• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA

2. 1 Gambaran Umum Suku Pesisir

Bab ini mengenalkan secara etnografis1 umum tentang suku Pesisirdi lokasi penelitian. Lokasi penelitian berada di Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Di wilayah ini upacara turun karai masih didapati.

2.1.1 Topografi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Topografi merupakan kajian atau penguraian yang terperinci tentang keadaan muka bumi pada suatu daerah (2008:1482). Kota Sibolga merupakan daerah yang terletak di wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara. Menurut Sugiarto dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, katapesisir itu adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut dimana ekosistem darat dan laut saling berinteraksi; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering atau terendam air, yang masih dipengaruhi

1

(2)

sifat-sifat laut seperti: pasang surut, angin laur, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Apa yang dikemukakan mengenai pesisir ini adalah pengertiannya sebagai sebuah kawasan. Lebih jauh, di Sumatera Utara istilah pesisir, selain digunakan untuk menyebutkan kawasan juga digunakan untuk mengidentifikasi sebuah kelompok etnis yang berada di kawasan pesisir barat Provinsi Sumatera Utara, juga pesisir sebelah Barat Sumatera Barat, sampai juga ke wilayah pesisir barat wilayah Provinsi Aceh. Dengan demikian, pengertian pesisir mencakup wilayah dan juga identifikasi sebagai sebuah suku atau etnis.Mereka ini juga memiliki wilayah budaya Pesisisr, yang salah satu di antaranya adalah wilayah Sibolga, yang menjadi fokus kajian penulis di dalam skripsi sarjana ini.

Menurut data-data di Kelurahan Aek Manis (2015) terutama yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Kota Sibolga berjarak lebih kurang 340 km dari Kota Medan dan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Posisinya berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli. Menghadap ke arah Samudera Hindia. Seluruh wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah timur, selatan, dan utara. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

(3)

penduduknya bermukim di dataran pantai yang rendah. Bentuk Kota Sibolga memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah timurnya terdiri dari gunung. Sedangkan sebelah barat terdiri dari lautan. Lebar kota ini berjarak lebih kurang 500 meter dari garis pantai ke pegunungan sedangkan panjangnya adalah 8.520 km.

Keadaan alamnya relatif kurang beruntung. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2% sampai dengan 40%. Sebagian besar (60%) wilayah kota madya ini merupakan perairan dan pulau-pulau yang tersebar di Teluk Tapian Nauli. Sedangkan, sisanya merupakan dataran bekas rawa di dataran pantai Sumatera yang ditimbun membujur dari Barat Laut ke Tenggara dengan ukuran 5,6 kali 0,5 km. Dataran ini merupakan tempat pemukiman penduduk.

Beberapa pulau yang tersebar di sekitar teluk Tapian Nauli yang termasuk ke dalam wilayah administratif kota Sibolga adalah pulau Poncan Gadang, pulau Poncan ketek, pulau sarudik, dan pulau panjang. Kota Sibolga di pengaruhi oleh letaknya yang berada pada dataran pantai, lereng dan pegunungan terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0-150 meter.

Wilayah ini memiliki iklim yang cukup panas sekitar 2i,6°C - 32°C, sementara curah hujannya cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah sekitar 809 mm, sedangkan hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember selama 26 hari.2

(4)

2.1.2 Luas Wilayah

Kota Sibolga merupakan wilayah yang cukup sempit dengan cakupan wilayah daratan seluas 10.77 km². Cakupan wilayah ini terdiri dari 8,89 km² (82,56%). 1,88 km² (17,44%) daratan kepulauan. Sedangkan wilayah lautannya memiliki luas sekitar 2.171,6 km².

Secara administratif daerah ini terdiri dari empat kecamatan. Berdasarkan data wilayah BPS Kota Sibolga tahun 2014, Kota Sibolga terdiri dari empat kelurahan dengan 17 kelurahan dan 68 lingkungan.

Terdapat 17 kelurahan dalam wilayah Kecamatan Kota Sibolga, yaitu sebagai berikut.

1. Kecamatan Sibolga Utara, meliputi kelurahan Sibolga Ilir, Kelurahan Angin Nauli, Kelurahan Hutabarangan, Kelurahan Huta Tonga-tonga, dan Kelurahan Simaremare;

2. Kecamatan Sibolga Kota, meliputi kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Pasar Belakang, Kelurahan Pancuran Gerobak, dan Kelurahan Kota Beringin;

3. Kecamatan Sibolga Sambas, meliputi Kelurahan Pancuran Kerambi, Kelurahan Pancuran Pinang, Kelurahan Pancuran Bambu, dan Kelurahan Pancuran Dewa;

(5)

Tabel 2.1

Kecamatan-kecamatan di Kota Sibolga dan Luas Wilayahnya

NO. Kecamatan Luas Wilayah

(Km²)

1. Sibolga Utara 3.33

2. Sibolga Kota 2,73

3. Sibolga Selatan 3,14

4. Sibolga Sambas 1,57

Total 10.77

Sumber: BPS kota Sibolga tahun 2014

2.1.3 Demografi

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2014, jumlah penduduk kota Sibolga adalah sebanyak 95.035 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 48.083 jiwa laki-laki dan 46.952 jiwa perempuan.

Kota Sibolga dan Tapanuli tengah secara keseluruhan dikenal dengan

semboyan ―negeri berbilang kaum.‖ Hal ini dapat di buktikan dengan

keanekaragaman suku di dalam daerah ini. Namun demikian sebagai etnik

―tuan rumah‖ di kawasan ini adalah etnik Pesisir. Etnik-etnik lainnya pada

(6)

Mereka ini dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Pesisir dalam konteks berkomunikasi. Mereka juga mengaku dan diakui sebagai suku Pesisir, menggunakan pakaian Pesisir dalam upacara adat, memakan makanan khas Pesisir seperti ikan sombam, panggang geleng, dan sejenisnya. Yang jelas mereka menggunakan budaya Pesisir. Berikut adalah tabel mengenai jumlah penduduk Kota Sibolga menurut kecamatan dan jenis kelaminnya.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Sibolga Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan

perempuan

1. Sibolga Utara 11.287 11.121 22.408

2. Sibolga Kota 8.190 8.392 16.582

3. Sibolga Selatan 17.100 16.182 33.282

4. Sibolga Sambas

11.506 11.257 22.763

Kota Sibolga 48.083 46.952 95.035

(7)

Keempat kecamatan ini dihuni oleh berbagai suku, antara lain: suku Melayu 2.382 jiwa, Karo 425 jiwa, Simalungun 295 jiwa, Batak Toba 45.695 jiwa, Mandailing 4.612 jiwa, Pakpak 164 jiwa, Nias 6.293 jiwa, Jawa 5.283 jiwa, Minangkabau 8.793 jiwa, Cina 3.496 jiwa, Aceh 2.613 jiwa, dan suku lainnya 1.690 jiwa, Total jumlah keseluruhan adalah 81.699 jiwa.

2.2 Unsur Kebudayaan Suku Pesisir

Unsur Kebudayaan Suku Pesisir di Kota Sibolga meliputi: (1) adat-istiadatPesisir dikenal dengan adat sumando (2) kesenian Pesisir terdiri dari keseniansikambang,yaitu tari-tarian, alat musik, lagu dan tata rias pengantin, pelaminan, dan pernak-pernik pelaminan; (3) masakan khas pesisir seperti kue dan gulei (Pasaribu 2008:54, 81, 273). Berikut ini disajikan beberapa unsur kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga.

2.2.1 Adat Istiadat

Menurut Panggabean (1995:193), adat sumando berasal dari Pulau Poncan yang diawali dengan perpindahan penduduk dari Poncan ke Sibolga dan kemudian berkembang ke seluruh daerah Tapanuli Tengah. Istilah

sumando berasal dari kata suman dalam bahasa Batak berarti serupa, atau

terjemahan bebasnya di pasuman-suman. Selanjutnya kata suman berubah menjadi kata sumandoartinya hampir serupa tetapi tidak sama dengan adat yang ada pada suku Minangkabau di Sumatera Barat.

(8)

miskin (dada), orang miskin (lamukku), orang kaya (ata), dan keturunan raja (bare).

Menurut Soedarsono (dalam Pasaribu 2008:54), adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan dan fisiknya. Dengan demikian adat-istiadat merupakan hasil ide dan tindakan manusia yang diarahkan menjadi kebiasaan dari masyarakat penghasil ide tersebut.

Adat sumando adalah ―campuran‖ dari Hukum Islam, Minangkabau, dan adat Batak. Ini berarti bahwa semua hal-hal yang baik diterima dan yang tidak sesuai dengan tata krama dan sikap hidup sehari-hari masyarakat suku Pesisir diabaikan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sumando yakni adat

bersandi syarak dan syarak bersandi kitabullah, artinya adat berdampingan

dengan kebiasaan atau perilaku dan perilaku berdasarkan kepada kitab Allah (Sitompul, 2013:9)

2.2.2 Bahasa

(9)

(pribahasa), seni (sikambang, pantun, syair),cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur dalam keluarga (baso)3.

Bahasa Pesisir digunakan secara lisan maupun tulisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan sehingga tercapai rasa saling pengertian saat berkomunikasi. Menurut Emi Tanjung, bahasa pesisir merupakan perwujudan hubungan persaudaraan yang penuh keakraban dalam penyampaian pesan dan kesan. Yang dapat tercapai melalui ucapan yang indah dan mengandung petatah-petitih yang dapat menyentuh perasaan orang yang mendengarkannya.

2.2.3 Sistem Religi

Secara keseluruhan, masyarakat suku Pesisir menganut agama Islam. Seluruh aktivitas mereka disesuaikan dengan adata yang didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam adat sumando yang berdasar pada ajaran-ajaran Agama Islam. Konsep tersebut tercermin dalam adat bersendikan

syarak dan syarak bersendikan kaitabullah. Hal itu diartikan dengan suku

Pesisir berdasarkan ide, pelaksanaan, dan penghayatan ajaran-ajaran agama Islam dalam adat sumando.

Tingkah laku dan perbuatan Suku Pesisir sehari-hari merupakan suatu kesatuan dalam masyarakat menurut kebiasaan yang sudah diatur oleh norma-norma Agama Islam. Seluruh tingkah laku dan perbuatan suku Pesisir tersebut disebut sebagai adat Pesisir. pada dasarnya, pembagian warisan pada anak laki dan anak perempuan di suku Peisisr itu sama. Tetapi jika anak

(10)

laki tidak menyetujuinya pembagian tersebut maka akan di kembalikan kepada Hukum islam (faraid). Dimana anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan. Sedangkan anak perempuan mendapat sebagian dari harta warisan, tetapi emas dan rumah diserahkan kepada perempuan. Hal ini dimaksudkan apabila saudara laki-laki mengunjungi kampung halaman, maka mereka akan datangi saudara perempuannya.

2.2.4 Sistem Kekerabatan

(11)

Bagan 2.1

Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Pesisir di Kota Sibolga

(D.Tanjung) ♂ (E.Lubis) ♀

(S.Tanjung) ♀ (E.Tanjung) ♀

Dalam adat Pesisir, marga diterima dari pihak laki-laki atau ayah tidak di permasalahkan. Namun, marga tetap dipakai pada seorang anak sebagai pemberian dari orang tua. Sistem patrilineal dalam adat pesisir merupakan sistem yang berbeda dari patrilineal lainnya. Hal ini tercermin dari pembagian harta warisan. Menurut adat sumando,semua anak yang dilahirkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan dalam keluarga pesisir mendapatkan harta warisan yang sama rata.

Dalam adat pesisir juga terdapat adat untuk memanggil atau menyebut orang-orang terdekat dan menjadi bagian dari keluarga seperti berikut ini. 1. Kakek dipanggil Angku,

(12)

5. Abang dipanggil Ogek, 6. Kakak dipanggil Uning, 7. Abang ipar dipanggil Ta’ajo, 8. Kakak ipar dipanggil Ta’uti, 9. Tante dipanggil Oncu, dan 10. Paman dipanggil Pa’oncu.

2.2.5 Kesenian

Kesenian Suku Pesisir lazim disebut dengan kesenian Pesisir

sikambang.Kesenian sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang

berlaku bagi masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, sampai ke Tapanuli, Minangkabau, dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat, sikambang juga berlaku di Pantai Timur Kepulauan Nias dan Pulau Telo.

Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, dan talibun hadir bak gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi sesuai dengan alamnya, seperti malam disinari bulan, alunan ombak dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut satu sama lain (Radjoki Nainggolan, 2012:47). Kesenian ini juga mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian

sikambang biasanya digelar dalam berbagai upacara baik yang bersifat adat

(13)

menabalkan dan mengayun anak, memasuki rumah baru, peresmian, dan pertunjukan kesenian atau pagelaran

Sikambang berasal dari 2 kata, yakni si dan kambang. Kata si

merupakan kata sandang yang diletakkan di depan sebuah nama. Sedangkan

kambang merupakan sebuah nama. Menurut Suku Pesisir, sikambang

mempunyai beberapa pengertian, yaitu:

1. Nama salah satu jenis pertunjukan pada masyarakat Pesisir, 2. Sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab,

3. Nama salah satu jenis ansambel pada masyarakat Pesisir, dan 4. Nama repertoar yaitu sikambang dan sikambang botan

Penyajian kesenian tersebut dibagi dalam empat, yakni alat musik, lagu, tari, dan pantun. Kesenian ini dikenal dengan sebutan sikambang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, lagu, tari, maupun pantun.

2.2.5.1Alat Musik

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dengan seni musik masyarakat Pesisir, alat-alat musik Pesisir dalam semua klasifikasi, baik idiofon, kordofon, membranofon, dan aerofon adalah sebagai berikut.

1. Biola berperan sebagai pembawa melodi dalam satu ansambel.

2. Akordion juga berperan sebagai pembawa melodi dalam memainkan sebuah lagu dalam kesenian sikambang.

3. Gandang sikambang terbuat dari kayu bulat dengan satu bagian sisi

(14)

Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan. Gendang ini berfungsi sebagai pembawa ritme yang konstan dalam ansambel.

4. Singkadu terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm. Alat musik ini

memiliki tujuh lobang nada pada bagian atas dan berjarak 1 cm pada masing-masing lobang. Sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini berfungsi untuk keserasian suara. Singkadu berperan sebagi pembawa melodi lagu.

Alat musik biola dan akordion merupakan alat musik yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa (terutama Portugis) pada Abad ke-16 yang berdagang dan mencari rempah-rempah di Pelabuhan Barus. Selanjutnya, alat musik ini dipakai dalam ansambel sikambang (Radjoki Nainggolan, 2012:58).

2.2.5.2Lagu

(15)

Dalam suku Pesisir lagu yang dikenal yaitu lagu Kapri, lagu Kapulo

Pinang,lagu Duo, lagu Dampeng, dan lagu Sikambang. Lagu tersebut harus

dinyanyikan secara lengkap dalam upacara adat pernikahan. Dalam upacara

turun karaidipertunjukan lagu Ayun-ayun Tajak, yang dimana dalam lagu

tersebut berisih nasihat-nasihat yang terdapat pada sajak pantun yang dinyanyikan. Bukan hanya untuk sanga anak melainkan untuk keluarga tersebut.

2.2.5.3Tari

Tari dalam kesenian sikambang berhubungan erat dengan lagu-lagunya. Berdasarkan 5 jenis lagu di atas, ada 5 jenis tari pula dalam kesenian sikambang yang ditarikan dalam upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Tari Selendang diiringi oleh Lagu Duo. Tarian ini merupakan tarian kepahlawanan dengan menggunakan gerakan-gerakan silat yang diperhalus. Tari ini adalah tarian berpasangan dengan menggunakan selendang, baik pemuda maupun pemudi dan menarikan gerakan yang sama.

(16)

telah menjadi pilihannya. Sebaliknya, si pemudi pun telah beranggapan bahwa si pemuda itulah yang menjadi tambatan hatinya.

3. Tari Saputangan diiringi oleh lagu Kapri. Tari ini merupakan tari

pembuka untuk memulai setiap tarian yang dilaksanakan pada setiap upacara adat perkawinan. Tari ini menggunakan saputangan atau menari dengan memakai saputangan. Menurut pendapat para informan, tari ini melambangkan curahan hati dan perasaan seorang pemuda terhadap seorang pemudi di saat terang bulan. Karena di saat terang bulan, para pemuda tidak turun ke laut. Dengan demikian, itulah kesempatan bagi mereka untuk bersenda gurau dalam mempererat silahturahmi.

4. Tari Anak diiringi oleh lagu Sikambang. Tari berpasangan ini juga

menggunakan selendang saat menari. Secara etnosains, selendang menggambarkan perlindungan untuk seorang anak dari gangguan yang menimbulkan penyakit. Secara khusus, tarian ini melambangkan curahan kasih sayang seorang suami terhadap istrinya dan seorang ayah terhadap anaknya.

5. Tari Rande diiringi oleh lagu Dampeng. Tari ini merupakan tarian yang

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa : (i) pertumbuhan premi asuransi jiwa mulai memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sejak periode (tahun) kedua dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga adalah berkonsep kepada nilai dan ajaran

f) Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g) Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak

Faktor persaingan yang semakin ketat, dimana badan usaha selain koperasi yang ada di luar lingkungan usaha Koperasi yang ditopang dengan skala modal yang cukup besar dengan

Berangkat dari istilah-istilah yang telah dikemukakan tersebut dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan strategi guru pendidikan agama Islam

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan pengelolaan objek Taman Hutan Raya Bung Hatta yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

Membangun koordinasi dan kerjasama lintas SKPD untuk meningkatkan kualitas data dan informasi perencanaan pembangunan daerah Meningkatnya penyajian data statistik yang cepat,

Partai Persatuan Pembangunan sama kedudukannya dengan partai politik lainnya yang ada di Indonesia yang mana setiap partai politik mempunyai visi misi yang tertuang