• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan guna mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan sarana untuk menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan memperkecil potensi timbulnya masalah pertanahan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696);

3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

(2)

5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

6. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Kasus Pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.

2. Sengketa Pertanahan yang selanjutnya disingkat Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.

3. Konflik Pertanahan yang selanjutnya disingkat Konflik adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.

4. Perkara Pertanahan yang selanjutnya disingkat Perkara adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

5. Gelar Kasus Pertanahan yang selanjutnya disingkat Gelar Kasus adalah mekanisme kelembagaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian Kasus Pertanahan. Gelar penanganan dan/atau penyelesaian kasus pertanahan yang meliputi:

(3)

a. Gelar Kasus Internal adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan.

b. Gelar Kasus Eksternal adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan yang diikuti peserta dari unsur/instansi lainnya.

c. Gelar Mediasi adalah gelar yang menghadirkan para pihak yang berselisih untuk memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah.

d. Gelar Istimewa adalah gelar yang dilaksanakan oleh Tim Penyelesaian Kasus Pertanahan yang dibentuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

6. Tanah Aset adalah tanah barang milik negara atau barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

7. Tanah Hak adalah tanah yang sudah diterbitkan sertipikat hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

8. Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

9. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat BPN RI adalah Lembaga Pemerintah non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

10. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Kepala BPN RI adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

11. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan yang selanjutnya disingkat Deputi adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di bidang pengkajian dan penanganan kasus pertanahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

12. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disingkat Kakanwil adalah unsur pelaksana yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Provinsi. 13. Kepala Kantor Pertanahan yang selanjutnya disingkat Kakan adalah

unsur pelaksana yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Kabupaten/Kota.

(4)

14. Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan yang selanjutnya disingkat Kabid adalah pejabat di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang bertugas membantu Kakanwil dalam rangka pengkajian dan penanganan kasus pertanahan.

15. Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang selanjutnya disingkat Kasi adalah pejabat di Kantor Pertanahan yang bertugas membantu Kakan dalam rangka pengkajian dan penanganan kasus pertanahan.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dimaksudkan untuk:

a. mengetahui akar, sejarah dan tipologi kasus pertanahan dalam rangka merumuskan kebijakan strategis penyelesaian kasus pertanahan di Indonesia;

b. menyelesaikan kasus pertanahan yang disampaikan kepada Kepala BPN RI agar tanah dapat dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan dimanfaatkan oleh pemiliknya serta dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum.

(2) Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum akan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia.

BAB III

RUANG LINGKUP Pasal 3

Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan meliputi: a. Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan;

b. Pengkajian Kasus Pertanahan; c. Penanganan Kasus Pertanahan; d. Penyelesaian Kasus Pertanahan; dan

e. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.

BAB IV

PELAYANAN PENGADUAN DAN INFORMASI KASUS PERTANAHAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 4

(1) Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan di BPN RI dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Deputi.

(5)

(2) Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kabid dan dikoordinasikan oleh Kakanwil.

(3) Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan di Kantor Pertanahan dilaksanakan oleh Kasi dan dikoordinasikan oleh Kakan.

Bagian Kedua

Pelayanan Pengaduan Kasus Pertanahan Pasal 5

(1) Pengaduan kasus pertanahan disampaikan kepada Kepala BPN RI, Kakanwil dan/atau Kakan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara lisan atau tertulis dan dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor BPN RI atau melalui www.bpn.go.id.

(3) Pengaduan yang diajukan secara lisan atau melalui www.bpn.go.id harus ditindaklanjuti dengan pembuatan permohonan secara tertulis.

Pasal 6

(1) Surat pengaduan kasus pertanahan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan, posisi kasus (legal standing) dan maksud pengaduan.

(2) Surat pengaduan kasus pertanahan harus dilampiri dengan fotocopy identitas pengadu dan data pendukung yang terkait dengan pengaduan.

Pasal 7

(1) Surat pengaduan yang diterima melalui loket pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan kepada Pengadu diberikan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan.

(2) Surat pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan ke satuan organisasi yang tugas dan fungsinya menangani sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

(3) Surat pengaduan yang diterima dan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan segera diajukan kepada pejabat yang berwenang memberikan disposisi.

(4) Surat pengaduan yang telah mendapat disposisi dicatat dalam Register Kasus Pertanahan dan didistribusikan kepada pelaksana dan/atau Tim Pengolah.

(5) Setiap perkembangan penanganan kasus pertanahan dicatat dalam Register Kasus Pertanahan.

(6)

Bagian Ketiga

Pelayanan Informasi Kasus Pertanahan Pasal 8

(1) Dalam rangka penanganan kasus pertanahan, BPN RI menyelenggarakan pelayanan informasi kasus pertanahan.

(2) Informasi kasus pertanahan dapat diberikan kepada pihak yang berkepentingan dengan memperhatikan penggolongan informasi dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Informasi kasus pertanahan digolongkan atas: a. informasi rahasia;

b. informasi terbatas; dan

c. informasi terbuka untuk umum.

(2) Informasi rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:

a. informasi yang termasuk dalam kategori rahasia negara;

b. informasi yang termasuk klasifikasi rahasia berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. dokumen atau warkah pertanahan;

d. keterangan lain yang ditentukan sebagai informasi rahasia oleh Kepala BPN RI.

(3) Informasi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:

a. informasi perkembangan penanganan pengaduan kasus pertanahan; b. informasi perkembangan penanganan kasus pertanahan;

c. informasi hasil penyelesaian penanganan kasus pertanahan; d. informasi lainnya yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

(4) Informasi terbuka untuk umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain:

a. data jumlah, jenis dan tipologi kasus pertanahan; b. data perkembangan kasus pertanahan;

c. tata cara pengaduan dan penyelesaian kasus pertanahan; d. peraturan di bidang pertanahan;

e. informasi lainnya yang tidak termasuk informasi rahasia dan informasi terbatas.

Pasal 10

(1) Informasi rahasia hanya dapat diberikan kepada lembaga publik tertentu dalam rangka pelaksanaan tugasnya setelah terlebih dahulu memperoleh izin Kepala BPN RI atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Informasi terbatas hanya dapat diberikan kepada pihak tertentu yang memenuhi persyaratan dan/atau pihak lainnya setelah terlebih dahulu memperoleh izin Kepala BPN RI atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Informasi terbuka untuk umum dapat diberikan kepada pihak yang membutuhkan.

(7)

Pasal 11

(1) Informasi perkembangan penanganan kasus pertanahan, atas permintaan instansi lain dalam rangka pelaksanaan tugasnya dapat diberikan setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari:

a. Deputi untuk di BPN RI;

b. Kakanwil untuk di tingkat Provinsi; dan c. Kakan untuk di tingkat Kabupaten/Kota.

(2) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain instansi pemerintah yang terkait kasus pertanahan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Daerah, Ombudsman Republik Indonesia, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Pasal 12

(1) Pihak pemohon/pengadu dan termohon dapat menanyakan informasi tentang perkembangan penanganan kasus pertanahan kepada Kantor BPN RI yang menangani kasusnya.

(2) Informasi mengenai perkembangan penanganan kasus pertanahan yang diberikan tertulis disampaikan dalam bentuk Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan yang berisi tentang penjelasan pokok masalah, posisi kasus dan tindakan yang telah dilaksanakan.

Pasal 13

(1) Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan.

(2) Informasi kasus pertanahan yang diminta oleh instansi pemerintah atau lembaga terkait yang berwenang meminta informasi kasus pertanahan, diberikan BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permintaan.

(3) Pemberian informasi kasus pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa jawaban mengenai pokok perkara dan permasalahan, atau penjelasan lengkap yang sesuai data yang ada di BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan dan hasil penanganannya.

(4) Dalam hal sangat diperlukan, pejabat dari instansi yang meminta penjelasan mengenai kasus pertanahan dapat diundang untuk menghadiri Gelar Kasus agar dapat memperoleh keterangan yang lebih jelas.

(5) Pemberian informasi perkembangan kasus pertanahan disampaikan oleh Kakan, Kakanwil, atau Deputi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(8)

BAB V

PENGKAJIAN KASUS PERTANAHAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 14

(1) Kakan, Kakanwil dan/atau Deputi baik bersama-sama atau sendiri-sendiri melaksanakan pengkajian secara sistematik terhadap akar dan sejarah kasus pertanahan.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Peta Kasus Pertanahan yang menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan umum dan/atau kebijakan teknis penanganan kasus pertanahan.

(3) Kebijakan umum dan/atau kebijakan teknis penanganan kasus pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai acuan untuk penanganan kasus pertanahan yang bersifat rawan, strategis, atau yang mempunyai dampak luas.

Pasal 15

Kakan, Kakanwil dan/atau Deputi baik bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan pengkajian atas surat pengaduan berikut data yang disampaikan kepada BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan.

Pasal 16

Peta Kasus Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) yang telah menjadi dasar perumusan kebijakan umum dan kebijakan teknis penanganan kasus pertanahan merupakan basis data atau acuan penanganan kasus pertanahan secara sistemik, berkesinambungan dan struktural.

Bagian Kedua Administrasi Data

Pasal 17

(1) Pengadministrasian data dilaksanakan melalui pencatatan, pengolahan dan penyajian data yang diselenggarakan dengan Sistem Informasi di Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

(2) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun secara terintegrasi antara BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

(3) Sistem Informasi di Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan merupakan Sub Sistem Pusat Data dan Informasi Pertanahan BPN RI.

(9)

Pasal 18

(1) Pencatatan dan penyajian data kasus dilaksanakan sesuai format Daftar Isian Pengelolaan Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan. (2) Daftar Isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dan

diberi kode:

a. Format Penanganan Kasus Pertanahan (Kode DI.500-DI.509), meliputi format surat dan daftar isian laporan/pengaduan, pengolahan data sampai penyelesaian kasus pertanahan dan format surat keputusan mengenai Pembatalan/Penerbitan hak atas tanah;

b. Format Kegiatan Berperkara (Kode DI.510-DI.519), meliputi format pengendalian kegiatan di pengadilan, kegiatan operasional dan format surat kuasa hukum;

c. Format Pemetaan Kasus Pertanahan (Kode DI.520-DI.529), meliputi format data tipologi, subyek, obyek, sebaran/distribusi, peta kerawanan, dan penyelesaian kasus; dan

d. Format Pembinaan (Kode DI.530-DI.533), meliputi format data personil, sarana, anggaran, sistem laporan dan analisa evaluasi kegiatan.

(3) Daftar Isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran Peraturan ini yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan ini.

Bagian Ketiga Penyajian Data

Pasal 19 Penyajian data kasus pertanahan berupa: a. basis data elektronik;

b. panel data di ruang pengendalian; c. laporan posisi kasus pertanahan; dan

d. laporan kepada pimpinan pada satuan organisasi. Pasal 20

(1) Penyiapan dan penyajian data kasus pertanahan dilaksanakan secara berkala atau sesuai kebutuhan.

(2) Penyiapan dan penyajian data atau sesuai kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:

a. data pemetaan masalah kasus pertanahan; b. rekapitulasi data penanganan kasus pertanahan; c. laporan kinerja penanganan kasus pertanahan; dan d. analisa dan evaluasi penanganan kasus pertanahan.

Bagian Keempat Pengkajian Sengketa

Pasal 21

(1) Pengkajian akar dan riwayat sengketa dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi penyelesaian sengketa.

(10)

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data sengketa yang terjadi.

(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari pengadu, satuan organisasi di lingkungan BPN RI atau lembaga/instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan analisa data sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menghasilkan pokok permasalahan sengketa dan potensi penyelesaian sengketa.

Pasal 22

(1) Pokok permasalahan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya.

(2) Hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan.

Bagian Kelima Pengkajian Konflik

Pasal 23

(1) Pengkajian akar dan riwayat konflik dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinya konflik.

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data konflik yang terjadi.

(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari pengadu, satuan organisasi di lingkungan BPN RI atau lembaga/instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan analisa data sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

untuk menentukan dan merumuskan pokok permasalahan atas terjadinya konflik.

Pasal 24

(1) Pokok permasalahan konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya.

(2) Hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan konflik.

Bagian Keenam Pengkajian Perkara

Pasal 25

(1) Pengkajian perkara dilakukan untuk mengetahui pokok perkara atas gugatan penggugat terhadap:

a. lembaga BPN RI dalam perkara perdata; atau b. pejabat BPN RI dalam perkara tata usaha negara.

(11)

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis dasar gugatan dan pokok gugatan atas perkara yang diajukan penggugat.

(3) Hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan rekomendasi penerapan hukum dan strategi beracara.

BAB VI

PENANGANAN KASUS PERTANAHAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 26

(1) Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

(2) Penanganan kasus pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah.

(3) Penanganan kasus pertanahan untuk memastikan pemanfaatan, penguasaan, penggunaan dan pemilikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan.

Bagian Kedua Penanganan Sengketa

Pasal 27

(1) Berdasarkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) selanjutnya dilakukan:

a. penelitian/pengolahan data pengaduan; b. penelitian lapangan;

c. penyelenggaraan Gelar Kasus;

d. penyusunan Risalah Pengolahan Data;

e. penyiapan berita acara/surat/keputusan; dan/atau

f. monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa.

(2) Dalam kaitannya dengan sengketa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dan/atau dipandang penting oleh Kepala BPN RI dalam penanganannya dapat dibentuk Tim.

Pasal 28

(1) Penanganan sengketa dilakukan dengan jangka waktu penyelesaian paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya pengaduan atau informasi sengketa. (2) Untuk penanganan sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat

(2), batas waktu penyelesaian dapat diperpanjang dengan persetujuan Kakan, Kakanwil atau Deputi.

(12)

(3) Kakan, Kakanwil, dan Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penanganan sengketa sesuai kewenangannya.

Pasal 29

(1) Kegiatan penelitian/pengolahan data pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penelitian kelengkapan dan keabsahan data dari pengadu; b. penelitian data dari pengadu;

c. pencocokan data yuridis dan data fisik, dan data pendukung lainnya; d. kajian kronologi sengketa; dan

e. analisis aspek yuridis, fisik dan administrasi.

(2) Untuk kelengkapan data yang diperlukan dalam penanganan sengketa, dapat dilakukan dengan mencari data dari pengadu, arsip di BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan, instansi terkait, atau sumber lainnya.

(3) Untuk melengkapi data yuridis, data fisik, atau data lainnya dapat dilakukan kegiatan penelitian lapangan.

Pasal 30

(1) Kegiatan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b antara lain:

a. penelitian keabsahan atau kesesuaian data dengan sumbernya; b. pencarian keterangan dari saksi-saksi yang terkait kasus;

c. peninjauan fisik tanah obyek yang diperselisihkan;

d. penelitian batas tanah, gambar situasi, peta bidang atau Surat Ukur; dan

e. kegiatan lainnya yang diperlukan.

(2) Kegiatan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas:

a. Deputi atau Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, di tingkat BPN RI, dengan tembusan disampaikan kepada:

1) Kepala BPN RI untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Deputi; 2) Deputi untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Direktur.

b. Kakanwil atau Kabid, di tingkat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dengan tembusan disampaikan kepada:

1) Deputi untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kakanwil; 2) Kakanwil untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kabid.

c. Kakan atau Kasi, di tingkat Kantor Pertanahan, dengan tembusan disampaikan kepada:

1) Kakanwil untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kakan; 2) Kakan untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kasi.

(3) Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat nama petugas, jabatan dan lokasi obyek tanah yang diteliti.

(13)

Pasal 31

Dalam hal diperlukan kegiatan lapangan untuk meneliti obyek yang diperselisihkan, pelaksanaannya harus:

a. dilengkapi Surat Tugas;

b. melakukan pemberitahuan kepada pihak yang menguasai tanah, pemilik, penduduk sekitar lokasi dan /atau pejabat dari lingkungan/dusun/desa/ kelurahan setempat;

c. disaksikan paling sedikit oleh dua orang terdiri dari yang menguasai obyek tanah, pemilik, penduduk sekitar lokasi dan/atau pejabat dari lingkungan/dusun/desa/kelurahan setempat; dan

d. dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh petugas dan para saksi.

Pasal 32

(1) Dalam hal terdapat saksi yang tidak bersedia menandatangani Berita Acara, diberikan catatan pada kolom tanda tangan bahwa saksi yang bersangkutan tidak bersedia menandatangani dengan disertai alasannya. (2) Hasil kegiatan penelitian lapangan dibuatkan Berita Acara Hasil Penelitian

Lapangan sebagai data pendukung penyusunan Risalah Pengolahan Data. (3) Berita Acara Hasil Penelitian Lapangan merupakan dokumen yang

disertakan dan tidak terpisahkan dari Berkas Penanganan Sengketa Pertanahan.

Pasal 33

(1) Gelar Kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c dapat dilakukan melalui persuasif, fasilitasi, mediasi para pihak dalam rangka penanganan sengketa.

(2) Gelar Kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika diperlukan dapat melibatkan instansi terkait dan/atau unsur masyarakat seperti akademisi, tokoh masyarakat/adat/agama, atau pemerhati/pegiat agraria.

Pasal 34

(1) Gelar Kasus diselenggarakan atas perintah Deputi, Kakanwil, atau Kakan. (2) Setiap perintah penyelenggaraan Gelar Kasus ditembuskan kepada Kepala

BPN RI.

(3) Susunan organisasi Gelar Kasus terdiri dari pimpinan, sekretaris, pemapar dan peserta.

(4) Pimpinan Gelar Kasus:

a. Deputi atau Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, di tingkat BPN RI;

b. Kakanwil atau Kabid, di tingkat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional; atau

c. Kakan atau Kasi, di tingkat Kantor Pertanahan.

(14)

(5) Unsur pelaksana Gelar Kasus:

a Sekretaris ditunjuk oleh Pimpinan Gelar Kasus;

b. Pemapar adalah atasan langsung Pengolah/Ketua Tim; dan c. Peserta sesuai dengan undangan.

(6) Urutan acara Gelar Kasus meliputi: a. pembukaan;

b. pemaparan kasus pertanahan; c. tanggapan dan diskusi; dan d. kesimpulan dan penutupan.

(7) Hasil Gelar Kasus yang dipimpin oleh:

a. Deputi disampaikan kepada Kepala BPN RI; b. Direktur disampaikan kepada Deputi;

c. Kakanwil disampaikan kepada Deputi; d. Kabid disampaikan kepada Kakanwil; e. Kakan disampaikan kepada Kakanwil; f. Kasi disampaikan kepada Kakan.

Pasal 35

(1) Pelaksanaan Gelar Kasus dicatat dalam Notulen Gelar Kasus dan hasilnya dibuatkan Berita Acara Gelar Kasus.

(2) Notulen Gelar Kasus ditandatangani oleh pimpinan dan sekretaris, dan disimpan dalam berkas penanganan kasus pertanahan.

(3) Berita Acara Gelar Kasus ditandatangani oleh semua peserta, dan merupakan dokumen yang harus dilampirkan dalam berkas penanganan kasus perkara.

(4) Berita Acara Gelar Kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kepada peserta untuk menjamin obyektifitas dan transparansi penanganan kasus pertanahan kecuali Gelar Kasus Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a.

Pasal 36

Jenis Gelar Kasus dalam rangka penanganan kasus pertanahan: a. Gelar Internal;

b. Gelar Eksternal; c. Gelar Mediasi; dan d. Gelar Istimewa.

Pasal 37 (1) Gelar Internal bertujuan:

a. menghimpun masukan pendapat para petugas/pejabat; b. mengidentifikasi sengketa dan konflik yang diperselisihkan; c. rencana penyelesaian.

(2) Peserta Gelar Internal:

a. anggota Tim Pengolah; dan

b. pegawai/pejabat dari Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan.

(15)

(3) Substansi hasil Gelar Internal:

a. rumusan pokok masalah obyek, subyek dan pokok sengketa dan konflik;

b. kronologi kasus pertanahan; c. analisis kasus pertanahan; dan d. alternatif penyelesaian.

Pasal 38 (1) Gelar Eksternal bertujuan:

a. melengkapi keterangan dan pendapat dari internal dan eksternal Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan agar pembahasan lebih komprehensif;

b. mempertajam analisis kasus pertanahan; dan c. memilih alternatif penyelesaian.

(2) Peserta Gelar Eksternal: a. Tim Pengolah;

b. pihak pengadu dengan atau tanpa pihak termohon;

c. petugas/pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan;

d. petugas/pejabat dari instansi terkait; e. pakar, ahli atau saksi ahli; dan f. unsur lainnya yang perlu diundang. (3) Substansi hasil Gelar Eksternal:

a. uraian kasus;

b. kronologi lengkap kejadian kasus pertanahan; c. analisis aspek kasus pertanahan; dan

d. alternatif dan pemilihan prioritas penyelesaian kasus pertanahan. Pasal 39

(1) Gelar Mediasi bertujuan:

a. menampung informasi/pendapat dari semua pihak yang berselisih, dan pendapat dari unsur lain yang perlu dipertimbangkan;

b. menjelaskan posisi hukum para pihak baik kelemahan/kekuatannya; c. memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah;

dan

d. pemilihan penyelesaian kasus pertanahan. (2) Peserta Gelar Mediasi:

a. Tim Pengolah;

b. Pihak pengadu, termohon dan pihak lain yang terkait;

c. Pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan dan instansi/lembaga yang terkait;

d. Pakar dan/atau saksi ahli yang terkait dengan kasus pertanahan; e. Tim Mediator dari Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan/atau Kantor Pertanahan atau eksternal BPN RI; dan f. Unsur-unsur lain yang diperlukan.

(3) Substansi hasil Gelar Mediasi: a. kronologi kasus pertanahan;

b. analisis dan alternatif penyelesaian kasus pertanahan;

(16)

c. kesimpulan hasil musyawarah kasus pertanahan; dan d. rekomendasi dan tindak lanjut putusan Gelar Kasus.

(4) Setiap Pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan yang menangani kasus pertanahan, sebelum mengambil keputusan penyelesaian kasus pertanahan harus melakukan Gelar Mediasi.

(5) Penyelenggaraan Gelar Mediasi untuk:

a. menjamin transparansi dan ketajaman analisis;

b. pengambilan putusan yang bersifat kolektif dan obyektif; dan c. meminimalisir gugatan atas hasil penyelesaian kasus.

(6) Dalam hal Gelar Mediasi tidak dapat dihadiri oleh salah satu pihak yang berselisih, pelaksanaannya dapat ditunda agar semua pihak yang berselisih dapat hadir.

(7) Apabila pihak yang berselisih sudah diundang 3 (tiga) kali secara patut tidak hadir dalam Gelar Mediasi maka mediasi tetap diselenggarakan.

Pasal 40 (1) Gelar Istimewa bertujuan:

a. menyelesaikan kasus pertanahan yang sangat kompleks;

b. menyelesaikan perbedaan keputusan mengenai penanganan kasus pertanahan antara pejabat BPN RI atau pejabat instansi lainnya;

c. mengkoreksi keputusan Pejabat BPN RI yang bermasalah; dan

d. menetapkan upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (6).

(2) Peserta Gelar Istimewa: a. Pejabat Eselon I BPN RI; b. Staf Ahli Kepala BPN RI;

c. Pihak pengadu, termohon dan pihak lain yang terkait;

d. Pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan dan instansi/lembaga yang terkait;

e. Pakar dan/atau saksi ahli yang terkait dengan kasus pertanahan; dan

f. Unsur-unsur lain yang diperlukan. (3) Substansi hasil Gelar Istimewa:

a. pokok permasalahan; b. analisis permasalahan;

c. keputusan penyelesaian permasalahan; dan d. rekomendasi kepada Kepala BPN RI.

Pasal 41

(1) Keputusan Gelar Istimewa merupakan keputusan BPN RI yang paling akhir dalam penyelesaian kasus pertanahan atau penyelesaian perbedaan pendapat antara pejabat BPN RI.

(2) Keputusan Gelar Istimewa yang telah disahkan oleh Kepala BPN RI wajib dilaksanakan oleh pejabat yang bersangkutan.

(17)

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak segera dilaksanakan oleh pejabat yang bersangkutan, setelah melebihi 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan, dapat diambil alih pelaksanaannya oleh pejabat yang lebih tinggi secara berjenjang sebagai berikut:

a. Kakanwil dapat mengambil alih tindakan untuk melaksanakan keputusan yang tidak dilaksanakan oleh Kakan;

b. Deputi dapat mengambil alih tindakan untuk melaksanakan keputusan yang tidak dilaksanakan oleh Kakanwil atau Kakan;

c. Kepala BPN RI dapat mengambil alih tindakan untuk melaksanakan keputusan yang tidak dilaksanakan oleh Deputi.

(4) Pejabat yang tidak melaksanakan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

(1) Risalah Pengolahan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d merupakan dokumen resmi BPN RI yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan dokumen penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan.

(2) Risalah Pengolahan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkuman hasil kegiatan penanganan kasus pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 41.

(3) Risalah Pengolahan Data disusun oleh Pengolah/Tim berdasarkan komitmen terhadap kebenaran, kejujuran dan prosedur sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

(4) Risalah Pengolahan Data harus disetujui dan ditandatangani oleh pejabat kedeputian secara berjenjang.

(5) Susunan dan substansi Risalah Pengolahan Data disesuaikan dengan Risalah Pengolahan Data yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI yang mengatur mengenai tata naskah yang didalamnya paling kurang memuat: a. pokok kasus pertanahan, meliputi tipologi, obyek, subyek dan posisi

kasus;

b. data pendukung dari para pihak dan dari sumber lainnya;

c. uraian kasus pertanahan, meliputi kronologi dan penanganan kasus pertanahan;

d. analisa kasus pertanahan, antara lain dasar hukum, dan analisa yuridis, fisik, sosial;

e. kesimpulan berupa resume, pendapat hukum dan rekomendasi; dan f. pernyataan tanggung jawab (legal statement).

Pasal 43

Risalah Pengolahan Data yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang merupakan dasar pertimbangan bagi pimpinan untuk menerbitkan surat keputusan penyelesaian kasus pertanahan yang menjadi tanggung jawab BPN RI.

Pasal 44

(18)

(2) Deputi ... (2) Deputi dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaannya dapat menunjuk

salah satu direktur dengan surat keputusan.

(3) Pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kakanwil yang dilaksanakan oleh Kabid.

(4) Pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kakan yang dilaksanakan oleh Kasi.

Pasal 45

(1) Unsur pelaksana pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di BPN RI dilakukan oleh Tim Pengendali Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang terdiri dari Bagian Administrasi dan Bagian Operasi.

(2) Bagian Administrasi bertugas melakukan:

a. pencatatan, pengolahan dan penyajian data kasus pertanahan; b. pencatatan kegiatan penanganan perkara dan operasi;

c. penyiapan penyelenggaraan dan laporan gelar perkara/mediasi;

d. pengelolaan laporan bulanan/tahunan dan analisis semester/akhir tahun.

(3) Bagian Operasi bertugas melakukan:

a. pengawasan dan pengendalian penanganan kasus pertanahan; b. monitor dan evaluasi kegiatan penanganan kasus pertanahan;

c. penyampaian informasi posisi kasus dan hasil penanganan kasus yang menjadi perhatian; dan

d. menyelenggarakan Analisa dan Evaluasi Data Periodik. Pasal 46

(1) Unsur pelaksana pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di tingkat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kabid.

(2) Unsur pelaksana pengendalian pengkajian dan penanganan kasus pertanahan di tingkat Kantor Pertanahan dilaksanakan oleh Kasi.

Bagian Ketiga Penanganan Konflik

Pasal 47

Ketentuan yang mengatur tentang penanganan sengketa berlaku mutatis mutandis untuk penanganan konflik.

Pasal 48

(1) Penanganan konflik pertanahan dilaksanakan secara komprehensif melalui kajian akar permasalahan, pencegahan dampak konflik dan penyelesaian konflik.

(19)

(2) Konflik pertanahan yang masalahnya sederhana dan mudah diselesaikan dapat dilakukan dengan mempedomani prosedur penanganan kasus pertanahan.

(3) Konflik yang berdampak luas dilakukan dengan perencanaan dan target waktu yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi serta perkembangannya selama proses penanganan konflik.

Pasal 49

(1) Kajian akar permasalahan konflik dilaksanakan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(2) Upaya pencegahan konflik pertanahan antara lain:

a. penertiban administrasi pertanahan yang berkaitan dengan sumber konflik;

b. tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik; c. penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan; d. pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;

e. pencegahan lainnya.

(3) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksudkan untuk mengurangi munculnya konflik dan kerugian yang lebih besar.

(4) Kegiatan untuk mencegah meluasnya konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) baik yang dilakukan langsung oleh jajaran BPN RI maupun bekerjasama dengan lembaga penegak hukum.

Bagian Keempat Penanganan Perkara

Pasal 50

(1) Penanganan perkara pertanahan meliputi kegiatan berperkara dalam proses perdata atau tata usaha negara yang melibatkan BPN RI sebagai pihak dan tindak lanjut atas putusan pengadilan terhadap perkara pertanahan.

(2) Penanganan perkara meliputi kegiatan penanganan atas tindak lanjut atau pelaksanaan dari putusan lembaga peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3) Dalam rangka penanganan perkara pertanahan dalam proses peradilan meliputi:

a. penerimaan panggilan relaas;

b. penyiapan surat tugas dan surat kuasa; c. penyiapan jawaban;

d. penyiapan duplik; e. penyiapan bukti; f. penyiapan saksi;

g. pemeriksaan setempat; h. kesimpulan;

(20)

i. upaya hukum: 1) banding; 2) kasasi;

3) peninjauan kembali;

4) perlawanan terhadap putusan pengadilan.

(4) Terhadap putusan pengadilan dalam perkara pertanahan dimana posisi BPN RI kalah, pada prinsipnya harus dilakukan upaya hukum.

(5) Upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dihentikan jika BPN RI sesuai data yang ada meyakini memang tidak diperlukan upaya hukum, kecuali yang berkaitan dengan barang milik negara/barang milik daerah.

(6) Untuk memastikan pelaksanaan penghentian upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (5), BPN RI dapat melaksanakan Gelar Istimewa.

(7) Gelar Istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh BPN RI atas permohonan tertulis Kakan/Kakanwil atau atas keputusan Deputi.

Pasal 51

(1) Dalam hal para pihak sepakat untuk menyelesaikan perkara yang telah terdaftar dalam administrasi/rol perkara pengadilan dengan cara damai, para pihak dapat mencabut perkara berdasarkan akta perdamaian.

(2) Dalam hal para pihak sepakat untuk menyelesaikan suatu proses perkara yang sedang berjalan dengan cara damai, perlu dimintakan suatu putusan perdamaian.

(3) Apabila BPN RI sebagai pihak maka perdamaian dapat dilakukan apabila: a. tidak menyangkut Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah;

b. tidak merugikan kepentingan BPN RI;

c. disetujui oleh pihak-pihak yang berperkara;

d. tidak terdapat masalah atau perkara lain berkenaan dengan subyek dan obyek yang sama;

e. mendapat ijin tertulis dari Pejabat yang mengeluarkan keputusan yang menjadi obyek gugatan sesuai kewenangan.

(4) Jika BPN RI sebagai tergugat dalam perkara tata usaha negara yang obyeknya hak atas tanah jika ada perdamaian melibatkan BPN RI sebagai tergugat yang berkaitan dengan status keabsahan putusan pejabat Tata Usaha Negara perlu persetujuan pemegang hak.

Pasal 52

(1) Kegiatan berperkara yang melibatkan aparatur Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kakan dan dilaksanakan oleh Kasi.

(2) Kegiatan berperkara yang melibatkan aparatur Kantor Pertanahan dan/atau Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dikoordinasikan oleh Kakanwil dan dilaksanakan oleh Kabid.

(3) Kegiatan berperkara yang melibatkan aparatur Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau BPN RI dikoordinasikan oleh Deputi dan dilaksanakan oleh Direktur Perkara Pertanahan.

(21)

Pasal 53

(1) Untuk perkara di pengadilan yang tidak melibatkan BPN RI sebagai pihak, tetapi perkaranya menyangkut kepentingan BPN RI, pihak yang berkepentingan dapat meminta keterangan ahli atau saksi ahli dari BPN RI.

(2) Permohonan bantuan aparatur BPN RI untuk memberikan keterangan ahli atau saksi ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kakan, Kakanwil, atau Kepala BPN RI.

(3) Kakan, Kakanwil, atau Deputi atas nama Kepala BPN RI menerbitkan Surat Tugas kepada staf atau pejabat untuk memberikan keterangan ahli atau saksi ahli.

(4) Kakan dalam hal tertentu dapat menyampaikan permohonan keterangan ahli atau saksi ahli kepada Kakanwil.

(5) Kakanwil dalam hal tertentu dapat menyampaikan permohonan keterangan ahli atau saksi ahli kepada Kepala BPN RI.

BAB VII

PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN Bagian Kesatu

Penyelesaian Kasus Pertanahan Untuk Melaksanakan Putusan Pengadilan

Paragraf 1

Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pasal 54

(1) BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya.

(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan; b. terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;

c. terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;

d. alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 55

(1) Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat berupa:

a. pelaksanaan dari seluruh amar putusan;

b. pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atau

c. hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar putusan.

(2) Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, antara lain:

a. perintah untuk membatalkan hak atas tanah;

b. menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak atas tanah;

(22)

c. menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum; d. perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku

tanah;

e. perintah penerbitan hak atas tanah; dan

f. amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya, beralihnya atau batalnya hak.

Pasal 56

(1) Perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan dengan keputusan pejabat yang berwenang.

(2) Proses pengolahan data dalam rangka penerbitan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah diterimanya putusan pengadilan oleh BPN RI, berupa:

a. salinan resmi putusan pengadilan yang dilegalisir pejabat berwenang; b. surat keterangan dari pejabat berwenang di lingkungan pengadilan

yang menerangkan bahwa putusan dimaksud telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde); dan

c. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan pelaksanaan eksekusi.

Paragraf 2

Perbuatan Hukum Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pasal 57

(1) Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 56 yang menyangkut penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, wajib dilaksanakan oleh pejabat/pegawai BPN RI paling lambat 2 (dua) bulan setelah diterimanya Salinan Putusan Pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan.

(2) Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan pelaksanaannya diperkirakan akan menimbulkan kasus pertanahan yang lebih luas atau menyangkut kepentingan Pemerintah, sebelum dilakukan tindakan pelaksanaan putusan pengadilan, dilakukan Gelar Eksternal atau Istimewa yang menghadirkan pihak-pihak dan/atau instansi terkait.

Pasal 58

(1) Kepala BPN RI menerbitkan keputusan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Deputi atau Kakanwil.

(23)

Pasal 59

(1) Proses penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dilakukan berdasarkan adanya pengaduan/permohonan pihak yang berkepentingan.

(2) Surat permohonan untuk penerbitan, peralihan dan/ atau pembatalan hak atas tanah guna melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, diajukan kepada Kakan atau Kakanwil atau kepada Kepala BPN RI.

(3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilengkapi dengan:

a. putusan pengadilan yang memutus perkara kasus tanah;

b. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan pelaksanaan eksekusi;

c. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan. (4) Berita acara eksekusi penguasaan/pengosongan/penyerahan tanah tidak

diperlukan dalam permohonan, dalam hal:

a. untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara;

b. tanahnya telah dikuasai pihak pemohon yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang bersangkutan diketahui Ketua RT/RW/ Lurah/Kepala Desa setempat, atau Berita Acara Penelitian Lapangan dari Kantor Pertanahan setempat.

Pasal 60

(1) Proses penanganan permohonan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan sertipikat hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan sesuai tahapan penanganan kasus pertanahan, yaitu:

a. penelitian berkas permohonan/usulan pembatalan; b. penelitian dan pengolahan data putusan pengadilan; c. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan;

d. Gelar Internal/Eksternal dan Gelar Mediasi; e. Gelar Istimewa dalam hal sangat diperlukan; f. penyusunan Risalah Pengolahan Data; dan g. pembuatan keputusan penyelesaian kasus.

(2) Pejabat yang telah melaksanakan perbuatan hukum pertanahan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan wajib segera melaporkan kepada Kepala BPN RI, dan memberitahukan kepada pemohon serta pihak lain yang terkait.

(3) Pejabat BPN RI dapat menolak pengaduan/permohonan yang tidak memenuhi persyaratan permohonan, dengan memberitahukan kepada pemohon alasan dan pertimbangannya.

(24)

Bagian Kedua

Penyelesaian Kasus Pertanahan di Luar Pengadilan Paragraf 1

Perbuatan Hukum Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi

Pasal 61

Penyelesaian kasus pertanahan di luar pengadilan dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi:

a. pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;

b. pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan

c. penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

Pasal 62

(1) Sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut peraturan perundang-undangan.

(2) Cacat hukum administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah; f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan

g. kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Pasal 63

Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan dengan:

a. menerbitkan Surat Keputusan pembatalan; dan/atau b. pencatatan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Paragraf 2

Proses Perbuatan Hukum Administrasi Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi

Pasal 64

(1) Permohonan/usulan perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan/pemohon atau kuasanya.

(25)

(2) Permohonan/usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, atau BPN RI.

(3) Surat permohonan/usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri data pendukung antara lain:

a. sertipikat hak atas tanah yang kedapatan cacat hukum administrasi; b. hasil pengolahan data yang membuktikan adanya cacat hukum

administrasi;

c. salinan amar putusan pengadilan atau pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang substansinya menyatakan tidak sah dan/ atau palsu dokumen yang digunakan dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah;

d. surat-surat lain yang mendukung alasan permohonan pembatalan. Pasal 65

Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1): a. aparatur BPN RI yang mengetahui data dan/atau warkah penerbitan hak

atas tanah yang tidak sah mengenai substansi dan/atau proses penerbitannya;

b. aparatur BPN RI mempunyai bukti adanya kesalahan prosedur administrasi penerbitan sertipikat hak atas tanah; dan

c. pihak yang dirugikan akibat terbitnya sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum.

Pasal 66

(1) Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang paling lambat 6 (enam) bulan setelah diketahui adanya cacat hukum administrasi, kecuali terdapat alasan yang sah untuk menunda pelaksanaannya.

(2) Alasan yang sah untuk menunda atau menolak pelaksanaan perbuatan hukum administrasi pertanahan sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain:

a. surat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir, disita oleh pejabat yang berwenang (conservatoir beslag-CB);

b. tanah yang dimohon perbuatan hukum administrasi merupakan tanah yang merupakan obyek perkara di pengadilan;

c. pelaksanaan pembatalan diperkirakan dapat menimbulkan gejolak sosial/konflik massal.

(3) Yang dimaksud obyek perkara di pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:

a. terdapat putusan pengadilan yang saling bertentangan menyangkut status tanah dan/atau status kepemilikan tanah yang bersangkutan; b. terdapat keberatan pihak tertentu terhadap perbuatan hukum

pertanahan yang akan dilakukan terhadap tanah yang bersangkutan, dan untuk itu telah diajukan gugatan di pengadilan menyangkut kepemilikan atau keabsahan sertipikat hak atas tanah yang menjadi kasus tersebut dan telah memperoleh putusan yang mengabulkan keberatan tersebut;

(26)

c. terdapat putusan pengadilan lain atas pihak-pihak yang tidak mengajukan keberatan dan tidak terkait dengan pemohon perbuatan hukum pertanahan, akan tetapi putusan pengadilan tersebut berkaitan dengan status tanah dan/atau status kepemilikan tanah yang akan dimohon perbuatan hukum administrasi.

(4) Penundaan atau penolakan pelaksanaan perbuatan hukum pertanahan karena cacat hukum administrasi wajib dilaporkan oleh Kakan atau Kakanwil kepada Kepala BPN RI dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diketahui adanya cacat hukum administrasi, dengan disertai penjelasan mengenai alasan tidak dapat dilaksanakannya pembatalan karena cacat hukum administrasi.

Pasal 67

(1) Proses penanganan permohonan perbuatan hukum pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi melalui tahapan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

(2) Sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dan belum dialihkan haknya dilakukan melalui proses:

a. dilakukan penelitian oleh Kantor BPN setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai tahap pembuatan Risalah Pengolahan Data paling lambat 3 (tiga) bulan setelah menerima surat permohonan;

b. dalam hal Risalah Pengolahan Data berkesimpulan bahwa terdapat cacat hukum administrasi yang dapat berakibat batalnya sertipikat hak atas tanah, Kakan mengajukan usulan pembatalan sertipikat hak atas tanah kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73.

c. pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam huruf b melakukan penanganan melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan pembuatan Risalah Pengolahan Data paling lambat 3 (tiga) bulan setelah menerima usulan sebagaimana dimaksud huruf b untuk menetapkan perbuatan hukum pertanahan berupa:

1) pembatalan sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi;

2) penetapan pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya;

3) penolakan usulan pembatalan.

d. dalam hal pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 tidak dapat mengambil suatu keputusan, diusulkan untuk dilakukan Gelar Istimewa guna menentukan dapat tidaknya pembatalan sertipikat yang terdapat cacat hukum administrasi;

e. selanjutnya dilakukan tindakan sesuai dengan putusan Gelar Istimewa;

f. dalam hal terdapat gugatan ke pengadilan dengan keputusan pengadilan yang menguatkan adanya cacat hukum administrasi, BPN RI tidak melakukan upaya banding atau kasasi dan langsung melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

(27)

(3) Sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi, yang telah dialihkan kepada pihak lain, proses penyelesaiannya sebagai berikut:

a. pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya bahwa sertipikatnya terdapat cacat hukum administrasi sesuai dengan hasil Risalah Pengolahan Data;

b. pencatatan dalam Buku Tanah bahwa sertipikat yang terdapat cacat hukum administrasi tidak dapat dialihkan lagi selama belum dilakukan pembetulan atas cacat hukum administrasi yang ditemukan;

c. dilakukan Gelar Istimewa untuk menentukan dapat tidaknya pembatalan sertipikat yang terdapat cacat hukum administrasi dengan putusan:

1) tindakan pembatalan sertipikat tanpa menunggu putusan pengadilan;

2) tindakan pembatalan sertipikat dilaksanakan setelah terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

d. dalam hal terdapat gugatan ke pengadilan dengan keputusan pengadilan yang menguatkan adanya cacat hukum administrasi, BPN RI tidak melakukan upaya banding atau kasasi dan langsung melaksanakan putusan pengadilan berupa pembatalan sertipikat yang cacat hukum administrasi.

Pasal 68

(1) Proses penanganan perbuatan hukum pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kakan yang terdapat cacat hukum administrasi melalui tata cara sebagai berikut:

a. dilakukan penelitian oleh Kantor Pertanahan setempat melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai tahap pembuatan Risalah Pengolahan Data;

b. pengolahan berkas permohonan oleh Kantor Pertanahan setempat melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan pembuatan Risalah Pengolahan Data;

c. pengiriman usulan perbuatan hukum pertanahan dari Kakan kepada Kakanwil dengan dilampiri berkas penanganan kasus dan Risalah Pengolahan Data, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permohonan pembatalan dari pemohon;

d. pengolahan berkas usulan dan Risalah Pengolahan Data di Kanwil untuk memutuskan dapat tidaknya dilakukan perbuatan hukum pertanahan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya surat usulan dari Kakan melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

e. penerbitan keputusan dari Kakanwil berupa:

1) Surat Keputusan pembatalan cacat hak atas tanah;

2) Surat Perintah kepada Kantor Pertanahan untuk melakukan pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya;

3) Surat Pemberitahuan kepada Kantor Pertanahan bahwa permohonan/ usulan tidak dapat dikabulkan.

(28)

f. dalam hal Kakanwil belum dapat mengambil keputusan karena sesuatu hal, dapat meminta pertimbangan kepada Deputi yang dilampiri berkas penanganan kasus dan Risalah Pengolahan Data, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya usulan dari Kakan; g. Deputi mengolah berkas penanganan kasus dan Risalah Pengolahan

Data dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan memberikan jawaban berupa:

1) penegasan agar segera dilakukan pembatalan atau pencatatan; 2) Surat Pemberitahuan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan Kantor Pertanahan bahwa permohonan/usulan tidak dapat dikabulkan;

3) pengambilalihan pembatalan sertipikat hak atas tanah dan/atau tindakan pencatatan oleh pejabat yang ditunjuk.

(2) Kakanwil atau Deputi melaporkan hasil perbuatan hukum pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini kepada Kepala BPN RI.

Pasal 69

Proses penanganan permohonan pembatalan/pembetulan sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kepala BPN RI atau Kakanwil yang terdapat cacat hukum administrasi melalui tata cara sebagai berikut:

a. dilakukan penelitian oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai tahap pembuatan Risalah Pengolahan Data;

b. pengiriman usulan perbuatan hukum pertanahan dari Kakanwil kepada BPN RI dengan dilampiri berkas penanganan kasus dan Risalah Pengolahan Data, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permohonan pembatalan dari pemohon;

c. pengolahan berkas usulan dan Risalah Pengolahan Data di BPN RI untuk memutuskan dapat tidaknya dilakukan perbuatan hukum pertanahan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya surat usulan dari Kakanwil melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27; d. penerbitan keputusan dapat berupa:

1) Surat Keputusan pembatalan cacat hak atas tanah;

2) Surat Perintah kepada Kantor Pertanahan untuk melakukan pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya; atau

3) Surat Pemberitahuan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional bahwa permohonan/usulan tidak dapat dikabulkan.

e. sebelum menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud huruf d, Deputi dapat meminta petunjuk kepada Kepala BPN RI melalui pengajuan Risalah Pengolahan Data, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya usulan dari Kakanwil.

Pasal 70

Proses penanganan permohonan perbuatan hukum pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, atau Menteri Dalam Negeri, Kepala BPN RI atau Pejabat BPN, yang terdapat cacat hukum administrasi melalui tata cara sebagai berikut:

(29)

a. pengiriman usulan perbuatan hukum pertanahan dari Kakan atau Kakanwil kepada Kepala BPN RI dengan dilampiri berkas penanganan kasus dan Risalah Pengolahan Data, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permohonan pembatalan dari pemohon;

b. pengolahan berkas usulan dan Risalah Pengolahan Data di Deputi untuk memutuskan dapat tidaknya dilakukan perbuatan hukum pertanahan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya surat usulan dari Kakanwil.

c. pengajuan usulan dari Deputi kepada Kepala BPN RI berupa:

1) usulan pembatalan sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi;

2) usulan tindakan pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya; atau

3) Surat Pemberitahuan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan bahwa permohonan/usulan tidak dapat dikabulkan.

d. penerbitan Surat Keputusan oleh Kepala BPN RI tentang perbuatan hukum pertanahan terhadap adanya cacat hukum administrasi atau surat penolakan bahwa permohonan tidak dapat dikabulkan.

Paragraf 3

Prinsip Perbuatan Hukum Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi

Pasal 71

(1) Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat beberapa sertipikat hak atas tanah yang tumpang tindih, BPN RI melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa pembatalan dan/atau penerbitan sertipikat hak atas tanah, sehingga di atas bidang tanah tersebut hanya ada satu sertipikat hak atas tanah yang sah.

(2) Cacat hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertipikat hak atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa:

a. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau b. hasil penelitian yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi;

dan/atau

c. keterangan dari penyidik tentang adanya tindak pidana pemalsuan surat atau keterangan yang digunakan dalam proses penerbitan, pengalihan atau pembatalan sertipikat hak atas tanah; dan/atau

d. surat-surat lain yang menunjukkan adanya cacat administrasi. Paragraf 4

Kriteria dan Bentuk Penyelesaian Pasal 72

Kasus pertanahan yang dalam penanganan BPN RI dinyatakan selesai dengan Kriteria Penyelesaian:

a. Kriteria Satu (K 1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa;

(30)

b. Kriteria Dua (K 2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan;

c. Kriteria Tiga (K 3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain yang disetujui oleh para pihak;

d. Kriteria Empat (K 4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai;

e. Kriteria Lima (K 5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain.

BAB VIII

KEWENANGAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH DAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH ASAL KONVERSI

Bagian Kesatu Umum Pasal 73

(1) Pemutusan hubungan hukum atau pembatalan hak atas tanah atau pembatalan data pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala BPN RI.

(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Deputi dan Kakanwil.

(3) Prosedur dan tata cara pelimpahan kewenangan Kepala BPN RI kepada Deputi ditetapkan dengan Keputusan Kepala BPN RI.

(4) Pelimpahan kewenangan Kepala BPN RI kepada Kakanwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74.

Bagian Kedua Kewenangan Kakanwil

Pasal 74

Kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan:

a. keputusan pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kakan yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya;

b. keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada Kakan dan Kakanwil, untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;

c. hak milik atas satuan rumah susun untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap; dan

(31)

d. pendaftaran hak atas tanah asal penegasan/pengakuan hak yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dan/atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;

e. pencatatan data yuridis/fisik dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagai lanjutan dari penyelesaian kasus pertanahan.

Pasal 75

Kakanwil dalam menerbitkan keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 atas nama Kepala BPN RI.

Pasal 76

Kakanwil melaporkan pelaksanaan pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 kepada Kepala BPN RI setiap akhir bulan.

BAB IX

BANTUAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM Bagian Kesatu

Bantuan Hukum Pasal 77

(1) Bantuan Hukum dilaksanakan untuk kepentingan BPN RI atau aparatur BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas yang menghadapi masalah hukum.

(2) Kegiatan bantuan hukum meliputi:

a. pendampingan hukum dalam proses peradilan pidana, perdata, atau tata usaha negara bagi keluarga besar BPN yang meliputi pegawai BPN, pensiunan BPN dan keluarga pegawai BPN, yang sedang menghadapi masalah hukum;

b. pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan BPN; c. pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh

pejabat atau pegawai BPN.

Pasal 78

Kegiatan pendampingan hukum bagi keluarga besar BPN meliputi: a. bantuan hukum dalam proses peradilan pidana, antara lain:

1) bantuan pembuatan legal opinion;

2) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyelidikan; 3) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan; 4) pendampingan selama proses persidangan.

b. bantuan hukum dalam proses peradilan perdata/tata usaha negara, antara lain:

1) bantuan penyiapan surat Kuasa Hukum; 2) bantuan dalam penyiapan gugatan; 3) bantuan pembuatan legal opinion;

4) pendampingan selama proses persidangan. Pasal 79

(1) Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Tim Bantuan Hukum yang terdiri dari pegawai/pejabat BPN dari unsur Deputi, Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/ atau Kantor Pertanahan.

(32)

(2) Setiap pelaksanaan tugas bantuan hukum dilengkapi dengan surat tugas dari pejabat yang berwenang.

Bagian Kedua Perlindungan Hukum

Pasal 80

(1) Pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan/pencoretan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya serta perbuatan hukum lainnya untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan perbuatan hukum yang wajib dilaksanakan oleh pejabat BPN yang berwenang.

(2) Pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan/pencoretan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya serta perbuatan hukum lainnya dalam rangka penanganan kasus pertanahan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan merupakan tugas dan kewajiban pegawai atau Pejabat BPN.

(3) Kesalahan dalam proses penanganan kasus pertanahan akibat kelalaian pegawai atau Pejabat BPN merupakan pelanggaran administrasi yang dapat dikenakan sanksi administrasi.

Pasal 81

(1) Segala akibat yang terjadi karena perbuatan hukum oleh pegawai atau Pejabat BPN dalam rangka penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang diatur dalam peraturan ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku yang menimbulkan masalah berupa gugatan perdata, tata usaha negara, atau laporan tindak pidana terhadap pegawai atau Pejabat BPN, menjadi tanggung jawab BPN.

(2) Pegawai atau Pejabat BPN yang telah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam peraturan ini dan menghadapi masalah hukum mendapat bantuan hukum dan perlindungan hukum dari BPN.

Pasal 82

Biaya pelaksanaan tugas dan kegiatan serta Bantuan Hukum yang diatur dalam peraturan ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satuan Kerja yang bersangkutan.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

Dengan berlakunya Peraturan ini, kasus pertanahan yang masih dalam proses penanganan dan penyelesaian, ditangani dan diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Peraturan ini.

(33)
(34)

Nomor : Tanggal :

DAFTAR ISIAN

PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN

A. FORMAT PENANGANAN KASUS PERTANAHAN : DI.500 - DI.509

1. DI. 500 A Format Laporan Pengaduan Kasus Pertanahan

2. DI. 500 B Format Bukti Penerimaan Laporan/Pengaduan Kasus Pertanahan

3. DI. 501 Format Matrik Perencanaan & Pengendalian Penanganan Kasus Pertanahan

4. DI. 502 A Register Penerimaan Pengaduan/Laporan Kasus Pertanahan

5. DI. 502 B Register Kasus Pertanahan

6. DI. 502 C Register Kegiatan Operasional di Bidang Sengketa

7. DI. 503 Register Gelar Kasus: Internal/Eksternal/Mediasi/Istimewa 8. DI. 504 A Format Surat Perintah Penanganan Kasus Pertanahan 9. DI. 504 B Format Surat Tugas

10. DI. 504 C Format Berita Acara Pelaksanaan Tugas 11. DI. 505 Format Analisis Kasus Pertanahan

12. DI. 506 Format Undangan Gelar Kasus Pertanahan 13. DI. 507 A Format Notulen Gelar Kasus Pertanahan

14. DI. 507 B Format Berita Acara Pelaksanaan Gelar Kasus Pertanahan 15. DI. 508 Format Risalah Pengolahan Data

16. DI. 509 A Format Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan

17. DI. 509 B Format Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan

18. DI. 509 C Format Perjanjian Penyelesaian Kasus Pertanahan B. FORMAT KEGIATAN BERPERKARA : DI.510 - DI.519

1. DI. 510 Format Kartu Kendali Penanganan Perkara

2. DI. 511 A Matrik Rekapitulasi Kegiatan di Persidangan Per Wilayah 3. DI. 511 B Matrik Rekapitulasi Kegiatan di Persidangan Per Bulan 4. DI. 512 Format Surat Kuasa Khusus

5. DI. 513 Format Nota Dinas/Telaahan Staf Mengantar Surat Kuasa Khusus

6. DI. 514 A Format Replik 7. DI. 514 B Format Duplik

8. DI. 515 A Format Jawaban Gugatan 9. DI. 515 B Format Gugatan

10. DI. 516 Format Akta Bukti

11. DI. 517 Format Surat Kuasa Substitusi

12. DI. 518 A Format SK Pembatalan Pelaksanaan Putusan Pengadilan 13. DI. 518 B Format SK Pembatalan Karena Cacat Administrasi

(35)

Referensi

Dokumen terkait

Zhenjiang Maoyuan Chemical dari Cina dengan kapasitas prosuksi 6000 ton per tahun, oleh karena itu dengan lokasi pabrik yang dekat dengan pengambilan bahan baku

Pada Pilkada banyak ditemui kampanye yang menggunakan fasilitas negara yang tidak sesuai dengan UU pasal 98 ayat (1) huruf h.. Masa kampanye seharusnya tidak usah diatur, namun

Dengan kata lain model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan suatu masalah menjadi titik awal dari proses

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (10) dan Pasal 32 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam suatu pembuatan maupun pengembangan suatu sistem, banyak sekali gambaran yang dapat diterapkan ke suatu bentuk rancangan sistem tersebut.. Seperti halnya dalam bentuk

[r]

- Siswa menerima tugas dari guru, yaitu menulis puisi bebas sesuai dengan tema yang ditentukan.b. - Guru beserta siswa mengakhiri kegiatan belajar

Latar belakang dari penelitian ini adalah semakin baik kedisiplinan dan semangat karyawan makin tinggi tingkat prestasi kerja yang akan dicapai, disamping itu