• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BACEMAN, PUPUK ANORGANIK DAN FUNGISIDA TEBUCONAZOLE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis hypogaea L) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BACEMAN, PUPUK ANORGANIK DAN FUNGISIDA TEBUCONAZOLE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis hypogaea L) SKRIPSI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BACEMAN, PUPUK

ANORGANIK DAN FUNGISIDA TEBUCONAZOLE

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mendapatkan derajat

Sarjana Pertanian

Oleh

Ami Rofiah

00131027

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

Jember, Juli 2005

(2)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BACEMAN, PUPUK

ANORGANIK DAN FUNGISIDA TEBUCONAZOLE

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Ami Rofiah

NIM : 00131027

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 21 Juli 2005 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan tim penguji

Ketua Sekertaris

Ir. Hudaini Hasbi, MSc. Agr. Ir. H Elfien Herrianto, M. P. NIP : 131913159 NPK : 8507129

Anggota 1 Anggota II

Ir. Iskandar Umarie, M. P. Ir. Oktarina, M.P. NIP : 131923787 NIP : 131913160

Jember, Juli 2005

Universitas Muhammadiyah Jember Fakultas Pertanian

Dekan

Ir. Bejo Suroso, M.P. NIP : 131883031

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya. Penulis telah menyelesaikan tulisan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk Baceman, Pupuk Anorganik dan Fungisida Tebuconazole Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) ”

Karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program S-1 jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi). Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Jember.

Sejak dimulainya penelitian hingga selesainya tulisan ini. Penulis telah banyak mendapatkan bantuan moril maupun material dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini diantaranya :

1. Kepada kedua orang tua dan kakakku tersayang yang telah memberikan material, moril dan spiritual selama kuliah dan penelitian sampai selesai. 2. Ir. Bejo Suroso M.P., selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Jember yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.

3. Ir. Iskandar Umarie, M.P., selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Oktarina, M.P., selaku dosen pembimbing anggota yang telah

mengarahkan dan membimbing serta memacu semangat dalam menyelesaikan penelitian dan penulisn skripsi ini.

4. Kepala laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember yang telah memberikan fasilitas selama penelitian sehingga jalannya penelitian menjadi lancar.

5. Ir. Nanik Chomsah Musyarofah, Gesti Retno Widowati, S.P., dan Siti Arifah, S.P., yang memberikan izin kepada kami untuk penelitian dan memberikan bimbingan selama penelitian.

(4)

6. Tim penelitian (Idham, Eko, Sidiq, Erfan), dan Dayat terima kasih atas kerjasamanya selama penelitian maupun setelah penelitian

7. Semua teman-teman agronomi angkatan 2000 yang telah membantu dalam penyelesaian skipsi ini.

Semoga amal baik tersebut mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya sebagai makhluk yang lemah, kekurangan pasti terdapat dalam tulisan ini. Oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca. Penulis terima dengan senang hati. Dengan harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati tanaman kacang tanah pada khususnya.

Jember, Juli 2005

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah ... 1

1.2. Keaslian Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Kacang Tanah ... 7

2.2. Morfologi dan Pertumbuhan Kacang tanah ... 8

2.3. Syarat Tumbuh ... 8

2.4. Pemupukan Pada Kacang Tanah ... 9

2.4.1. Pengaruh pupuk anorganik pada kacang tanah ... 9

2.4.2. Pengaruh pupuk baceman pada kacang tanah ... 11

2.5. Tanggapan Kacang Tanah Terhadap Fungisida Tebuconazole ... 12

2.6. Hipotesis ... 13

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2. Bahan dan Alat ... 15

3.3. Metode Penelitian... 15

3.4. Metode Analisa ... 16

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 18

(6)

3.5.2. Pembuatan pupuk baceman ... 18

3.5.3. Pemberian pupuk anorganik ... 18

3.5.4. Persiapan fungisida tebuconazole ... 19

3.5.5. Persiapan benih ... 19

3.5.6. Penanaman ... 19

3.5.7. Pemeliharaan tanaman ... 19

3.5.8. Pengambilan sampel tanaman ... 20

3.5. Parameter Pengamatan ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman ... 23

4.2. Jumlah Cabang Total dan Jumlah Cabang Produktif ... 25

4.3. Berat Polong Total dan Jumlah Polong Total ... 28

4.4. Berat Basah Tanaman ... 30

4.5. Berat Kering Tanaman ... 32

4.6. Intensitas Penyakit Bercak Daun ... 34

4.7. Intensitas Penyakit Karat Daun ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis Varian Yang Digunakan ... 17 2. Galat Baku Yang Digunakan ... 17 3. Dosis Pupuk Anorganik Per hektar dan Per petak ... 19 4. Rataan Jumlah Cabang Total Pada Perlakuan Fungisida Tebuconazole

dan Pupuk Baceman ... 26 5. Rataan Jumlah Cabang Produktif Pada Perlakuan Fungisida Tebuconazole

dan Pupuk Baceman ... 27 6. Rataan Berat Polong Total dan Jumlah Polong Total Pada Perlakuan

Fungisida Tebuconazole ... 29 7. Rataan Berat Basah Pada Perlakuan Fungisida Tebuconazole dan

Pupuk Baceman ... 31 8. Rataan Berat Kering Tanaman Pada Perlakuan Fungisida Tebuconazole . 33 9. Rataan Intensitas Penyakit Bercak Daun Pada Perlakuan Fungisida

Tebuconazole dan Pupuk Baceman ... 35

10. Rataan Intensitas Penyakit Karat Daun Pada Perlakuan Fungisida

Tebuconazole, Pupuk Baceman dan Pupuk Anorganik ... 37

11. Rataan Intensitas Penyakit Karat Daun Pada Perlakuan Fungisida

Tebuconazole, Pupuk Baceman dan Pupuk Anorganik. ... 38

12. Rataan Intensitas Penyakit Karat Daun Pada Perlakuan Fungisida

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Rangkuman F Hitung Tinggi Tanaman, Pertumbuhan dan Produksi,

Intensitas Penyakit Bercak daun dan Karat Daun ... 45

2. Data Rata-rata dan Analisis Varian Tinggi Tanaman Umur 20 Hst (cm) .... 46

3. Data Rata-rata dan Analisis Varian Tinggi Tanaman Umur 30 Hst (cm) .... 47

4. Data Rata-rata dan Analisis Varian Tinggi Tanaman Umur 40 Hst (cm) .... 48

5. Data Rata-rata dan Analisis Varian Tinggi Tanaman Umur 50 Hst (cm) .... 49

6. Data Rata-rata dan Analisis Varian Jumlah Cabang Total... 50

7. Data Rata-rata dan Analisis Varian Jumlah Cabang Produktif ... 51

8. Data Rata-rata dan Analisis Varian Berat Polong Total ... 52

9. Data Rata-rata dan Analisis Varian Jumlah Polong Total ... 53

10. Data Rata-rata dan Analisis Varian Berat Basah Tanaman (g) ... 54

11. Data Rata-rata dan Analisis Varian Berat Kering Tanaman (g) ... 55

12. Data Rata-rata, Rata-rata Tranformasi dan Analisis Varian Intensitas Penyakit Bercak Daun (%) ... 56

13. Data Rata-rata, Rata-rata Tranformasi dan Analisis Varian Intensitas Penyakit Karat Daun (%) ... 58

14. Data Analisis Kandungan Hara Tanah ... 60

15. Data Kelembaban dan Curah Hujan ... 60

16. Denah Penelitian ... 61

17. Jadual Penelitian... 62

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Grafik Pengaruh Fungisida Tebuconazole, Pupuk Organik

Baceman dan pupuk anorganik ... 23

2. Lahan Penelitian ... 64

3. Perbandingan Perlakuan Fungisida Tebuconazole ... 64

4. Perbandingan Perlakuan Pupuk Baceman ... 65

5. Perbandingan Perlakuan Pupuk Anorganik ... 65

6. Penyakit Bercak Daun ... 66

(10)

INTI SARI

AMI ROFIAH. Pengaruh Penggunaan Pupuk Baceman, Pupuk Anorganik dan Fungisida Tebuconazole Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) di bawah bimbingan Ir. Iskandar Umarie, M.P., Selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Oktarina, M.P., Selaku Dosen Pembimbing Anggota.

Suatu penelitian tentang pengaruh penggunaan pupuk baceman, pupuk anorganik dan fungisida Tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L) yang dilaksanakan di kelurahan Jubung kecamatan Sukorambi dengan ketinggian  62 m dpl dilakukan mulai bulan September 2004 sampai dengan Januari 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk baceman, pupuk anorganik dan fungisida Tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah

(Arachidis hypogaea L)

Metode penelitian menggunakan rancangan petak terbagi faktorial (Split Plot Faktorial) dengan tiga faktor. Faktor utama (Main Plot) adalah perlakuan penyemprotan fungisida (A) yang meliputi tiga taraf yaitu A0 = tanpa penyemprotan fungisida, A1= penyemprotan fungisida dua kali, A2 = pemberian fungisida empat kali. Sedangkan faktor anak petak (Sub Plot) adalah perlakuan pemberian pupuk organik baceman (B) yang meliputi tiga taraf juga yaitu B0 = tanpa aplikasi pupuk baceman, B1 = aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam, B2 = aplikasi pupuk baceman pada saat tanam, dan perlakuan pemberian pupuk anorganik (C) meliputi dua taraf yaitu C1 = pupuk anorganik setengah dosis rekomendasi dan C2 = pupuk anorganik sesuai dosis rekomendasi

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) dapat meningkatkan berat basah, berat polong total, berat kering tanaman, jumlah polong total serta menurunkan intensitas penyakit bercak daun dan karat daun, sedangkan aplikasi pupuk baceman (B) dan pemberian pupuk anorganik (C) tidak dapat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Interaksi antara perlakuan penyemprotan fungisida (A) dengan perlakuan pupuk baceman (B) dapat meningkatkan berat basah, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif dan menurunkan intensitas penyakit bercak daun. Interaksi antara perlakuan penyemprotan fungisida (A) dan perlakuan pupuk anorganik (C) serta interaksi antara perlakuan pupuk baceman (B) dan perlakuan pupuk anorganik (C) tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Interaksi antara perlakuan penyemprotan fungisida (A) dan perlakuan pupuk baceman (B) dan perlakuan pupuk anorganik (C) tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah tetapi dapat menurunkan intensitas penyakit karat daun.

(11)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Tanaman kacang tanah termasuk tanaman palawija komersial, menempati urutan kedua setelah kedelai (Diperta, 2003). Sebagai bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi kacang tanah mengandung lemak (40-50%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K) disamping itu juga mengandung bahan-bahan mineral antara lain: Ca, Cl, Fe, Mg, P, K dan S (Suprapto, 1993).

Produksi kacang tanah di Jember tahun 1999 mengalami peningkatan yang sangat pesat dibandingkan tahun 1998 yaitu dari 3.984 ton per tahun menjadi 5.627 ton per tahun dengan luas panen 3.503 ha dan 4.200 ha. Pada tahun 2000 produksi kacang tanah sebesar 5.075 ton per tahun dengan luas panen 4885 ha. Pada tahun 2001 mengalami peningkatan menjadi 5.252 ton per tahun dengan luas panen 4332 ha sedangkan pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 4.867 ton per tahun dengan luas panen 4.280 ha.

Produksi kacang tanah di Jember pada tahun 2003 sebesar 3.625 ton per tahun dengan kebutuhan konsumsi masyarakat sebesar 1.885 ton per tahun (Diperta, 2003). Permintaan kacang tanah segar dari industri kacang kulit oven sangat besar mencapai 750 ton polong segar per hari yang disuplai dari 16 daerah pengirim termasuk Jember. Kacang tanah yang dikirim dari Jember selama bulan Juli 2004 sebesar 81,984 ton. Untuk memenuhi kebutuhan kacang tanah tersebut Jember masih memerlukan pasokan kacang tanah dari daerah lain seperti Banyuwangi dan Lumajang (Bidang Litbang PT. GPPJ, 2004).

(12)

Produktivitas kacang tanah nasional mencapai 1,08 to per ha pada tahun 2001, jumlah tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil yang dapat dicapai, antara 2 - 2,5 ton per ha. Sementara volume permintaan dalam negeri setiap tahun semakin meningkat. Kondisi tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah impor, mencapai sebesar 118.758 ton biji kering pada tahun 2001 (Pikiran Rakyat, 2002).

Pemupukan memegang peranan penting dalam peningkatan produksi kacang tanah karena pupuk mengandung hara dengan konsentrasi relatif tinggi. Pupuk nitrogen diperlukan tanaman kacang tanah pada awal pertumbuhan karena kemampuan tanaman dalam mengikat nitrogen baru dimiliki pada umur 15 - 20 hari. Pupuk fosfat juga diperlukan pada awal pertumbuhan karena berfungsi mendorong pertumbuhan akar mula sehingga daya serap tanaman meningkat (Suprapto, 1993). Petani umumnya tidak memperhatikan masalah pemupukan pada kacang tanah bahkan cenderung tidak pernah melakukan pemupukan.

Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada tanah (Sutanto, 2002). Penambahan pupuk organik pada tanah membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi lebih baik serta lebih mudah ditembus oleh perakaran tanaman dan pertumbuhan polong menjadi optimal (Suprapto, 1993).

Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus menjadi tidak efisien dan dapat mengganggu keseimbangan sifat fisik tanah sehingga menurunkan produktifitas lahan dan mempengaruhi produksi, oleh karena itu perlu upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk yang dikaitkan dengan aspek pendukung

(13)

kelestarian alam dengan penggunaan pupuk organik (Sutanto, 2002) dan dikemukakan pula penggunaan pupuk anorganik yang dipadukan dengan pupuk organik merupakan usaha yang sangat penting dalam meningkatkan dan mempertahankan aras kesuburan tanah serta produktivitas tanaman.

Pupuk organik yang dapat digunakan banyak sekali macamnya antara lain pupuk kandang, kascing, kompos dan lainnya. Pupuk kandang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk yaitu padat, cair, dan dalam bentuk baceman.

Baceman merupakan pupuk kandang yang dibuat dengan menggunakan bahan bioenzym dengan merek dagang biotani yang diharapkan dapat mengkondisikan lingkungan ekosistem yang ada dalam tanah agar semua mikroorganisme yang menguntungkan dapat menekan mikroorganisme merugikan (Hadi, 2002). Kelebihan lain dari pupuk kandang baceman adalah bahan yang digunakan mudah didapat, waktu fermentasi yang cepat dan mudah dalam pengaplikasian.

Disamping kendala kesuburan tanah di atas kacang tanah juga sering mengalami serangan penyakit. Penyakit pada kacang tanah antara lain bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora personata dan C. arachidicola, penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Puccinia arachidis penyakit mozaik yang disebabkan oleh virus dengan vektor serangga jenis aphis, penyakit sapu setan yang disebkan oleh mycoplasma dan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum.

Penyakit yang sering menyerang tanaman kacang tanah adalah bercak daun dan karat daun. Gejala yang timbul pada kedua penyakit tersebut hampir

(14)

sama. Tanaman yang terserang karat daun ditandai dengan daun berbintik-bintik coklat muda sampai coklat tua, daun yang terserang menjadi cepat gugur. Produksi polong dapat menurun 30-50 % pada tanaman yang terserang ringan dan yang terserang berat akan mati (Tjahjadi, 1992). Tanaman yang terserang bercak daun ditandai dengan bercak coklat pada daun sebelah atas dan berwarna hitam pada sebelah bawah. Telah dilaporkan bahwa di Amerika serikat penyakit bercak daun dapat menyebabkan kehilangan hasil 50-70 % (Porter dkk., 1984 dalam Sudir dkk., 1993).

Penyakit yang menyerang kacang tanah lebih merugikan daripada serangan hama (AAK, 1989). Jika tanaman kacang tanah sudah terserang penyakit dan tidak segera dikendalikan maka tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selain mencabut dan membakar tanaman tersebut atau memanen pada usia muda.

Penggunaan fungisida, merupakan alternatif untuk hal di atas. Bahan aktif

tebuconazole telah direkomendasikan oleh US Environmental Protection Agency

sebagai patogen pada kacang tanah (Branch dan Timothy, 1996).

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan kacang tanah melalui pemberian pupuk kandang baceman biotani dan pupuk anorganik serta pencegahan penyakit daun dengan fungisida tebuconazole.

Masalah yang sering muncul pada budidaya kacang tanah adalah kekurangan unsur hara dan kerusakan tanaman akibat serangan penyakit. Kerusakan tanaman kacang tanah akibat serangan penyakit bercak daun dapat

(15)

mengurangi produksi 50-70 % sedangkan penyakit karat daun dapat menurunkan produksi 30-50 %.

1.2. Keaslian Penelitian

Karya ilmiah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari tesis Ir. Nanik Chomsah Musyarofah berjudul : Peningkatan Produksi dan Mutu Fisik Kacang Tanah Melalui Pemanfaatan Fungisida Tebuconazole, Pupuk Baceman dan Pupuk Anorganik pada Program Studi Agronomi, Program Pasca Sarjana, Universitas Jember.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk Anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk baceman terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

3. Mengetahui pengaruh pemberian fungisida tebuconazole dalam menurunkan intensitas serangan penyakit karat daun dan bercak daun 4. Mengetahui interaksi antara pupuk anorganik dan pupuk baceman

terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

5. Mengetahui interaksi antara pupuk anorganik dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

6. Mengetahui interaksi antara pupuk baceman dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

(16)

7. Mengetahui interaksi antara pupuk anorganik, pupuk organik baceman dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea)

1.4. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi kepada peneliti, akademisi, dan petani tentang cara peningkatan hasil dan kualitas kacang tanah.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Kacang Tanah

Kedudukan tanaman kacang tanah dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) menurut Fachrudin (2000) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Leguminales Famili : Papilionaseae Genus : Arachis

Species : Arachis hypogaea L.

Kacang tanah mempunyai dua tipe pertumbuhan yaitu tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe tegak mempunyai bentuk percabangan lurus atau sedikit miring keatas. polong hanya pada ruas-ruas yang dekat rumpun sehingga masaknya bisa bersamaan. Tipe menjalar cabang-cabangnya tumbuh kesamping tetapi ujung-ujungnya mengarah keatas. Tiap ruas yang berdekatan dengan tanah akan menghasilkan polong sehingga masaknya tidak bersamaan (AAK, 1989).

Kacang tanah tipe tegak banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena mempunyai umur yang lebih genjah antara 100-120 hari. Selain itu buahnya lebih mudah dipanen tanpa terlalu banyak kehilangan polong yang tertinggal dalam tanah. Pada tipe menjalar, umurnya 5-6 bulan dan sulit pemanenanya (Suprapto, 1993).

(18)

2.2. Morfologi dan Pertumbuhan Kacang Tanah

Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap. Daun mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan dan dimulai dari bagian bawah. Selain berhubungan dengan umur, gugur daun ada hubungannya dengan faktor penyakit.

Sifat pembungaan kacang tanah yang khas menyebabkan tanaman ini mendapat julukan unpredictable legume (legum yang menyimpang), karena berbunga di atas tanah tetapi membentuk buah didalam tanah. Kacang tanah mulai berbunga pada umur 4 - 5 minggu. Bunga tumbuh pada ketiak daun (Fachrrudin, 2000). Bunga-bunga secara khas muncul dari kuncup pada malam hari dan pada malam hari berikutnya mahkota bunga telah layu (Ashley, 1983). Penyerbukan bunga kacang tanah terjadi pada malam hari, yakni sebelum bunga mekar. Kelanjutan dari penyerbukan adalah peristiwa pembuahan yang terjadi didalam kantong lembaga.

Setelah terjadi pembuahan bakal buah tumbuh memanjang. Inilah yang disebut ginofora yang nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula ujung ginofora yang runcing mengarah ke atas, setelah tumbuh, ginofora tersebut mengarah ke bawah dan selanjutnya masuk ke dalam tanah. Setelah terbentuk polong, pertumbuhan memanjang ginofora akan terhenti (Suprapto, 1993). Bila ginofor mencapai tanah ia akan menembus tanah asalkan tanahnya gembur

2.3. Syarat Tumbuh

Jenis tanah yang sesuai untuk kacang tanah adalah jenis tanah yang gembur, dengan pH antara 6,0 sampai 6,5. ketinggian tempat yang ideal untuk kacang tanah adalah 0 – 500 m dpl (Fachrudin, 2000).

(19)

Suhu udara yang optimal bagi kacang tanah adalah 28-32 oC dengan curah hujan 800-1300 mm/tahun. Kelembaban udara berkisar antara 65-75% dan penyinaran secara penuh sangat dibutuhkan (AAK, 1989)

2.4. Pemupukan Pada Kacang Tanah

2.4.1. Pengaruh pupuk anorganik pada kacang tanah

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi.

Pupuk anorganik dalam pemakaiannya mempunyai kelebihan yang positif daripada pupuk organik yaitu dapat memberikan berbagai zat makanan tanaman dalam jumlah dan perbandingan yang dikehendaki, lebih mudah diatur, lebih mudah dan lebih murah pengangkutannya daripada pupuk organik.

Pemberian pupuk anorganik memegang peranan penting dalam peningkatan produksi karena mengandung hara dengan konsentrasi relatif tinggi. Untuk kacang tanah, pupuk yang banyak dipakai adalah pupuk nitrogen (N), pospat (P) dan kalium (K).

Nitrogen berperan merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya cabang, batang dan daun. Nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya adalah membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga dan Marsono, 2002).

Tanaman kacang tanah umumnya tidak membutuhkan nitrogen namun adakalanya juga diberikan sedikit (15-30 kg N/ha) dalam bentuk yang dapat

(20)

dimanfaatkan dengan cepat. Hal ini dimaksudkan untuk membantu tanaman mengatasi waktu pertamanya yang sulit, karena belum cukupnya bakteri mengikat nitrogen didalam bintil-bintil akar (Rinsema, 1986).

Menurut Suprapto (1993), kemampuan tanaman dalam mengikat nitrogen baru dimiliki pada umur 15-20 hari setelah tanam. Oleh karena itu pupuk nitrogen tetap diperlukan. Pemberiannya dilakukan sebelum tanam atau saat tanam.

Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh lambat dan kerdil. Daun berwarna hijau muda. Daun-daun yang lebih tua menguning dan akhirnya kering. Jika terjadi kelebihan nitrogen, tanaman tampak terlalu subur, ukuran daun menjadi lebih besar, batang menjadi lunak dan berair sehingga mudah rebah dan mudah diserang penyakit (Novizan, 2000).

Dilaporkan oleh Fuad (1992), bahwa pemberian nitrogen dengan dosis 2,8 gr ZA/tanaman memberikan respon yang positif terhadap tinggi tanaman, berat basah tanaman, berat kering brangkasan.

Pupuk fosfat berfungsi mendorong pertumbuhan akar sehingga daya serap hara tanaman meningkat, selain itu fosfat berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilai dan pernapasan serta mempercepat pembungaan. Unsur P dibutuhkan tanaman kacang tanah karena unsur P ini dapat mengaktifkan pembentukan polong dan pengisian polong yang masih kosong. Pupuk fosfat dapat diberikan sebelum tanam.

Pupuk anorganik yang diberikan pada kacang tanah adalah pupuk N dan pupuk P dengan dosis 50 kg urea dan 90 kg SP 36 per ha (Balai Informasi

(21)

Pertanian, 1994). Kacang tanah yang dipupuk sesuai dengan rekomendasi dapat menghasilkan ± 70 polong per tanaman.

Pengaruh pemupukan K terhadap hasil kacang tanah tidak selalu konstan dan tidak selalu kadar K dalam tanah berhubungan dengan respon hasil. Hanya pada K yang sangat rendah respon kacang tanah terhadap penambahan pupuk akan terjadi (Adisarwanto, 2000). Unsur K pada kacang tanah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil terutama biji, namun unsur K sebagian besar lebih untuk bagian kulit dari pada biji (Mizuno dalam Ashley, 1983).

Dilaporkan oleh Fidiana (1998), bahwa penambahan kalium dengan dosis 20, 40, 60, 80 dan 100 kg KCl/ha memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman, berat brangkasan kering, jumlah polong, jumlah biji, berat biji dan berat 100 biji.

2.4.2. Pengaruh pupuk baceman pada kacang tanah

Kotoran hewan padat dan cair dapat digunakan sebagi pupuk kandang untuk membantu meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kandang dalam tanah dapat mendorong kehidupan jasad renik, mempertinggi humus dan memperbaiki struktur tanah (Hakim dkk., 1986).

Pupuk organik cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan perendaman, setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah dapat digunakan sebagai pupuk cair (Situs Hijau, 2002).

Pupuk baceman dibuat menggunakan bahan Bioenzym dengan merek dagang Biotani. Biotani mengandung 27% enzym hayati, 31% chellat hayati kompleks, 35% substrat kompleks, 7% vitamin dan garam elektrolit digunakan

(22)

sebagai bahan baceman pupuk kandang yang bertujuan untuk mengondisikan lingkungan ekosistem yang ada dalam tanah agar semua mikroorganisme yang menguntungkan dapat menekan mikroorganisme yang merugikan (Hadi, 2002).

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat pupuk kandang sekitar 2 – 3 bulan tetapi dengan menggunakan bahan bioenzym biotani proses pembuatan pupuk dapat dipercepat menjadi satu minggu. Hal ini dikarenakan biotani mengandung enzym hayati, dimana di dalam enzym hayati mengandung protease (berperan untuk mempercepat proses reaksi kimia di dalam tanah untuk memotong ikatan peptida dari senyawa protein komplek), karboksilase (berperan dalam proses reaksi kimia untuk mengubah senyawa karbohidrat komplek/polisakarida menjadi karbohidrat sederhana/monosakarida, yang langsung dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi mikroba di dalam tanah),

lipase (berperan untuk mempercepat reaksi kimia) (Sudibyo, 2005).

Aplikasi pupuk baceman Biotani dilaporkan telah mampu meningkatkan hasil kedelai di Srono, Banyuwangi dari 1,33 ton/ha menjadi 1,84 ton/ha biji kedelai (Mandala, 2003).

2.5. Tanggapan Kacang Tanah Terhadap Fungisida Tebuconazole

Fungisida berasal dari bahasa yunani: Fungus = cendawan dan codeo = membunuh. Fungisida didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan, tepatnya mengendalikan cendawan atau fungi (Djafaruddin, 2000).

Penyakit yang sering menyerang tanaman kacang tanah adalah bercak daun dan karat daun. Penyakit bercak daun disebabkan oleh cendawan

(23)

Cercospora personata dan C. Arachidicola dan penyakit karat daun yang

disebabkan oleh cendawan Puccinia arachidis. Gejala yang timbul pada kedua penyakit tersebut hampir sama. Tanaman yang terserang karat daun ditandai dengan daun berbintik-bintik coklat muda sampai coklat tua, daun yang terserang menjadi cepat gugur. Produksi polong dapat menurun 30-50 % pada tanaman yang terserang ringan dan yang terserang berat akan mati. Tanaman yang terserang bercak daun ditandai dengan bercak coklat pada daun sebelah atas dan daun bagian bawah berwarna hitam, dan disekeliling bercak terdapat suatu daerah yang berwarna kuning (Tjahjadi, 1992). Tanaman yang terserang telah dilaporkan bahwa di Amerika serikat penyakit bercak daun dapat menyebabkan kehilangan hasil 50-70 % (Porter dkk., 1984 dalam Sudir dkk., 1993).

Tebuconazole dengan nama dagang Folicur 25 WP banyak digunakan oleh

petani kacang tanah di Amerika. Tebuconazole adalah suatu Ergosterol Biosyntesis Inhibitor (EBI) yang mempunyai aktifitas melawan patogen

Cercosporadium personatum, Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani (Branch

dan Brenneman, 1996).

Hasil penelitian Bayer Cropscience di Malang menunjukkan bahwa pemakaian folicur 25 WP 250 gr/ha 4 kali penyemprotan pada umur 40, 50, 60 dan 70 HST dapat menurunkan serangan Cercosporadium personatum, Puccinia

(24)

2.6. Hipotesis

1. Pemberian pupuk anorganik dengan dosis tertentu ke dalam tanah dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea). 2. Pemberian pupuk baceman pada waktu tertentu dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea).

3. Pemberian fungisida tebuconazole dapat menurunkan intensitas serangan penyakit karat daun dan bercak daun.

4. Terdapat interaksi antara pupuk anorganik dan pupuk baceman terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea).

5. Terdapat interaksi antara pupuk anorganik dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea).

6. Terdapat interaksi antara pupuk baceman dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea).

7. Terdapat interaksi antara pemberian pupuk anorganik, pupuk baceman dan fungisida tebuconazole terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah

(25)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jubung, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember dengan ketinggian  62 m dpl, dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 28 Januari 2005.

3.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain benih kacang tanah varietas gajah, pupuk urea, SP 36, pupuk organik baceman, fungisida Tebuconazole, label dan kantong plastik.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain meteran gulung, ring sampel tanah, alat pengolah tanah, bak, ember, tangki penyemprotan, timbangan, oven, plastik.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan Petak Terbagi Faktorial dengan tiga faktor, 18 perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor petak utama adalah perlakuan fungisida tebuconazole (A), faktor anak petak adalah pupuk baceman (B) dan perlakuan pupuk anorganik (C). Faktor perlakuan tersebut adalah:

Faktor perlakuan waktu aplikasi fungisida Tebuconazole (A) dengan taraf : A0 = Tanpa penyemprotan fungisida

A1 = Penyemprotan fungisida tebuconazole pada 40 dan 60 HST

(26)

Faktor perlakuan waktu aplikasi pupuk organik baceman (B) dengan taraf : B0 = Tanpa aplikasi pupuk baceman

B1 = Aplikasi pupuk baceman 0.6 liter per petak satu minggu sebelum tanam B2 = Aplikasi pupuk baceman 0.6 pada saat tanam

Faktor perlakuan dasis pupuk anorganik (C) dengan taraf :

C1 = Setengah dosis anjuran (SP 36 45 kg /ha dan urea 25 kg/ha) C2 = Sesuai dosis anjuran (SP 36 90 kg/ha dan urea 50 kg/ha)

3.4. Metode Analisa

Yhijk = U + Pk + Ah + ehk + BI + Cj + (BC)ij + (AB)hj + (AC)hj + (ABC)hij + ehijk

Dimana :

Yhijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke – l yang mendapat perlakuan faktor petak utama A ke – i dan faktor anak petak B ke – j dan C ke – k U = Nilai rata – rata pengamatan pada populasi

Pk = Pengaruh ulangan ke – k

Ah = Pengaruh faktor perlakuan fungisida (A) pada taraf ke – h

ehk = Pengaruh faktor random dari error yang berhubungan dengan faktor perlakuan fungisida dari taraf ke – h dalam ulangan ke – k

BI = Pengaruh faktor pupuk baceman (B) pada taraf ke – i Cj = Pengaruh faktor pupuk anorganik (C) taraf ke – j

(BC)ij = Pengaruh interaksi faktor pupuk baceman pada taraf ke – i dan pupuk anorganik pada taraf ke – j

(AB)hj = Pengaruh interaksi faktor perlakuan fungisida pada taraf ke-h dan

pupuk baceman pada taraf ke – i

(AC)hj = Pengaruh interaksi faktor perlakuan fungisida pada taraf ke – h dan pupuk kandang baceman pada taraf ke – i

(ABC)hij = Pengaruh interaksi faktor perlakuan fungisida taraf ke – h, faktor pupuk baceman taraf ke – i, dan faktor pupuk anorganik pada taraf ke – j

ehijk = Komponen (pengaruh faktor) random dari error yang berhubungan dengan faktor anak petak ke – hij dalam ulangan ke – k

(27)

Tabel 1. Analisis varian yang digunakan

SK DB JK KT F – hitung

Petak Utama

Ulangan 3-1 =2 JKU KTU KTU/KTEa

Faktor A 3-1 =2 JKA KTA KTA/KTEa

Error (a) (3-1)(3-1) = 4 JKEa KTEa

Anak Petak

Faktor B 3-1 = 2 JKB KTB KTB/KTEb

Faktor C 2-1 =1 JKC KTC KTC/ KTEb

B x C (3-1)(2-1) = 2 JKBC KTBC KTBC/ KTEb

A x B (3-1)(3-1) = 4 JKAB KTAB KTAB/ KTEb

A x C (3-1)(2-1) = 2 JKAC KTAC KTAC/ KTEb

A x B x C (3-1)(3-1)(2-1) = 4 JKABC KTABC KTABC/ KTEb Error (b) 3(6-1)(3-1) = 30 JKEb KTEb

Total (3x3x3x2-1) = 53

Tabel 2. Galat baku yang digunakan

No Jenis Perbandingan Berpasangan sd

1 Dua rataan petak utama

(rata-rata dari seluruh perlakuan anak petak) 2Ea/rbc 2 Dua rataan anak petak

(rata-rata dari seluruh perlakuan petak utama)

Untuk anak petak B 2Eb/rac

Untuk anak petak C 2Eb/rab

B pada C yang sama 2Eb/rac

C pada B yang sama 2Eb/rab

3 Dua rataan anak petak pada

perlakuan petak utama yang sama

(interaksi AB, AC, ABC)

B pada A yang sama 2Eb/rc

C pada A yang sama 2Eb/rb

B pada AC yang sama 2Eb/r

C pada A B yang sama 2Eb/r

4 Dua nilai tengah petak utama pada perlakuan

anak petak yang sama atau berbeda

A pada B yang sama 2(b-1)Eb+ Ea/rb

A pada C yang sama 2(c-1)Eb+Ea/rc

A pada BC yang sama 2(bc-1)Eb+ Ea/rb

Keterangan: r (jumlah ulangan), a (jumlah perlakuan fungisida), b (jumlah perlakuan pupuk baceman), c (jumlah perlakuan pupuk anorganik), Ea (KT error a), Eb (KT error b)

(28)

Seluruh data pengamatan dianalisis dengan analisis varian dan dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT taraf 5%.

3.5. Pelaksanaan Penelitian 3.5.1. Persiapan lahan

Luas tiap petak percobaan adalah 30m2, panjang 10 m dan lebar 3 m. Sebelum pengolahan tanah diambil sampel di tiap blok dengan 4 titik, kemudian dianalisis mengenai N total, pH, P2O5 dan K2O. Pengolahan tanah pertama dilakukan dengan bajak satu kali, pengolahan kedua dilakukan setelah petak-petak terbentuk sebanyak 18 petak setiap blok, kemudian dilakukan pengacakan perlakuan dan memberikan pupuk baceman untuk perlakuan B1 dan pupuk anorganik sesuai perlakuan. Tanah dibiarkan selama 1 minggu.

3.5.2. Pembuatan pupuk baceman

Pupuk baceman dibuat dari beberapa campuran diantaranya kotoran sapi segar 20 kg per 4 liter Biotani, ditambah 5 kg tembakau dan air hingga volumenya 200 liter untuk satu hektar. Bahan baceman difermentasikan selama 8 hari, kemudian disaring dan disiramkan ke tanah sesuai perlakuan, yaitu satu minggu sebelum tanam dan pada saat tanam sebanyak 0.6 liter baceman yang dilarutkan dalam 4 liter air per petak, dan dilanjutkan dengan pemberian pupuk anorganik. 3.5.3. Pemberian pupuk anorganik

Pupuk anorganik diberikan saat pengolahan tanah ke dua atau setelah penyiraman pupuk baceman pada perlakuan B1. Pupuk diberikan dengan cara disebar pada permukaan tanah, selanjutnya tanah dicangkul dan diratakan. Dosis

(29)

pupuk yang direkomendasikan per hektar dan per petak disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Dosis pupuk anorganik per hektar dan per petak

Perlakuan Dosis per hektar (kg) Dosis per petak (g)

SP 36 dosis rekomendasi 90 270

SP 36 ½ dosis rekomendasi 45 135

Urea dosis rekomendasi 50 150

Urea ½ dosis rekomendasi 25 75

3.5.4. Persiapan fungisida tebuconazole

Dosis yang digunakan adalah 250 gr/ha dengan volume semprot 500 liter/ha. Dengan demikian untuk setiap petak membutuhkan 1.5 liter larutan, aplikasi fungisida dengan cara disemprotkan pada 40 dan 60 HST untuk perlakuan A1 dan 40, 50, 60 dan 70 HST untuk perlakuan A2.

3.5.5. Persiapan benih

Varietas gajah adalah jenis yang digunakan dari hasil panen bulan Mei 2004. Benih yang dipilih dengan kriteria polong bebas jamur secara visual, biji padat, ukuran minimal 8 mm, warna merah muda segar.

3.5.6. Penanaman

Penanaman dilaksanakan 7 hari setelah pengolahan tanah kedua. Jarak tanam yang digunakan 10 cm x 20 cm dengan satu benih setiap lubang, benih ditanam sedalam 5 cm dan ditutup dengan tanah halus.

(30)

3.5.7. Pemeliharaan tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, penyiangan dan penyulaman. Pengairan diberikan sesaat setelah penanaman, pengairan berikutnya diberikan 15 hari setelah penanaman. Penyiangan bertujuan untuk mencegah terjadinya kompetisi unsur hara, sinar matahari, dan tempat tumbuhnya tanaman. Penyiangan dilakukan setelah 14 HST. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST. Panen dilakukan pada umur 90 HST.

3.5.8. Pengambilan sampel tanaman

Tanaman contoh diambil dengan metode acak sistematis dari dalam petak percobaan selain tanaman pinggir, tiap petak diambil 10 tanaman untuk diamati.

3.6. Parameter Pengamatan 1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi dihitung pada umur 20, 30, 40 dan 50 HST.

2. Jumlah cabang total

Jumlah cabang total dihitung setelah panen. 3. Jumlah cabang produktif

Dihitung cabang yang menghasilkan ginofor baik yang menembus tanah menjadi polong ataupun yang tetap menggantung, dihitung setelah panen. 4. Berat polong total

Polong ditimbang secara keseluruhan setelah panen baik polong cacat/rusak, polong muda dan polong bernas

(31)

5. Jumlah polong total

Polong dihitung secara keseluruhan setelah panen baik polong cacat/rusak, polong muda dan polong bernas.

6. Berat basah tanaman

Dihitung dengan cara menimbang semua bagian tanaman kecuali polong. 7. Berat kering tanaman

Dihitung dengan cara mengoven seluruh organ tanaman kecuali polong pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan.

8. Intensitas penyakit bercak daun.

Intensitas penyakit bercak daun diamati 10 hari setelah penyemprotan terakhir yaitu pada hari ke 79.

Rumus yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit bercak daun adalah sebagai berikut:

% 100 ) ( x Nxz nxv IP 

IP = Intensitas penyakit bercak daun N = Jumlah daun yang diamati Z = Nilai kategori serangan tertinggi

n = Jumlah daun dengan nilai kategori serangan tertentu v = Nilai kategori serangan tertentu

Kategori yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit bercak daun:

0 = tidak ada infeksi 1 = 1-5 % infeksi

(32)

2 = 6-25 % infeksi 3 = 26- 50 % infeksi 4 = lebih dari 50 % infeksi 9. Intensitas penyakit karat daun

Intensitas penyakit karat daun diamati 10 hari setelah penyemprotan terakhir yaitu pada hari ke 79

Rumus yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit karat daun adalah sebagai berikut:

% 100 ) ( x Nxz nxv IP 

IP = Intensitas penyakit karat daun N = Jumlah daun yang diamati Z = Nilai kategori serangan tertinggi

n = Jumlah daun dengan nilai kategori serangan tertentu v = Nilai kategori serangan tertentu

Kategori yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit karat daun:

0 = Tidak ada karat = 0 karat/cm2

1 = Kepadatan karat ringan = 1-8 karat/cm2 2 = Kepadatan karat sedang = 9-16 karat/cm2 3 = Kepadatan karat berat = lebih dari 16 karat/cm2

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil analisis varian penyemprotan fungisida tebuconazole (A), aplikasi pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 20, 30, 40 dan 50 HST (lampiran 1a).

Gambar 1. Grafik Pengaruh Fungisida Tebuconazole, Pupuk Baceman dan Pupuk Anorganik Terhadap Tinggi Tanaman Umur 20, 30, 40 dan 50 HST

Dari gambar 1. Dapat dilihat bahwa pertambahan tinggi tanaman kacang tanah hampir seragam. Pada umur 20 HST rata-rata tinggi tanaman 20 cm, pada umur 30 HST rata-rata tinggi tanaman 30 cm, pada umur 40 HST rata-rata tinggi tanaman 40 cm, dan pada umur 50 HST rata-rata tinggi tanaman 50 cm.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 A 0 B 0 C 1 A 0 B 0 C 2 A 0 B 1 C 1 A 0 B 1 C 2 A 0 B 2 C 1 A 0 B 2 C 2 A 1 B 0 C 1 A 1 B 0 C 2 A 1 B 1 C 1 A 1 B 1 C 2 A 1 B 2 C 1 A 1 B 2 C 2 A 2 B 0 C 1 A 2 B 0 C 2 A 2 B 1 C 1 A 2 B 1 C 2 A 2 B 2 C 1 A 2 B 2 C 2 Kombinasi Perlakuan T in gg i T an am an ( cm ) 20 Hst 30 Hst 40 Hst 50 Hst

(34)

Penyemprotan fungisida pengaruhnya tidak nyata terhadap tinggi tanaman karena penyemprotan fungisida dilakukan setelah tanaman berumur 40 hari.

Perlakuan pupuk anorganik dan aplikasi pupuk baceman memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini disebabkan unsur hara dalam tanah rendah dan pupuk organik baceman belum terdekomposisi sempurna. Pemberian pupuk anorganik ke lahan tidak mendukung pertumbuhan tanaman karena dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi. Seperti yang diungkapkan oleh Hakim dkk., (1986) mikroorganisme akan menyerap unsur hara yang ada disekitarnya untuk pertumbuhannya. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan unsur fosfor dan nitrogen tergolong rendah (lampiran 14).

Tanaman kacang tanah menyerap 10 persen dari kebutuhan fosfor, kalsium, dan magnesiumnya, selama fase vegetatif dan sisanya diambil selama pembungaan dan selama pengisian biji (Ashley, 1983). Kandungan nitrogen dalam tanah tergolong rendah (lampiran 14), tetapi menurut Novizan (2002), kacang tanah dalam kondisi normal mendapatkan 50 – 65% kebutuhan nitrogen dari udara.

Waktu pembuatan pupuk baceman yang cukup singkat (8 hari) diasumsikan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan pupuk organik belum terdekomposisi sempurna sehingga waktu diaplikasikan ke lahan tanaman akan bersaing dengan mikroorganisme tanah dalam memperebutkan unsur hara. Novizan (2002), menyatakan penambahan pupuk anorganik sangat diperlukan pada kondisi seperti ini.

(35)

4.2. Jumlah Cabang Total dan Jumlah Cabang Produktif

Berdasarkan analisis varian pada jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif tampak bahwa perlakuan fungisida (A), aplikasi pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif. Interaksi perlakuan fungisida (A) dengan pupuk baceman (B) berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif, sedangkan interaksi perlakuan pupuk anorganik (C) dengan perlakuan lain menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif (lampiran 1b).

Hasil uji lanjut DMRT 5% bahwa perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0), penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fuingisida empat kali (A2) pada perlakuan tanpa pemberian pupuk organik baceman (B0), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan pemberian pupuk baceman (B2) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah cabang total, sedangkan perlakuan tanpa aplikasi baceman (B0), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) pada penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah cabang total, tetapi memberikan pengaruh berbeda nyata pada tanpa penyemprotan fungisida (A0). Tanpa aplikasi pupuk baceman (B0) pada perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) (lihat tabel 3).

(36)

Tabel 4. Rataan jumlah cabang total pada perlakuan fungisida tebuconazole dan pupuk baceman Interaksi B0 B1 B2 A0 5.63 a P 4.75 a Q 4.96 a Q A1 5.34 a P 5.40 a P 5.05 a P A2 5.07 a P 5.35 a P 5.31 a P

Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom (huruf kecil) dan lajur (huruf besar) yang diikuti huruf sama menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada DMRT 5%

Hasil uji lanjut DMRT 5% bahwa perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0), penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fungisida empat kali (A2) pada perlakuan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah cabang total, sedangkan perlakuan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) pada penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah cabang total, tetapi berbeda nyata pada tanpa penyemprotan (A0). Aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) pada perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0) tetapi memberikan pengaruh berbeda nyata dengan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) (lihat tabel 5).

(37)

Tabel 5. Rataan jumlah cabang produktif pada perlakuan fungisida tebuconazole dan pupuk baceman

Interaksi B0 B1 B2

A0 5.01 a P 4.23 a Q 4.53 a PQ

A1 4.59 a P 4.73 a P 4.56 a P

A2 4.43 a P 4.82 a P 4.94 a P

Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom (huruf kecil) dan lajur (huruf besar) yang diikuti huruf sama menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada DMRT 5%

Dari tabel (4 dan 5) diketahui bahwa nilai tertinggi adalah kombinasi perlakuan tanpa penyemprotan fungisida dan tanpa pemberian pupuk baceman (A0B0). Dengan rerata tertinggi 5,63 pada jumlah cabang total dan 5,01 pada jumlah cabang produktif. Hal ini diasumsikan karena letak petak perlakuan tanpa penyemprotan fungisida dan tanpa pemberian pupuk baceman (A0B0) berada di tepi aliran sungai. Seperti diketahui bahwa aliran air sungai juga membawa unsur hara.

Adanya gaya gravitasi yang menarik air ke bawah melalui pori besar memungkinkan pembasahan tanah diseluruh profil (Hakim dkk., 1986), selanjutnya dikemukakan pula selama periode pertumbuhan tertentu, akar sering memanjang dengan cepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan air bagi tanaman yang tumbuh pada keadaan air optimum, jika akar tidak tumbuh, air akan bergerak ke akar sehingga tanaman masih dapat menyerap air tersebut.

Pada perlakuan pupuk baceman (B) dapat dilihat bahwa dengan pemberian pupuk organik baceman justru jumlah cabang yang dihasilkan semakin sedikit baik cabang total maupun cabang produktif. Semakin menurunnya jumlah cabang dikarenakan pada waktu diberikan pupuk organik baceman belum terdekomposisi

(38)

sempurna, sehingga kandungan C/N ratio tinggi, berarti bahan penyusun pupuk organik belum terurai secara sempurna. Hakim, dkk. (1986), menyatakan jika C/N ratio bahan organik tinggi, nitrogen anorganik yang tersedia dalam tanah akan dikonversikan ke dalam tubuh organisme dalam bentuk organik. Pada kondisi seperti ini nitrifikasi akan terhenti karena kurangnya amonium tersedia. Bentuk amonium juga digunakan oleh tanaman sehingga terjadi kompetisi terhadap nitrogen antara tanaman inang dan bakteri.

Proses pengomposan secara alami berlangsung dalam waktu yang cukup lama 2–3 bulan tetapi dengan menggunakan aktifator seperti biotani, proses pengomposan dapat dipercepat 1–3 minggu (Indriani, 2003).

Pupuk organik baceman sama juga dengan pupuk organik lainnya, dikatakan siap digunakan jika tidak terjadi lagi penguraian oleh mikroba dan tidak tercium lagi bau tajam seperti bau amoniak (Novizan, 2002). Proses fermentasi yang masih berlangsung juga ditandai dengan adanya gelembung di atas cairan, yang menunjukkan bahan yang dikomposkan belum stabil (Indriani, 2003).

Pemberian pupuk anorganik sepertinya tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman terutama pembentukan cabang hal ini dikarenakan pada waktu pupuk organik diaplikasikan ke lahan mikroorganisme pengurai akan menyerap unsur hara yang ada disekitarnya untuk pertumbuhannya.

4.3. Berat Polong Total dan Jumlah Polong Total

Berdasarkan analisis varian perlakuan fungisida (A) berpengaruh sangat nyata pada berat polong total per tanaman dan jumlah polong total per tanaman,

(39)

sedangkan perlakuan pupuk baceman (B) dan aplikasi pupuk anorganik (C) serta interaksinya menujukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat polong total dan jumlah polong total (lampiran 1b).

Hasil uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0) dan penyemprotan fungisida dua kali (A1) terhadap berat polong total dan jumlah polong total (lihat tabel 6).

Tabel 6. Rataan berat polong total dan jumlah polong total pada perlakuan fungisida tebuconazole dan pupuk organik baceman

Fungisida Berat polong total (g) Jumlah polong total Rata-rata Notasi Rata-rata Notasi

A0 10.72 c 8.21 b

A1 13.63 b 9.68 b

A2 17.48 a 12.24 a

Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom dan lajur yang diikuti huruf sama menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada DMRT 5%

Hasil rerata tertinggi didapat pada perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) baik pada berat polong total (17,48 g) dan pada jumlah polong total (12,24), hal ini diasumsikan karena dengan penyemprotan fungisida empat kali kerusakan pada daun akibat serangan penyakit dapat dikurangi sehingga kemampuan daun dalam menyerap cahaya dan CO2 dapat optimal.

Seperti yang diungkapkan oleh Jumin (1991), serangan penyakit menyebabkan daun tidak dapat melakukan fotosintesis secara sempurna selain itu serangan penyakit dapat menyebabkan kandungan klorofil menurun, kerusakan organel dan membran sel meningkat dan jika dibiarkan daun tersebut akan mati.

(40)

Setiap kenaikan intensitas penyakit karat daun sebesar 1% mengakibatkan penurunan hasil polong kering kacang tanah varietas gajah sebesar 20 kg/ha. Bila intensitas mencapai 100% maka dugaan hasil yang diperoleh hanya 0,23 ton/ha. Sedangkan bila tidak terjadi serangan karat daun potensi hasil mencapai 2,23 ton/ha polong kering (Budiman, 1993), selanjutnya penyakit bercak daun juga dapat mengurangi jumlah polong total, jumlah polong bernas, berat biji dan jumlah biji per tanaman (Jusfah, 1985 dalam Semangun, 2001).

Pada penelitian yang dilakukan diasumsikan fungisida yang diberikan ada sebagian yang masuk kedalam tanah sehingga mengganggu aktivitas mikroba tanah. Pemberian fungisida meskipun secara nyata menurunkan kehilangan hasil namun pemberiannya akan berpengaruh pada biota tanah terutama mikrobiota (Sudarmo, 1988).

4.4. Berat Basah Tanaman

Berdasarkan analisis varian bahwa perlakuan fungisida (A) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat basah sedangkan perlakuan pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat basah. Interaksi perlakuan fungisida (A) dengan aplikasi pupuk baceman (B) berpengaruh nyata pada berat basah tanaman, sedangkan perlakuan pupuk anorganik (C) dan interaksinya dengan perlakuan lain menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada berat basah tanaman (lampiran 1b).

Hasil uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0), penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fungisida empat kali (A2) pada perlakuan tanpa aplikasi pupuk

(41)

baceman (B0) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat basah. Perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) pada perlakuan aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2), memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan tanpa penyemprotan fungisida (A0) terhadap berat basah, sedangkan perlakuan tanpa pemberian pupuk baceman (B0), pemberian pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) pada penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan tanpa penyemprotan fungisida (A0) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat basah, tetapi berbeda nyata pada penyemprotan fungisida empat kali (A2). Aplikasi pupuk organik satu minggu sebelum tanam (B1) pada perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) berpengaruh nyata dengan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0) tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) (lihat tabel 7).

Tabel 7. Rataan berat basah tanaman (g) pada perlakuan fungisida tebuconazole dan pupuk baceman

Interaksi B0 B1 B2

A0 24.05 a P 17.91 b P 22.45 b P

A1 32.89 a P 27.28 b P 25.29 b P

A2 34.40 a Q 44.45 a P 41.78 a PQ

Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom (huruf kecil) dan lajur (huruf besar) yang diikuti huruf sama menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada DMRT 5%

Rataan berat basah tertinggi pada perlakuan penyemprotan fungisida empat kali dan aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (A2B1) disebabkan karena dengan penyemprotan empat kali (A2) kerusakan pada daun

(42)

akibat serangan penyakit dapat dikurangi. Jumin (1991), menyatakan serangan penyakit dapat menyebabkan kerontokan pada daun yang diakibatkan adanya kerusakan organel dan membran sel.

Didukung dengan pemberian pupuk baceman (B) yang menyebabkan unsur hara dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk organik baceman satu minggu sebelum tanam akan menjadi efektif karena selama di dalam tanah baceman akan terdekomposisi dan ketika tanaman membutuhkan unsur hara senyawa-senyawa anorganik akan dilepaskan dan tersedia bagi tanaman.

Menjelang panen daun-daun mulai mengering dan gugur. Dimulai dari daun sebelah bawah dan berlanjut sampai bagian atas. Kerontokan yang sangat besar terutama terjadi pada perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0). Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap berat basah tanaman.

Pemberian pupuk anorganik memberikan pengaruh yang tidak nyata pada semua perlakuan baik pada faktor tunggal maupun pada interaksi. Hal ini disebabkan karena setelah pupuk anorganik diberikan tidak digunakan oleh tanaman tetapi masih dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi. Jika dilihat dari hasil analisa tanah, kandungan N-total tergolong rendah. Menurut hukum minimum Leibig pada kondisi seperti ini walaupun unsur hara dan faktor-faktor penunjang lainnya cukup tetapi pertumbuhannya tetap ditentukan oleh nitrogen yang rendah. Penambahan pupuk anorganik diharapkan mampu meningkatkan kandungan N-total tanah dan membantu mempercepat proses dekomposisi bahan organik.

(43)

4.5. Berat Kering Tanaman

Berdasarkan analisis varian perlakuan fungisida (A) berpengaruh sangat nyata pada berat kering tanaman, sedangkan perlakuan pupuk baceman (B) dan aplikasi pupuk anorganik (C) serta interaksinya menujukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat kering (lampiran 1b).

Hasil uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0) dan penyemprotan fungisida dua kali (A1) terhadap berat kering tanaman (lihat tabel 8).

Tabel 8. Rataan berat kering (g) pada perlakuan fungisida tebuconazole

Fungisida Rata-rata Notasi

A0 5.65 c

A1 7.58 b

A2 10.26 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan 5 %.

Perlakuan terbaik didapat pada penyemprotan fungisida empat kali (A2) dengan rataan berat kering 10,26 gram, hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut daun masih banyak yang tidak terserang penyakit, sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik. Fungisida mampu menghambat infeksi

Cercospora dan Puccinia (Bayer, 2002) sehingga daun masih tetap hijau dan

mendapat kesempatan lebih lama untuk berproduksi.

Serangan penyakit akan mempengaruhi aktivitas fisiologi tanaman inangnya, yaitu menghambat laju fotosintesis dan meningkatkan respirasi tanaman sehingga mengganggu pembentukan asimilat tanaman.

(44)

Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan karbon dioksida (CO2). Unsur hara yang telah diserap akar, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionik, dalam jaringan tanaman, akan memberikan kontribusi terhadap penambahan berat kering tanaman (Lakitan, 1996).

Dalam proses fotosintesis, CO2 dan H2O di dalam sel klorofil bereaksi dengan bantuan radiasi matahari untuk memproduksi gula. Gula yang terbentuk digunakan oleh tanaman untuk memproduksi energi melalui proses respirasi. Selain itu, gula juga berfungsi untuk membentuk sel atau jaringan tubuh yang baru atau dapat diubah menjadi pati, lemak dan protein sebagai cadangan makanan yang disimpan di akar, ranting, daun, buah dan biji (Novizan, 2002).

4.6. Intensitas Penyakit Bercak Daun

Berdasarkan analisis varian bahwa perlakuan fungisida (A) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap intensitas penyakit bercak daun sedangkan perlakuan pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C) memberikan pengaruh ynag tidak nyata. Interaksi perlakuan fungisida (A) dengan aplikasi pupuk organik baceman (B) berpengaruh nyata pada intensitas penyakit bercak daun pada umur 79 HST, sedangkan interaksi perlakuan pupuk anorganik (C) dengan perlakuan lain menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada intensitas penyakit bercak daun (lampiran 1c).

Hasil uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) pada perlakuan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0),

(45)

aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan perlakuan penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan tanpa penyemprotan fungisida (A0), sedangkan perlakuan tanpa aplikasi pupuk baceman (B0), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam (B1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam (B2) pada perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (A0), penyemprotan fungisida dua kali (A1) dan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap intensitas penyakit bercak daun

Tabel 9. Rataan intensitas penyakit bercak daun (%) pada perlakuan pupuk baceman, pupuk anorganik dan fungisida tebuconazole

Interaksi B0 B1 B2

A0 88.91 a P 90.83 a P 87.11 a P

A1 73.08 b P 72.78 b P 77.12 b P

A2 67.73 c P 63.89 c P 63.04 c P

Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom (huruf kecil) dan lajur (huruf besar) yang diikuti huruf sama menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada DMRT 5%

Dari tabel 9 diketahui bahwa intensitas penyakit bercak daun paling rendah pada perlakuan penyemprotan fungisida empat kali dan pemberian baceman saat tanam (A2B2) dengan rerata 63,04% tapi perlakuan tersebut memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan perlakuan penyemprotan fungisida empat kali dan tanpa aplikasi baceman (A2B0) dan perlakuan penyemprotan fungisida empat kali dan aplikasi baceman satu minggu sebelum tanam (A2B1) dengan rerata 67,73% dan 63,89%. Dengan alasan efisiensi ekonomi maka perlakuan penyemprotan fungisida empat kali dan tanpa aplikasi baceman (A2B0) dianggap lebih efisien digunakan.

(46)

Dengan penyemprotan fungisida empat kali tingkat serangan penyakit masih tergolong tinggi antara 63,04% sampai 67,73%. Hasil penelitian Yusuf (1988), menunjukkan bahwa dengan penyemprotan fungisida Topsin rerata intensitas penyakit bercak daun mencapai 76,7%, dengan penyemprotan fungisida Difolatan 4F rerata intensitas penyakit bercak daun 55,5% sedangkan pada kontrol intensitas penyakit bercak daun 88,3%. Hasil penelitian Sudir (1993), menunjukkan bahwa dengan penyemprotan fungisida empat kali intensitas penyakit bercak daun 46,5%.

Serangan penyakit pada penelitian masih tinggi, hal ini disebabkan karena selama penelitian kelembaban nisbi sangat tinggi berkisar antara 81,9% sampai 90,7% per hari. Pada kondisi demikian penyakit sangat mudah untuk berkembang. Penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Pada kelembaban nisbi 95 % epidemi penyakit berlangsung selama 6 – 8 jam (Semangun, 2001). Diungkapkan juga oleh Rukmana dan Sugandi (1997), bahwa hampir sebagian besar penyebab penyakit tanaman, terutama bercak daun, akan berkembang dengan pesat pada kelembaban tinggi.

Di samping itu, tingginya serangan penyakit juga disebabkan oleh jarak tanam yang rapat. Jarak tanam yang rapat menyebabkan penyebaran spora jamur

Cercospora sp semakin cepat, karena terjadi kontak langsung daun antar tanaman.

4.7 Intensitas Penyakit Karat Daun

Berdasarkan analisis varian perlakuan fungisida (A) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap intensitas penyakit karat daun sedangkan perlakuan pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C) menunjukkan pengaruh

(47)

yang tidak nyata terhadap intensitas penyakit karat daun. Interaksi antara perlakuan fungisida (A), aplikasi pupuk baceman (B) dan perlakuan pupuk anorganik (C) memberikan pengaruh sangat nyata pada intensitas penyakit karat daun pada 79 HST(lampiran 1c).

Hasil uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa perlakuan fungisida (A) pada perlakuan pupuk baceman (B) dan perlakuan pupuk anorganik (C) yang sama, perlakuan penyemprotan fungisida empat kali (A2) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan tanpa penyemprotan fungisida pada semua kombinasi perlakuan pupuk baceman (B) dan pupuk anorganik (C). tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan perlakuan penyemprotan fungisida dua kali (A1) pada kombinasi perlakuan tanpa aplikasi pupuk baceman dan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi (B0C1), aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam dan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi (B1C1) dan aplikasi pupuk baceman saat tanam dan pupuk anorganik sesuai dosis rekomendasi (B2C2). Untuk perlakuan aplikasi pupuk baceman (B) pada perlakuan fungisida (A) dan pupuk anorganik (C) yang sama memberikan pengaruh berbeda tidak nyata pada semua kombinasi perlakuan fungisida (A) dan pupuk anorganik (C), begitu juga dengan perlakuan pupuk anorganik (C) pada perlakuan fungisida (A) dan aplikasi pupuk baceman (B) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata pada semua kombinasi perlakuan fungisida dan (A) dan pupuk baceman (B).

(48)

Tabel 10. Rataan intensitas penyakit karat daun (%) pada perlakuan pupuk organik baceman, pupuk anorganik dan fungisida tebuconazole

Interaksi C B0 B1 B2

1 C2 C1 C2 C1 C2

A0 92.37 a 96.22 a 94.67 a 96.74 a 95.93 a 92.54 a A1 84.00 ab 84.15 b 84.30 a 84.07 b 79.78 b 88.74 a A2 77.33 b 75.62 b 71.26 b 77.04 b 75.78 b 73.70 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji

jarak berganda Duncan 5 %.

Tabel 11. Rataan intensitas penyakit karat daun (%) pada perlakuan fungisida

tebuconazole, pupuk baceman dan pupuk anorganik

Interaksi A0 A1 A2

C1 C2 C1 C2 C1 C2

B0 92.37 a 96.22 a 84.00 a 84.15 a 77.33 a 75.62 a B1 94.67 a 96.74 a 84.30 a 84.07 a 71.26 a 77.04 a B2 95.93 a 92.54 a 79.78 a 88.74 a 75.78 a 73.70 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji

jarak berganda Duncan 5 %.

Tabel 12. Rataan intensitas penyakit karat daun (%) pada perlakuan fungisida

tebuconazole, pupuk baceman dan pupuk anorganik

Interaksi A0 A1 A2

B0 B1 B2 B0 B1 B2 B0 B1 B2

C1 92.37 a 94.67 a 95.93 a 84.00 a 84.30 a 79.78 a 77.33 a 71.26 a 75.78 a C2 96.22 a 96.74 a 92.54 a 84.15 a 84.07 a 88.74 a 75.62 a 77.04 a 73.70 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji

jarak berganda Duncan 5 %.

Dari tabel (10, 11 dan 12) diketahui bahwa intensitas penyakit karat daun paling rendah pada perlakuan penyemprotan fungisida empat kali, aplikasi pupuk baceman satu minggu sebelum tanam dan pemberian pupuk anorganik ½ dosis (A2B1C1) dengan rerata 71,26% tapi perlakuan tersebut memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan perlakuan penyemprotan fungisida empat kali, tanpa pupuk baceman dan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi (A2B0C1) dengan

(49)

rerata 77,33% dengan alasan efisiensi ekonomi maka perlakuan penyemprotan fungisida empat kali, tanpa pupuk baceman dan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi (A2B0C1) lebih efisien digunakan.

Dengan penyemprotan fungisida empat kali (A2) intensitas penyakit karat daun dapat dikurangi. Intensitas penyakit umumnya meningkat pada musim hujan sehingga pengendaliannya harus lebih intensif. Cendawan Puccinia arachidis mulai menyerang tanaman kacang tanah sejak tanaman berbunga sampai memasuki waktu panen (Rukmana, 1998), oleh karena itu pengendalian penyakit hendaknya dilakukan sebelum penyakit menyebar.

Pemupukan juga memegang peranan penting untuk mencegah penyakit seperti yang diungkapkan oleh Djafarudin (2000), mempertinggi kesuburan tanah dengan pemupukan yang seimbang akan mempertinggi ketahanan tanaman terhadap penyakit, terutama yang disebabkan oleh parasit-parasit lemah seperti

Puccinia arachidis.

Curah hujan yang tinggi selama penelitian terutama pada bulan Desember mencapai 500 mm per bulan (lampiran 15), menyebabkan kandungan air tanah meningkat. Dengan meningkatnya kandungan air tanah maka kandungan air tanaman juga akan meningkat, secara otomatis laju transpirasi tinggi dan stomata membuka secara optimal sehingga memudahkan cendawan atau jamur masuk ke dalam jaringan tanaman. Hal ini sependapat dengan Rukmana dan Sugandi (1997) yang menyatakan, tumbukan air hujan ke permukaan tanah akan menimbulkan cipratan-cipratan. Patogen yang ada pada tanah ikut terlempar, lalu menempel pada bagian yang lunak dan menjadi parasit pada tanaman tersebut.

Gambar

Tabel 1. Analisis varian yang digunakan
Tabel 3. Dosis pupuk anorganik per hektar dan per petak
Gambar  1.  Grafik  Pengaruh  Fungisida  Tebuconazole,  Pupuk  Baceman  dan  Pupuk  Anorganik  Terhadap  Tinggi  Tanaman  Umur  20,  30,  40  dan     50 HST
Tabel  4. Rataan jumlah  cabang total  pada perlakuan fungisida  tebuconazole dan  pupuk baceman   Interaksi  B 0 B 1 B 2 A 0 5.63  a  P  4.75  a  Q  4.96  a  Q  A 1 5.34  a  P  5.40  a  P  5.05  a  P  A 2 5.07  a  P  5.35  a  P  5.31  a  P
+7

Referensi

Dokumen terkait

Baik-buruknya respon pemegang IPPKH terhadap kebijakan PKH sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan tersebut, sedangkan BPKH dan BPDAS merupakan pihak

Pada resin murni mempunyai kekuatan tembus listrik yang rendah dan pada isolator campuran alumina mempunyai kekuatan tembus listrik yang tinggi walaupun kekuatan

Oistribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan 20 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan 21 Oistribusi Responden Menllrut Lamanya Menikah 21 Oistribusi Responden rnenurut Jurnlah

Sampel KAK dengan perbesaran 500x dan 1000x makropori terlihat sedikit, pada sampel KAN dengan perbesaran 500x dan 1000x makropori terlihat lebih banyak dari KAK, karena pada

Untuk membuat pautan yang bisa mengunduh file-file yang tertanam dalam web kita, sorot kata yang dikehendaki (misalnya kalimat: Silakan unduh di sini) yang dikehendaki ada

Blind Source Separation adalah metode yang digunakan untuk memperkirakan sinyal asli dengan cara melakukan pemisahan satu set sinyal asli dari satu set sinyal

- Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.. - Tempat pewadahan limbah padat medis

Untuk dapat terpenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu hendaknya ada peraturan yang memayungi berkaitan dengan: (i) beban kerja tatap muka bisa 12 jam per