• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tahunan 2016 PPATK - PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Tahunan 2016 PPATK - PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

LAPO RAN TAHUNAN

2 0

1 6

(2)

Sa m b uta n

Assalamu’alaikum wr wb.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan

puji dan syukur kehadirat Allah SWT

yang telah memberi kita kelapangan,

kesempatan, dan kemampuan untuk dapat

mengelola dan mengembangkan Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) guna kepentingan bangsa dan

negara dalam upaya memelihara stabilitas

sistem keuangan perekonomian nasional

secara umum, dan secara khusus untuk

membantu penegakan hukum dengan

mencegah dan memberantas Tindak Pidana

Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana

Pendanaan Terorisme (TPPT) di Indonesia.

Sesuai amanat Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, maka PPATK

membuat Laporan Tahunan 2016 yang berisi

tentang pelaksanaan tugas PPATK dalam

melaksanakan fungsi pencegahan dan

pemberantasan TPPU dan TPPT. Fungsi ini

ditunjang dengan pelaksanaan manajemen

internal berbasis Teknologi Informasi guna

mewujudkan Good Governance secara

efektif dan efisien. PPATK juga terus

berupaya untuk mendukung implementasi

Nawa Cita, terutama terkait dengan Nawa

Cita ke-IV yaitu menolak negara lemah

dengan melakukan reformasi sistem dan

penegakan hukum yang bebas korupsi,

bermartabat, dan terpercaya.

KIAGUS AHMAD BADARUDDIN

(3)

Selama periode tahun 2016, begitu

banyak dinamika yang terjadi beriringan

dengan capaian kerja yang telah PPATK

torehkan. Dimulai dengan keberhasilan

meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) selama sepuluh tahun beruntun,

pencapaian peringkat kedua dalam

BKN Award 2016 kategori Perencanaan

Kepegawaian, peringkat kedua Anugrah

Keterbukaan Informasi Publik, raihan

predikat Sangat Baik dalam Akreditasi

Kearsipan ANRI, menggali potensi

pendapatan negara melalui sektor pajak

dengan nominal mencapai Rp.3,5 triliun,

sukses menyelenggarakan 2nd

Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit)

di Nusa Dua, Bali bekerjasama dengan

Australian Transaction Report and Analysis

Centre (AUSTRAC), hingga Ground Breaking

Institut Intelijen Keuangan Indonesia

(Indonesian Financial Intelligence Institute/

IFII) yang kelak menjadi Pusdiklat Anti

TPPU pertama dan rujukan di kawasan Asia

Tenggara.

Ucapan terima kasih secara tulus

kami sampaikan atas berbagai dukungan

yang tak henti dari lembaga/instansi

pemerintah terkait seperti Presiden

Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia, Bank Indonesia,

Otoritas Jasa Keuangan, Mahkamah

Agung, Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Hukum dan HAM, Pengadilan

Negeri, Kementerian Luar Negeri, Komisi

Pemberantasan Korupsi, dan stakeholder

terkait. Tidak lupa juga rasa terima kasih

kepada rekan-rekan pers dan masyarakat

dalam upaya bersama memberantas TPPU

di negeri yang kita cintai ini. Yakinlah,

tanpa dukungan dari stakeholders selama

ini, keberadaan PPATK tidak akan memiliki

makna.

Ke depan, masih setumpuk kerja dan

target pencapaian lain yang akan dikerjakan

oleh PPATK demi torehan hasil terbaik.

Semoga ke depan PPATK dapat berperan

semakin optimal, guna mewujudkan

harapan bersama bahwa segala bentuk

pencucian uang dapat dicegah dan

diberantas dari bumi pertiwi, dan bermuara

pada terwujud-nya kesejahteraan dan

kemakmuran, gemah ripah loh jenawi,

bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan

bangga kami sampaikan Laporan Tahunan

ini sebagai perwujudan nyata kerja, kerja,

dan kerja kami. 14 tahun PPATK, mari

bersinergi membangun negeri. Wassalamu’alaikum wr wb.

Jakarta, Januari 2017 Kepala PPATK

(4)

Menjadi

Lembaga Intelijen

Keuangan

Independen yang

Berperan Aktif dalam Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme

MISI

PPATK

1

2

3

4

5

Meningkatkan Kualitas

Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor

Meningkatkan Efektivitas

Pengelolaan Informasi dan Kualitas

Hasil Analisis yang Berbasis

Teknologi Informasi

Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan

Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil

Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan

Hukum, serta Pem-berian Rekomendasi kepada

Pemerintah

Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di

Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen

Internal untuk Mewujudkan Good Governance

dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara

(5)

Integritas

Tanggung Jawab

Profesional

Kerahasiaan

Kemandirian

5 NILAI DASAR PPATK

(INTAN PERMAI)

1

2

4

5

3

Konsistensi dan keteguhan yang tak

tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan

Melakukan sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban

Mampu menjaga informasi yang secara hukum bersifat rahasia, baik untuk kepentingan negara maupun lembaga

Mampu mengeluarkan segala potensi terbaik secara independent

(6)
(7)
(8)

Exe c utive Sum m a ry

Dalam rangka melaksanakan fungsi

pencegahan, saat ini sedang berproses

pembentukan Pusat Pendidikan dan

Pelatihan (Pusdiklat) PPATK, sebuah

cikal bakal pusat Diklat Anti TPPU

di regional Asia Tenggara. Tujuan

pembangunan Pusdiklat ini adalah

dalam rangka membangun rezim

anti pencucian uang yang efektif di

Indonesia serta memenuhi tuntutan

masyarakat terhadap peningkatan

kinerja yang secara terus menerus harus

ditingkatkan, khususnya dalam rangka

membantu menjaga stabilitas sistem

keuangan serta membantu penegakan

hukum di Indonesia. PPATK juga

berupaya untuk melakukan terobosan

baru dalam upaya pengembalian hasil

tindak pidana secara lebih optimal

dalam bentuk mendorong disahkannya

RUU Perampasan Aset. Salah satu

klausul dalam RUU Perampasan Aset

adalah Unexplained Wealth, yaitu

instrumen hukum yang memungkinkan

perampasan aset/kekayaan seseorang

yang memiliki harta dalam jumlah

tidak wajar (yang tidak sesuai dengan

sumber pemasukannya) tanpa mampu

membuktikan bahwa hartanya tersebut

diperoleh secara sah (bukan berasal

dari tindak pidana). Instrumen serupa

dikenal pula dalam United Nations

Convention Against Corruption

(UNCAC).

Selain itu, PPATK juga berupaya

untuk membatasi ruang gerak pelaku

tindak pidana khususnya tindak

pidana korupsi dan penyuapan

dengan mendorong disahkannya RUU

Pembatasan Transaksi Penggunaan

Uang Kartal. Pembatasan ini diperlukan

agar upaya penyuapan yang mengarah

pada tindak pidana korupsi dapat

(9)

Exe c utive Sum m a ry

Pembatasan transaksi tunai dalam

jumlah tertentu diharapkan dapat

mempersempit ruang gerak pelaku

tindak pidana dalam bertransaksi. PPATK

akan meningkatkan upaya pengawasan

kepatuhan kepada pihak pelapor dalam

melaksanakan kewajiban pelaporan

kepada PPATK, terutama kepada pihak

pelapor yang belum melaksanakan

kewajiban tersebut

Dalam melaksanakan tugas di

bidang pemberantasan TPPU dan TPPT,

kinerja PPATK terlihat dari peningkatan

signifikan terhadap jumlah inquiry

yang masuk, Hasil Analisis (HA)

yang dikeluarkan, jumlah pertukaran

informasi, serta pengaduan masyarakat

terkait kasus TPPU. Selain itu, PPATK

juga turut berkontribusi dalam upaya

bersama melawan illegal fishing

dengan menjadi bagian dari Satgas

Pemberantasan Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing yang digagas oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan

RI. Peran PPATK dalam Satgas tersebut

adalah support data terkait aliran

transaksi keuangan dan aset yang

dapat mengarahkan penyidik dalam

menentukan apakah telah terjadi tindak

pidana dan menemukan alat bukti dan

tersangkanya.

Kerja nyata PPATK dalam periode

tahun 2016 menuai hasil positif.

PPATK semakin aktif dilibatkan dalam

melakukan support data untuk seleksi

pejabat strategis di Kementerian /

Lembaga Negara serta BUMN. Amanah

yang diberikan oleh Bapak Presiden

dan Bapak Wakil Presiden RI dalam

membantu seleksi kabinet berlanjut

dengan makin dipercayanya PPATK

oleh berbagai lembaga strategis untuk

berkontribusi dalam mendapatkan

calon-calon pejabat yang berintegritas

khususnya melalui rekam jejak

transaksi keuangan mencurigakan

pejabat yang akan menempati posisi

penting. Selain itu, PPATK juga tetap

konsisten dan berpartisipasi dalam

upaya menggali potensi penerimaan

negara seoptimal mungkin dari sektor

pajak. 85 (delapan puluh lima) HA

proaktif telah menghasilkan potensi

penerimaan pajak sejumlah Rp2,1

triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah

pajak yang sudah dibayarkan sebesar

Rp2,1 triliun. 4 (empat) HA reaktif telah

ditindaklanjuti dengan penetapan pokok

pajak dan sanksi administrasi sebesar

Rp134,5 miliar. Dari jumlah tersebut,

jumlah pajak yang sudah dibayarkan

sebesar Rp131,9 miliar.

PPATK juga sukses dalam

menyelenggarakan 2nd

Counter-Terrorism Financing Summit (2nd CTF

Summit) bersama dengan AUSTRAC

di Nusa Dua, Bali, Agustus 2016. CTF

Summit merupakan inisiatif bersama

antara PPATK dan Australian Transaction

Report and Analysis Centre (AUSTRAC)

dalam rangka meningkatkan kegiatan

pertukaran informasi intelijen antar

negara, khususnya terkait tindak pidana

pendanaan terorisme. Kegiatan ini

pertama kali diselenggarakan sebagai

bentuk optimalisasi upaya pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana

pendanaan terorisme di tingkat kawasan

(10)

Lembaga PPATK pertama kali

dikenal di Indonesia dalam

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang yang

di-undangkan pada tanggal 17 April 2002.

Pada tanggal 13 Oktober 2003,

Undang-undang tersebut mengalami perubahan

dengan Undang-undang No. 25 Tahun

2003 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang. Dalam rangka

memberikan landasan hukum yang lebih

kuat untuk mencegah dan memberantas

tindak pidana pencucuan uang, pada

tanggal 22 Oktober 2010 diundangkan

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencuci-an Uang yang

menggantikan Undang-undang terdahulu.

Keberadaan Undang-undang No. 8

Tahun 2010 memperkuat keberadaan

PPATK sebagai lembaga independen dan

bebas dari campur tangan dan pengaruh

dari kekuasaan manapun. Dalam hal

ini setiap orang dilarang melakukan

segala bentuk campur tangan terhadap

pelaksanaan tugas dan kewenangan

PPATK. Selain itu, PPATK wajib menolak

dan/atau mengabaikan segala campur

tangan dari pihak mana pun dalam

pelaksanaan tugas dan kewenangan.

Dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian

uang, PPATK menggunakan pendekatan

mengejar hasil kejahatan (follow

the money) dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana. Pendekatan

ini dilakukan dengan melibatkan berbagai

pihak (dikenal dengan Rezim Anti

Pencucian Uang) yang masing-masing

memiliki peran dan fungsi signifikan,

diantaranya Pihak Pelapor, Lembaga

Pengawas dan Pengatur, Lembaga

Penegak Hukum, dan pihak terkait

lainnya. Pendekatan Anti Pencucian Uang

merupakan pendekatan yang melengkapi

pendekatan konvensional yang selama ini

dilakukan dalam memerangi kejahatan.

Pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan

dan terobosan dalam mengungkap

Se ka p ur Sirih

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

merupakan

lembaga sentral (

focal point

) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Secara internasional

PPATK merupakan suatu

Financial Intelligence Unit

(FIU) yang memiliki tugas dan

(11)

kejahatan, mengejar hasil kejahatan dan

membuktikannya di pengadilan. Dengan

keberadaan PPATK dan Rezim Anti Pencucian

Uang memiliki tujuan akhir untuk menjaga

stabilitas dan integritas keuangan serta

membantu upaya penegakan hukum untuk

menurunkan angka kriminalitas.

Selain itu, untuk menunjang efektifnya

pelaksanaan upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian

uang di Indonesia, melalui Peraturan

Presiden No. 6 Tahun 2012 tanggal 11

Januari 2012, telah ditetapkan

pem-bentukan Komite Koordinasi Nasional

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU)

yang diketuai oleh Menteri Koordinator

Bidang Politik Hukum dan Keamanan

dengan Wakil Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai

Sekretaris Komite. Anggota Komite TPPU

lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri

Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM,

Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung,

Kepala BIN, Gubernur Bank Indonesia,

Kepala BNPT dan Kepala BNN. Komite ini

bertugas mengkoordinasikan penanganan

pencegahan dan pem-berantasan tindak

pidana pencucian uang.

Selain dalam lingkup domestik, PPATK

secara aktif memanfaatkan koordinasi dan

kerjasama dengan FIU negara lain serta

Forum Internasional seperti The Egmont

Group. Berbagai kerjasama tersebut

dilaku-kan PPATK mengingat pencucian uang

merupakan kejahatan yang dilakukan

dengan memanfaatkan pengetahuan yang

multidisiplin, kemajuan teknologi serta

tidak mengenal batas wilayah. Partisipasi

aktif PPATK dalam forum internasional

me-nuai hasil positif, dengan dikeluarkannya

Indonesia sebagai negara yang masuk ke

dalam “Daftar Hitam” FATF. Keputusan itu

dibuat dalam pertemuan International

Cooperation Review Group (ICRG),

22-23 Juni 2015, di Brisbane, Australia

yang menyatakan Indonesia bersih dari

label tidak patuh terhadap implementasi

Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267

dan 1373 serta Rekomendasi FATF.

Ke-putusan ini menunjukan bahwa Indonesia

bisa memproklamirkan kepada dunia

tentang terjaganya kualitas integritas

sistem keuangan Indonesia sehingga

sistem keuangan nasional kita tidak

bisa dijadikan sarana maupun sasaran

kejahatan.

Di panggung internasional, PPATK

juga menunjukan eksistensi dan peran

strategisnya melalui penyelenggaraan

Counter-Terrorism Financing Summit

(CTF Summit). Kegiatan yang

diseleng-garakan bekerjasama dengan Australian

Tran-saction Report and Analysis Centre

(AUSTRAC) ini merupakan kegiatan

pertama di kawasan Asia Pasifik yang

membahas optimalisasi upaya bersama

pencegahan dan pemberantasan

pen-danaan terorisme. Tidak kurang 19

negara dan lebih dari 200 peserta

meng-hadiri kegiatan ini.

Peran serta publik dan stakeholder

merupakan modal penting untuk

men-dukung langkah-langkah yang dilakukan

PPATK dalam memerangi kejahatan

dengan pendekatan pengejaran hasil

kejahatan (follow the money) yang

bertujuan akhir untuk menjaga stabilitas

sistem keuangan dan menurunkan angka

kriminalitas. Besar harapan agar publik

selalu senantiasa bergerak beriring

bersama PPATK dalam mencegah dan

memberantas segala bentuk Tindak

Pidana Pencucian Uang serta Tindak

Pidana Pendanaan Terorisme. Kalau

(12)

12

LAPORAN T

AHUNAN

2016

S

tr

u

k

tu

r

O

rg

a

n

is

a

(13)

Pak Badar, panggilan akrabnya dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, 29 Maret 1957.

Ia menempuh pendidikan Diploma III Ekonomi

Perusahaan dan S1 ekonomi Manajemen di

Universitas Sriwijaya Palembang. Gelar Sarjana

Ekonomi diraihnya tahun 1986. Pendidikan S2

ditempuh di University of Illinois at

Urbana-Champaign dan mendapatkan gelar Master of

Science pada tahun 1991.

Perjalanan karir di Kementerian Keuangan dirintis

sejak tamat SMA tahun 1977, dimulai dari posisi pelaksana

hingga menduduki berbagai jabatan antara lain sebagai

Direktur Sistem Perbendaharaan, Direktur Pelaksanaan Anggaran,

Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Staf Ahli Bidang Pengeluaran

Negara, Sekretaris Jenderal, hingga Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.

Pada tahun 2003 ia juga pernah diangkat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan

Keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dian Ediana Rae adalah Doktor Hukum Ekonomi dari Universitas Indonesia sekaligus pejabat karir

di Bank Indonesia. Gelar doktor diraih dengan

predikat cum laude. Pendidikan sarjana ia

tempuh di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,

sedangkan Master bidang Hukum Bisnis ditempuh di

University of Chicago Law School.

Sebelum ditetapkan sebagai Wakil Kepala PPATK,

ia menjabat sebagai Kepala Departemen Regional I Bank

Indonesia. Dalam pengalaman karirnya di Bank Indonesia, ia

pernah ditempatkan di Direktorat Hukum, Direktorat Peraturan dan

Pengembangan Perbankan, Deputi Direktur Direktorat Internasional, hingga

pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di London,

Inggris, serta Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI yang

meliputi Jawa Barat dan Banten.

KEPALA PPATK

KIAGUS AHMAD BADARUDDIN

W A KIL KEPA LA PPA TK

(14)

SUC C ESS STO RY

2 0 1 6

2nd COUNTER-TERRORISM

FINANCING SUMMIT 2016,

SINERGI PERANGI PENDANAAN TERORISME

GROUNDBREAKING PUSDIKLAT

ANTI TPPU PPATK, PERTAMA DAN MENJADI RUJUKAN DI

KAWASAN ASIA TENGGARA

MENGGALI PENDAPATAN PAJAK MELALUI REZIM ANTI PENCUCIAN UANG

SUPPORT DATA UNTUK SELEKSI PEJABAT STRATEGIS DI KEMENTERIAN / LEMBAGA NEGARA

01

02

03

(15)

MENINGKATNYA HASIL ANALISIS YANG DITINDAKLANJUTI OLEH PENYIDIK

REGIONAL RISK ASSESSMENT ON TERRORIST

FINANCING: SINERGI FIU REGIONAL PERANGI

PENDANAAN TERORISME

SATU DEKADE SABET PREDIKAT WAJAR TANPA PENGECUALIAN

PERINGKAT KEDUA PENILAIAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERINGKAT KEDUA BKN AWARD KATEGORI PERENCANAAN KEPEGAWAIAN

DESAIN BARU WEBSITE PPATK

RAIH PREDIKAT SANGAT BAIK DALAM AKREDITASI KEARSIPAN

KOMITMEN 100% E-PROCUREMENT PPATK

05

06

07

08

10

11

12

(16)

2

nd

C O UNTER- TERRO RISM FINA NC ING

SUM M IT 2016

, SINERG I PERA NG I

PENDA NA A N TERO RISME

P

usat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK) bekerjasama

dengan Australian Transaction Reports

and Analysis Centre (AUSTRAC) sukses

menyelenggarakan kegiatan 2nd Counter

Terrorism Financing (CTF) Summit, dimana

kegiatan ini merupakan rangkaian lanjutan

kegiatan Counter Terrorism Financing

Summit yang sebelumnya

diselenggara-kan di Sydney, Australia pada tahun 2015.

Pada tahun ini, Indonesia diberikan

ke-percayaan untuk menjadi tuan rumah bagi

penyelenggaraan kegiatan 2nd Counter

Terrorism Financing (CTF) Summit yang

di-selenggarakan pada tanggal 8-11 Agustus

2016 di Bali dan dihadiri oleh Wakil Presiden

RI.

CTF Summit adalah pertemuan

khusus tahunan antar sesama pejabat

setingkat Menteri/Eselon I yang menangani

bidang anti-terorisme dan pejabat Kepala

FIU guna mempererat hubungan kerjasama

regional dalam rangka memfasilitasi dan

mengakomodasi maraknya isu terorisme

melalui pencegahan dan pemberantasan

pendanaan aksi terorisme, baik

perorang-an, kelompok maupun organisasi serta

afiliasinya.

Kegiatan ini membawa manfaat baik bagi

Indonesia dari sisi kerjasama internasional

maupun nasional dalam rangka persiapan

menghadapi mutual evaluation Indonesia

pada tahun 2017 mendatang, salah

satunya terkait komitmen melaksanakan

rekomendasi dalam memerangi tindak

pidana pendanaan terorisme yang telah

ditetapkan standar internasional dalam

40 Rekomendasi Financial Action Task

Force (FATF) khususnya Rekomendasi

CTF Summit adalah

pertemuan khusus

tahunan antar sesama

pejabat setingkat Menteri/

Eselon I yang menangani

bidang anti-terorisme dan

pejabat Kepala FIU guna

mempererat hubungan

kerjasama regional

8-11 AGUSTUS 2016

1

(17)

No. 5, 6, dan 8 yang merupakan

Reko-mendasi terkait langsung dengan isu

Counter–Terrorist Financing (CTF) yang

harus diterapkan di seluruh dunia termasuk

Indonesia. Rekomendasi tersebut meminta

setiap negara harus mampu melakukan

kerjasama nasional dan internasional dalam

mengidentifikasi, menilai dan memahami

resiko pendanaan terorisme atas negara

tersebut dan harus mengambil tindakan

mitigasi dengan mendayagunakan sumber

daya yang ada yang ditujukan untuk

memastikan bahwa resiko pendanaan

terorisme dapat dimitigasi secara efektif

dan berdaya guna. Tujuan lain yang

diangkat dalam CTF Summit ini antara lain:

1. Bekerja sama untuk mengidentifikasi

dan memahami secara utuh tingkat

ancaman yang ditimbulkan oleh

pen-danaan terorisme di wilayah regional

Asia Tenggara dan Australia, salah

satunya dengan menghasilkan produk

berupa Regional Risk Assessment on

Terrorist Financing (RRA on TF);

2. Berkolaborasi dan saling berbagi

informasi terkait dengan informasi

intelijen keuangan maupun info

terkait lainnya untuk mengidentifikasi

sekaligus melawan ancaman yang

dihasilkan oleh praktek pendanaan

terorisme dengan membentuk

Financial Intelligence Consultative

Group (FICG);

3. Berbagi teknik yang efektif untuk

mencegah aliran dana dan pendanaan

teroris masuk ke pasar keuangan

formal sesuai dengan jurisdiksi yang

berlaku;

4. Mendayagunakan program kemitra-an

pemerintah dengan swasta

(public-private partnerships) dalam rangka

menghadapi ancaman dari pendanaan

terorisme serta untuk memperkuat

keamanan pasar keuangan global dan

regional; dan

5. Memaksimalkan peran teknologi dalam

mengidentifikasi dan memutus mata

rantai aliran pendanaan terorisme.

Hasil yang dicapai dalam 2nd CTF

Summit antara lain pembentukan Financial

Intelligence Consultative Group (FICG),

pelaksanaan Regional Analyst Exchange,

serta peluncuran Regional Risk Assesment

on Terrorist Financing. Hasil akhir kegiatan

ini tertuang dalam Nusa Dua Statement

yang antara lain mengutuk serangan

teroris di berbagai negara, mendukung

revitalisasi peran PBB dan Dewan

Keamanan PBB dalam usaha memerangi

terorisme, menggarisbawahi bahwa ISIS

merupakan ancaman global terhadap

keamanan dan perdamaian internasional,

serta berkomitmen mempromosikan

kolaborasi yang lebih kuat dan inovasi

dalam memerangi pendanaan terorisme.

(18)

G RO UNDBREA KING

INSTITUT INTELIJEN

KEUA NG A N INDO NESIA , PERTA MA DA N

MENJA DI RUJUKA N DI KA WA SA N A SIA TENG G A RA

G

round Breaking Gedung Institut

In-telijen Keuangan Indonesia (Indonesian

Financial Intelligence Institute/IFII) digelar

di Tapos, Depok, pada 4 Mei 2016. Kelak,

IFII akan menjadi yang pertama sekaligus

rujukan di kawasan Asia Tenggara. Tujuan

pembentukan IFII adalah dalam rangka

membangun rezim anti pencucian uang

yang efektif di Indonesia serta memenuhi

tuntutan masyarakat terhadap peningkatan

kinerja yang secara terus menerus harus

ditingkatkan, khususnya dalam rangka

membantu menjaga stabilitas keuangan

serta membantu penegakan hukum di

Indonesia. PPATK berusaha untuk tetap

konsisten mengembangkan sumber daya

manusia baik yang ada di lingkungan PPATK

maupun para stakeholder lainnya dalam

upaya memecahkan masalah-masalah

yang krusial yang terus berkembang.

Perencanaan pembangunan IFII sudah

dilakukan sejak tahun 2014, dimulai dengan

kajian, pencarian lokasi, dan pengurusan

perizinan. Gedung IFII ini akan dibangun di

atas tanah eks aset BPPN, seluas 9510 m2.

4 MEI 2016

2

Acara simbolis serah terima pelaksanaan proyek pembangunan gedung PUSDIKLAT ANTI TPPU dari Kepala PPATK kepada Direktur PT. Nindya Karya sebagai kontraktor

(19)

Saat ini telah memiliki Sertifikat Hak Pakai tanggal 11 Juli 2015 atas nama Pemerintah

Republik Indonesia c.q. PPATK.

Di tengah adanya moratorium

pembangunan gedung-gedung pemerintah,

rencana pembangunan gedung ini telah

mendapat persetujuan dari Presiden RI

melalui Surat Menteri Sekretaris Kabinet RI

Nomor B.669/Seskab/Polhukam/11/2015

tanggal 11 November 2015. Proses Izin

Mendirikan Bangunan sudah dimulai sejak

tahun 2015. Saat ini sudah 95% dokumen

persyaratan IMB sudah dapat diselesaikan,

dan diharapkan dalam waktu yang tidak

terlalu lama, IMB sudah bisa diterbitkan

oleh Pemerintah Daerah Kota Depok.

Bangunan terdiri dari 3 lantai ruang

Diklat, 4 lantai asrama, dan 1 semi

basement dengan total luas hampir 10.000

m2, yang terdiri dari ruang pengelola Diklat,

5 ruang kelas, ruang wisma yang mampu

menampung 120 peserta didik, auditorium,

sarana ibadah, serta sarana olahraga

dan rekreasi. Gedung Diklat ini dirancang

sebagai sebuah bangunan yang ramah

lingkungan, meminimalisir penggunaan

energi listrik, melalui pemanfaatan

cahaya matahari, dan sesedikit mungkin

menggunakan pengatur udara elektronik.

Pengelolaan lingkungan taman yang asri,

pengelolaan air limbah untuk dipergunakan

kembali, dan meminimalkan pembuangan

air ke lingkungan sekitar dengan membuat

sumur-sumur resapan dan bak kontrol.

Untuk mewujudkan gedung IFII

ini, PPATK dibantu oleh konsultan dan

kontraktor yang telah dipilih melalui proses

lelang secara elektronik. PT Ciriajasa Cipta

Mandiri sebagai Konsultan Manajemen

Konstruksi, PT Patroon Arsindo sebagai

Konsultan Perencana, dan PT Nindya Karya

(Persero) sebagai Kontraktor Pelaksana

Konstruksi. Sesuai ketentuan yang berlaku,

PPATK juga dibantu oleh Tim Teknisi

dari Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat.

Diharapkan gedung IFII yang sedang

dibangun oleh PPATK tersebut dapat

meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh

pihak yang merupakan bagian dari rezim

anti pencucian uang di Indonesia sesuai

dengan tugas, fungsi, dan kewenangan

masing-masing pihak.

(20)

MENG G A LI PENDA PA TA N PA JA K MELA LUI

REZIM A NTI PENC UC IA N UA NG

SUPPO RT

DA TA

UNTUK SELEKSI

PEJA BA T STRA TEG IS

DI KEMENTERIA N /

LEMBA G A NEG A RA

S

alah satu dukungan penuh PPATK

dalam setiap kebijakan pemerintah

dilakukan dengan mengoptimalkan

pene-rimaan negara dari sektor perpajakan.

Produk Hasil Analisis (HA) dan Informasi

yang dihasilkan PPATK secara nyata telah

membantu meningkatkan pungutan pajak

untuk negara senilai lebih dari Rp3,5 triliun

rupiah. Pada periode tahun 2006 sampai

dengan Mei 2016, sebanyak 190 (seratus

sembilan puluh) Hasil Analisis dan 121

(seratus dua puluh satu) informasi PPATK

telah dikirimkan kepada Direktorat Jenderal

Pajak (DJP), dan dari jumlah tersebut, HA

dan Informasi yang telah ditindak lanjuti

DJP sebagai berikut:

a. 85 (delapan puluh lima) HA

proaktif telah menghasilkan potensi

penerimaan pajak sejumlah Rp3,5

triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah

pajak yang sudah dibayarkan sebesar

Rp3,5 triliun.

b. 4 (empat) HA reaktif telah

ditindaklanjuti dengan penetapan

pokok pajak dan sanksi administrasi

sebesar Rp134,5 miliar. Dari jumlah

tersebut, jumlah pajak yang sudah

dibayarkan sebesar Rp131,9 miliar.

Selain itu, PPATK juga telah menerima

permintaan informasi dari DJP tentang data

kepemilikan rekening 3.100 WP penunggak

pajak, dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK

dengan menyampaikan data 2.961 WP

kepada DJP. Selanjutnya, dari 2.961 data

WP tersebut, sebanyak 2.393 data WP

telah ditindaklanjuti oleh DJP dengan total

perkiraan hutang pajak sebesar Rp25,9

triliun.

S

ejak tahun 2014, PPATK telah

dipercaya oleh Presiden untuk

membantu dalam proses seleksi calon

menteri dan pejabat Eselon I. Sedangkan

berdasarkan SE MenPAN-RB No. 1 Tahun

2012 tentang Peningkatan Pengawasan

Dalam Rangka Mewujudkan Aparatur

Negara yang Berintegritas, Akuntabel dan MEI 2016

3

4

Transparan dinyatakan bahwa setiap orang

yang akan menduduki jabatan setingkat

eselon II harus melalui proses pengecekan

(21)

MENING KA TNYA HA SIL A NA LISIS YA NG

DITINDA KLA NJUTI O LEH PENYIDIK

ini, PPATK melakukan pengecekan track

record transaksi keuangan mencurigakan

dan data keuangan lainnya terhadap para

calon pejabat tersebut. Hasil pengecekan

yang dilakukan oleh PPATK tersebut

menjadi salah satu bahan pertimbangan

bagi Presiden ataupun para menteri

untuk menyeleksi calon pejabat yang

jujur, bersih dan berintegritas.

Sampai dengan November 2016,

PPATK telah menyampaikan informasi

untuk fit and proper test atas permintaan

Sekretariat Kabinet RI sebanyak 27

Surat, dan dari instansi lainnya sebanyak

24 surat.

K

egiatan analisis atas laporan dan

informasi transaksi keuangan

dituangkan dalam Hasil Analisis (HA).

Dalam hal hasil analisis menunjukkan

adanya indikasi TPPU dan/atau tindak

pidana lainnya, maka HA tersebut

disampaikan kepada pihak berwenang

untuk ditindaklanjuti.

HA yang ditindaklanjuti adalah HA

yang informasi tindak lanjutnya telah

diterima PPATK pada tahun berjalan, yang

menginformasikan bahwa atas HA PPATK

telah ditindaklanjuti dengan informasi

antara lain sebagai berikut:

a. Telah dilakukan pengumpulan

informasi/ penyelidikan/penyidikan

atas suatu kasus baru.

b. HA digunakan untuk memberikan

informasi tambahan atas kasus yang

tengah ditangani penyidik (antara lain

identifikasi pihak-pihak terkait, asset

tracing, keperluan blokir, penguatan

indikasi TPPU, perampasan aset).

c. HA digunakan untuk kepentingan

perpajakan.

d. HA digunakan untuk kepentingan

penuntutan (antara lain asset

recovery).

Selama tahun 2016 terdapat total

435 (empat ratus tiga puluh lima) HA dari

penyidik yang sudah diterima informasi

tindak lanjutnya oleh PPATK, antara lain

sedang dalam pengembangan dan analisis

(DJP), penyelidikan dan penyidikan.

Selama tahun 2016 terdapat

total 435 (empat ratus

tiga puluh lima) HA dari

penyidik yang sudah diterima

informasi tindak lanjutnya

oleh PPATK, antara lain

sedang dalam pengembangan

dan analisis (DJP),

penyelidikan dan penyidikan.

2 JANUARI 2016 - 30 NOVEMBER 2016

(22)

REG IO NA L RISK A SSESSM ENT O N

TERRO RIST FINA NC ING

: SINERG I FIU REG IO NA L

PERA NG I PENDA NA A N TERO RISME

T

indak pidana pendanaan terorisme

merupakan kejahatan yang bersifat

lintas batas negara yang penanganannya

sangat membutuhkan bantuan dan

kerjasama dari negara-negara di luar

Indonesia. Dalam rangka memperkuat

hubungan kerjasama pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pendanaan

terorisme sekaligus sebagai tindak lanjut

hasil NRA on TF yang telah diluncurkan

tahun 2015, pada tahun 2016 ini Indonesia

telah menjadi pemrakarsa dalam penilaian

risiko pendanaan terorisme untuk kawasan

Asia Tenggara dan Australia yang disebut

dengan Terrorist Financing Regional Risk

Assesment (RRA TF). RRA TF dimaksudkan

untuk melakukan penilaian risiko pendanaan

terorisme yang ada di wilayah Asia

Tenggara dan Australia, yang diharapkan

dapat membantu negara-negara yang ada

di wilayah tersebut untuk mengenal dan

memitigasi risiko pendanaan terorisme

yang terjadi di wilayah tersebut.

Negara-negara yang terlibat dalam kegiatan RRA TF

antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand,

Filipina, Singapura, dan Australia.

Secara khusus RRA TF bertujuan

untuk mengidentifikasi metode, teknik,

dan sarana yang digunakan teroris dan

organisasi teroris untuk menggalang dana,

memindahkan dana, dan menggunakan

dana. Penilaian juga ditujukan untuk

mengetahui kerentanan dan ancaman

pendanaan terorisme yang berpotensi

muncul dalam waktu 3 hingga 5 tahun ke

depan. Melalui kegiatan RRA TF ini telah 17-20 MEI 2016

6

(23)

dihasilkan pula rencana strategis dimasa

depan terkait anti pendanaan terorisme

yang bersifat lintas batas negara.

Untuk mensukseskan kegiatan RRA

TF pada tahun 2016 PPATK bersama

perwakilan negara yang terlibat dalam

kegiatan RRA TF ini telah melakukan

beberbagai kegiatan berupa koordinasi,

diskusi, dan pertemuan untuk menentukan

metodologi analisis dan pengumpulan

data dalam bentuk pengisian kuesioner.

Kegiatan berjalan sangat kondusif dan

efektif dengan menghasilkan kesepakatan

metode dalam pelaksanaan kegiatan

penilaian risiko pendanaan terorisme.

Dengan semangat untuk mensukseskan

kegiatan RRA TF ini pada tanggal 17-20

Mei 2016, di Hotel Aryaduta Bandung,

Jawa Barat, PPATK bersama stakeholders

anti pendanaan terorisme yang terdiri dari

Penyidik (Densus 88 Anti Teror dan Satgas

Terorisme Kejaksaan Agung RI), Badan

Intelijen Negara, Hakim dari Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat, Timur, Barat, Utara

dan Selatan serta Regulator (Bank Indonesia

dan Otoritas Jasa Keuangan) telah sukses

melaksanakan kegiatan FGD dalam rangka

pengisian kuesioner RRA TF. Hasil jawaban

kuesioner tersebut akan disatukan dengan

jawaban kuesioner RRA TF negara perserta

lainnya untuk mendapatkan hasil penilaian

secara regional menyeluruh untuk kawasan

Asia Tenggara dan Australia.

Aspek penilaian yang dilakukan lewat

kegiatan RRA TF ini yang telah diluncurkan

pada acara Counter Terrorist Financing

Summit (CTF) pada tanggal 7 sampai

11 September 2016 di Nusa Dua Bali,

diantaranya meliputi:

A. Modus Pendanaan Terorisme yang meliputi

a. Pengumpulan dana (Rising Fund)

1. Self-funding from legitimate

sources

2. Nonprofit organizations

3. Fundraising through social

media and crowdfunding

4. Criminal Activity

b. Pemindahan dana (Moving Fund)

1. Cross border movement of

funds/value

2. Banking system

3. Alternative remittance and

money service businesses

(24)

c. Penggunaan dana (Using Fund)

1. Operasional

Personnel mobility/travel

Weapon and explosive

materials

Training personnel

2. Organisasional

Window and family

charity

• Propaganda radicalization

meetings

Salary

Terrorist network

maintenance

B. Faktor yang Berpotensi menimbul-kan risiko

a. New Payment Method

b. ISIL dan pendanaan internasional

lainnya ke region

Kegiatan RRA TF ini menghasilkan

4 priority action yang harus mendapat

penanganan segera oleh para negara yang

berada di wilayah Asia Tenggara dan juga

Australia sebagaimana dapat digambarkan

pada bagan dibawah ini:

Terhadap priority action tersebut

beberapa diantaranya sudah dan akan

ditindaklanjuti oleh PPATK bersama

instansi terkait lainnya diantaranya

adalah: Riset sectoral risk assessment

mengenai NPO yang sudah dilakukan

tahun 2016, serta riset tahun 2017 yang

akan ditujukan untuk memenuhi priority

action diantaranya adalah riset Regional

Risk Assessment mengenai NPO (RRA

NPO) dan Riset mengenai Cross Border

Movement of funds/value yang diharapkan

kedepannya risiko pendanaan terorisme

yang terjadi dapat dicegah dan diberantas

bersama bukan hanya melibatkan otoritas

negara Indonesia namun juga

negara-negara dimana Indonesia berdekatan yakni

negara-negara dikawasan Asia Tenggara

dan juga Australia.

(25)

20 SEPTEMBER 2016

7

SA TU DEKA DE SA BET PREDIKA T WA JA R

TA NPA PENG EC UA LIA N

K

omitmen PPATK dalam pengelolaan

keuangan pemerintah yang transparan

dan akuntabel kembali mendapat Opini

WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Opini BPK merupakan pengakuan

profesio-nal pemeriksa mengenai kewajaran

infor-masi keuangan yang disajikan dalam

laporan keuangan dengan memperhatikan

kesesuaian penyajian Laporan Keuangan

dengan Standar Akuntansi Pemerintah

(SAP), kecukupan pengungkapan informasi

keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai

dengan pengungkapan yang diatur SAP,

kepatuhan terhadap Peraturan

Perundang-undangan, dan Efektifitas Sistem

Pengendalian Intern.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan kembali berhasil

mempertahan-kan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

sepuluh kali berturut-turut sejak tahun

2006 s.d tahun 2015 dari Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan

Tahun 2015 yang merupakan tahun

pertama penerapan Standar Akuntansi

Pemerintah Berbasis Akrual sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Penyerahan penghargaan atas

keber-hasilan K/L dalam memepertahankan

Opini WTP 5 Tahun berturut turut

dilaku-kan di sela acara pembukaan Rapat

Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi

dan Pelaporan Keuangan Pemerintah

Tahun 2016 yang bertajuk “Mewujudkan

Percepatan Pembangunan Infrastruktur

bertempat di Istana Negara, Jakarta pada

hari selasa 20 september 2016. Sementara

untuk piagam penghargaan Pemerintah

Republik Indonesia kepada Kementerian /

Lembaga atas capaian Opini Wajar Tanpa

Pengecualian untuk Laporan Keuangan

Kementerian Negara dan Lembaga Tahun

2006 s.d. 2016 diberikan langsung secara

simbolik oleh Menteri Keuangan Republik

Indonesia, Ibu Sri Mulyani kepada Sekretaris

Utama PPATK Bapak Bjardianto Pudjiono di

Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan

Jakarta.

Standar Akuntansi Pemerintah berbasis

akrual merupakan basis akuntansi dimana

transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya

(penerimaan dan/atau pengeluaran)

diakui, dicatat dan disajikan dalam Laporan

Keuangan pemerintah pada saat terjadinya

transaksi tersebut tanpa memperhatikan

waktu kas atau setara kas diterima atau

dibayarkan.

Dalam prosesnya, BPK mengerahkan

300 akuntan untuk mengaudit

kementeri-an/lembaga atas Laporan Keuangan

(26)

Kementerian Negara/Lembaga (LKK/L)

pada tahun anggaran 2015. Hasilnya,

jumlah kementarian/lembaga (K/L) yang

memperoleh opini Wajar Tanpa

Pengecuali-an (WTP) tercatat mencapai 56 K/L,

PERING KA T KEDUA PENILA IA N

KETERBUKA A N INFO RMA SI PUBLIK

PERING KA T KEDUA BKN

A W A RD

KA TEG O RI

PERENC A NA A N KEPEG A WA IA N

P

restasi hebat kembali diukir oleh PPATK.

Lembaga intelijen di bidang keuangan ini

menyabet predikat terbaik kedua Keterbukaan

Informasi Publik di kategori Lembaga Non Struktural.

Penilaian ini dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat

sebanyak 26 K/L mendapatkan opini Wajar

Dengan Pengecualian (WDP) dan 4 K/L

mendapatkan opini Tidak Mendapatkan

Pendapat.

20 SEPTEMBER 2016

26 MEI 2016

8

9

(KIP), dan penghargaan diberikan

langsung oleh Wakil Presiden

RI Dr. Muhammad Jusuf Kalla.

Raihan ini merupakan wujud

nyata pelaksanaan kewajiban

PPATK sebagai Badan Publik untuk

mengumumkan, menyediakan,

melayani permohonan Informasi

Publik, dan melakukan pengelolaan

informasi dan dokumentasi sesuai

dengan Undang-undang No. 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik. Adanya

penghargaan ini juga merupakan

salah satu bentuk komitmen

PPATK dalam mewujudkan

penyelenggaraan negara yang

transparan, efektif, efisien, dan

akuntabel.

P

usat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan mendapatkan peringkat

kedua pada BKN Award 2016 dalam kategori

Perencanaan Kepegawaian. BKN Award 2016

merupakan penghargaan yang diberikan

oleh Pemerintah RI kepada unit-unit

kepegawaian instansi/Badan Kepegawaian

Daerah (BKD) seluruh Indonesia yang

terdiri dalam 8 (delapan) kategori yaitu

Perencanaan Kepegawaian, Pelayanan

Pengadaan dan Kepangkatan, Pelayanan

Pensiun, Implementasi Computer Assisted

Test dalam Manajemen Aparatur Sipil

Negara, Implementasi Penilaian Kinerja,

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menerima

(27)

DESA IN BA RU

W EBSITE

PPA TK

AGUSTUS 2016

10

Implementasi Assessment

Center, Pelaksanaan e-PUPNS

dan BKD Inovatif.

Trofi BKN Award yang

didapatkan oleh PPATK

di-serahkan oleh Wakil Presiden

Republik Indonesia Jusuf Kalla

kepada Sekretaris Utama

PPATK, Bjardianto Pudjiono,

dalam acara Rapat Koordinasi

Nasional (Rakornas) Kepegawaian, Kamis

(26/5) bertempat di Hotel Bidakara Jakarta.

Kriteria penilaian dalam kategori

Peren-canaan Kepegawaian meliputi kelengkapan

dan kebenaran dokumen kepegawaian,

ketepatan waktu pengusulan

dokumen kepegawaian,

pro-posionalitas anggaran belanja

pegawai dan anggaran

belanja pembangunan serta

rasionalitas usulan dengan

kebutuhan sesuai dengan

Batas Usia Pensiun (BUP). Atas

penghargaan yang dimaksud,

PPATK berkomitmen untuk

terus meningkatkan pelayanan pengelolaan

kepegawaian kepada seluruh Pegawai

sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

S

ejak Agustus 2016, PPATK meluncurkan

desain website baru yang merupakan

penyempurnaan dari tampilan dan konten

website sebelumnya. Tampilan baru ini

dapat dilihat di www.ppatk.go.id.

Desain website baru PPATK

menampil-kan tampilan berita utama yang lebih

menarik, sebaran laporan transaksi

keuang-an mencurigakkeuang-an dari seluruh wilayah

Indonesia yang disajikan dalam bentuk

infografis, begitu juga dengan tampilan

statistik laporan transaksi keuangan dan

statistik kinerja dan reformasi birokrasi

yang ditayangkan dalam bentuk grafis dan

dapat dipantau langsung oleh publik.

Guna semakin mendekatkan PPATK

kepada publik, website baru PPATK juga

dilengkapi dengan fitur whistleblowing

system, pengaduan pencucian uang,

layanan pemohon informasi publik, hingga

e-learning yang berfungsi sebagai sarana

belajar bagi masyarakat.

Sebagai bukti komitmen PPATK dalam

mengimplementasikan Instruksi Presiden

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan

Komunikasi Publik, tampilan website baru

PPATK juga menampilkan Government

Public Relations (GPR), yang merupakan

bentuk sinergi kehumasan pemerintah

(28)

P

ada tahun 2016, Pihak Pusat Akreditasi Kearsipan Arsip Nasional Republik

Indonesia (ANRI) melakukan penilaian

akreditasi kearsipan melalui kegiatan

verifikasi lapangan dan uji petik dalam

rangka kegiatan akreditasi unit kearsipan

di lingkungan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan dari bulan Maret

sampai dengan bulan November 2016. Hasil

dari penilaian tersebut ditampilkan pada

acara Rapat Pleno yang diselenggarakan

oleh pihak ANRI dengan mengundang para

pengelola arsip di Unit Kearsipan PPATK.

Aspek-aspek yang dinilai oleh pihak

Pusat Akreditasi Kearsipan ANRI, antara

lain Aspek Pengelolaan Arsip Dinamis,

Aspek Sumber Daya Manusia Kearsipan,

dan Aspek Sarana dan Prasarana Kearsipan.

Hasil yang dicapai dari kegiatan rapat pleno

ini adalah keterangan hasil akreditasi yang

dicapai oleh Unit Kearsipan Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan yaitu

sebesar 89,85 (Delapan Puluh Sembilan

Koma Delapan Puluh Lima) dengan predikat

Sangat baik.

Hasil penilaian Akreditasi Kearsipan

ini menjadi semangat bagi Unit Kearsipan

PPATK untuk semakin meningkatkan

kegiatan pengelolaan arsip serta

mengetahui kondisi pengelolaan arsip

di seluruh unit pengolah dan mengukur

tingkat kepatuhan unit pengolah terhadap

Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan Pada

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan, sehingga pengelolaan arsip di

seluruh unit kerja menjadi lebih baik lagi

nantinya.

RA IH PREDIKA T SA NG A T BA IK DA LA M

A KREDITA SI KEA RSIPA N

NOVEMBER 2016

11

(29)

KO MITMEN 100%

E- PRO C UREM ENT

PPA TK

D

alam rangka mewujudkan birokrasi yang

bersih dan akuntabel telah dilakukan

beberapa upaya untuk melaksanakan

program reformasi pengadaan barang

dan jasa pemerintah (PBJP) yang hasilnya

ditunjukkan antara lain dengan semakin

meningkatnya transaksi pengadaan secara

elektronik dan efisiensi belanja negara

Hal ini sejalan dengan arah kebijakan

pembangunan nasional yang ditujukan

untuk memantapkan pembangunan secara

menyeluruh di berbagai bidang.

LKPP sebagai lembaga pemerintah

yang berfungsi melakukan pembinaan dan

pengembangan sistem informasi serta

pengawasan penyelenggaraan pengadaan

barang/jasa pemerintah secara elektronik,

memberikan apresiasi kepada LPSE

Kementrian /Lembaga /Institusi /Daerah

dalam bentuk penganugrahan National

Procurement Award. Penganugrahan

National Procurement Award ini sekaligus

menjadi dorongan kepada seluruh K/L/D/I untuk Meningkatkan Kualitas LPSE dalam

membenahi sektor pengadaan barang dan

jasa.

Tahun ini LKPP membagikan 50 tropi

dan sertifikat penghargaan dengan lima

kategori yang diperebutkan, dimana PPATK

berhasil memperoleh penghargaan dalam

katagori “Komitmen 100% eProcurement”.

Komitmen pengadaan barang/jasa di

lingkungan PPATK secara elektornik telah

dilakukan secara konsisten sejak tahun

2010 sampai dengan sekarang melalui

LPSE Kementrian Keuangan. AGUSTUS 2016

(30)

BIDANG

PENC EG A HA N

PERSIAPAN INDONESIA

HADAPI MUTUAL

EVALUATION 2017

SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT

RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK PIDANA SECARA OPTIMAL

PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI

01

02

03

(31)

UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI

PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION

PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2/2016

INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT

DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN

PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI

INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016

MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN

05

06

07

08

09

11

12

13

(32)

M

utual Evaluation (ME) merupakan proses peer review yang dilaksanakan

untuk menentukan tingkat kepatuhan

negara anggota Asia Pacific Group on

Money Laundering (APG) dalam penerapan

standar internasional Anti Pencucian

Uang dan Pemberantasan Pendanaan

Terorisme (APU/PPT) yang dikeluarkan

oleh Financial Action Task Force (FATF).

Standar internasional tersebut terdiri dari

40 rekomendasi yang dikenal dengan

nama “FATF Recommendation”. FATF

Recommendation/Rekomendasi FATF

sebagaimana dimaksud mencakup standar

dalam hal regulasi, pengawasan terhadap

penyedia jasa keuangan serta penyedia

barang dan jasa lainnya, serta penegakan

hukum dalam rezim APU/PPT.

ME melibatkan proses desk-based

review dan on-site visit ke negara anggota

APG oleh tim yang terdiri dari perwakilan

negara anggota APG dan Sekretariat APG

yang komposisisnya terdiri atas pakar/ahli

di bidang hukum, keuangan dan pengaturan

Penyedia Jasa Keuangan/Penyedia Barang

dan Jasa, serta penegakan hukum.

Tujuan dari dilaksanakannya ME

adalah untuk memastikan negara anggota

memenuhi dua faktor sebagai berikut:

i. Technical Compliance (TC) yakni

kepatuhan negara anggota dalam

memenuhi Rekomendasi FATF yang

di antaranya diwujudkan dengan

adanya regulasi yang memadai; bukti

data maupun statistik dari penerapan

Rekomendasi FATF; serta adanya

wewenang yang nyata pada competent

authorities.

ii. Effectiveness merupakan ukuran

efektivitas penerapan dari regulasi

yang ada mengenai APU/PPT. Tujuan

dari diujinya efektivitas adalah untuk

meningkatkan outcome dari penerapan

Rekomendasi FATF; mengidentifikasi

sejauh mana rezim APU/PPT nasional

mencapai tujuan dari Rekomendasi

FATF dan mengidentifikasi kelemahan

sistemik; membantu negara untuk

memprioritaskan langkah-langkah

untuk memperkuat sistem APU/PPT

nasional.

Hasil dari ME akan pada

tingkat internasional

menentukan penilaian dunia

internasional terhadap

kematangan rezim APU/

PPT Indonesia yang akan

mempengaruhi reputasi

dan citra sistem inansial

dan sistem hukum di

Indonesia dalam kaitannya

dengan pencegahan dan

pemberantasan tindak

pidana pencucian uang dan

pendanaan terorisme.

PERSIA PA N INDO NESIA HA DA PI

(33)

Hasil dari ME akan menentukan

pe-nilaian dunia internasional terhadap

kematangan rezim APU/PPT Indonesia

yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

reputasi dan citra sistem finansial dan

sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya

dengan pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang dan

pendanaan terorisme. Citra dan reputasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan

antara lain dalam penanaman modal asing/

investasi, penerbitan obligasi oleh negara,

maupun dalam pengembangan industri

keuangan nasional ke tingkat global.

Pada tingkat nasional, kepatuhan

Indonesia dalam pelaksanaan Rekomendasi

FATF yang dinilai dalam ME akan

membantu Indonesia untuk memperkuat

kerangka nasional APU/PPT yang akan

mempermudah instansi terkait dalam

mempersulit aktivitas dari pelaku tindak

pidana pencucian uang dan tindak pidana

asal.

Bagi PPATK, selaku focal point dari

rezim APU/PPT di Indonesia, proses ME

akan memberikan gambaran utuh atas

kondisi rezim APU/PPT di Indonesia ditinjau

dari perspektif standar global. Lebih lanjut,

proses ME akan membuat PPATK untuk

dapat:

1. mengidentifikasi kekurangan dan

kelemahan dari peraturan-peraturan

turunan UU No. 8 tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang maupun UU

No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pendanaan Terorisme sehingga dapat

dilakukan perbaikan;

2. merumuskan strategi nasional untuk

mengatasi kelemahan-kelemahan

yang ditemukan dalam proses ME; dan

3. menunjukkan komitmen Indonesia

kepada dunia Internasional dalam

pencegahan dan pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang dan

Pendanaan Terorisme.

Pada bulan November 2017 mendatang,

Indonesia akan mendapat giliran untuk

dievaluasi oleh tim evaluator yang akan

ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia

(34)

menolak untuk dievaluasi dalam kerangka

ME, maka hal tersebut akan berdampak

pada diragukannya komitmen Indonesia

oleh dunia internasional dalam pencegahan

dan pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Pada tingkat yang paling merugikan

adalah Indonesia akan dicantumkan dalam

FATF public statement/blacklist yang

berdampak pengenaan sanksi berupa

counter-measures yang dapat berdampak

pada terganggunya sistem keuangan dan

menghambat perkembangan investasi di

Indonesia. Counter-measures dimaksud

antara lain meliputi:

1. penolakan pembukaan cabang, anak

usaha atau kantor perwakilan dari

industri finansial indonesia di negara

lain.

2. penolakan pembukaan cabang, anak

usaha atau kantor perwakilan dari

industri finansial asing di indonesia.

3. melakukan pembatasan hubungan

usaha atau transaksi keuangan dengan

institusi keuangan di indonesia

4. melakukan review, perubahan atau jika

diperlukan menghentikan hubungan

korespondensi dengan lembaga

keuangan di indonesia.

Dalam proses persiapan ME dan

pelaksanaan ME sendiri akan melibatkan

cukup banyak instansi terkait sehingga

dibutuhkan kerja sama dan koordinasi

yang sinergis guna mensukseskan ME

2017 mendatang. Instansi terkait yang

terlibat adalah Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan sebagai focal point,

kemudian Mahkamah Agung; Kementerian

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan

(35)

Pada bulan November 2017

mendatang, Indonesia akan

mendapat giliran untuk

dievaluasi oleh tim evaluator

yang akan ditentukan oleh

APG. Apabila Indonesia

menolak untuk dievaluasi

dalam kerangka ME, maka

hal tersebut akan berdampak

pada diragukannya

komitmen Indonesia

oleh dunia internasional

dalam pencegahan dan

pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang dan

Pendanaan Terorisme

Keamanan; Kementerian Dalam Negeri;

Kementerian Luar Negeri; Kementerian

Keuangan; Kementerian Hukum dan HAM;

Kementerian Agama; Kementerian Sosial;

Kementerian Koperasi dan UKM; Kejaksaan

RI; Kepolisian Negara RI; Badan Narkotika

Nasional; Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme; Badan Intelijen Nasional; Badan

Pengawas Tenaga Nuklir; Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditi; Bank

Indonesia; dan Otoritas Jasa Keuangan.

Sampai dengan akhir tahun 2016

koordinasi terkait persiapan ME telah

dilakukan dan akan terus dilakukan

secara intensif. Koordinasi yang dilakukan

antara lain dalam hal sosialisasi mengenai

ME kepada instansi terkait, action plan

jangka pendek maupun jangka panjang,

kekurangan Indonesia yang perlu diatasi

dalam menghadapi ME, serta inisiasi

penyusunan peraturan untuk mendukung

pencegahan dan pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme di Indonesia.

Berdasarkan self-assessment yang

telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia

masih menghadapi banyak defisiensi baik

dari segi technical compliance maupun

effectiveness sehingga untuk mendapatkan

hasil yang memuaskan dalam ME tentunya

dibutuhkan komitmen dan dukungan yang

kuat dari pemerintah, serta kerja sama

yang lebih baik lagi diantara instansi terkait

(36)

02

I

nstitut Intelijen Keuangan Indonesia

(Indonesian Financial Intelligence

Institute/IFII) merupakan unit kerja baru

setingkat eselon II yang dibentuk melalui

Rancangan Peraturan Presiden yang saat

ini tinggal menunggu pengesahan dari

Presiden RI. IFII dibentuk dengan tujuan

meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh

pihak yang merupakan bagian dari rezim anti

pencucian uang di Indonesia sesuai dengan

tugas, fungsi, dan kewenangan

masing-masing pihak, melalui pengembangan

sumber daya manusia atas kompetensi

dan pengetahuan pegawai PPATK dan

pemangku kepentingan melalui pendidikan

dan pelatihan di bidang pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian

uang dan pendanaan terorisme.

PPATK telah menyusun Program dan

Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri

dari 48 (empat puluh delapan) program

diklat. Program Diklat yang rencananya

akan mulai dilaksanakan pada Bulan

Februari tahun 2017 berjumlah 21 dari 48

Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK.

IFII mendapat sambutan positif menjelang

pembukaannya. Hal tersebut terbukti

dengan antusiasnya beberapa Penyedia

Jasa Keuangan (PJK) yang berencana

memperkaya pemahamannya melalui IFII.

Selain itu beberapa lembaga Diklat seperti

FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal

sudah mulai menawarkan kerjasama

pelatihan. Bahkan lembaga donor

internasional seperti UNODC dan AIPEG

juga telah menyatakan ketertarikannya

untuk mendukung penyelenggaraan

kegiatan di IFII.

SELA MA T DA TA NG INSTITUT

INTELIJEN KEUA NG A N INDO NESIA

(37)

03

RUU PERA MPA SA N A SET, TERO BO SA N

BA RU PENG EMBA LIA N HA SIL TINDA K

PIDA NA SEC A RA O PTIMA L

S

aat ini Indonesia tengah menyusun

ketentuan yang memungkinkan

dilakukannya perampasan aset tanpa

pemidanan atau yang dikenal dengan

istilah non conviction based (NCB) asset

forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan

dilakukannya perampasan aset tanpa harus

menunggu adanya putusan pidana yang

berisi tentang pernyataan kesalahan dan

pemberian hukuman bagi pelaku tindak

pidana.

RUU Perampasan Aset Tindak

Pidana dibuat berdasarkan beberapa

pertimbangan:

a. Pertama, bahwa sistem dan mekanisme

yang ada mengenai perampasan

aset hasil tindak pidana berikut

instrumen yang digunakan untuk

melakukan tindak pidana, pada saat

ini belum mampu mendukung upaya

penegakan hukum yang berkeadilan

dan meningkatkan kesejahteraan

rakyat sebagaimana diamanatkan

oleh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Kedua, bahwa pengaturan yang

jelas dan komprehensif mengenai

pengelolaan aset yang telah dirampas

akan mendorong terwujudnya

penegakan hukum yang profesional,

transparan, dan akuntabel.

c. Ketiga, bahwa berdasarkan

pertimbangan pertama dan kedua,

maka perlu membentuk

Undang-Undang tentang Perampasan Aset

Tindak Pidana; dengan mengingat

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20

Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Adapun sasaran yang ingin dicapai

dari pembentukan dan penyusunan RUU

Perampasan Aset Tindak Pidana adalah:

a. menyediakan ketentuan hukum yang

bersifat komprehensif yang dapat

digunakan oleh aparat penegak

hukum dan aparat pemerintah lainnya

(38)

perampasan hasil dan instrumen tindak

pidana.

b. mendorong agar pengembalian hasil

tindak pidana bisa dilaksanakan secara

optimal melalui mekanisme yang

efektif, dalam waktu yang singkat dan

sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

c. mengimbangi perkembangan di dunia

internasional di bidang penegakan

hukum khususnya dalam rangka

pengembalian hasil dan instrumen

tindak pidana atau asset recovery

antar negara.

Salah satu klausul yang dimasukkan

dalam RUU tersebut adalah unexplained

wealth. Konsep yang berhubungan, illicit

enrichment, juga masuk dalam RUU Tindak

Pidana Korupsi. Unexplained wealth adalah

instrumen hukum yang memungkinkan

perampasan aset/kekayaan seseorang

yang memiliki harta dalam jumlah

tidak wajar (yang tidak sesuai dengan

sumber pemasukannya) tanpa mampu

membuktikan bahwa hartanya tersebut

diperoleh secara sah (bukan berasal dari

tindak pidana). Instrumen serupa dikenal

pula dalam United Nations Convention

Againts Corruption (UNCAC). Aset

seseorang yang didaftarkan atas nama

pihak ketiga (misalnya anggota keluarga)

tetap dapat dianggap sebagai aset/harta

orang tersebut selama dapat dibuktikan

adanya peralihan aset pada pihak ketiga

tersebut.

Penyusunan RUU Perampasan Aset

Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia

yang dibentuk berdasarkan Keputusan

Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut

beranggotakan wakil dari instansi-instansi

terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan,

KPK, PPATK, Kementerian Luar Negeri,

Kementerian Keuangan, Kementerian

PAN RB, Setneg, dan Kementerian

Hukum dan HAM sebagai ”focal point”.

Adapun sistematika dan substansi yang

diatur dalam RUU tersebut antara lain

adalah sebagai berikut: Penelusuran,

pemblokiran, penyitaan, dan perampasan;

Illicit enrichment/unexplained wealth;

we-wenang mengajukan permohonan

perampasan aset dan wewenang

pengadilan untuk mengadili; pengelolaan

aset; perlindungan dan kompensasi;

perlindungan terhadap pihak ketiga yang

beritikad baik.

RUU ini masuk dalam long list Program

Legislasi Nasional (Prolegnas) pada DPR-RI

masa bakti 2009-2014. Pembahasan RUU

ini telah sampai pada tahap harmonisasi

(penghalusan) antar kementerian dan

dinyatakan selesai pada tanggal 16 Maret

2012. Pengharmonisasian ini melibatkan

perwakilan dari Sekretariat Negara,

Kemenkeu, Polri, Kejaksaan Agung, KPK,

Salah satu klausul yang

dimasukkan dalam

RUU Perampasan Aset

adalah unexplained

wealth. Unexplained

wealth adalah

(39)

PPATK, Kemenlu, Satgas Pemberantasan

Mafia Hukum, Kemenpan dan RB, serta

Kemenkumham.

Selanjutnya melalui surat dari

Sekretariat Negara Nomor:

B-175/Kem-setneg/d-4/PU.00/09/2014 tanggal 25

September 2014 perihal Penyampaian

Kembali Rancangan Undang-Undang (RUU)

tentang Perampasan Aset Tindak Pidana

dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Menteri Keuangan telah membubuhkan

paraf atas RUU dimaksud kecuali

pada halaman 24 batang tubuh dan

halaman 13 penjelasan RUU dimaksud

sebagaimana disampaikan melalui

surat Nomor S-585/MK.01/2014

tanggal 5 September 2014.

Sistematika dan

substansi yang

diatur dalam RUU

tersebut antara

lain Penelusuran,

pemblokiran,

penyitaan, dan

perampasan;

Illicit enrichment/

unexplained wealth;

wewenang mengajukan

permohonan

perampasan aset

dan wewenang

pengadilan untuk

mengadili; pengelolaan

aset; perlindungan

dan kompensasi;

perlindungan terhadap

pihak ketiga yang

beritikad baik.

2) Jaksa Agung RI belum dapat

membubuhkan paraf persetujuan atas

RUU tersebut sebagaimana

disampai-kan melalui surat Nomor B-120/A/

Chk.1/07/2014 tanggal 10 Juli 2014.

Adapun keberatan Kejaksaan terkait

dengan lembaga pengelolaan aset

karena dikejaksaan sudah ada lembaga

sejenis.

3) Kepala Kepolisian Negara RI belum

dapat membubuhkan paraf persetujuan

atas RUU tersebut sebagaimana

disampaikan melalui surat Nomor

B/1943/VI/2014/Divkum tanggal 24

Juni 2014. Adapun Keberatan POLRI

terkait peran penyidik karena harus

melalui Kejaksaan untuk mengajukan

perampasan aset. Keberatan

Kemenkeu terkait harus ada penetapan

pengadilan setelah penilaian oleh

lembaga apraisal.

Berkenaan dengan hal tersebut,

Sekretariat Negara menyampaikan

kembali RUU tersebut untuk dibahas

kembali bersama dengan kementerian/

lembaga terkait, sebelum diajukan kepada

Bapak Presiden. Pada awal tahun 2015,

Kementerian Hukum dan HAM melalui

Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah

membentuk panitia antarkementerian

penyusunan RUU tentang Perampasan

Aset Tindak Pidana yang terdiri dari

perwakilan dari Kementerian Hukum dan

HAM, PPATK, Kementerian Keuangan,

Kementerian PAN dan RB, KPK, Kejaksan

Agung, Sekretariat Negara, dan Kepolisian.

Sampai dengan saat ini telah dilakukan

pembahasan secara insentif sebanyak 3

(tiga) kali, yaitu pada tanggal 13 Maret,

10 April dan 27 Juni 2015. Dalam rangka

percepatan pembahasan RUU tersebut,

PPATK bekerjasama dengan UNODC dan

Gambar

Grafik 1  kepada penyidik dengan komprehensif.
GRAFIK 2.
GRAFIK 3.      ‐      Berdasarkan Jenis HA Tahun 2016     ‐     Perkembangan Jumlah HA per-Tahun yang Disampaikan ke Penyidik    
TABEL 8.         Tahun   2016    Tahun 2016Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik, Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU                    Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal            
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga , seni kaligrafi Islam terus berkembang dalam kehidupan pesantren di Jawa Barat tidak bisa dipisahkan dari peran para santri yang belajar tentang

Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan tentang perbandingan antara model pembelajaran discovery terbimbing dengan

Dari hasil pengujian LC50 dan Indeks nutrisi yang telah dilakukan terhadap Indeks nutrisi larva H.armigera pada makanan yang mengandung ekstrak kulit batang bakau (R.mucronata)

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-. Undang Nomor 23

Proses converting yang terdiri dari kedua reaksi tersebut merupakan proses yang bertahap. Tahapan yang pertama merupakan reaksi pembentukan slag yaitu oksidasi

Secara umum, jenis-jenis pemilih pada pemilihan umum memiliki 4 karakteristik yaitu: pertama pemilih rasional, pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan

Topik/tema besar yang ada dalam berita ini adalah calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat yang merasa paling transparan dalam soal dana

Proses menangani surat masuk internal yaitu nota dinas perihal pembahasan perhitungan Wajib Pajak sesuai INS-04/PJ/2015, dan Nota Dinas dengan perihal permohonan