paru dan penyakit paru obstruktif kronik.

Merokok dapat merusak pertahanan kekebalan host dan merusak permbersihan sekresi yang ada pada tracheobrachial mukosa. Ini adalah garis pertahanan pertama yang membantu membersihkan partikel-partikel yang terhirup. Jadi, dengan merusak sistem perbersihan atau clearance, memungkinkan basil tuberkulosis untuk merlarikan diri dari pertahanan dan bergerak untuk mencapai alveoli.

(2)

Makrofag alveolar paru merupakan mekanisme pertahanan awal terhadap basil tuberkulosis. Penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat mengubah fungsi dari makrofag dan dengan demikian mempengaruhi kemampuan makrofag untuk membersihkan basil dari saluran udara. Makrofag dari perokok lebih besar dalam ukuran, memiliki morfologi permukaan yang abnormal yang akan menyebabkan gangguan fungsi dari antigen. Makrofag alveolar dari perokok telah mengurangi aktivitas fagosit dan rendahnya tingkat sitokin pro-inflamasi.

Adanya bukti bahwa ketidakseimbangan antara tingkat oksidan dan anti-oksidan pada perokok. Ketidakseimbangan ini menyebabkan peningkatan stress oksidatif pada jaringan paru-paru terutama oleh karena oksida yang terkadung dalam asap rokok dan penurunan mekanisme anti-oksidan dari penuaan makrofag.

Terdapat mekanisme yang menunjukkan peran reseptor kolinergik nikotinik pada makrofag. Nikotin dalam asap rokok bekerja pada reseptor ini dan menurunkan produksi Tumor Necrosis Factor (TNF), sehingga merusak kemampuan membunuh dari makrofag. Merokok dapat mempercepat penurunan fungsi paru-paru, dan penghentian merokok dapat mengurangi tingkat penurunan dari fungsi paru-paru (Kumar dan Behera, 2012).

2.2 Tuberkulosis a. Definisi

Dewasa ini, penderita penyakit infeksi kronik semakin meningkat, terutama pada penderita Tubercullosis (TB). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang ditularkan dari orang yang satu ke orang yang lain dengan prinsip melalui transmisi

(3)

udara. Menurut penelitian Helper Manalu, menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit TB seperti faktor infeksius dan non-infeksius. Salah satu faktor non-infeksius adalah faktor lingkungan, seperti hunian yang tingkat kepadatan penduduknya sangat tinggi dan tingkat ekonomi yang lemah atau kemiskinan di berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara berkembang.

Bakteri penyebab TB adalah Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar dinding bakteri terdiri dari asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Komponen lipid pada bakteri memberikan ketahanan terhadap bahan kimia dan juga asam (asam alkohol) maka dari itu baketri ini disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Mycobacterium Tuberculosis memiliki sifat dormant sehingga bakteri dapat bertahan hidup pada keadaan udara yang kering maupun dalam keadaan dingin. Dari sifat bakteri yang dormant, bakteri dapat hidup kembali dan menjadikan penyakit TB aktif kembali (Amin dan Bahar, 2009).

Proses penularan penyakit TB melalui inhalasi, sehingga hal ini menjelaskan mengapa TB paru merupakan manisfestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru memiliki peran utama pada saat penderita batuk, karena basil tersebut mengandung percikan dahak (droplet nuclei), khususnya yang didapat pada pasien TB dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung Bakteri Tahan Asam (BTA). Butir-butir air ludah akan berterbangan di udara, dimana butir - butir ini mengadung basil TBC yang akan terhirup oleh orang sehat, kemudian akan masuk ke paru dan bisa menyebabkan infeksi TB paru.

(4)

Menurut Kumar, faktor risiko untuk terjadi nya TB terdiri dari triad epidemiologi, yaitu agen, host, dan lingkungan. Agen disini yang dimaksud adalah basil tuberkulosis, seseorang yang rentan sebagai host, dan lingkungan yang memungkinkan basil untuk bertahan dan berpindah dari satu host ke host yang lain.

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis paru memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :

a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit yaitu paru

b. Pada pemeriksaan bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) dibagi menjadi BTA positif atau BTA negatif

c. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah diobati

d. Status HIV pasien (Depkes, 2011).

Menurut Amin, klasifikasi dari TB dibagi berdasarkan patologis dan radiologis (berdasarkan luas lesi). Klasifikasi berdasarkan patologis adalah TB primer dan TB sekunder.

b. Tuberkulosis dengan Merokok

TB Paru dan merokok merupakan dua masalah kesehatan masyarakat yang memiliki hubungan yang signifikan. Menurut Purnamasari (dalam penelitian Murfikin dkk., 2014) kebiasaan merokok dapat menyebabkan rusaknya pertahanan paru serta dapat merusak mekanisme mucuciliary clearance dimana mekanisme ini mempunyai fungsi untuk memproteksi saluran napas. Peningkatan risiko pertumbuhan bakteri termasuk kuman TB Paru terjadi akibat adanya pembentukan

(5)

mucus dan penurunan pergerakan silia yang dihasilkan dari asap rokok. Hal ini dapat berpotensi menyebabkan penimbunan mukosa dan peningkatan risiko pertumbuhan bakteri terutama basil Tuberkulosis yang kemudian menimbulkan infeksi (Widyasari, 2011).

Merokok dapat bertindak sebagai faktor risiko dengan meningkatkan kerentanan host manusia. Merokok menyebabkan batuk pada pasien yang memungkinkan terjadinya transit basil tuberkulosis ke lingkungan dari host yang tertular. Basil kemudian dihirup oleh host yang rentan lain yang akan mengarah ke TB paru. Mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang cukup banyak dapat memperparah penyakit TB, dan meningkatkan resiko kekambuhan serta kegagalan dalam pengobatan TB. Penelitian dari Harvard School of Public Health (dalam Murfikin, 2014) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok, perokok pasif dan polusi udara dalam ruangan dari kayu bakar dan batu bara terhadap resiko infeksi. Menurut Setiarni dkk, terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa dengan nilai (p=0,0011).

Namun, pada penelitian menurut Widyasari menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara merokok aktif dan merokok pasif dengan kejadian TB paru dewasa. Didukung pula oleh penelitian Murfikin yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama merokok, jenis dan jumlah rokok yang dihisap dengan kejadian TB paru. Dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,149 > α = 0,05 untuk hubungan

(6)

antara lama merokok, nilai p 0,186 > α = 0,05 untuk jenis rokok yang dihisap, dan untuk jumlah rokok yang dihisap nilai p 1,000 > α = 0,05.

c. Patogenesis menurut klasifikasi TB primer dan sekunder

Menurut Zulkifli Amin, Tuberkulosis menurut patologis dibagi menjadi Tuberkulosis Primer (Childhood Tuberculosis) dan Tuberkulosis post-primer (Adult Tuberculosis).

1. TB primer

Tuberkulosis primer pada paru terjadi ketika bakteri dibersinkan atau dibatukkan keluar ke udara di sekitar kita membawa droplet nuclei. Menurut Amin dan Manalu, partikel infeksi ini dapat bertahan dan menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya cahaya ultraviolet yang cukup, sirkulasi udara, dan kelembaban. TB mudah menular pada masyarakat yang tinggal di perumahan atau pemukiman yang padat, kurangnya sinar matahari, dan sirkulasi udara yang buruk atau suasana yang lembab, karena dapat bertahan selama berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan.

Bila partikel-partikel infeksi ini terhirup oleh orang yang sehat, maka partikel ini akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dengan ukuran kurang dari lima mikrometer dapat masuk ke alveolar. Bakteri pertama akan dihadapi oleh neutrophil, kemudian dihadapi oleh makrofag. Sebagian besar bakteri ini akan mati oleh karena makrofag dan dikeluarkan melalui trakeobronkial dengan gerakan silia dan sekretnya.

(7)

Bakteri yang menetap di jaringan paru akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri yang menetap di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sebagai sarang primer atau sarang Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian dari jaringan paru. Jika menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadi efusi pleura.

Dari sarang primer akan timbul inflamasi pada saluran getah bening yang menuju ke hilus (limfangitis lokal), dan juga pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional akan menyebabkan kompleks primer. Semua proses perjalanan ini membutuhkan waktu selama 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya bisa sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa gari-garis fibrotik. Yang paling sering terjadi adalah sembuh sama sekali tanpa meninggalkan luka (Amin dan Bahar, 2009).

2. TB sekunder

Infeksi bakteri pada TB sekunder ini disebabkan oleh bakteri yang dormant pada TB primer yang kemudian akan muncul setelah bertahun-tahun sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Nama lain dari TB sekunder adalah TB post primer atau TB pasca primer. Sebagian besar reinfeksi terjadi sebesar 90%, hal ini dapat terjadi karena penurunan sistem imunitas seperti alkohol, malnutrisi, diabetes, gagal ginjal, dan HIV-AIDS.

TB sekunder juda dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua atau Adult Tuberculosis. Menurut jumlah kuman, virulensi, dan imunitas

(8)

pasien, sarang dini ini dapat direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan bekas atau sarang akan meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.

d. Diagnosis TB

Penemuan kasus TB melalui beberapa proses, yang pertama adalah suspek TB, kemudian diagnosbis yang berasal dari pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, menentukan klasifikasi penyakit, dan tipe TB pasien. Menurut pedoman dari Depkes, tahap awal kita menemukan kasus TB yaitu dengan suspek pada masyarakat yang memiliki gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Jika ada orang yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala diatas, maka akan dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Menurut Depkes (2011) dalam mendiagnosis TB paru ada tiga indikasi : Semua suspek TB diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas atau gold standard. Namun, pemeriksaan kultur ini membutuhkan waktu yang lebih lama serta harga yang lebih mahal, maka permeriksaan dahak

(9)

miskroskopis lebih digunakan dikarenakan juga nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan (Mulyadi dkk., 2011).

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat dipergunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Jika mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja maka diagnosis tidak dibenarkan karena foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), yaitu:

Tabel 2.1 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis SPS

S (sewaktu) Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi) Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

S (sewaktu) Dahak dikumpulkan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

(10)

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB paru : 1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non Obat Anti Tuberkulosis, bagi pasien dengan HIV negatif.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 2. Foto Toraks

Pemeriksaan radiologis dada menggunakan x-ray merupakan cara untuk menemukan dan menentukan lesi tuberkulosis. Indikasi pemeriksaan foto toraks pada sebagian besar TB paru. Diagnosis TB paru terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks, akan tetapi pada kondisi

(11)

tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut

a) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif .

b) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Depkes RI, 2008).

(12)

Keterangan

Suspek TB Paru : Seseorang dengan batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih disertai dengan atau tanpa gejala lain.

Antibiotik non OAT : Antibiotik spectrum luas yang tidak memiliki efek anti TB Gambar 1. Alur Diagnosis TB paru (Depkes,2011)

Foto Rontgen Toraks Foto Rontgen Toraks Tidak Membaik Membaik Bukan Tuberkulosis Paru Hasil BTA + + + + + - Tuberkulosis Paru Hasil BTA - - - Suspek Tuberkulosis Paru Hasil BTA + - - Hasil BTA + + + + + - + - - Pemeriksaan Dahak Hasil BTA - - -

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis (SPS)

Gambar

Tabel 2.1 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis SPS
Foto Rontgen  Toraks Foto Rontgen  Toraks Tidak  Membaik Membaik Bukan  Tuberkulosis ParuHasil BTA + + + + + - Tuberkulosis Paru Hasil BTA - - - Suspek Tuberkulosis Paru Hasil BTA + - - Hasil BTA + + + + + - + -  - Pemeriksaan Dahak Hasil BTA - - -

Referensi

Dokumen terkait

Multimedia interaktif juga telah terbukti berkesan dalam membentuk serta mengekalkan maklumat untuk tempoh masa yang panjang dan ianya boleh dicapai kembali dalam masa yang

Input Data Buku Jurnal Transaksi Pengolahan Data Profil Pengolahan Data Sekolah Pengolahan Data Buku Jurnal Transaksi Data Profil Data Sekolah Data Kas Umum Data Kas Bantu

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui variabel pelatihan, pengalaman kerja dan kinerja menjadi variabel pembeda tenaga kasir laki-laki dengan tenaga kasir

Kelemahan pembelajaran konvensional dibanding pembelajaran dengan strategi POE adalah tidak adanya kegiatan penggalian prakonsepsi dan koreksi konsep sehingga rata-rata

The students consult the dictionary when they have to choose a word among synonymous words to be used in a certain context.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan dimasa depan merupakan manajemen pendidikan yang dirancang atau disusun

LAPORAN PEMULASARAN JENAZAH LAPORAN PEMULASARAN JENAZAH DI RUMAH SAKIT UMUM YARSI PONTIANAK DI RUMAH SAKIT UMUM YARSI PONTIANAK.. JANUARI 2017 s.d MARET 2017 JANUARI 2017 s.d

sel-sel darah merah yang berlebih. , digunakan untuk mendeteksi kerusakan jantung. , untuk mendeteksi penyakit paru-paru. , untuk mendeteksi kerangka tulang manusia. , memancarkan