• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Serum Transferrin Reseptor (Stfr) Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dan Tidak Terkontrol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kadar Serum Transferrin Reseptor (Stfr) Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dan Tidak Terkontrol"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1Metabolisme Besi Tubuh

Besi merupakan sebuah nutrien essensial yang diperlukan oleh sel

tubuh dan mempunyai peran yang penting dalam beberapa jalur

metabolik. Sebagian besar besi bersama dengan oksigen dibawa oleh sel

darah merah yaitu hemoglobin. Pergantian besi terjadi secara sintesis dan

pemecahan hemoglobin.

Besi tubuh ditemukan bersama heme, termasuk hemoglobin,

myoglobin dan sitokrom. Dalam jumlah kecil bergabung dengan enzim dan

digunakan sebagai transfer elektron termasuk peroksidase, katalase dan

ribonukleotida reduktase. Kebanyakan besi non heme (kira-kira 1g pada

dewasa laki-laki) disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam

makrofag dan hepatosit . Hanya fraksi kecil (0,1%) yang diangkut dalam

plasma, berikatan pada protein pembawa yaitu transferin. 11,25,26

Besi diangkut dan disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam

bentuk Fe yang terikat. Besi tubuh manusia terbagi dalam tiga bagian

yaitu senyawa besi fungsional ( hemoglobin, mioglobin, dan berbagai jenis

enzim), besi cadangan (feritin dan hemosiderin) dan besi transport

(transferin). Untuk dapat berfungsi bagi tubuh manusia, besi

membutuhkan protein transferin, reseptor dan ferritin yang berperan

(2)

proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi. Transferin merupakan protein

pembawa yang mengangkut besi plasma dan cairan ekstraseluler untuk

memenuhi kebutuhan tubuh.27

Di bawah ini adalah kandungan besi bersama dengan protein yang

didistribusikan ke dalam tubuh.

Table 2.1-- Distribution of iron in the body (70-kg man)

Protein Location Iron content

(mg)

Haemoglobin Red blood cells 3000

Myoglobin Muscle 400

Cytochromes and iron sulphur proteins

All tissues 50

Tansferrin Plasma and etravascular fluid 5

Ferrtin and hamosiderin Liver, spleen, and bone marow

100–1000

(3)

2.2 Absorbsi Besi

Penyerapan besi diatur oleh usus dan penyerapan maksimum

terjadi di duodenum dan yeyenum bagian atas dengan pH optimum.

Jumlah besi yang diserap dari makanan sangat bervariasi tergantung dari

jumlah dan jenis zat besi yang dikonsumsi, keasaman lambung, aktivitas

sumsum tulang. Penyerapan besi terjadi melalui dua membran yaitu

membran apikal yang akan membawa besi kedalam sel epitel dan

membran basolateral yang akan membawa besi dari doudenum ke dalam

sirkulasi darah.25,29,30

Langkah awal dalam absorbsi besi adalah merubah besi ferri

(Fe3+) menjadi bentuk ferro (Fe2+) oleh duodenal cytochrom b reductase

(DCYTB). Besi dalam bentuk ferro ini akan masuk kedalam enterosit

melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Kemudian besi yang masuk

kedalam enterosit sebagian akan disimpan dalan bentuk ferritin dan

sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi melalui basolateral transporter

yang disebut ferroportin (Fe2+). Kemudian ferroportin akan dioksidasi

oleh ferrooxidase (hepahestin) menjadi bentuk Fe3+ dan dibawa ke

sirkulasi. Fe3+ akan diikat oleh apotransferin dan dibawa ke sumsum

tulang dan digunakan untuk sintesis heme. 25,27

Ferroportin berada pada permukaan basolateral dari enterocytes

dan membran makrofag. Ferroportin merupakan protein yang permeable

untuk besi ferro (Fe2+) yang akan membawa besi ferro ke luar dari

(4)

menjadi bentuk ferri (3+) yang kemudian akan diikat oleh transferin . Oleh

karena itu oksidasi besi ferro menjadi bentuk ferri oleh hepaestin sangat

penting.27,31,32

2.3 Transport Besi

Transport ekstraseluler zat besi di dalam tubuh diantarkan oleh

protein pembawa yang spesifik disebut transferin. Transferin adalah

protein fase akut dan merupakan glikoprotein dengan berat molekul

kira-kira 80 kilodalton dengan rantai tunggal polipeptida. Gen transferin

berada pada kromosom 3q21 dekat dengan gen untuk laktoferin dan

ceruloplasmin. Transferin disintesa di hati oleh sel parenkim tetapi dalam

jumlah sedikit disintesa di jaringan termasuk di sistem saraf, ovarium,

testis dan T helper limposit. Apabila simpanan besi berkurang maka

transferin akan disintesa lebih banyak tetapi jika simpanan besi banyak

maka transferin akan berkurang. 10

Konsentrasi normal transferin didalam plasma adalah sekitar 2

sampai 3 g/L, dan 1 mg transferin berikatan dengan 1.4 µg besi. Secara

klinis transferin merupakan jumlah besi yang terikat dan disebut dengan

total iron binding capacity (TIBC). Dimana pada anemia defisiensi besi

nilai TIBC akan meningkat tetapi pada iron overload kadar TIBC akan

(5)

2.4 Transferin Reseptor

Transferin reseptor seluler terdiri dari 760 asam amino glikoprotein

yang mempunyai dua rantai polipeptida yang bergabung melalui dua

ikatan disulfida. Tiap rantai polipeptida memiliki satu ikatan untuk mengikat

besi yang membawa protein transferin. 27

Ada dua tipe dari transferin yaitu transferin reseptor 1 dan transferin

reseptor 2 .Transferin reseptor 1 merupakan glikoprotein transmembran

yang mempunyai rantai polipeptida identik. Transferin reseptor 1

diekspresikan pada permukaan erytroblast di sumsum tulang, retikulosit

dan plasenta. Transferin reseptor 1 mempunyai kekuatan afinitas yang

tinggi pada transferin. Sedangkan transferin reseptor 2 diekpresikan oleh

hati dan mempunyai pengaruh dalam uptake besi oleh sel eritroid.

Mempunyai afinitas yang rendah terhadap transferin.27

2.5 Serum Transferin Reseptor

Merupakan hasil pemecahan dari reseptor glikoprotein seluler

dibawah pengaruh daripada serine protease. Kohgo et al dan Beguin et al

pertama kali mengukur kwantitas transferin pada serum manusia dan

tikus. Kemudian keduanya membuat radioimunoassay untuk mengukur

kenaikan daripada serum transferin reseptor. Namun Flowers et al juga

mendeteksi transferin reseptor dengan menggunakan metode elisa. Tidak

ada perbedaan serum transferin reseptor pada orang dewasa laki laki

(6)

Adanya metode yang bervariasi yang dapat dipercayai untuk

menentukan tingkat kwantitas daripada sirkulasi serum transferin pada

manusia. Serum transferin reseptor dapat dievaluasi dengan mengukur

bentuk kompleks dengan transferin. Transferin reseptor yang terlarut

nilainya berubah selama ontogeni, dan meningkat selama kehidupan fetal

dari 20-42 minggu dan setelah lahir akan mencapai dua kali lebih tinggi

dari dewasa.35

Pada orang normal nilai serum transferin reseptor adalah 2,2 – 5,6

mg/L.Pada penelitian yang terakhir mengevaluasi tingkat yang bervariasi

pada serum transferin reseptor, dimana adanya variasi interindividual dan

intrainvidual yang beragam relatif besar. Perkiraan koefisien variasi

interindividual adalah 20,8% dan nilai intraindividual 13,6%. Yang paling

utama terpenting pada studi terakhir menunjukkan interval dari 7,6 – 37,7

nmol/L menurut kurva Gausian.Tidak ada hubungan antara umur (19 – 79

tahun), tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Konsentrasi serum

transferin-reseptor pada subjek yang berada didaerah tinggi

konsentrasinya 9% lebih tinggi dibanding dengan orang yang tinggal di

(7)

Gambar 2.2. Siklus transferin. 28

2.6 Diabetes Mellitus

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia sebagai akibat dari kerusakan sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik dari diabetes

dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, disfungsi organ dan gangguan

berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, hati dan pembuluh darah.

Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan metabolisme terhadap

karbohidrat, lemak maupun protein. 36,37,38

Kadang-kadang gejala dari diabetes melitus tidak menunjukkan

gejala-gejala yang spesifik, sehingga dapat menyebabkan keadaan

patologis dan perubahan fungsional terjadi yang cukup lama sebelum

(8)

2.6.1 Klasifikasi Diabetes

Berdasarkan American Diabetic Association tahun 2006, klasifikasi

diabetes dibagi atas empat kategori yaitu :39,40,41

1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut)

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi

insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek

sekresi insulin disertai resistensi insulin).

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit Endokrin Pankreas

d. Endokrinopati

e. Karena obat/zat kimia

f. Infeksi

g. Sebab imunologi yang jarang

h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus

4. Diabetes Melitus Gestasional

Intoleransi glukosa dapat terjadi selama masa kehamilan. Insulin

resisten berhubungan dengan perubahan metabolik pada akhir

kehamilan dimana kebutuhan insulin meningkat dan menyebabkan

(9)

dari kehamilan di United States, dan setelah melahirkan kadar glukosa

akan kembali normal.

2.6.2 Kriteria Diagnosis Dari Diabetes

Untuk menegakkan diagnosis diabetes perlu dilakukan pengukuran

nilai dari pada glukosa plasma. Penentuan diagnosis diabetes dianjurkan

dilakukan pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan menggunakan

darah vena. Penentuan diagnosis klinis diabetes dengan keluhan klasik

perlu dipikirkan seperti poliuri, polifagia, penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya dan bisa juga keluhan lain seperti kesemutan,

mata kabur, gatal dan disfungsi ereksi pada pria dan gatal vulvae pada

wanita.36

Selain itu kriteria diagnostik untuk Diabetes Melitus menurut

Perkeni 2011 adalah sebagai berikut :36

1. Adanya gejala dari diabetes melitus (polifagia, polidipsi dan penurunan

berat badan tanpa sebab yang jelas) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200

mg/dL. atau

2. Gejala klasik diabetes melitus + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL

setelah berpuasa pada malam hari ( sedikitnya 8 jam). Atau

3. Glukosa plasma 2 jam TTGO ≥ 200 mg/dL.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

(10)

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) tergantung

dari hasil yang diperoleh 36

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199

mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa

plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).

Pada tahun 2009, Komite Ahli Internasional yang mencakup

perwakilan dari ADA, International Diabetes Federation (IDF), dan The

European Association for the Study of Diabetic (EASD)

merekomendasikan penggunaan tes A1C untuk mendiagnosa diabetes,

dengan ambang batas ≥6,5%, dan ADA mengadopsi kriteria ini di 2010.

1. A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar pemeriksaan DCCT.*

2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.*

3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan

OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan dalam air.

4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau

krisishiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l).

(11)

2.6.3 Tipe 1 Diabetes Mellitus

Diabetes melitus tipe 1 digambarkan sebagai adanya kerusakan

daripada sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe 1 dibagi dalam dua tipe

yaitu tipe 1A dengan immune-mediated diabetes dan tipe 1B idiophatic

(non-immune related) diabetes. Di United States dan Eropah, kira-kira

90%-95% penderitanya adalah tipe 1 diabetes mellitus tipe 1A immune

mediated diabetes. Kerusakan sel beta berbeda-beda pada individu,

kerusakan ini cepat pada bayi dan anak-anak, dan lambat pada orang

dewasa. Kerusakan sel beta pankreas dan kekurangan insulin absolut

pada tipe 1 diabetes menyebabkan penderita mudah terkena ketoasidosis.

Salah satu fungsi insulin adalah menghambat lipolisis (pemecahan lemak)

dan melepaskan asam lemak bebas (FFA) dari sel lemak. Bila insulin tidak

ada, akan terjadi ketosis ketika asam lemak ini dilepaskan dari sel lemak

dan diubah menjadi keton di hati.43,44,45

Tipe 1A immune-mediated diabetes sering disebut juvenille

diabetes, sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda umur dibawah

18 tahun. Diabetes tipe 1A merupakan penyakit autoimmune dan

diturunkan secara genetik, dan adanya hal-hal yang berhubungan dengan

reaksi hipesensitivitas T-lymphocyte-mediated yang melawan beberapa

antigen sel beta. Adanya bukti yang ditujukan pada gen major

histocompatibility complex (MHC) yang diturunkan pada kromosom 6 yang

(12)

Diabetes tipe 1B idiopathic digambarkan dengan gangguan

kerusakan pada sel beta pankreas tanpa adanya autoimmune . Diabetes

tipe 1B ini sangat jarang dan diturunkan secara genetik.43,44,45

2.6.4 Tipe 2 Diabetes Mellitus

Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak

dan merupakan sebagai akibat dari adanya kerusakan pada sekresi

insulin dan sering disertai dengan insulin resisten. Disebut juga sebagai

non-insulin dependent diabetes, diabetes tipe II, atau diabetes onset

dewasa, meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya

menderita defisiensi insulin relatif (bukan absolut) sepanjang masa

hidupnya. Pada orang yang menderita diabetes tipe 2 ini tidak

memerlukan pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Pada umunya

pasien dengan diabetes tipe 2 mengalami obesitas, dan obesitas itu

sendiri menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin.44

2.6.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus ditandai dengan adanya 3 kelainan patofisiologik

yaitu: gangguan sekresi insulin, insulin resisten dan produksi glukosa hati

yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Pengaturan glukosa setelah makan tergantung dari

(13)

penyerapan glukosa pada otot dan jaringan perifer. Insulin berpengaruh

pada penekanan produksi glukosa hati ndan penyerapan glukosa otot dan

hal ini sangat penting pada pengaruh terjadinya hiperglikemia.

Setelah makan peningkatan kadar glukosa merangsang pelepasan

insulin dari sel β. Insulin yang dilepaskan ini berikatan pada sel reseptor

permukaan. Didalam reseptor, dua subunit ekstraseluler α berikatan pada

insulin, mengantarkan sinyal kepada dua subunit β yang identik melalui

membran sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 mempunyai kemampuan

yang normal atau berkurang untuk berikatan dengan insulin reseptor.

Setelah berikatan, sub unit β akan terfosforilasi, meningkatkan aktivitas

tirosin kinase dan meningkatkan fosforilasi berbagai substrat protein

endogen.

Pasien dengan diabetes tipe 2 menunjukkan adanya produksi

glukosa hati yang berlebihan dan peningkatan insulin yang signifikan.

Peningkatan glukosa hati dan hiperinsulinemia menggambarkan insulin

resisten. Gangguan pada penyerapan glukosa otot akan menurunkan

pembuangan glukosa dan mengakibatkan gangguan sintesa glukosa dan

penyerapan glukosa dijaringan.

Protein GLUT 4 merupakan glukosa transporter yang sensitif

terhadap insulin. Transporter ini konsentrasinya tinggi pada sel adiposa,

otot dan otot jantung dan bertanggungjawab untuk penyerapan gukosa.

Protein GLUT 4 ini berada pada intraseluler dan jika insulin terangsang

(14)

masuk kedalam membran plasma. Dan ini menyebabkan glukosa masuk

kedalam sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 biasanya mempunyai kadar

GLUT 4 yang normal tetapi transpor glukosanya terganggu. Kerusakan

pada insulin yang dipengaruhi oleh translokasi GLUT 4 pada permukaan

sel dan kerusakan signaling pathway antara reseptor dengan

perangsangan transport menyebabkan insulin resisten pada pasien

diabetes tipe 2.42,43

Gambar 2.3 Insulin –dependent glucose transporter(GLUT-4).3

Interaksi antara glukosa dengan metabolisme besi :

1. Insulin berpengaruh dalam metabolisme besi

Insulin merupakan hormon anabolik yang dapat merangsang

penyerapan seluler berbagai macam nutrien ternasuk heksosa, asam

amino, kation dan anion. Penyerapan besi non heme di usus diatur

secara ketat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan penyerapan zat besi

(15)

Dalam keadaan normal, besi bersirkulasi berikatan dengan transferin

dan dibawa dari darah dan berikatan dengan protein yang spesifik yaitu

transferin reseptor. Kompleks besi-transferin reseptor secara

endositosis dilepaskan kedalam bagian nonacidic seluler yang

digunakan untuk sintesa utama pada sel.

Insulin diketahui menyebabkan stimulasi yang cepat dan nyata

terhadap ambilan besi oleh sel-sel lemak dan distribusi daripada

reseptor transferin dari intrasel ke permukaan sel. Insulin juga dapat

menyebabkan peningkatan sintesa feritin pada sel glioma tikus yang

dikultur. Selain itu, pada membran adiposit yang dikultur menunjukkan

bahwa adanya transferin reseptor bersamaan dengan insulin

responsive glucose transporter dan insulin like growth factor II receptor,

hal ini menunjukkan bahwa pengaturan penyerapan zat besi oleh

insulin terjadi secara paralel dengan efeknya pada transport glukosa.

2. Besi berpengaruh dalam metabolisme glukosa

Keterlibatan besi dengan insulin adalah dengan menghambat

produksi glukosa dihati. Metabolisme insulin akan terhambat bila terjadi

peningkatan simpanan besi dihati. Sehingga menyebabkan

hiperinsulinemia perifer. Hal ini jelas terlihat pada iron overload yang

menyebabkan insulin resisten dihati. Insulin juga dapat membawa besi

dan menyimpannya didalam sel hepatosit.

(16)

Besi sangat berhubungan erat dengan stres oksidatif. Besi dalam

bentuk bebas dapat menyebabkan radikal bebas seperti hidroksida

dan anion superoxide. Besi dalam bentuk bebas ini dapat menghambat

perubahan bentuk Fe3+ menjadi Fe2+. Hal ini dapat mengurangi

kemampuan transferin untuk berikatan dengan besi ferro dan dapat

menyebabkan adanya besi bebas dan merangsang sintesa feritin.19,46 Adanya penelitian menunjukan bahwa peningkatan kadar serum

feritin ditemukan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan sejalan

dengan adanya penurunan sTfR. Peningkatan feritin pada diabetes tipe

2 disebabkan karena adanya mekanisme inflamasi yang lebih banyak

dibandingkan penyimpanan besi.47

Insulin resistance

β-cell oxidative stress

β-cell apoptosis

Insulin deficiency

Diabetes Catalytic iron

(17)

2.6.6 Pemantauan Kadar Hemoglobin Terglikosilasi (HbA1c) Pada Diabetes

Untuk saat ini, pengukuran hemoglobin A1c (A1C) masih diterima

secara luas untuk mengevaluasi kontrol glikemik pada individu dengan

diabetes. Pengukuran HbA1C menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata

pasien selama masa 2-3 bulan yang lalu sesuai dengan umur eritrosit

yaitu 120 hari. Pengukuran HbA1C dianggap menjadi ukuran yang paling

objektif dan dapat diandalkan dalam kontrol diabtes jangka panjang. The

Diabetes Control dan Complications Trial menetapkan bahwa

mempertahankan kadar HbA1C sedekat mungkin dengan hasil normal

adalah upaya dalam mengurangi komplikasi jangka panjang. Dengan

demikian, HbA1C dapat dipakai sebagai "gold standart" sebagai kontrol

diabetes. Berdasarkan PERKENI tahun 2015, penderita diabetes yang

tidak terkontrol nilai HbA1C nya adalah ≥ 6,5% . Pemeriksaan glukosa

puasa dan 2 jam post prandial, bersama-sama dengan HbA1c akan

membantu penderita diabetes untuk meningkatkan kedisiplinan dan

memberikan gambaran yang jelas tentang mutu. pengelolaan, sehingga

komplikasi diabetes melitus baik yang akut maupun yang kronis dapat

(18)

Gambar

Gambar 2.1. Distribusi besi pada orang dewasa. 28
Gambar 2.2. Siklus transferin. 28
Gambar 2.4 Besi menginduksi diabetes.46

Referensi

Dokumen terkait

Karena jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 (21 sampel untuk kelompok penderita diabetes mellitus tidak terkontrol yang merokok dan 25 sampel untuk kelompok yang

Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat perbedaan antara nilai MPV pada pasien DM tipe 2 yang terkontrol dan yang tidak

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kadar apo-B pada penderita DM tipe 2 dengan KGD terkontrol dan DM tipe 2 dengan KGD tidak terkontrol yang dapat memperkirakan besarnya

Stres oksidatif yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan dan sel, dalam hal ini hepar sehingga akan meningkatkan enzim Gamma glutamyltransferase (GGT)

Tabel 9 Analisis stratifikasi nilai median jumlah sel ekinosit terhadap kelompok kontrol gula darah pada kelompok pasien dengan kadar HDL-C < 35 mg/dL……… 40. Tabel

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Diabetes mellitus, atau yang sering disebut penyakit gula oleh masyarakat awam, merupakan penyakit jangka panjang yang apabila tidak dikontrol dengan baik, akan menimbulkan

Hasil penelitian ini tampaknya mendukung hipotesis dan peningkatan kadar adiponektin hanya berhubungan dengan perbaikan kontrol glikemik, yang ditunjukkan oleh kadar