BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui berbagai macam program.
Menurut PP Nomor 105 Tahun 2000, pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran kas negara yang menjadi beban negara dalam satu periode anggaran. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Sadono Sukirno (2011), pengeluaran pemerintah adalah keseluruhan pengeluaran yang dilakukan yaitu pengeluaran yang meliputi konsumsi dan investasi. Sedangkan menurut Hera Susanti (2000), Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak.
Pengeluaran pemerintah dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Pengeluaran Rutin
pegawai, belanja barang, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang pemerintah, dan pengeluaran rutin lainnya.
Menurut Mangkoesoebroto (1994), melalui pengeluaran rutin pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihakketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu sertamenjaga stabilitas perekonomian.
Besarnya pengeluaran rutin yang dikeluarkan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dikarenakan oleh kenaikan belanja pegawai dan pembayaran hutang pemerintah. Selain itu, pemerintah juga banyak mengeluarkan anggaran pada berbagai macam subsidi.
2. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran pemerintah yang besifat menambah modal masyarakat baik dalam bentuk prasarana fisik maupun non fisik, misalnya pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah menunjukkan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Anggaran pembangunan bertujuan untuk menciptakan kondisi yang stabil dan kondusif bagi proses pemulihan ekonomi dan memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengeluaran pembangunan dibedakan menjadi pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan dengan rupiah berasal dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasukdepartemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah (Basri, 2005). Pada tahun 2006, struktur pengeluaran pemerintah mengalami perubahan menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menjadi:
1. Belanja tidak langsung
bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagihasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.
2. Belanja langsung
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program, sepertibelanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.
Pengeluaran pemerintah menunjukkan perannya dalam perekonomian yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Menurut Mangkoesoebroto (1993:2) pemerintah memiliki tiga peran dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut.
• Peran alokasi, yaitu peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya
ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
• Peran distribusi, yaitu peran pemerintah dalam mendistribusikan sumber
daya, kesempatan dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan wajar.
• Peran stabilitatif, yaitu peran pemerintah dalam memelihara stabilitas
perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam equilibrium.
a. Campur tangan pemerintah terkadang menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan terlebih dahulu. Misalnya, kebijakan pemerintah dalam mengatur tata niaga cengkeh agar penghasilan petani cengkeh naik, tetapi ternyata membawa dampak permintaan tembakau menurun sehingga pendapatan petani tembakau juga turun.
b. Campur tangan pemerintah memerlukan biaya yang tidak murah, oleh karena itu maka campur tangan pemerintah harus dipertimbangkan manfaat dan biayanya secara cermat agar tidak lebih besar daripada biaya masyarakat tanpa adanya campur tangan pemerintah.
c. Adanya kegagalan dalam pelaksanaan program pemerintah, dimana pelaksanaan program pemerintah memerlukan tender dan sistem yang kompleks.
d. Perilaku pemegang kebijakan pemerintah yang bersifat mengejar keuntungan pribadi atau rent seeking behavior.
2.2 Teori Pengeluaran Pemerintah 2.2.1 Teori Rostow dan Musgrave
Rostow dan Musgrave mengembangkan model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan menjadi tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
menyediakan sarana dan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Namun, peranan investasi swasta sudah semakin membesar, tetapi banyak menimbulkan kegagalan pasar. Sehingga peranan pemerintah juga tetap besarkarena harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit.Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
2.2.2 Teori Wagner
Menurut pengamatan empiris oleh AdolfWagner terhadap negara – negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19 menunjukan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dengan mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.Wagner mendasarkan teorinya pada teori yang disebut organic theory of state, yang menganggap pemerintah adalah individu yang bebas bertindak, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar dibawah ini yang menunjukkan bahwa peranan pemerintah secara relatif semakin meningkat.
Waktu Sumber:Mangkoesoebroto, 1994
Gambar 2.1
Kurva Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner
Menurut Wagner ada 5 penyebab pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.
2.2.3 Teori Peacock dan Wiseman
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Peacock dan Wiseman, pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.Jadi dalam keadaan normal, kenaikan Product Domestic
Bruto (PDB) menyebabkan penerimaandan pengeluaran pemerintah juga
meningkat. Apabila keadaan normal terganggu, misalnya akibat perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.
tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect).Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali.Jadi, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman berbentuk tangga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
Sumber: Mangkoesoebroto, 1994
Gambar 2.2
Kurva Teori Peacock dan Wiseman
olehmasyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.Secara grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave. Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber: Dumairy, 1997
Gambar 2.3
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah 2.3 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atausekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher,2011).
Menurut World Bank (2002), kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS per hari.
Menurut Emil Salim (1972) ada lima karakteristik kemiskinan, yaitu: a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor – faktor produksi
sendiri.
b. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi jika dengan kekuatan sendiri.
c. Penduduk miskin pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
d. Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak layak.
e. Diantara penduduk miskin terdapat kelompok dengan usia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
2.4 Indikator Kemiskinan
untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan bukan makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi.Garis kemiskinan makananmerupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jeniskomoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan,buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Menurut Sayogyo,tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi menjadi wilayah pedesaan dan perkotaan. Ukuran kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat desa yaitu:
• Miskin : 320 kg
• Miskin sekali : 240 kg
• Paling miskin : 180 kg
Sedangkan indikator kemiskinan berdasarkan pengeluaran dalam ukuran beras untuk masyarakat kota yaitu:
• Miskin : 480 kg
• Miskin sekali : 360 kg
Bank Dunia menetapkan indikator kemiskinan berdasarkan pendapatan, yaitu sebesar US$ 2 per hari per orang. Bank Dunia menegaskan adalah benar – benar miskin jika pendapatan US$ 1 per hari per orang (The World Bank, 2010).
BPS menetapkan bahwa manusia hanya akan hidup layak jika mengkonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita per hari. Dengan demikian, seseorang dapat dikategorikan miskin bila jumlah uang yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita per hari (Kristanto, Ibid).
2.5 Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Sharp dalam Kuncoro (1997),terdapat tiga faktor penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi, yaitu sebagai berikut:
a. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah.
b. Sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, dan adanya diskriminasi.
c. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.
• Individual explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik
orang miskin itu sendiri, seperti malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, dan cacat bawaan.
• Family explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh faktor keturunan,
dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
• Subcultural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan oleh karakteristik
perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
• Structural explanation, yaitu kemiskinan diakibatkan ketidakseimbangan
di dalam masyarakat dengan pembedaan status atau hak.
2.6 Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Kemiskinan
Upaya pengentasan kemiskinan sangat membutuhkan peran pemerintah, sesuai dengan peranannya yaitu peran alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Peran tersebut harus dilaksanakan dengan baik jika ingin masalah kemiskinan terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk kemiskinan bisa menjadi stimulus dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.
Alawi (2006), dimana alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masyarakat memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat keparahan kemiskinan. Artinya, semakin tinggi alokasi anggaran untuk program pemberdayaan masayarakat maka akan menurunkan tingkat keparahan kemiskinan.
Dua penelitian diatas menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Todaro(2001) yang menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rata-rata daerah tersebut. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka potensi untuk mengalokasikan anggaran guna menyelesaikan masalah kemiskinan akan semakin besar. Namun alokasi tersebut tentu harus tepat sasaran, jika tidak justru akan menyebabkan kemiskinan akan semakin memburuk dan akan menghasilkan kekacauan social.
skema bantuan dengan target penduduk miskin. Dampak tidak langsung berasal dari investasi pemerintah dalam infrastruktur, riset, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk, yang secara simultan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh sektor dan menciptakan lapangan kerja.
Menurut World Bank dalam laporan Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (2006), bahwa di samping pertumbuhan ekonomi danlayanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal. Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan.
Tetapi, dalam beberapa hasil penelitian juga menunjukkan kelemahan dari pengeluaran pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan pada sisi implementasi program. Penelitian yang fokus pada implementasi program pengentasan kemiskinan memberikan hasil yang berbeda yang menunjukkan bahwa tidak mutlak pengeluaran pemerintah dapat menurunkan kemiskinan.
fasilitator dalam pendampinganmasyarakat membutuhkan lebih dari sekedar kecakapan teknik dan penguasaanmetodologi, namun juga empati dan keberpihakan dari para fasilitator. Empatisemacam itu tidak bisa ditumbuhkan hanya dengan seminggu pelatihan fasilitator.Pengalaman di Desa Aik Berik, fasilitator tidak tinggal di desa yang didampingi,padahal empati dan keberpihakan yang otentik hanya bisa tumbuh jika fasilitator tinggal bersama masyarakat yang didampingi.
Penelitian lain yang menunjukkan kelemahan pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan juga dilakukan oleh Iskana (2009) danRudiningtyas (2010). Mereka menemukan bahwa pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008. Hal ini dikarenakan salah satu sumber pendapatan nasional berasal dari rakyat dalam bentuk pajak.
2.7 Penelitian Terdahulu
1. Rashid Mehmood dan Sara Sadiq (2010) yang berjudul “The relationship between government expenditure and poverty: a cointegration analysis”.
2. Vera Wilhelm dan Ignacio Fiestas (2005) yang berjudul “Exploring the link between public spendingand poverty reduction: lessons from the 90s”.
Penelitian ini mencari hubungan antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan dengan menganalisis 9 negara – negara OPPG (Operationalizing Pro-Poor Growth), dengan menggunakan metode OLS. Kesimpulan penelitian ini adalah alokasi anggaran pemerintah adalah kunci pemerintah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan absolut.
3. Tejo Birowo (2011) yang berjudul “Relationship between government expenditure and poverty rate in Indonesia”. Penelitian ini mencari
pendidikan adalah satu-satunya pengeluaran yang memilikihubungan negatif yang stabil dengan tingkat kemiskinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel kontrol yang memiliki hubungan negatif yang kuat dengan tingkat kemiskinan karena hubungan mereka selalu signifikan.
2.8 Kerangka Konseptual
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis
1. Terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara.
2. Tidak terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Sumatera Utara.
Pengeluaran Pemerintah
Kemiskinan Belanja
Langsung