BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa
negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi.
Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang
peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat
berupa pembukaan kesempatan kerja serta sebagai sumber pendapatan petani.
Lebih dari 90% produksi kopi Indonesia merupakan produksi kopi rakyat dan
sisanya adalah produksi kopi perkebunan besar milik negara dan swasta
(Tim Karya Mandiri, 2010).
Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditas penting. Pada tahun
1981 dihasilkan devisa sebesar US$ 347,8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.800
ton. Nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2001,
komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 597,7 juta dan
menduduki peringkat pertama diantara komoditas ekspor subsektor perkebunan
(Najiyati dan Danarti, 2004).
Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga
mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun yang lalu,kopi
telah menjadi sumber pendapatan bagi para petani. Tanpa pemelihaaran intensif
pun, produksi kopi yang dihasilkan cukup lumayan untuk menambah penghasilan.
Apalagi bila pemeliharaan dan pengolahannya cukup baik, pasti usaha ini
Di bawah ini akan diperlihatkan tabel mengenai perkembangan luas areal
produktif, produksi, dan produktivitas kopi periode tahun 2009-2013 menurut
pengusahaannya yang terdiri dari perkebunan rakyat, perkebunan besar negara
dan perkebunan besar swasta.
Tabel 1.1 Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2009-2014 Tahun Luas Lahan
Produktif (Ha) Produksi (Ton)
Produktivitas
Total 7.760.459 4.217.711
Rata-rata 1.293.409,83 702.951,83 0,543
Sumber: Ditjen Perkebunan, Kementrian Pertanian
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan luas areal produktif kopi dari tahun
2009-2014 cenderung mengalami peningkatan meskipun mengalami penurunan pada
tahun 2010. Namun produksinya mengalami fluktuasi yang menunjukkan terdapat
kendala-kendala yang terjadi di lapangan. Produktivitas kopi yang hanya
mencapai 54% sangat diharapkan dapat meningkat lagi agar dapat memenuhi
kebutuhan kopi baik dalam maupun luar negeri.
Jenis kopi yang tumbuh di sebagian besar Provinsi Sumatera Utara adalah
Arabika. Belakangan ini, klon yang banyak digunakan yaitu Sigarar Utang Aceh
Tengah (Ateng) serta Kartika 1 dan 2. Kabupaten penghasil Kopi Arabika terbaik
Mandailing – Kopi Mandailing, dan Kabupaten Gayo – Kopi Gayo. Berdasarkan
hasil pengamatan, terdapat dua kabupaten yang banyak mengalami perluasan areal
perkebunan kopi, yakni Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Samosir. Pada
tahun 2006, luas areal perkebunan kopi di Provinsi Sumatera Utara sekitar 5.1044
hektar dengan jumlah produksi mencapai 41.709 ton/tahun (Panggabean, 2011).
Khusus di Sumatera Utara, jenis Kopi Arabika juga telah mulai berkembang,
mengingat bahwa Kopi Arabika memiliki permintaan yang cukup tinggi di pasar
dunia. Kopi Arabika yang ditanam di Sumatera Utara dan Aceh bahkan dinilai
memiliki kualitas lebih bagus disbanding kopi yang sama dari Brasil. Harga kopi
jenis arabika di pasar internasional mencapai 3,2 dollar AS per kilogram,
sementara kopi jenis robusta hanya separuhnya, yakni 1,5 dollar AS. Beralihnya
petani kopi Sumut menanam jenis arabika membuat ekspor jenis ini meningkat
tajam dibanding tahun sebelumnya (Suyanto, 2008).
Dari segi produksi, yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis
Arabika. Andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis Robusta
yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia,
sedangkan Liberika dan Ekselsia masing-masing 3 persen. Arabika dianggap lebih
baik daripada Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih
rendah, maka Arabika lebih mahal dari pada Robusta (AEKI, 2006).
Tanaman kopi dikenal sebagai tanaman yang pembungaannya tidak serentak,
terdiri dari 3-4 kali dalam setahun. Karena masa pembungaan dipengaruhi oleh
iklim dan jenis kopi, maka masa panen kopi juga dipengaruhi oleh kedua faktor
dapat dilakukan dalam waktu 8-11 bulan setelah pembungaan. Sedangkan untuk
jenis kopi arabika dapat dipanen dalam waktu 6-8 bulan setelah pembungaan
(Tim Karya Mandiri, 2010).
Kopi Arabika berproduksi lebih cepat dibandingkan dengan Kopi Robusta.
Memasuki tahun kedua sejak penanaman Kopi Arabika telah menghasilkan
meskipun masih dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu jenis arabika
lebih diminati para petani kopi dibandingkan jenis robusta disebabkan
produksinya yang cepat. Sedangkan Kopi Robusta mulai menghasilkan memasuki
tahun ketiga sejak penanaman (Karo, 2009).
Dengan pertimbangan harga jual yang lebih mahal dibanding Kopi Robusta dan
melihat minat yang tinggi di pasaran, pengembangan Kopi Arabika dinilai sangat
menguntungkan. Di daerah Sumatera Utara banyak lahan yang cocok untuk
ditanami Kopi Arabika. Sebaiknya pemerintah di masing-masing daerah sentra
kopi melirik peluang tersebut. Dengan kemampuan untuk memproduksi kopi yang
meningkat maka akan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara
penghasil kopi (Silalahi, 2012).
Provinsi Sumatera Utara terdiri dari berbagai kabupaten yang memproduksi
tanaman kopi. Kopi yang banyak ditanam di Sumatera Utara terdiri dari kopi jenis
arabika dan robusta. Namun demikian, kopi jenis arabika lebih banyak ditanam
masyarakat setempat. Berikut akan dipaparkan tabel luas tanam dan produksi kopi
Tabel 1.2 Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara 2014
Dari Tabel 1.2 diketahui bahwa terdapat sebelas kabupaten yang memproduksi
Kopi Arabika di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun merupakan salah satu
penghasil Kopi Arabika dengan produksi sebesar 8475,00 ton atau sekitar 17,27%
dari total produksi di tahun 2013. Kabupaten Simalungun merupakan sentra
produksi Kopi Arabika keempat tertinggi di Sumatera Utara.
Berikut disajikan fluktuasi luas areal, produksi, dan produktivitas selama beberapa
tahun terakhir Kopi Arabika di Sumatera Utara.
Tabel 1.3 Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Kopi Arabika di Sumatera Utara Tahun 2010-2013
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2010 57 721,06 47 755,11 0,827
2011 59 144,67 48 354,26 0,817
2012 59 064,00 47 230,23 0,799
2013 59 578,00 49 052,00 0,823
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara 2014
Kabupaten/Kota Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
1.Mandailing Natal 1 764,00 1 273,00
2. Tapanuli Utara 13 768,00 10 123,00
8. Humbang Hasundutan 11 325,00 5 899,00
9. Pakpak Bharat 1 385,00 1 233,00
10. Samosir 4 193,00 2 712,00
11. Nias Barat 20,00 7,00
Pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa petani di Kabupaten Simalungun mulai
banyak menggemari bertanam Kopi Arabika. Termasuk diantaranya konversi
lahan dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika maka luas areal tanam Kopi Robusta
semakin menurun sedangkan luas areal tanam Kopi Arabika semakin meningkat.
Perubahan luas lahan Kopi Robusta dan Kopi Arabika menurut Simalungun
Dalam Angka (2015) dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 1.1 Grafik Perubahan Luas Lahan Kopi Robusta dan Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun Tahun 2008-2014
Menurut Badan Pusat Statistik, Kabupaten Simalungun merupakan salah satu
penghasil kopi di Sumatera Utara dengan luas lahan 9.761 Ha dimana luas lahan
kopi jenis arabika seluas 7.079 Ha. Salah satu kecamatan yang menghasilkan Kopi
Arabika di daerah Simalungun adalah Kecamatan Dolok Pardamean. Sebagian
besar masyarakat Kecamatan Dolok Pardamean menjadikan pertanian sebagai
mata pencaharian diantaranya adalah usahatani Kopi Arabika. Bahkan dalam
beberapa waktu terakhir, terjadi peningkatan luas lahan dan produksi Kopi 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Arabika yang cukup signifikan. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1.4 Perubahan Luas Lahan Kopi Arabika di Kecamatan Dolok Pardamean Tahun 2008-2014
Tahun Luas Lahan (Ha)
Arabika Persentase
2008 781,50 -
2009 824,63 5,51%
2010 826,63 0,24%
2011 826,63 -
2012 851,66 3,02%
2013 877,84 3,07%
2014 890,97 1,49%
Sumber: Simalungun Dalam Angka 2009-2015
Dari Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas lahan Kopi Arabika
setiap tahunnya di daerah penelitian. Laju peningkatan luas lahan Kopi Arabika
paling signifikan terjadi pada tahun 2009 dengan persentase laju sebesar 5,51%
atau bertambah sebesar 43,13 Ha dari tahun sebelumnya.
Luas lahan Kopi Arabika terbesar dicapai pada tahun 2014 yakni seluas 890,97 Ha
atau sama dengan 10,83% dari total luas areal tanam Kopi Arabika di Kabupaten
Simalungun. Hal ini didukung dengan jumlah produksi sebesar 1282,71 Ton
dengan produktivitas 1,43 Ton/Ha.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang analisis
kelayakan finansial usahatani Kopi Arabika di Kecamatan Dolok Pardamean,
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kelayakan usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica)
secara finansial di daerah penelitian?
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis tingkat kelayakan usahatani Kopi Arabika (Coffea
arabica) secara finansial di daerah penelitian.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai referensi atau sumber informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang
membutuhkan khususnya yang terkait dengan usahatani Kopi Arabika.
2. Sebagai bahan pertimbangan maupun evaluasi bagi pemerintah dalam
membuat kebijakan pengembangan usahatani Kopi Arabika di Kabupaten