• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas Dan Perubahan, Kajian Tekstual Dan Musikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas Dan Perubahan, Kajian Tekstual Dan Musikal"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN,

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Etnis Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Kabupaten Dairi ibukota Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 184 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotana Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Singkil Boang. 3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 kecamatan

dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kotamadya subbul sallam ibukotanya Salak yang terdiri dari 5 kecamatan dan (64) Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Singkil Boang.

(2)

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotany Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Parlilitan, dan Kecamatan Tara Bintang dan masih termasuk kedalam Suak Kelasen. Luas wilayah yang menjadi wilayah persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

2.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis ambil berlokasi di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana daerah ini merupakan salah satu daerah atau wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Simsim dan sebagian daerah keppas. Luas Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 121.830 Ha. (1.218,30 Km2), terletak di wilayah pantai barat Sumatera Utara yaitu pada 2.000 – 3.000 Lintang Utara dan 96.000 – 98.000 Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 250 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Kabupaten pakpak Bharat terbentuk dari dari hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Secara administratif Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 52 Desa dalam 8 (delapan) Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat adalah :

1) Kecamatan Salak, 2) Sitellu Tarli Urang Jehe, 3) Pangindar, 4) Sitellu Tali Urang Julu, 5) Pargeteng-geteng Sengkut, 6) Kerajaan, 7) Tinada, dan 8) Siempat Rube.

Adapun batas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut:

• Sebelah timur berbatasan dengan : Kecamatan Parbuluan Kabupaten

(3)

• Sebelah barat berbatasan dengan : Kabupaten Aceh Singkil Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

• Sebelah utara berbatasan dengan : Kecamatan Silima Pungga-Pungga,

Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

• Sebalah selatan berbatasan dengan : Kecamatan Tara Bintang

Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah.

Adapun batas-batas wilayah dari desa sukaramai adalah :

• Sebelah timur berbatasan dengan : Desa Kuta Saga.

• Sebelah barat berbatasan dengan : Desa Surung Mersada.

• Sebelah selatan berbatasan dengan : Desa Pardomuan.

• Sebelah utara berbatasan dengan : Desa Kuta Meriah.

2.3 Sistem Mata Pencaharian

(4)

bercocok tanam selain dari pekerjaan utamanya. Begitu juga dengan para pedagang maupun pengusaha kecil memiliki ladang bercocok tanam serta menekuni kegiatan tersebut sebagai penopang hidup.

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26).

2.4.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa

Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak,masyarakat mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut:

Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan

melindungi, yaitu : 1) Beraspati Tanoh.

(5)

2) Tunggung Ni Kuta

Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi

kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut :

a. Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan. b. naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila

satu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Pengulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi

untuk memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di

dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang

diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular

yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih

(6)

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan

musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan

danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.4.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh

Kepercayaan terhadap roh-roh, yang meliputi :

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun

temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain serta dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kecamatan kerajaan sejak masuknya agama di daerah tersebut.

(7)

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dan diterapkan dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara kematian (kerja njahat). Sistem tersebut yaitu:

2.5.1 Sulang Silima

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari

kulakula, dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak

berru. Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari

daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian daging/jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak

kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam adat masyarakat Pakpak,

kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

a. kula-kula

kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem

kekerabatan pada masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati.

(8)

Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting.

b. Dengan sebeltek/Senina

Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali

persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, se subklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.

c. Anak beru

Anak beru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil

anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat.

Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.

Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

1) Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan

(9)

menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).

2) Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan

mendapat sulang per-tulantengah.

3) Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga)

akan mendapat sulang per-ekur-ekur.

4) Anak beru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang

berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren anak beru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang

besar terhadap berjalannya pesta. Anak beru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung.

2.6 Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Hal ini menyebabkan kehidupan sehari- hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat.

(10)

dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor Kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu :

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis)

3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan,

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan

5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).

2.7 Kesenian 2.7.1 Seni Musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajiannya dan cara memainkannya. Berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotchi dan oning-oningen.

(11)

dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup) dan sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotchi dan oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak.

Menurut wawancara dengan beberapa pemusik tradisi Pakpak sekarang menyebutkan bahwa gotchi adalah istilah untuk beberapa ensambel seperti : ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendangmsidua-dua, gerantung, mbotul dan gung. Sedangkan istilah

oning-oningen digunakan untuk ensambel yang terdiri dari gendang sitelu-telu, gung

sada rabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi

(chordophone), yang pada penggunaannya di gunakan untuk upacara mbaik seperti upacara pernikahan (merbayo).

1. Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk penyajian

Gotchi adalah isntrumen musik yang disajikan dalam bentuk seperangkat

(ensambel) yang terdiri dari : ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan oning-oningen.

Genderang si sibah (drum-chime) merupakan salah satu alat musik

tradisional masyarakat suku Pakpak yang juga merupakan bagian dari kelompok gotci. Dikatakan genderang si sibah karena alat musik ini terdiri atas sembilan buah gendang satu sisi yang diletakkan dalam satu rak yang dipukul dengan menggunakan stik (pemukul). Genderang si sibah ialah seperangkat gendang satu sisi yang berbentuk konis (single headed conical nine drums). Genderang ini dipakai untuk mengiringi upacara-upacara adat yang ada di Pakpak, melus bulung bulu, melus bulung sempula, dan melus bulung simbernaik. Didalam ensambel ini

(12)

dan gong. Disamping alat musik tersebut juga ada ensambel musik genderang si pitu, yang terdiri dari 7 buah gendang (drum set) yang diletakkan pada satu rak.

Permainan kalondang biasanya dimainkan dengan melodi yang sama dengan vokal dengan pukulan gendang yang variatif. Sejauh ini tradisi musik Pakpak belum banyak mengalami perubahan.

Masing-masing nama dari kesembilan gendang ini dari ukuran terbesar sampai ukuran terkeci adalah sebagai berikut :

Gendang 1, Si Raja Gumeruhguh (suara bergemuruh) atau disebut

juga sebagai gendang induk (menginang-inangi/mengindungi)  Gendang 2, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Manjujuri dengan

pola ritmis menjujuri atau mendonggildonggili (mengagungkan, mentakbiri, menghantarkan)

Gendang 3-7, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis benna

kayu yang merupakan pembawa melodi (menenangkan,

menenteramkan)

Gendang 8, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi

(menyeimbangkan)

Gendang 9, Si Raja Mangampuh dengan pola ritmis

menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi). Namun terdapat

(13)

(pembawa lagu); dan gendang 7 sampai 9 disebut manganaki (anak).9

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersamaan dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah, yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan

pong-pong (yang menetapakan). Instrumen lain yang digunakan adalah sarune

(double reed oboe) dan cilat-cilat (simbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara suka cita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Gambar 1 : Genderang Sisibah (Dokumentasi Pribadi Tahun 2011) Keterangan : Nomor pada penjelasan diambil dari genderang terbesar

sampai terkecil seperti pada gambar.

(14)

Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini biasanya digunakan untuk kerja mbaik dalam tingakatan tertentu saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang Si lima yaittu seperangkat gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri dari lima buah gendang. Kelima gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII dan IX. Fungsi dari kelima gendang tersebut sama dengan fungsinya masing-masing seperti pada genderang sisibah. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerja njahat) saja, seperti upacara kematian, mengongkal tulan (mengangkat tulang-tulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat.

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang

(15)

Ensambel ini biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh penunggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris diatas rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya, instrumen ini berperan sebagai pembawa melodi dan secara ensambel dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan.

Selanjutnya adalah ensambel oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari gendang sitelu-telu(membranophone single head), gung sada rabaan, lobat

(aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone). Ensambel ini

digunakan pada upacara suka cita (kerja mbaik) seperti upacara penikahan (merbayo) dan untuk mengiringi tarian (tatak).

b. Instrumen Musik Berdasarkan Cara memainkannya.

1. Sipaluun: Genderang, kalondang, gung, cilat-cilat, ketuk, mbotul, deng-deng, doal, gerantung, gendang si dua-dua.

2. Sisempulen: Sarune, lobat, sordam 3. Sipiltiken: Kucapi

2.7.2 Seni Suara

(16)

musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut:

(i) tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat didalam hati penyajinya akan ditutur-tuturkan (dalam bahasa Pakpak: ibilangbilangken, milangi) dengan gaya menangis (Pakpak : Tangis). Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut.

a. tangis si jahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikannya. Teks nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihannya karena akan meninggalkan keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya. Nyanyian ini ditujukan supaya orang yang mendengar merasa iba dan memberi petuah-petuah tentang hidup berumah tangga. Nyanyian ini disajikan dalam bentuk melodi yang berubah-ubah (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

Tangis beru si jahe hanya dinyanyikan oleh perempuan. Tangis

beru si jahe disajikan dan ditujukan kepada orangtua beru si jahe, kerabat

(17)

b. Tangis anak melumang, nyanyian ini disajikan oleh pria ataupun wanita. Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang ditinggal mati orang tuanya. Nyanyian ini biasanya disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah atau tempattempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah dengan melodi yang sama.

c. Tangis si mate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling berkesan dari si mati smasa hidupnya. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang lebih mementingkan isi teks daripada melodi.

(ii) ende-ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria maupun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari , oah-oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian jenis nyanyian ini menggunakan teks

yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

a. Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita.Si

anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokan si anak dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, cita-cita, harapan maupun curahan kasih sayang terhadap si anak.

(18)

c. Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya adalah agar si anak merasa terhibur dengan gerakan-gerakan lucu sehingga si anak merasa terhibur dan tertawa. Teks lagu yang dinyanyikan biasanya berisi tentang harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna.

(iii) Nangan ialah nayanyian yang disajikan pada waktu bersukut-sukuten (mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut di sajikan dengan cara bernyanyi. Ucapan tokoh yang dinyanyikan tersebut dalam cerita disebut dengan nangen, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten.

Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita.

Persukuten haruslah orang yang cukup ahli menciptakan tokoh-tokoh melalui

warna nangen. Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat pakpak adalah Sitagandera, Nan tampuk mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle, dan lain sebagainya.

(iv) Ende-ende mardembas adalah bentuk nyanyian permainan dikalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari dan membentuk lingkaran dan membuat lompatan kecil sambil bernyanyi secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyayian solo yang disambut dengan koor). Isi teksnya biasanya

(19)

dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) serta teks yang berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikannya.

(v) Ende-ende Memuro Rohi, naynyian ini termasuk kedalam nyanyian work song, yaitu nyanyian yang di sajikan pada saat bekerja. Biasanya

dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di sawah. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumparyang dilambai-lambaikan ketengah sawah sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi.

2.5.3 Seni Tari

Masyarakat Pakpak menyebutkan istilah tari dengan istilah Tatak. Tatak pada masyarakat pakpak erat hubungannya dengan kegiatan upacara ataupun kerja dan juga sebagai hiburan atau pertunjukan. Tatak digunakan dalam kerja mbaik ataupun kerja njahat. Adapun jenis gerakan yang digunakan dalam upacara tau pun kerja adalah :

Mangera-era

Gerakan ini digunakan oleh kaum Beru untuk menyambut Kula-kula ataupun gerakan yang digunakan oleh anak terakhir kepada anak tertua ataupun yang muda kepada yang lebih tua.

Suyuk

Gerakan ini digunakan untuk menyambah ataupun menghormati.

(20)

Gerakan ini digunakan oleh kula-kula kepada beru yang menyimbolkan pemberian berkat.

Mengembur

Gerakan ini digunakan untuk menyembah atau member hormat oleh beru kepada kula-kula.

Mengeleap

Gerakan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kegiatan kerja sudah berhasil dilaksnankan.

Adapun beberapa jenis tatak yang digunakan untuk hiburan atau pertunjukan adalah sebagai berikut :

Tatak Menabi page

Tatak ini dilakukan oleh para muda-mudi di ladang dan menggambarkan kegembiraan dari para muda-mudi. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, para muda-mudi di daerah Pakpak hanya dapat bertemu dan berbicara lebih dekat pada saat masa panen. Tatak ini menggambarkan tentang kegembiraan dalam memanen padi.

Tatak Mendedah

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana seorang ibu mengasuh bayinya. Tatak ini hanya dilakukan oleh para perempuan.

Tatak Renggisa

(21)

Tatak Garo-garo

Tatak ini mengambarkan tentang kegembiraan muda-mudi dalam masa panen. Tatak ini memiliki kemiripan dengan tatak menabi pange, namun dalam tatak garo-garo, hal yang digambarkan tidak hanya dalam memanen padi, melainkan mulai dari proses menanam sampai memanen padi tersebut.

Tatak Memuat kopi

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana proses memetik kopi yang dilaksanakan oleh para petani di daerah Pakpak.

Tatak Perampuk-ampuk

Tatak ini menggambarkan tentang keharmonisan yang terjalin antara kaum muda-mudi yang ada dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

Tintoa serser

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana masyarakat Pakpak dalam membuka atau memulai suatu ladang pertanian yang dalam hal inj

adalah persawahan.

Tatak Mengindangi

Tatak ini menggambarkan tentang suasana menumbuk padi pada masyarakat Pakpak. Perlu diketahui bahwa tatak yang sifatnya hiburan ataupun pertunjukan biasanya hanya di laksanakan oleh para kaum muda-mudi. Serta untuk mengiringi tarian ini digunakan ensambel oning-oningen.10

10

Skripsi Sarjana Batoan Sihotang dan wawancara kepada informan yang mengetahui tentang

Gambar

Gambar 1 : Genderang Sisibah (Dokumentasi Pribadi Tahun 2011) Keterangan : Nomor pada penjelasan diambil dari genderang terbesar

Referensi

Dokumen terkait

7) Pengesahan fotokopi ijazah/STTB, syahadah dari satuan pendidikan yang terakreditasi, sertifikat, dan surat keterangan lain yang menerangkan kelulusan dari

Sangat diperlukan untuk mencapai kantor alur kerja teknologi digital, yang2. sekarang lebih populer sistem e-mail berbasis pada teknologi alur kerja,

Dengan diumumkannya PEMENANG kepada peserta lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, apabila masih terdapat kesalahan di dalam penetapan pemenang

Lemahnya kinerja ekspor dipengaruhi permintaan global yang lemah dan harga komoditas yang terus turun..... 62 Outlook NPI ..T eka a Capital Ouflo s Masih

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Pekerjaan Jasa Konsultansi Pengawas pekerjaan renovasi

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Selasa, 07 Juli 2015 sampai dengan hari Kamis, 9 Juli 2015, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Pokja Pelelangan Sederhana

Judul penelitian : Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H.. Adam