• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Semen Portland Terhadap Nilai CBR dan UCS Pada Agregat Base Kelas B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Semen Portland Terhadap Nilai CBR dan UCS Pada Agregat Base Kelas B"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

sehingga diperoleh hasil atau tujuan akhir dari penelitian ini, sehingga

dapat diperoleh kesimpulan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah

diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil

penelitian yang dapat dijadikan masukan yang berguna.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 UMUM

Dewasa ini jalan merupakan salah satu moda yang berperan penting dalam

kemajuan bidang sosial ekonomi, budaya, dan integritas nasional (hankam). Agar

perjalanan pada jalan tersebut lancar, mka pengguna jalan dapat menuntut agar

jalan yang dilewatinya selalu memberikan kenyamanan dan keselamatan yang

menjadi faktor utama keselamatan dalam transportasi. Kinerja perkerasan akan

sesuai dengan yang di rencanakan sebelumnya apabila dalam pemilihan bahan

sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, baik dalam untuk lapis permukaan

(2)

Secara umum lapisan konstruksi perkerasan terdiri dari lapisan

permukaan (surface course) lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi

bawah (sub base course), dan lapisan tanah dasar (sub grade). Kapasitas daya

dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan menggunakan hasil klasifikasi atau

dengan hasil pemeriksaan CBR, pembebanan plat uji, dan sebagainya.

Semen portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara

menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan

biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa calsium sulphat

yang ditambahkan pada penggilingan akhir. Apabila semen portland dicampurkan

dengan agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian

dibubuhi air,maka terdapatlah beton. Semen portland didefinisikan sesuai dengan

ASTM C150, sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker

yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu

atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama

dengan bahan utamanya.

Cement Treated Base (CTB) adalah lapis pondasi (base course) pada

perkerasan lentur (flexible pavement) da merupakan pengembangan dari pondasi

soil cement. Walaupun cara pembuatan dan hasil akhirnya berupa beton, namun

CTB bukan merupakan pengembangan dari rigid pavement. Dalam

mengantisipasi kerusakan jalan akibat pertumbuhan volume lalu lintas kendaraan

berat pada daerah industri dan pelabuhan, perkerasan tipe CTB merupakan

alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan perkerasan tipe Asphalt

(3)

Pemadatan dapat dikatakan sebagai proses pengeluaran udara dari pori-pori

agregat dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis yang digunakan di

lapangan biasanya dengan menggilas, sedangkan di laboratorium dengan cara

menumbuk atau memukul. Pemadatan merupakan salah satu proses terpenting

dalam konstruksi jalan. Apabila tidak dilakukan dengan benar maka akan terjadi

penurunan tanah yang menjadi penyebab tingginya biaya atau terjadinya

kerusakan struktur.

Agregat adalah material yang dominan dalam konstruksi kongkrit. Hampir

70% - 80 % lebih berat konstruksi kongkrit adalah agregat. Agregat terdiri atas

agregat kasar (kerikil/batu baur) dan agregat halus (pasir), dan jika diperlukan

menggunakan bahan pengisi atau filler. Pasir untuk ukuran nominal agregat yang

kurang dari 5mm dan batu kerikil adalah agregat yang mempunyai ukuran

nominal yang lebih dari 5mm. Klasifikasi agregat menjadi kasar, halus dan filler

adalah berdasarkan ukurannya yang ditentukan menggunakan saringan. Mutu

agregat mempengaruhi kekuatan dan ketahanlasakan konkrit. Pilihan agregat yang

sesuai untuk tujuan sesuatu pembinaan memerlukan kepahaman mengenai sifat

sifat agregat. Sifat – sifat ini boleh diketahui melalui ujikaji – ujikaji seperti yang

telah ditetapkan oleh kod – kod piawai.

II.2 Pengertian Perkerasan

II.2.1. Campuran Beraspal

Campuran beraspal adalah campuran antara aspal dan agregat. Kadang-kadang,

untuk meningkatkan kinerja campuran beraspal, digunakan suatu bahan additive, yang

meningkatkan kinerja secara kimia maupun fisik. Dari jenis gradasi agregatnya,

(4)

campuran yang sangat populer di Indonesia, yaitu Lapisan Aspal Beton atau Laston dan

campuran bergradasi senjang, dengan contoh campuran Hot Rolled Asphalt (HRA).

Kedua jenis ini memiliki keunggulan dan ketidakunggulan yang dalam penggunaannya

disesuaikan dengan kebutuhan. Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas

dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat,

senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran

sangat tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat

campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang

digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di

Indonesia antara lain :

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)

- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)

Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi

perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat

dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.

(5)

Su

mber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.2

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada

konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus

(AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt

Treated Base)).

a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt

Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4

cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban

kendaraan.

b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt

Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm.

Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan

peningkatan atau pemeliharaan jalan.

c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt

Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini

(6)

untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda

kendaraan.

Tabel 2.2. Perbandingan Umum Campuran Beraspal

Campuran Bergradasi Menerus

1. Kekuatan campuran didapatkan pada friction contact dan interlocking

permukaan agregat.

2. Menggunakan binder yang lebih

lunak (seperti aspal dengan nilai

penetrasi besar) dan jumlah filler yang

lebih sedikit.

3. Dengan jumlah filler yang relatif

sedikit, maka jumlah permukaan

agregat yang harus terselimuti pun

menjadi lebih sedikit pula sehingga

kadar aspal yang dibutuhkan relatif

lebih rendah.

Campuran Bergradasi Senjang

1. Kekuatan campuran tergantung pada

stiffness mortar (campuran antara

agregat halus, filler dan binder).

2. Menggunakan binder yang lebih

keras (seperti aspal dengan nilai

penetrasi rendah) dan jumlah filler yang

lebih banyak.

3. Dengan jumlah filler yang relatif

lebih banyak, maka jumlah permukaan

agregat yang harus terselimutipun

menjadi lebih banyak pula sehingga

kadar aspal yang dibutuhkan relatif

lebih tinggi.

(7)

4. Fungsi utama aspal dalam campuran

adalah sebagai pelumas saat pemadatan

dan mengikat (perekat) pada masa

pelayanan.

5. Memiliki kadar rongga yang tinggi,

lebih permeable, dan relatif tidak

memiliki durabilitas setinggi campuran

bergradasi senjang.

6. Tipikal komposisi Continuously

Graded (Shell 1990) Agregat Kasar (%

berat) : 52,0% Agregat Halus (% berat)

: 38,0% Filler (%berat) : 5,0% Aspal

(% berat) : 5,0% Kadar Rongga (%

volume) : 8,0% Pen Grade : 100 – 200.

4. Fungsi utama aspal dalam campuran

adalah bersama- sama dengan agregat

halus dan filler membentuk mortar

dengan stiffness yang tinggi.

5. Memiliki kadar rongga yang relatif

rendah, relatif lebih kedap air

(impermeable), dan relatif memiliki

durabilitas yang lebih tinggi untuk lalu

lintas berat.

6. Tipikal komposisi Gap-Graded

(Shell 1990) Agregat Kasar (% berat) :

30,0% Agregat Halus (% berat) : 53,0%

Filler (%berat) : 9,0% Aspal (% berat) :

8,0% Kadar Rongga (% volume) : 3,0%

Pen Grade : 35 – 100.

Selain itu ada beberapa macam sifat dasar yang harus dimiliki oleh

campuran beraspal, yaitu antara lain:

a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban

lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan

(8)

b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang

cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.

c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan

akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada

rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal

berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu

menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.

g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan dipadatkan.

h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan

campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula

campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau

lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan

proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat.

Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai

dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan

dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang

dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari

hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah

(9)

HRA adalah jenis campuran beraspal yang dikembangkan oleh British

Standard Institution. Gradasi senjang pada HRA memberikan sifat ketahanan

terhadap cuaca dan memiliki permukaan yang awet, serta dapat mengakomodasi

lalu lintas berat tanpa terjadinya retak. Fungsi utama agregat kasar pada HRA

adalah untuk mengembangkan mortarnya, sehingga campuran menjadi lebih

ekonomis. Campuran untuk lapis permukaan dapat mengandung 0%, 15%, 30%,

40%, atau 55% agregat kasar. Agregat halus adalah komponen terbesar

pembentuk mortar, dan merupakan komponen terpenting yang menentukan

kinerja HRA, baik selama masa pembuatan dan selama masa pelayanan. Dalam

HRA, filler dan aspal bercampur membentuk binder yang melumasi dan mengikat

agregat halus untuk membentuk mortar. Spesifikasi dalam British Standard

menyarankan suatu faktor empiris sebesar 0.7% ditambahkan pada kadar aspal

optimum untuk mendapatkan kadar aspal rencana untuk campuran yang

mengandung 30%agregat kasar. Kadar aspal yang digunakan untuk perencanaan

akhir disebut sebagai kadar aspal target. Hal ini dilakukan untuk menambah sifat

workabilitas dan durabilitas campuran. Penambahan ini biasanya berkisar antara

0%-1.0%. Karena itu, kadar aspal target mungkin dapat mencapai 1.7% diatas

kadar aspal optimum yang ditentukan dari perencanaan campuran Marshall

(Shell,1990).

Salah satu tujuan penting perancangan campuran beraspal adalah

menentukan kadar aspal rencana dimana seluruh sifat yang diinginkan pada suatu

campuran akan terpenuhi secara seimbang atau dengan kata lain diperlukan suatu

(10)

laboratorium dan umumnya dilakukan dalam perencanaan campuran (design mix)

kadar aspal optimum dapat ditentukan melalui berbagai metoda. Untuk Laston

penentuan kadar aspal optimum menggunakan metode Bina Marga sedangkan

untuk HRA dengan metode British Standard. Kinerja campuran, seperti stabilitas

dan durabilitas, ditentukan pada kondisi kadar aspal optimum.

Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua,

yaitu:

a. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai

bahan pengikatnya. Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun

masa pemakaian saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan

yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut

berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan

dibawahnya. Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk

menerima beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di

bawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan

jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang

(11)

lapis permukaan (surface)

lapis pondasi atas (base)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan

pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas

yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang

berfungsi sebagai berikut:

1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus

mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa

layan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di

bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat

dipikul oleh lapisan lain.

b. Perkerasan kaku (rigid pavemet)

Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana

sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau

(12)

perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu

material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan

harus benar. Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah

ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan

perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan . Selain dari kedua

jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite

pavement).

Aspal beton yang biasa disebut dengan Laston digunakan pada jalan dengan

beban lalu lintas yang tinggi, kemiringan yang curam, persimpangan dan daerah

yang dilalui oleh beban roda kendaraan berat. Perkerasan aspal beton terdiri dari

dua bahan utama, yaitu agregat dan aspal. Bahan-bahan campuran aspal beton

yang terdiri dar iagregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan bahan pengikat,

dipanaskan dan dicampur bersama dengan perbandingan tertentu disebuah pabrik

(13)

campuran yang masih panas ini dihamparkan dengan mesin penghampar di lokasi

pembangunan konstruksi jalan yang telah dipersiapkan 20

sebelumnya. Kemudian campuran tersebut langsung dipadatkan dalam keadaan

panas dengan menggunakan mesin pemadat atau penggilas sehingga mencapai

suatu kepadatan tertentu. Kerusakan dini pada perkerasan sering terlihat dalam

bentuk retak (cracking), kelelehan (bleeding) dan alur (rutting). Laston dapat

mengurangi keretakan karena daya tahan dan kelenturan yang tinggi, tetapi

mempunyai kelemahan lainnya, seperti kelelehan dan alur. Daya tahan

(durabilitas) campuran aspal dapat ditingkatkan dengan menaikkan kadar bahan

pengikat. Persyaratan ini bertentangan dengan stabilitas tinggi yang didapat pada

kadar bahan pengikat rendah. Kadar pengikat yang digunakan sebaiknya dapat

memenuhi persyaratan durabilitas dan stabilitas.

c. Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan

dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau

sebaliknya.

lapis permukaan (surface)

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar

(14)

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada

tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku

PerkerasanLentur PerkerasanKaku

Jalan  bergelombang  (mengikuti  tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas  perletakan

‡”—„ƒŠƒ ‡ ’‡”ƒ–—”

Modulus  kekakuan  berubah.  Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus  kekakuan  tidak.  berubah  timbul  tegangan  dalam yang besar

Sumber: Silvia Sukirman.

II.3. Pengertian Agregat

II.3.1. Defenisi Agregat

Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai

bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk

didalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu

agregat.

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras

dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu

batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit

bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai

(15)

berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama dari

lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan

persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan

demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya

dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat

dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan

yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada

perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh

karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan

memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan

atau pemeliharaan jalan.

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan

jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir,

tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan

daya pelekatan dengan aspal.

II.3.2. Klasifikasi Agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan

beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

‐ Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di

bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku

(16)

‐ Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan

tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil

endapan di danau, laut dan sebagainya.

‐ Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses

perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari

kulit bumi.

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik

agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan

akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan

jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95%

terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor

penentu dari kinerja campuran tersebut.

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan

volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o –

25oC (68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume

dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk

volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.

b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume

dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat

(17)

c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume

dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori

yang dapat menghisap aspal.

II.3.2.1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah komponen utama pembinaan struktur konkrit. Ia

memainkan peranan yang penting dalam proses membantu konkrit. Agregat kasar

adalah terdiri daripada serpihan batu yang ukurannya melebihi 5 mm sehingga

ukuran maksimum yang dibenarkan untuk kerja – kerja konkrit yang

tertentu,biasanya tidak melebihi 50 mm. Agregat kasar adalah agregat yang

tertahan saringan No. 4 (spesifikasi dari AASHTO, American Association of State

Highway and Transportation Officials, yang juga digunakan oleh Bina Marga)

atau yang tertahan saringan 2,36 mm (standard dari BSI, British Standard

Institution atau lebih sering disebut sebagai BS, British Standard).

Agregat kasar boleh didapati dari sumber natural atau artificial. Sumber natural

biasanya dari kumpulan Granit atau Batu Kapur (BS812 : Bagian 1: 1975).

Kumpulan batu ini digunakan untuk pembinaan biasa. Ketumpatan bandingan

agregat biasa ini dalam julat 2,500 - 2,700 kg/m3. Untuk pembinaan konkrit berat,

Barit (Barium Sulfat) yang boleh didapati dari sumber asli boleh digunakan. Ia

mempunyai ketumpatan bandingan 4,200 – 4,300 kg/m3. Agregat berat digunakan

untuk konkrit yang terdedah pada sinar-X, sinar gamma atau vector nuclear.

Agregat artificial boleh didapati dari bahan buangan industri. Bebola besi untuk

konkrit berat, klinker atau jermang hasil pembakaran untuk konkrit ringan.

(18)

mempunyai kekuatan yang tinggi. Ukuran nominal yang biasa digunakan ialah

10mm, 20mm dan 40mm. Ukuran maksimal bergantung kepada jenis binaan e.g.

tetulang padat, binaan tebal atau nipis. Untuk agregat kasar, persyaratan umumnya

yang diminta AASHTO dan BSI antara lain adalah seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis pemeriksaan Standart

Syarat

maks/min

Kekekalan bentuk agregat terhadap

larutan natrium dan magnesium sulfat.

SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 %

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 %

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

a. Bahan Perekat Agregat Kasar

Salah satu bahan perekat agregat kasar (batu baur) adalah semen. Semen

(dari Latin caementum) adalah komponen utama yang penting dalam industri

(19)

akan menjadi keras. Ini disebabkan oleh berlaku tindak balas kimia yang

menukarkan debu semen menjadi hablur-hablur yang saling bepaut, sehinggalah

simen itu menjadi keras. Semen adalah bahan buatan daripada hasil campuran

tanah liat dan batu baur (batu kerikil). Campuran itu dipanaskan ke suhu setinggi

1400 °C membentuk clinker atau batu hangus, dan kemudian ditumbuk halus

menjadi tepung. Dalam kebanyakan projek pembinaan, jenis semen yang

digunakan adalah dari jenis Portland yang bergred 20.

Sejarah semen :

 Telah dikenal sejak pembuatan piramida oleh bangsa Mesir (memakai

campuran batu kapur dan tanah liat yang dapat mengeras bila tercampur

air, bersifat hidrolis)

 Bangsa Yunani, bangsa Etruria dan bangsa Romawi menggunakan semen

dalam bangunan mereka seperti Koleseum (Roma), Pont du Gard (Nimes),

Pantheon (Roma). Semen yang dipakai merupakan pembakaran campuran

batu kapur dan debu volkanis (batuan tuff) dari daerah Pozzuoli (sekitar

gunung berapi Vesuv dan Napoli).

 John Smeaton (1756) menemukan adukan semen yang terbaik adalah

campuran kapur Blue Lias dan tanah liat yang digiling di waktu

membangun mercu suar Eddystone

 James Parker mengembangkan semen hidrolis yang dikenal dengan semen

(20)

 Joseph Aspdin (1824) mematenkan semen Portland yang didapat dengan

memanaskan campuran tanah liat halus dengan batu kapur di tungku

sampai seluruh karbon dioksida (CO2) lenyap.

 Isaac Johnson (1845) menemukan semen yang merupakan prototip dari

semen Portland yang sekarang yaitu dengan membakar batu kapur dan

tanah liat hingga menjadi lahar yang mengeras (until clinkering), sehingga

menghasilkan bahan semen yang berkualitas baik.

Semen merupakan bahan hidrolis yang dapat bereaksi kimia dengan air ,

yang disebut hidrasi. Terdiri dari silikat + lime ( batu kapur + tanah liat yang

digerinda ) => dicampur => dibakar => dihaluskan ( semen Portland ). 14 hari

akan mencapai kekuatan cukup. Kekuatan maksimal 28 hari.: Concrete

(21)

b. Bahan Jadi Agregat Kasar

Salah satu contoh bahan jadi agregat kasar adalah :

1. Beton

2. Campuran beraspal

3. Beton aspal

c. Ciri – Ciri Penting Agregat dan Pengujian

1. Agihan partikel

Poin ini penting untuk mendesain campuran. Distribusi yang baik penting

untuk memastikan beton yang dihasilkan adalah padat. Tumpukan agregat yang

tidak baik distribusi ukuran partikelnya (gap-graded distribution) dapat

menghasilkan beton yang berongga dan mempengaruhi kekuatan. Distribusi

partikel juga mempengaruhi beton. Distribusi partikel dapat di lakukan melalui

Analisis ayakan/saringan. Sampling yang tepat harus dilakukan agar sampel yang

diambil untuk Analisis ayakan mewakili tumpukan agregat. Proses sampling yang

benar adalah dengan mengikuti proses 'quartering'

2. Kekuatan Agregat

Kekuatan agregat berdampak banyak pada karakteristik beton seperti

kekuatan beton, perubahan volume, berat jenis, transparansi dan reaksi kimia.

Biasanya kekuatan agregat adalah lebih tinggi dari kekuatan beton yang akan di

desain. Kekuatan beton sering berada di sekitar 30-50MPa, sementara kekuatan

(22)

batu Sedimentary dan batu metamorphic. Percobaan kekuatan biasanya dilakukan

atas sampel silinder yang diambil dari 'parent rock'.

3. Transparansi (Porosity)

Transparansi agregat mempengaruhi kadar air yang terdapat dalam agregat.

Kadar air juga mempengaruhi desain campuran dan juga kekuatan beton terkeras.

Agregat yang memiliki transparansi yang tinggi biasanya kurang kuat.

Transparansi diukur dengan tingkat serapan air (absorption) oleh agregat. Nilai

resapan adalah persen air yang terserap oleh agregat kering sehingga membuat

agregat jenuh. Kandungan air dalam agregat dapat berada dalam keadaan kering,

kering udara, jenuh dan basah. Desain campuran didasarkan agregat yang

memiliki kandungan air jenuh. Mengingat agregat biasanya ada dalam kondisi

kering udara atau basah, kandungan air yang dihitung dalam desain campuran

harus dimodifikasi dengan kandungan air yang berada dalam agregat.

4. Perubahan volume

Perubahan volume disebabkan oleh perubahan kadar air dalam agregat

mempengaruhi sifat penyusutan (shrinkage). Nilai penyusutan agregat yang lebih

tinggi dari beton akan mengakibatkan retakan internal beton. Perubahan volume

terkait erat dengan transparansi agregat.

5. Berat isi kering maksimum

Berat isi kering maksimum (d) suatu bahan adalah perbandingan jumlah

(23)

meresap air, kadar air tentunya tergantung pada penyerapan agregat. Berat isi

kering agregat berada dalam kisaran 2,5 - 2,8.

6. Resistensi terhadap erosi

Bagian ini penting untuk bangunan yang terkena erosi seperti lantai beton

di pabrik-pabrik atau jalan raya / jembatan beton. Percobaan Los Angeles

digunakan untuk menghitung persen agregat yang terkikis.

7. Bentuk partikel dan keadaan permukaan

Bagian ini diperoleh melalui tinjauan saja. Hal ini sangat mempengaruhi

ketika beton basah atau dikeraskan. Agregat yang bulat dan halus memiliki derajat

kemampuan kerja yang baik tapi menghasilkan kekuatan yang kurang baik

berbanding dengan agregat yang bersegi dan berpemukaan kasar. Bentuk

umumnya mempengaruhi kepadatan dan juga ikatan dalam beton.

II.3.2.2. Agregat Halus

Tabel 2.5.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%

(24)

II.3.2.3. Bahan Pengisi (filler)

Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan

yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos

saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup

kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan

pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement

(PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan

mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal

beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat

kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk

memenuhi workability. Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi

sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga

menghasilkan jalan yang bergelombang.

Tabel 2.6. Gradasi Bahan Pengisi.

Ukuran Saringan Persen Lolos

No. 30 (600 mikron) 100

No. 50 (300 mikron) 95 – 100

No. 200 (75 mikron) 70 – 100

(25)

Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan berperan

sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan

campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran

laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada

prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan

mengurangi kepekaan terhadap temperature. Meningkatkan komposisi filler dalam

campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air

void (rongga udara) dalam campuran.

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik

agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan

akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan

jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95%

terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor

penentu dari kinerja campuran tersebut.

Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain :

a) Ukuran butir

b) Gradasi

c) Kebersihan

d) Kekerasan

e) Bentuk partikel

f) Tekstur permukaan

g) Penyerapan

(26)

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan

volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o –

25oC (68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

d) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume

dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk

volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.

e) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume

dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat

terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.

f) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume

dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori

yang dapat menghisap aspal.

II.4. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR.

Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada

pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat

tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Syarat-syarat berlalu-lintas.

 Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak

berlubang.

 Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban

yang bekerja diatasnya.

 Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

(27)

 Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:

 Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu-lintas ke tanah dasar.

 Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di

bawahnya.

 Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

dapat cepat di alirkan.

 Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi

yang berarti.

II.4.1. Susunan lapis konstruksi perkerasan lentur

a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan

pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas

yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang

berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya

(28)

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul

oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai

berikut:

 Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal

maksimal 2 cm.

 Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan

aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.

 Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan

pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.

 Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari

campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras

dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.

Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural

yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar

lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang

berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.

Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur

rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya

dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan

yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan

(29)

 Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat

pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh

aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.

Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan

bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal

lapisan padat antara 3 – 5 cm.

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran

aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur,

dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam

campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan

Laston Lapis Pondasi (ACBase).

 Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan

37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh

campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan

tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka

lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang

digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.

c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis

pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia

(30)

 Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas

B, Sirtu/pitrun kelas C.

 Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan

kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.

d. Tanah Dasar (subgrade course)

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa

permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk

perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas

tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi

perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.

II.5. KLASIFIKASI LAPIS PONDASI

Lapis pondasi atas atau Base Course adalah bagian perkerasan yang terletak

antara lapis pondasi bawah dan lapisan permukaan. Fungsi dari lapis pondasi atas

ini antara lain, yaitu :

1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan yang menahan gaya lintang dari

beban roda.

2. Sebagai lapisan peresapan untuk pondasi bawah.

3. Memberikan bantalan terhadap lapisan permukaan.

Bahan baku yang digunakan untuk lapisan pondasi atas sama dengan bahan

(31)

persyaratan yang lebih tinggi karena lapisan pondasi konstruksinya harus lebih

kuat berhubung letaknya lebih diatas. Bahan pondasi olahan yang umum

digunakan untuk itu adalah agregat kelas A dengan persyaratan yang dikeluarkan

oleh Bina Marga versi 2006 sebagai berikut :

Tabel 2.7. Gradasi Lapis Pondasi Agregat

Tabel 1.1. Gradasi Lapis Pondasi Agregat Ukuran Ayakan

Persen Berat Yang Lolos

ASTM (mm) Kelas A Kelas B

Sumber : Bina Marga (2006). Div.5, Hal 4

Tabel 2.8. Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat

Tabel 1.2. Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat Sifat-Sifat

Kelas A Kelas B

Abrasi dari Agregat Kasar ( SIN 03-2417-1990) Plastisitas dgn % Lolos Ayakan No.200

Maks. 25 -

Batas Cair (SNI 03-1967-1990)

0-25 0-35

Bagian Yang Lunak (SK SIN M-01-1994-03)

0-5% 0-5%

CBR (SIN 03-1744-1989) Min. 90% Min. 60%

(32)

Proses pemecahan agregat ada yang secara manual (sumber daya manusia)

dan juga ada yang menggunakan alat (mesin). Namun sebaiknya proses

pemecahan agregat menggunakan mesin pemecah batu (crusher stone) sehingga

ukuran partikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol.

Adapun bentuk-bentuk agregat yang dihasilkan dari proses pemecahan dan

digunakan dilapangan, yaitu : bulat (rounded), pipih (flaky). Gradasi akan

memberikan rongga yang perlu diisi oleh aspal sebagai bahan pengikat atau ruang

tempat aspal mencair pada suhu permukaan tinggi. Gradasi agregat merupakan hal

yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat dapat

dibedakan atas :

1. Gradasi seragam (uniform graded)

Agregat dengan ukuran yang sama/sejenis. Agregat ini menghasilkan

lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, dan berat

volume kecil.

(33)

2. Gradasi rapat (dense graded)

Campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang,sehingga

disebut juga agregat bergradasi baik (well graded). Dikatakan baik jika persen

yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi, yaitu : P = 100(d/D)0,45

Agregat dengan gradasi ini akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan

stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.

(34)

II.6. CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO)

CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap

bahan standard dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama cara umum.

Perkerasan jalan harus memenuhi 2 syarat, yaitu :

1) Secara keseluruhan perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memikul berat

kendaraan-kendaraan yang akan memakainya.

2) Permukaan jalan harus dapat menahan gaya gesekan dan keausan dari

roda-roda kendaraan, juga terhadap pengaruh air dan hujan.

Bila perkerasan jalan tidak mempunyai kekuatan secukupnya secara

keseluruhan , maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran,

baik pada perkerasan jalan maupun pada tanah dasar. Akibatnya jalan tersebut

akan bergelombang besar dan berlobang-lobang, sampai pada akhirnya rusak

sama sekali. Sedangkan kalau perkerasan jalan tidak mempunyai lapisan yang

kuat, maka permukaan jalan mengalami kerusakan yaitu berupa lobang-lobang

kecil dan pada akhirnya akan bertambah banyak dan bertambah besar sampai

perkerasan jalan menjadi rusak secara keseluruhan.

Jadi untuk menilai kekuatan dasar atau bahan lain yang hendak dipakai

untuk menentukan tebal lapisan perkerasan dipergunakan percobaan CBR. Nilai

CBR ini digunakan untuk menilai kekuatan yang juga dipakai sebagai dasar untuk

penentuan tebal lapisan dari suatu perkerasan.

Kekuatan tanah dasar tentu banyak tergantung pada kadar airnya. Makin

tinggi kadar airnya, makin kecil kekuatan CBR dari tanah tersebut. Walaupun

demikian, hal itu tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dasar di padatkan dengan

(35)

konstan pada nilai rendah itu. Setelah pembuatan jalan, maka air akan dapat

meresap kedalam tanah dasar sehingga kekuatan CBR turun sampai kadar air

mencapai nilai yang constant. Kadar air yang constant inilah yang disebut kadar

air keseimbangan. Batas-batas kadar air dan berat isi kering dapat ditentukan dari

hasil percobaan laboratorium, yaitu percobaan pemadatan dan CBR. Percobaan

CBR ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1) Percobaan CBR terendam (Soaked)

2) Percobaan CBR tak terendam (Unsoaked)

Untuk percobaan ini dipakai percobaan CBR terendam (Soaked).

II.7. UCS (UNCONFINED COMPRESSION STRENGHT)

Kuat tekan dan kuat tarik dicapai suatu bahan yang stabilisasidengan semen

adalah sebagian besar ditentukan oleh jumlah dari semen yang ditambahkan, tipe

bahan dan densitas bahan yang dicampur. Penentuan prosentase dari semen

ditentukan berdasarkan berat dan volume. Homogenitas campuran sangat

dibutuhkan untuk mencapai kekuatan maksimum. Waktu pencampuran yang

dibutuhkan adalah dari saat air ditambahkan terhadap material bahan agregat base

B dan semen portland hingga campuran terlihat homogen.

Kekuatan secara umum meningkat disuatu hubungan yang linier dengan isi

semen, hanya untuk tipe bahan dan semen yang berbeda. Kuat tekan (Unconfined

Compressive Strenght test) secara normal digunakan untuk mengevaluasi material

yang disemen. Nilai UCS umumnya ditentukan dari spesimen yang disiapkan

yang sudah rawat untuk 7 hari pada suatu temperatur 220C dan suatu kelembaban

Gambar

Tabel 2.2. Perbandingan Umum Campuran Beraspal
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
Tabel 2.3. Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
+7

Referensi

Dokumen terkait

terapi senam Aerobic-Low Impact sebanyak dua kali dalam satu minggu dengan skor Agression Self-Control pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan yang tidak

1) Kolostrum yang disimpan pada suhu sedang (sekitar 20oC) dengan cara yang aseptis dapat bertahan selama 2 hari.. 3) Kolostrum yang dibekukan (-20°C) mampu bertahan selama 1 tahun.

Penelitian ini bermaksud mengungkap bagaimana koran lokal mengkonstruksi pemberitaan polemik sabdaraja terkait suksesi penerus tahta Raja serta membongkar

Namun jarang sekali pada system audio kelas tinggi menyertakan suatu perangkat headphone dalam rancangannya, sehingga output atau keluarannya masih belum jernih. Untuk itu

Tampilan pada alat ini menggunakan empat buah seven segment yang dikontrol oleh dua transistor yang berpatokan kepada rangkaian flip-flop dan sensornya menggunakan LDR yang

masalah kesehatan akibat kekurangan zat gizi : Survey Anemia Ibu Hamil 1 kali, Orientasi TGP (Tenaga Gizi Puskesmas) 3 kali, Pertemuan Pokja GAKI 2 kali, Pemantapan keluarga

Dengan hormat kami informasikan bahwa dalam rangka implementasi kurikulum 2013 di tahun anggaran 2014, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Untuk variabel locus of control diperoleh nilai signifikan 0,042< = 0,05, berarti Ha diterima dan H0 ditolak dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh