METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Desa Marjanji Asih Tanah Jawa,
Sumatera Utara dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli
sampai Oktober 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, haga hypsometer, pita
diameter, tali berskala, aluminium foil, timbangan (neraca Ohaus), parang, kamera
digital, alat tulis, tally sheet, tali rafia, kantong plastik, label nama, kalkulator,
Software SPSS 16.0 dan Microsoft Excel 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan karet (Hevea brasiliensis).
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling
with random start artinya penentuan daerah dilakukan secara sengaja dan acak. Daerah penelitian ini dilaksanakan pada Hutan Desa Marjanji Asih Tanah Jawa,
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Desain plot penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan agroforestri dan monokultur berbasis
tanaman karet. Luas plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7200
sebesar 48 %. Pada kedua lahan tersebut dibuat 6 plot penelitian, yaitu 3 plot pada
lahan agroforestri dan 3 plot pada monokultur. Plot yang digunakan berukuran 40
m × 60 m dengan jarak antar plot 1 m. Pada setiap plot dibuat 3 petak contoh
dengan ukuran 20×20 m2 untuk inventarisasi pohon (diameter ≥ 20 cm), 10×10 m2 untuk inventarisasi tiang (diameter 10 sampai < 20 cm), 5×5 m2 untuk inventarisasi pancang (diameter < 10 cm dan tinggi ≥ 1,5 m, 2×2 m 2 untuk inventarisasi semai (tinggi ≤ 1,5 m). Petak contoh pengamatan diletakkan secara
sistematis (systematic sampling). Desain plotdapat dilihat pada Gambar 1.
60 m
40 m
Gambar 1. Desain Plot Penelitian
Struktur dan Komposisi Tegakan
Dalam kegiatan analisis vegetasi dilakukan pengukuran secara
keseluruhan terhadap pohon per plot. Adapun parameter yang diukur adalah
sebagai berikut :
1. Diameter merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik di tepi batang dan melalui sumbu batang, Diameter yang diukur adalah Dbh (Diameter
Setinggi Dada) atau diukur 1,3 m dari permukaan tanah.
2. Tinggi total, yaitu jarak terpendek dari titik puncak tegakan dengan titik proyeksinya pada bidang datar.
3. Tinggi bebas cabang, yaitu jarak terpendek dari titik sebelum cabang pertama dengan titik proyeksinya pada bidang datar.
4. Berat basah tegakan, yaitu hasil penjumlahan semua berat basah dari tegakan.
Pemilihan dan Pengambilan Pohon Sampel
Setelah dilakukan kegiatan analisis vegetasi pada setiap plot, tahap
selanjutnya adalah pemilihan dan pengambilan pohon sampel yang dilakukan
dilakukan dengan cara menebang (destructive), dengan cara sebagai berikut :
1. Pemilihan pohon sampel pada plot penelitian dengan kriteria sehat dilakukan
dengan penebangan tiga buah tanaman karet pada tiap-tiap plot yang berukuran
20x20 m2 dan letaknya berselang-seling (random) dengan jalur utama berada tepat di tengah.
2. Penimbangan Biomassa, penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat basah
total (BBT). Penimbangan dilakukan setelah setiap fraksi dipisahkan, jika tidak
memungkinkan penimbangan 1 kali, maka lakukan penimbangan secara
bertahap, khususnya untuk fraksi yang memiliki volume yang besar.
Penimbangan dimulai dari fraksi batang, cabang dan daun.
3. Pengambilan Sampel, sampel diperlukan untuk mengetahui kadar air dan kadar
karbon melalui pengujian laboratorium.
Pada setiap potongan batang yang telah dibagi-bagi di atas, ambil sampel
pada bagian atas batang dan bawah batang yang dimulai dari empulur sampai kulit
luarnya atau berkisar antara 300-700 gram. Timbang dengan timbangan, lalu
dalam plastik ukuran 1/2 kg. Dan pada sampel daun diambil sampel pada daun sebanyak 300 gram. Ditimbang, lalu masukkan ke dalam plastik 1/2 kg.
Prosedur Penelitian di Laboratorium
1. Berat Jenis Kayu
Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran
berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal.
b. Mengukur volume contoh uji: contoh uji dicelupkan dalam parafin, lalu
dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji
berada di bawah permukaan air. Berdasarkan hukum Archimedes volume
sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh contoh uji.
c. Kemudian contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103
± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya.
2. Kadar Air Kayu
Contoh uji kadar air dari batang utama dan cabang yang berdiameter > 5
cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian
daun seberat ± 300 g. Pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
a. Contoh uji ditimbang berat basahnya.
b. Contoh uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2 °C sampai tercapai berat konstan,
kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang berat keringnya.
c. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering
tanur ialah kadar air contoh uji.
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for
Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian kecil
sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).
d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan
kedalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya
dan ditimbang dengan alat timbang.
f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950 °C selama 2 menit.
Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
4. Kadar Abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing
Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur
listrik bersuhu 900 °C selama 6 jam.
b. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian ditimbang untuk
mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur
5. Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon
menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar
karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang
dan kadar abu.
Pengolahan Data
Kadar air
Nilai kadar air dari contoh uji didapat dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
(Haygreen & Bowyer, 1982 dalam Purwitasari 2011)
Dimana :
% KA = Persen Kadar Air
BBc = Berat Basah Contoh (gr)
BKc = Berat Kering Contoh (gr)
Kadar zat terbang
Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen berat dengan rumus:
%
(ASTM, 1990a dalam Purwitasari 2011)
Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105 oC
B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
%
(ASTM, 1990b dalam Purwitasari, 2011)
Kadar karbon
Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
06-3730-1995 sebagai berikut:
Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang arang - kadar abu
Berat kering/ Biomassa
Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan rumus :
(Haygreen & Bowyer, 1996 dalam Purwitasari 2011)
Dimana :
BK = Berat kering/biomassa (Kg)
BB = Berat basah (Kg)
KA = Kadar air (%)
Model allometrik biomassa dan massa karbon Hevea brasiliensis
Model hubungan antara massa karbon dan diameter pohon. Fungsi
hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Model persamaan
yang digunakan adalah :
- Model penduga biomassa yang hanya terdiri dari satu peubah saja :
- Model penduga biomassa yang terdiri dari dua peubah bebas :
W = aDb1Hb2 dan W = a + b1D + b2H - Model penduga massa karbonnya :
C = aDb dan C = a + bD
- Model penduga massa karbon dari dua peubah bebas :
C = aDb1Hb2 dan C = a +b1D + b2H Dimana : W = Biomassa (kg/pohon)
C = Massa Karbon (kg/pohon)
D = Diameter Pohon (cm)
H = Tinggi Pohon (m)
a,b = Konstanta
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, Kab.
Simalungun, Kec. Hotunduhan, Kampung Saribu Asih desa Marjanji Asih.
Kabupaten Simalungun ini memiliki luas 1450 Ha dengan batas wilayah sebelah
utara dengan desa Maligas Tonga, batas sebelah selatan dengan desa Bt. Turunan,
sebelah Barat dengan desa Tangga Batu dan sebelah timur dengan desa Jawa
Tengah, jarak dari kota Medan sekitar 152 km, terletak antara 2,36° – 3,18° LU
dan 98,32° – 99,35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas permukaan
laut. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan
Kabupaten Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai
dan sebelah selatan dengan Kabupaten Toba Samosir. Kecamatan Tanah Jawa
yang terdiri dari 20 desa/kelurahan ini berjarak ± 50 Km dari kantor Bupati
Simalungun dengan waktu tempuh ± 1 jam, sedangkan dengan kotamadya
Pematang Siantar hanya berjarak ± 21 km dengan waktu tempuh ± 30 menit.
Untuk menuju ibukota kabupaten sendiri dan beberapa kabupaten lainnya
masyarakat Kecamatan Tanah Jawa haruslah melalui kota Pematang Siantar.
Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang, suhu
tertinggi terdapat pada bulan Juli dengan rata-rata 26,4°C. Rata – rata suhu udara
tertinggi pertahun adalah 29,3°C dan terendah 20,6°C. Kelembapan udara
rata-rata perbulan 84,2 % dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan Desember
yaitu 87,42% dengan penguapan rata-rata 3,35mm/hari. Kabupaten Simalungun
memiliki topografi yang bervariasi, dimana dataran tinggi terletak di bagian Barat
Timur dan Tenggara. Kabupaten Simalungun memiliki kemiringan lereng antara
0-40% dengan ketinggian antara 20-1400 mdpl.
Desa Marjanji Asih sendiri terdiri dari 124 kepala keluarga, dengan jumlah
laki-laki 375 orang dan perempuan 355 orang. Berbagai macam vegetasi yang
dapat dijumpai antara lain karet, durian, jengkol, petai, kakao, pisang, pinang,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Komposisi Tegakan Karet (Hevea brasiliensis)
Hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan pada lahan monokultur dan
agroforestri ini juga menunjukkan bahwa tegakan yang memiliki diameter
terbesar pada lahan monokultur yaitu 23,56 cm dengan tinggi total sebesar 11,80
m dan tegakan yang memiliki diameter terkecil yaitu 21,01 cm dengan tinggi total
sebesar 9,80 m. Sedangkan tegakan yang memiliki diameter terbesar pada lahan
agroforestri yaitu 28,98 cm dengan tinggi total sebesar 18,2 m dan tegakan yang
memiliki diameter terkecil yaitu 11,46 cm dengan tinggi total sebesar 9,62 m.
Rata-rata diameter tegakan karet yang ditebang sebagai tanaman contoh terpilih
yaitu sebesar 17,28 cm, dan rata-rata tinggi total tanaman contoh adalah sebesar
13,31 m.
Tabel 1. Hasil perhitungan tegakan tingkat pohon tegakan karet pada lahan monokultur
No. Plot Total (Pohon/Plot)
1 41
2 41
3 32
Total 114
Rata-rata 38
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah tegakan karet pada lahan
monokultur pada plot 1 sebanyak 41 pohon, pada plot 2 sebanyak 41 pohon dan
32 pohon pada plot 3. Total pohon yang terdapat pada lahan monokultur adalah
sebanyak 114 pohon dengan rata-rata 38 pohon per plot. Sebaran pohon di lahan
monokultur ini cenderung seragam, hal ini dikarenakan tegakan tersebut yang
menempati lahan monokultur dimana usia tanaman yang seragam dan diameter
lahan monokultur termasuk sedikit karena tegakan lain memiliki diameter yang
dapat dikategorikan sebagai tiang atau belum dapat dikatakan pohon.
Tabel 2. Hasil perhitungan tegakan tingkat pohon tegakan karet pada lahan agroforestri
No. Plot Total (Pohon/Plot)
1 16
2 23
3 27
Total 66
Rata-rata 22
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat terdapat 16 pohon pada plot 1, 23
pohon pada plot 2, dan 27 pohon pada plot 3. Total pohon yang terdapat pada
lahan agroforestri adalah sebanyak 66 pohon dengan rata-rata 22 pohon per plot.
Pada lahan agroforestri ini juga tedapat jenis pohon lain yaitu durian, jengkol, dan
petai. Diameter dan tinggi pohon yang terdapat pada lahan agroforestri cenderung
seragam karena terdapat perbedaan usia, jarak tanam, dan kondisi topografi serta
keadaan sekitarnya.
Tabel 3. Jenis Vegetasi lain yang dijumpai pada Lahan Agroforestri.
No Nama Lokal Jumlah
1 Kakao 44
2 Pinang 23
3 Bambu 1
4 Pisang 11
5 Singkong 38
6 Sawit 8
7 Petai 1
8 Durian 17
9 Nangka 1
10 Aren 1
11 Jengkol 1
Diperoleh jenis-jenis tanaman lain yang terdapat pada lahan agroforestri
yaitu Durian, Jengkol, Petai, Kakao, Pisang, Pinang, Singkong, Aren, Sawit, dan
Tabel 4. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Monokultur Karet
Hasil pada Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan bahwa setiap lahan baik
agroforestri ataupun monokultur memiliki jenis semai yang sama yaitu semai
karet yaitu dengan jumlah 12 pada lahan agroforestri dan 24 pada lahan
monokultur. Hal ini juga terkait dengan jumlah karet yang lebih dominan tumbuh
dari jenis lainnya.
Tabel 5. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Agroforestri Karet
No. Nama
Jumlah semai yang ditemukan pada lahan agroforestri adalah sebanyak 12.
Dengan nilai INP tingkat semai pada lahan agroforestri karet adalah sebesar 200.
Tabel 6. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang pada Monokultur Karet
No. Nama
Diperoleh bahwa INP tingkat tiang pada lahan monokultur karet sebesar
300. Hal ini disebabkan karena lahan monokultur karet tujuan utamanya untuk
memproduksi getah karet secara penuh, tanpa adanya produksi yang lainya.
Tabel 7. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang pada Agroforestri Karet
INP karet tingkat tiang pada lahan agroforestri sebesar 247,33 atau lebih rendah
dari sistem monokultur. Hal ini disebabkan karena adanya tanaman lain yang
ditanam pada areal tersebut, hal ini juga disebabkan karena kerapatan yang
disebabkan adanya tanaman lain tersebut.
Tabel 8. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon pada Monokultur Karet
No. Nama
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa INP karet pada lahan monokultur
mencapai 300. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat pohon karet yang
dijumpai pada lahan monokultur.
Tabel 9. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon pada Agroforestri Karet
No. Nama
zibethinus 18,1818 38,8869 18,49 75,56
2 Jengkol Archidendron
pauciflorum 1,5151 5,5552 1,19 8,27
3 Karet Hevea
brasiliensis 78,7878 50,0025 79,26 208,05
4 Petai Parkia
speciosa 1,5151 5,5552 1,06 8,12
Total 100 100 100 300
INP karet pada lahan agroforestri lebih rendah yaitu sebesar 208,05
dibandingkan lahan monokultur karet karena terdapat tanaman lain. Pada lahan
agroforestri, tanaman karet memiliki INP yang lebih tinggi dari jenis lainnya yaitu
jengkol, petai dan durian. Dan INP paling rendah terdapat pada petai 8,12.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
pada Karet monokultur sebesar 0. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara
jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori rendah.
Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1
berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman
jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenistinggi.
Indeks Keseragaman (E) pada Agroforestri karet sebesar 0,149 dan pada
Karet monokultur sebesar 0. Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman
tegakan termasuk dalam kategori rendah. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks
Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1.
Berat Basah Tanaman Contoh
Berat basah komponen penyusun pohon karet yang meliputi batang,
ranting dan daun diperoleh rata-rata berat keseluruhan 162,68 kg per tegakan karet
(Tabel 10).
Tabel 10. Berat Basah Tanaman Contoh Karet (Hevea brasiliensis)
No.
Tabel 10 menunjukkan berat basah tertinggi adalah pada pohon 9
(sembilan) yaitu sebesar 263,3 kg atau 17,98% dari total berat keseluruhan,
dengan diameter sebesar 23,56 cm dan tinggi total tegakan adalah 18,64 m.
atau 6,18% dari total berat keseluruhan, dengan diameter 14,96 cm dan tinggi
total berkisar 10,05 m. Pada plot satu total berat basah adalah sebesar 537 kg atau
sekitar 36,67% dari total. Sedangkan pada plot dua total berat basah sebesar 320,2
kg atau sekitar 21,86%. Dan total berat basah pada plot tiga yaitu sebesar 607 kg
atau sebesar 41,45% dari total keseluruhan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
komposisi penyusun tiap bagian tanaman tersebut.
Berat basah tertinggi pada setiap komposisi penyusun tiap bagian tanaman
terdapat pada batang dengan 1146,1 kg atau sebesar 78,27%, kemudian ranting
dengan 162,5 kg atau 11,09%, serta daun dengan 155,6 kg atau 10,62%. Berat
basah rata-rata pada bagian daun adalah sebesar 17,28 kg, sedangkan berat basah
rata-rata bagian ranting adalah 18,05 kg, dan berat basah rata-rata pada bagian
yang terbesar yaitu batang adalah sebesar 127,34 kg.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh tinggi total rata-rata
tanaman contoh adalah sebesar 13,31 m, dengan tinggi pohon terbesar terdapat
pada pohon sembilan yaitu 18,4 m. Sedangkan diameter rata-rata dari setiap
pohon adalah 17,28 cm, dengan diameter terbesar terdapat pada pohon dua yaitu
24,20 cm.
Perbedaan yang terjadi pada setiap komposisi penyusun bagian tanaman
tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, seperti lokasi pengamatan dan
pengambilan tanaman contoh yang dilakukan di kawasan agroforestri yang
beragam Kemudian persaingan dalam mendapatkan cahaya. Selanjutnya jarak
tanam, dimana jarak tanaman yang tidak berpola dan cenderung memiliki
kerapatan yang tinggi akan menyebabkan persaingan dalam memperebutkan air
Kadar Air Tanaman Contoh
Dalam proses pertumbuhannya tanaman memerlukan air yang berfungsi
sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tanaman.
Kadar air merupakan persentase jumlah air yang terkandung dalam suatu tanaman.
Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat
kering tanur (BKT). Contoh uji yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
contoh uji yang berada dalam keadaan basah. Hal ini dikarenakan pada saat
contoh uji dalam keadaan basah, maka dapat terlihat kadar air yang terkandung di
dalam contoh uji yang akan diteliti tersebut. Hasil pengujian kadar air pada
tegakan karet disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Kadar air (%) pada setiap bagian tanaman pada tegakan karet.
No. Plot Sampel Tebang
Kadar Air (%)
Batang Ranting Daun
1 105,64 71,88 77,57
1 2 117,44 61,35 51,09
3 160,03 59,64 96,78
4 145,73 94,21 84,88
2 5 135,06 108,00 77,95
6 116,64 108,15 85,31
7 124,42 75,05 75,96
3 8 133,02 93,97 75,53
9 77,21 78,33 69,18
Total 1115,19 750,58 694,25
Rata-Rata 123,91 83,39 77,13
Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan tiap
bagian tegakan. Dimana total kadar air terbesar terdapat pada bagian batang dan
yang terkecil terdapat pada bagian daun. Dimana rata-rata total kadar air yang
terdapat pada bagian batang adalah sebesar 123,91%. Rata-rata total kadar air
yang terdapat pada ranting sebesar 83,39%. Sedangkan rata-rata total kadar air
Biomassa
Biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan
tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit luas jumlah
karbon yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung jika diketahui
jumlah biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut dan
memberlakukan suatu faktor konversi (Brown, 1997).
Menurut Jenkins(2003), biomassa dapat digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dianggap sebagai sumber
dan sink karbon. Jumlah biomassa setiap bagian tanaman pada tegakan karet disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12. Biomassa pada setiap bagian tanaman pada tegakan karet
No.
Rata-rata total biomassa tegakan karet pada Tabel 12 adalah sebesar 79,29
kg. Bagian tegakan karet yang memiliki komponen terbesar penyusun biomassa
yaitu terdapat pada batang sebesar 59,38 kg dan komponen penyusun biomassa
terkecil terdapat pada bagian ranting yaitu sebesar 9,87 kg. Kandungan biomassa
batang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman yang didapat melalui proses
fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang, karena batang pada umumnya
memiliki zat penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tanaman
Kadar Zat Terbang Tanaman Contoh
Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap
dan hilang pada pemanasan 9500C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang disajikan pada Tabel
13, kadar zat terbang terbesar terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 74,99%
sedangkan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang yaitu sebesar
61,70%. Hal ini sesuai dengan pendapat Hilmi (2003) yang menyatakan bahwa
kadar zat terbang tertinggi yang ditemukan terdapat pada bagian daun diakibatkan
karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan bobot molekul tinggi
sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi. Rata-rata kadar zat
terbang tegakan karet disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Kadar zat terbang bagian tanaman pada tegakan karet
No. Plot Sampel Tebang
Kadar Zat Terbang (%)
Batang Ranting Daun
1 61,10 68,67 75,23
1 2 60,30 69,34 74,36
3 62,49 74,58 74,22
4 59,42 70,62 76,28
2 5 62,79 65,21 75,31
6 61,19 66,17 75,21
7 61,70 64,11 74,30
3 8 63,31 66,57 74,91
9 63,01 67,82 75,13
Total 555,31 613,09 674,95
Rata-Rata 61,70 68,12 74,99
Kadar Abu Tanaman Contoh
Abu merupakan zat-zat anorganik yang tersisa setelah air dan materi
organik telah habis pada pemanasan suhu tinggi. Kadar abu merupakan jumlah
oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari
mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium.
Tabel 14. Kadar abu setiap bagian tanaman pada tegakan karet
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu terbesar terdapat
pada daun sebesar 4,77% sedangkan nilai rata-rata kadar abu terkecil terdapat
pada batang yakni sebesar 1,61%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Suprihatno, dkk(2012) yang memperoleh kadar abu terendah pada batang yakni
sebesar 2,9%. Persentase nilai kadar abu tertinggi terdapat pada daun dikarenakan
daun mengandung lebih banyak bahan anorganik dibandingkan dengan bagian
tanaman yang lain dan daun sebagai bagian yang melakukan fotosintesis.
Kadar Karbon Tanaman Contoh
Hasil pengukuran kadar karbon contoh uji disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Kadar karbon setiap bagian tanaman pada tegakan karet
Karbon merupakan salah satu bahan organik penyusun zat suatu tanaman.
Pengukuran kadar karbon contoh uji tanaman karet yang di dapat dari analisis
laboratorium merupakan pengurangan dari 100% terhadap kadar zat terbang dan
kadar abu. Dapat dilihat pada Tabel 15 bahwa kadar karbon rata-rata pada bagian
tanaman dari tegakan karet tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar
36,68%, sedangkan kadar karbon rata-rata terendah terdapat pada bagian daun
yaitu sebesar 20,23%. Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan
kadar zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka
kadar karbon juga semakin rendah sedangkan apabila semakin rendah kadar zat
terbang dan kadar abu maka kadar karbon semakin tinggi.
Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur
menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki
kadar karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian
batang sebesar 45,75% dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%.
Rata-rata kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar
karbon rata-rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan
kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan
penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit. Besarnya kadar karbon
tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat
terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah.
Massa Karbon
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan massa karbon
pada setiap bagian tegakan. Berikut kandungan massa karbon yang terdapat pada
Tabel 16. Kandungan massa karbon pada setiap bagian tanaman pada tegakan karet berdasarkan petak contoh penelitian
No. Plot Sampel Tebang
Massa Karbon (kg) Total
Massa
Tabel 16 menunjukkan rata-rata total massa karbon pada bagian batang
adalah sebesar 21,65 kg yang merupakan rata-rata total massa karbon terbesar.
Sedangkan rata-rata total massa karbon pada bagian ranting adalah sebesar 2,95
kg. Dan rata-rata total massa karbon terkecil terdapat pada bagian daun adalah
sebesar 2,01 kg. Sedangkan total massa karbon tertinggi terdapat pada plot 3
yaitu sebesar 102,23 kg dan yang terendah terdapat pada plot 2 yaitu sebesar
49,33 kg.
Model Allometrik Biomassa
Biomassa adalah bahan organik dari berat organisme per satuan luas dalam
satu waktu. Pohon adalah komponen terbesar biomassa di atas tanah. Biomassa
seluruh tegakan pohon tersebut diduga menggunakan persamaan algometrik.
Persamaan ini didasarkan pada pohon contoh yaitu batang pohon, cabang, daun,
dan akar dan bagian pohon berdasarkan hubungan antara biomassa
masing-masing bagian dengan parameter (diameter pohon, tinggi dan kepadatan pohon).
Contoh pohon ditebang secara destruktif untuk mengembangkan persamaan
Model allometrik merupakan model yang menghubungkan
dimensi-dimensi dari tanaman dengan nilai biomassa tanaman. Setiap tanaman yang
berbeda akan memiliki pola yang juga berbeda untuk membentuk model
allometrik ini.
Tabel 17. Model allometrik untuk menduga biomassa setiap bagian tanaman dan total biomassa dari setiap bagian tegakan karet
Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan persamaan
-persamaan lain yang menggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model
akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon karet. Model allometrik
kandungan karbon dibangun untuk melakukan penaksiran besar kandungan
karbon setiap bagian tanaman dan total kandungan karbon dari setiap bagian
karet. Model ini menghubungkan antara kandungan karbon batang, ranting dan
daun dengan diameter setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang.
Persamaan allometrik yang telah dibuat Tabel 17, diketahui bahwa
hubungan antara W (biomassa) dan D (diameter) memiliki tingkat yang lebih baik
dibandingkan dengan hubungan allometrik antara W dengan D dan H. Pemilihan
model allometrik terbaik dilakukan dengan menguji beberapa model. Dapat dilihat
pada Tabel 17 bahwa W = 69,262-6,977D+0,407D2memiliki performansi paling baik yang menghasilkan standard error (s) yaitu 17,83791, signifikansi 0,002 dan
R-Square 86,6%.
Model Allometrik Massa Karbon
Sedangkan dari persamaan allometrik yang telah dibuat pada Tabel 17,
diketahui bahwa hubungan antara W (biomassa) dan D(diameter) memiliki tingkat
yang lebih baik dibandingkan dengan hubungan allometrik antara W dengan D
dan H. Pendugaan massa karbon dibentuk melalui persamaan massa karbon
batang, ranting, daun, dan total massa karbon. Pemilihan model allometrik terbaik
dilakukan dengan menguji beberapa model. Dapat dilihat bahwa C =
22,510-2,225D+0,133D2memiliki performansi paling baik yang menghasilkan standard error (s) yaitu 5,89464signifikansi 0,002 dan R-Square yaitu 86,7%. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhdi (2012) yang menyatakan bahwa bahwa persamaan
pendugaan cadangan massa karbon yang dibentuk adalah persamaan pendugaan
Model terbaik berdasarkan besarnya standar deviasi model yang terkecil dan nilai
koefisien determinasi yang terbesar. Model allometrik untuk meduga massa
karbon tersaji pada Tabel 18.
W = 69,262-6,977D+0,407D2
Gambar 2. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model allometrik terpilih biomassa karet
C = 22,510-2,225D+0,133D2
Gambar 3. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model allometrik terpilih massa karbon karet
Dependent Variable: Massa Karbon Batang
Dependent Variable: Total Biomassa
Observed Cum Prob
Observed Cum Prob
Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Tegakan Agroforestri Karet (Hevea
brasiliensis) (ton/ha)
Berdasarkan model allometrik yang terpilih didapat data potensi biomassa
dan cadangan karbon pada tegakan karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji
Asih, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun (Tabel 19).
Tabel 19. Potensi biomassa dan cadangan karbon tegakan agroforestri karet (Hevea
brasiliensis) di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.
Plot
Total biomassa Total biomassa Total massa karbon
Total massa karbon
(kg) (ton/ha) (kg) (ton/ha)
1 1821,78 15,18 610,780 5,09
2 1949,68 16,24 655,481 5,46
3 2575,79 21,46 865,724 7,21
Total 6347,25 52,88 2131,98 17,76
Rata-rata 2115,75 17,62 710,66 5,92
Berdasarkan Tabel 19, maka total biomassa tegakan agroforestri karet
(Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten
Simalungun adalah sebesar 52,88 ton/ha atau dengan rata-rata 17,62 ton/ha.
Sedangkan total massa karbon yang didapat pada penelitian ini adalah sebesar
17,76 ton/ha dengan rata-rata 5,92 ton/ha. Total biomassa tanaman karet pada
Tabel 19 lebih rendah dibandingkan tanaman lain seperti kelapa sawit pada
penetilitan Muhdi et al (2015) dimana total biomassa pada berbagai kelas umur
adalah rata-rata potensi biomassa pada tegakan umur 5 tahun masing-masing
sebesar 28,53 ton/ha. Rata-rata biomassa pada umur 10 tahun masing-masing
sebesar 187,25 ton/ha. Adapun pada tegakan kelapa sawit umur 15 tahun, rata-rata
Potensi cadangan karbon pada jenis tanaman lain juga berbeda-beda
seperti yang disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Potensi cadangan karbon pada beberapa jenis tanaman lain Tanaman Cadangan Karbon (ton C/
ha) Sumber
Hevea brasiliensis Muell.Arg
umur 5 tahun 0,39 Sipayung (2016)
Hevea brasiliensis Muell.Arg
umur 10 tahun 6,86 Saragih(2016 )
Acacia mangium 16,25 Purwitasari (2011)
Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Umur 15
tahun
71,58 Sitanggang (2015) Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Umur 5
tahun
7,17 Silaban (2014)
Tabel 20 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan cadangan karbon pada
setiap jenis tanaman lain. Hal ini dapat disebabkan perbedaan tempat, keadaan
tanah, suhu dan iklim, dan kerapatan tanaman. Hutasoit (2014) menyatakan
bahwa perbedaan cadangan karbon pada setiap jenis tanaman disebabkan oleh
besarnya cadangan karbon diatas permukaan (above ground C-Stock) sangat
ditentukan oleh jenis dan umur tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman,
kesuburan tanah, kondisi iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya
lahan dimanfaatkan untuk penggunaan tertentu serta pengolahannya.
Potensi biomassa dan cadangan karbon pada penelitian ini tidak jauh
berbeda dari hasil penelitian Saragih (2016) terhadap tanaman karet umur 10
tahun yang memiliki potensi biomassa dan cadangan karbon sebesar 13,54 ton/ha
dan 6,86 ton/ha. Namun cadangan karbon pada penelitian ini lebih tinggi dari
pada penelitian Sipayung (2016) terhadap tanaman karet umur 5 tahun dimana
Sedangkan pada pendugaan cadangan karbon pada tanaman lain seperti
kelapa sawit adalah berbeda jauh, seperti pada penelitian Sitanggang (2015)
terhadap tanaman kelapa sawit umur 15 tahun dimana cadangan karbonnya
mencapai 71,58 ton/ ha. Dan pada penelitian Silaban (2014) terhadap tanaman
kelapa sawit umur 5 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 7,17 ton/ha.
Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan komponen penyusun bagian dari
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persamaan allometrik terbaik untuk biomassa tanaman karet (Hevea
brasiliensis) yaitu W = 69,262-6,977D+0,407D2sedangkan persamaan allometrik terbaik untuk massa karbon pada tanaman karet (Hevea brasiliensis)
yaitu C = 22,510-2,225D+0,133D2.
2. Potensi biomassa dan cadangan karbon pada agroforestri tanaman karet (Hevea
brasiliensis) di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara adalah sebesar 17,62 ton/ha dan 5,92 ton/ha.
Saran
Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan perhitungan potensi biomassa
dan cadangan karbon pada tingkat serasah, tumbuhan bawah, dan akar, agar dapat