LAPO RAN TAHUNAN
2 0
1 6
Sa m b uta n
Assalamu’alaikum wr wb.
Salam sejahtera bagi kita semua.Pertama-tama marilah kita panjatkan
puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberi kita kelapangan,
kesempatan, dan kemampuan untuk dapat
mengelola dan mengembangkan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) guna kepentingan bangsa dan
negara dalam upaya memelihara stabilitas
sistem keuangan perekonomian nasional
secara umum, dan secara khusus untuk
membantu penegakan hukum dengan
mencegah dan memberantas Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme (TPPT) di Indonesia.
Sesuai amanat Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, maka PPATK
membuat Laporan Tahunan 2016 yang berisi
tentang pelaksanaan tugas PPATK dalam
melaksanakan fungsi pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan TPPT. Fungsi ini
ditunjang dengan pelaksanaan manajemen
internal berbasis Teknologi Informasi guna
mewujudkan Good Governance secara
efektif dan efisien. PPATK juga terus
berupaya untuk mendukung implementasi
Nawa Cita, terutama terkait dengan Nawa
Cita ke-IV yaitu menolak negara lemah
dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya.
KIAGUS AHMAD BADARUDDIN
Selama periode tahun 2016, begitu
banyak dinamika yang terjadi beriringan
dengan capaian kerja yang telah PPATK
torehkan. Dimulai dengan keberhasilan
meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) selama sepuluh tahun beruntun,
pencapaian peringkat kedua dalam
BKN Award 2016 kategori Perencanaan
Kepegawaian, peringkat kedua Anugrah
Keterbukaan Informasi Publik, raihan
predikat Sangat Baik dalam Akreditasi
Kearsipan ANRI, menggali potensi
pendapatan negara melalui sektor pajak
dengan nominal mencapai Rp.3,5 triliun,
sukses menyelenggarakan 2nd
Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit)
di Nusa Dua, Bali bekerjasama dengan
Australian Transaction Report and Analysis
Centre (AUSTRAC), hingga Ground Breaking
Institut Intelijen Keuangan Indonesia
(Indonesian Financial Intelligence Institute/
IFII) yang kelak menjadi Pusdiklat Anti
TPPU pertama dan rujukan di kawasan Asia
Tenggara.
Ucapan terima kasih secara tulus
kami sampaikan atas berbagai dukungan
yang tak henti dari lembaga/instansi
pemerintah terkait seperti Presiden
Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, Mahkamah
Agung, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Hukum dan HAM, Pengadilan
Negeri, Kementerian Luar Negeri, Komisi
Pemberantasan Korupsi, dan stakeholder
terkait. Tidak lupa juga rasa terima kasih
kepada rekan-rekan pers dan masyarakat
dalam upaya bersama memberantas TPPU
di negeri yang kita cintai ini. Yakinlah,
tanpa dukungan dari stakeholders selama
ini, keberadaan PPATK tidak akan memiliki
makna.
Ke depan, masih setumpuk kerja dan
target pencapaian lain yang akan dikerjakan
oleh PPATK demi torehan hasil terbaik.
Semoga ke depan PPATK dapat berperan
semakin optimal, guna mewujudkan
harapan bersama bahwa segala bentuk
pencucian uang dapat dicegah dan
diberantas dari bumi pertiwi, dan bermuara
pada terwujud-nya kesejahteraan dan
kemakmuran, gemah ripah loh jenawi,
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
bangga kami sampaikan Laporan Tahunan
ini sebagai perwujudan nyata kerja, kerja,
dan kerja kami. 14 tahun PPATK, mari
bersinergi membangun negeri. Wassalamu’alaikum wr wb.
Jakarta, Januari 2017 Kepala PPATK
Menjadi
Lembaga Intelijen
Keuangan
Independen yang
Berperan Aktif dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme
MISI
PPATK
1
2
3
4
5
Meningkatkan KualitasPengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor
Meningkatkan Efektivitas
Pengelolaan Informasi dan Kualitas
Hasil Analisis yang Berbasis
Teknologi Informasi
Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan
Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil
Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan
Hukum, serta Pem-berian Rekomendasi kepada
Pemerintah
Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di
Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen
Internal untuk Mewujudkan Good Governance
dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara
Integritas
Tanggung Jawab
Profesional
Kerahasiaan
Kemandirian
5 NILAI DASAR PPATK
(INTAN PERMAI)
1
2
4
5
3
Konsistensi dan keteguhan yang tak
tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan
Melakukan sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban
Mampu menjaga informasi yang secara hukum bersifat rahasia, baik untuk kepentingan negara maupun lembaga
Mampu mengeluarkan segala potensi terbaik secara independent
Exe c utive Sum m a ry
Dalam rangka melaksanakan fungsi
pencegahan, saat ini sedang berproses
pembentukan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan (Pusdiklat) PPATK, sebuah
cikal bakal pusat Diklat Anti TPPU
di regional Asia Tenggara. Tujuan
pembangunan Pusdiklat ini adalah
dalam rangka membangun rezim
anti pencucian uang yang efektif di
Indonesia serta memenuhi tuntutan
masyarakat terhadap peningkatan
kinerja yang secara terus menerus harus
ditingkatkan, khususnya dalam rangka
membantu menjaga stabilitas sistem
keuangan serta membantu penegakan
hukum di Indonesia. PPATK juga
berupaya untuk melakukan terobosan
baru dalam upaya pengembalian hasil
tindak pidana secara lebih optimal
dalam bentuk mendorong disahkannya
RUU Perampasan Aset. Salah satu
klausul dalam RUU Perampasan Aset
adalah Unexplained Wealth, yaitu
instrumen hukum yang memungkinkan
perampasan aset/kekayaan seseorang
yang memiliki harta dalam jumlah
tidak wajar (yang tidak sesuai dengan
sumber pemasukannya) tanpa mampu
membuktikan bahwa hartanya tersebut
diperoleh secara sah (bukan berasal
dari tindak pidana). Instrumen serupa
dikenal pula dalam United Nations
Convention Against Corruption
(UNCAC).
Selain itu, PPATK juga berupaya
untuk membatasi ruang gerak pelaku
tindak pidana khususnya tindak
pidana korupsi dan penyuapan
dengan mendorong disahkannya RUU
Pembatasan Transaksi Penggunaan
Uang Kartal. Pembatasan ini diperlukan
agar upaya penyuapan yang mengarah
pada tindak pidana korupsi dapat
Exe c utive Sum m a ry
Pembatasan transaksi tunai dalam
jumlah tertentu diharapkan dapat
mempersempit ruang gerak pelaku
tindak pidana dalam bertransaksi. PPATK
akan meningkatkan upaya pengawasan
kepatuhan kepada pihak pelapor dalam
melaksanakan kewajiban pelaporan
kepada PPATK, terutama kepada pihak
pelapor yang belum melaksanakan
kewajiban tersebut
Dalam melaksanakan tugas di
bidang pemberantasan TPPU dan TPPT,
kinerja PPATK terlihat dari peningkatan
signifikan terhadap jumlah inquiry
yang masuk, Hasil Analisis (HA)
yang dikeluarkan, jumlah pertukaran
informasi, serta pengaduan masyarakat
terkait kasus TPPU. Selain itu, PPATK
juga turut berkontribusi dalam upaya
bersama melawan illegal fishing
dengan menjadi bagian dari Satgas
Pemberantasan Illegal, Unreported and
Unregulated Fishing yang digagas oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan
RI. Peran PPATK dalam Satgas tersebut
adalah support data terkait aliran
transaksi keuangan dan aset yang
dapat mengarahkan penyidik dalam
menentukan apakah telah terjadi tindak
pidana dan menemukan alat bukti dan
tersangkanya.
Kerja nyata PPATK dalam periode
tahun 2016 menuai hasil positif.
PPATK semakin aktif dilibatkan dalam
melakukan support data untuk seleksi
pejabat strategis di Kementerian /
Lembaga Negara serta BUMN. Amanah
yang diberikan oleh Bapak Presiden
dan Bapak Wakil Presiden RI dalam
membantu seleksi kabinet berlanjut
dengan makin dipercayanya PPATK
oleh berbagai lembaga strategis untuk
berkontribusi dalam mendapatkan
calon-calon pejabat yang berintegritas
khususnya melalui rekam jejak
transaksi keuangan mencurigakan
pejabat yang akan menempati posisi
penting. Selain itu, PPATK juga tetap
konsisten dan berpartisipasi dalam
upaya menggali potensi penerimaan
negara seoptimal mungkin dari sektor
pajak. 85 (delapan puluh lima) HA
proaktif telah menghasilkan potensi
penerimaan pajak sejumlah Rp2,1
triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah
pajak yang sudah dibayarkan sebesar
Rp2,1 triliun. 4 (empat) HA reaktif telah
ditindaklanjuti dengan penetapan pokok
pajak dan sanksi administrasi sebesar
Rp134,5 miliar. Dari jumlah tersebut,
jumlah pajak yang sudah dibayarkan
sebesar Rp131,9 miliar.
PPATK juga sukses dalam
menyelenggarakan 2nd
Counter-Terrorism Financing Summit (2nd CTF
Summit) bersama dengan AUSTRAC
di Nusa Dua, Bali, Agustus 2016. CTF
Summit merupakan inisiatif bersama
antara PPATK dan Australian Transaction
Report and Analysis Centre (AUSTRAC)
dalam rangka meningkatkan kegiatan
pertukaran informasi intelijen antar
negara, khususnya terkait tindak pidana
pendanaan terorisme. Kegiatan ini
pertama kali diselenggarakan sebagai
bentuk optimalisasi upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana
pendanaan terorisme di tingkat kawasan
Lembaga PPATK pertama kali
dikenal di Indonesia dalam
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang yang
di-undangkan pada tanggal 17 April 2002.
Pada tanggal 13 Oktober 2003,
Undang-undang tersebut mengalami perubahan
dengan Undang-undang No. 25 Tahun
2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang. Dalam rangka
memberikan landasan hukum yang lebih
kuat untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucuan uang, pada
tanggal 22 Oktober 2010 diundangkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencuci-an Uang yang
menggantikan Undang-undang terdahulu.
Keberadaan Undang-undang No. 8
Tahun 2010 memperkuat keberadaan
PPATK sebagai lembaga independen dan
bebas dari campur tangan dan pengaruh
dari kekuasaan manapun. Dalam hal
ini setiap orang dilarang melakukan
segala bentuk campur tangan terhadap
pelaksanaan tugas dan kewenangan
PPATK. Selain itu, PPATK wajib menolak
dan/atau mengabaikan segala campur
tangan dari pihak mana pun dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangan.
Dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, PPATK menggunakan pendekatan
mengejar hasil kejahatan (follow
the money) dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana. Pendekatan
ini dilakukan dengan melibatkan berbagai
pihak (dikenal dengan Rezim Anti
Pencucian Uang) yang masing-masing
memiliki peran dan fungsi signifikan,
diantaranya Pihak Pelapor, Lembaga
Pengawas dan Pengatur, Lembaga
Penegak Hukum, dan pihak terkait
lainnya. Pendekatan Anti Pencucian Uang
merupakan pendekatan yang melengkapi
pendekatan konvensional yang selama ini
dilakukan dalam memerangi kejahatan.
Pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan
dan terobosan dalam mengungkap
Se ka p ur Sirih
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
merupakan
lembaga sentral (
focal point
) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Secara internasional
PPATK merupakan suatu
Financial Intelligence Unit
(FIU) yang memiliki tugas dan
kejahatan, mengejar hasil kejahatan dan
membuktikannya di pengadilan. Dengan
keberadaan PPATK dan Rezim Anti Pencucian
Uang memiliki tujuan akhir untuk menjaga
stabilitas dan integritas keuangan serta
membantu upaya penegakan hukum untuk
menurunkan angka kriminalitas.
Selain itu, untuk menunjang efektifnya
pelaksanaan upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian
uang di Indonesia, melalui Peraturan
Presiden No. 6 Tahun 2012 tanggal 11
Januari 2012, telah ditetapkan
pem-bentukan Komite Koordinasi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU)
yang diketuai oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik Hukum dan Keamanan
dengan Wakil Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai
Sekretaris Komite. Anggota Komite TPPU
lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri
Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM,
Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung,
Kepala BIN, Gubernur Bank Indonesia,
Kepala BNPT dan Kepala BNN. Komite ini
bertugas mengkoordinasikan penanganan
pencegahan dan pem-berantasan tindak
pidana pencucian uang.
Selain dalam lingkup domestik, PPATK
secara aktif memanfaatkan koordinasi dan
kerjasama dengan FIU negara lain serta
Forum Internasional seperti The Egmont
Group. Berbagai kerjasama tersebut
dilaku-kan PPATK mengingat pencucian uang
merupakan kejahatan yang dilakukan
dengan memanfaatkan pengetahuan yang
multidisiplin, kemajuan teknologi serta
tidak mengenal batas wilayah. Partisipasi
aktif PPATK dalam forum internasional
me-nuai hasil positif, dengan dikeluarkannya
Indonesia sebagai negara yang masuk ke
dalam “Daftar Hitam” FATF. Keputusan itu
dibuat dalam pertemuan International
Cooperation Review Group (ICRG),
22-23 Juni 2015, di Brisbane, Australia
yang menyatakan Indonesia bersih dari
label tidak patuh terhadap implementasi
Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267
dan 1373 serta Rekomendasi FATF.
Ke-putusan ini menunjukan bahwa Indonesia
bisa memproklamirkan kepada dunia
tentang terjaganya kualitas integritas
sistem keuangan Indonesia sehingga
sistem keuangan nasional kita tidak
bisa dijadikan sarana maupun sasaran
kejahatan.
Di panggung internasional, PPATK
juga menunjukan eksistensi dan peran
strategisnya melalui penyelenggaraan
Counter-Terrorism Financing Summit
(CTF Summit). Kegiatan yang
diseleng-garakan bekerjasama dengan Australian
Tran-saction Report and Analysis Centre
(AUSTRAC) ini merupakan kegiatan
pertama di kawasan Asia Pasifik yang
membahas optimalisasi upaya bersama
pencegahan dan pemberantasan
pen-danaan terorisme. Tidak kurang 19
negara dan lebih dari 200 peserta
meng-hadiri kegiatan ini.
Peran serta publik dan stakeholder
merupakan modal penting untuk
men-dukung langkah-langkah yang dilakukan
PPATK dalam memerangi kejahatan
dengan pendekatan pengejaran hasil
kejahatan (follow the money) yang
bertujuan akhir untuk menjaga stabilitas
sistem keuangan dan menurunkan angka
kriminalitas. Besar harapan agar publik
selalu senantiasa bergerak beriring
bersama PPATK dalam mencegah dan
memberantas segala bentuk Tindak
Pidana Pencucian Uang serta Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme. Kalau
12
LAPORAN T
AHUNAN
2016
S
tr
u
k
tu
r
O
rg
a
n
is
a
Pak Badar, panggilan akrabnya dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, 29 Maret 1957.
Ia menempuh pendidikan Diploma III Ekonomi
Perusahaan dan S1 ekonomi Manajemen di
Universitas Sriwijaya Palembang. Gelar Sarjana
Ekonomi diraihnya tahun 1986. Pendidikan S2
ditempuh di University of Illinois at
Urbana-Champaign dan mendapatkan gelar Master of
Science pada tahun 1991.
Perjalanan karir di Kementerian Keuangan dirintis
sejak tamat SMA tahun 1977, dimulai dari posisi pelaksana
hingga menduduki berbagai jabatan antara lain sebagai
Direktur Sistem Perbendaharaan, Direktur Pelaksanaan Anggaran,
Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Staf Ahli Bidang Pengeluaran
Negara, Sekretaris Jenderal, hingga Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.
Pada tahun 2003 ia juga pernah diangkat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dian Ediana Rae adalah Doktor Hukum Ekonomi dari Universitas Indonesia sekaligus pejabat karir
di Bank Indonesia. Gelar doktor diraih dengan
predikat cum laude. Pendidikan sarjana ia
tempuh di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
sedangkan Master bidang Hukum Bisnis ditempuh di
University of Chicago Law School.
Sebelum ditetapkan sebagai Wakil Kepala PPATK,
ia menjabat sebagai Kepala Departemen Regional I Bank
Indonesia. Dalam pengalaman karirnya di Bank Indonesia, ia
pernah ditempatkan di Direktorat Hukum, Direktorat Peraturan dan
Pengembangan Perbankan, Deputi Direktur Direktorat Internasional, hingga
pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di London,
Inggris, serta Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI yang
meliputi Jawa Barat dan Banten.
KEPALA PPATK
KIAGUS AHMAD BADARUDDIN
W A KIL KEPA LA PPA TK
SUC C ESS STO RY
2 0 1 6
2nd COUNTER-TERRORISM
FINANCING SUMMIT 2016,
SINERGI PERANGI PENDANAAN TERORISME
GROUNDBREAKING PUSDIKLAT
ANTI TPPU PPATK, PERTAMA DAN MENJADI RUJUKAN DI
KAWASAN ASIA TENGGARA
MENGGALI PENDAPATAN PAJAK MELALUI REZIM ANTI PENCUCIAN UANG
SUPPORT DATA UNTUK SELEKSI PEJABAT STRATEGIS DI KEMENTERIAN / LEMBAGA NEGARA
01
02
03
MENINGKATNYA HASIL ANALISIS YANG DITINDAKLANJUTI OLEH PENYIDIK
REGIONAL RISK ASSESSMENT ON TERRORIST
FINANCING: SINERGI FIU REGIONAL PERANGI
PENDANAAN TERORISME
SATU DEKADE SABET PREDIKAT WAJAR TANPA PENGECUALIAN
PERINGKAT KEDUA PENILAIAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
PERINGKAT KEDUA BKN AWARD KATEGORI PERENCANAAN KEPEGAWAIAN
DESAIN BARU WEBSITE PPATK
RAIH PREDIKAT SANGAT BAIK DALAM AKREDITASI KEARSIPAN
KOMITMEN 100% E-PROCUREMENT PPATK
05
06
07
08
10
11
12
2
ndC O UNTER- TERRO RISM FINA NC ING
SUM M IT 2016
, SINERG I PERA NG I
PENDA NA A N TERO RISME
P
usat Pelaporan dan Analisis TransaksiKeuangan (PPATK) bekerjasama
dengan Australian Transaction Reports
and Analysis Centre (AUSTRAC) sukses
menyelenggarakan kegiatan 2nd Counter
Terrorism Financing (CTF) Summit, dimana
kegiatan ini merupakan rangkaian lanjutan
kegiatan Counter Terrorism Financing
Summit yang sebelumnya
diselenggara-kan di Sydney, Australia pada tahun 2015.
Pada tahun ini, Indonesia diberikan
ke-percayaan untuk menjadi tuan rumah bagi
penyelenggaraan kegiatan 2nd Counter
Terrorism Financing (CTF) Summit yang
di-selenggarakan pada tanggal 8-11 Agustus
2016 di Bali dan dihadiri oleh Wakil Presiden
RI.
CTF Summit adalah pertemuan
khusus tahunan antar sesama pejabat
setingkat Menteri/Eselon I yang menangani
bidang anti-terorisme dan pejabat Kepala
FIU guna mempererat hubungan kerjasama
regional dalam rangka memfasilitasi dan
mengakomodasi maraknya isu terorisme
melalui pencegahan dan pemberantasan
pendanaan aksi terorisme, baik
perorang-an, kelompok maupun organisasi serta
afiliasinya.
Kegiatan ini membawa manfaat baik bagi
Indonesia dari sisi kerjasama internasional
maupun nasional dalam rangka persiapan
menghadapi mutual evaluation Indonesia
pada tahun 2017 mendatang, salah
satunya terkait komitmen melaksanakan
rekomendasi dalam memerangi tindak
pidana pendanaan terorisme yang telah
ditetapkan standar internasional dalam
40 Rekomendasi Financial Action Task
Force (FATF) khususnya Rekomendasi
CTF Summit adalah
pertemuan khusus
tahunan antar sesama
pejabat setingkat Menteri/
Eselon I yang menangani
bidang anti-terorisme dan
pejabat Kepala FIU guna
mempererat hubungan
kerjasama regional
8-11 AGUSTUS 2016
1
No. 5, 6, dan 8 yang merupakan
Reko-mendasi terkait langsung dengan isu
Counter–Terrorist Financing (CTF) yang
harus diterapkan di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Rekomendasi tersebut meminta
setiap negara harus mampu melakukan
kerjasama nasional dan internasional dalam
mengidentifikasi, menilai dan memahami
resiko pendanaan terorisme atas negara
tersebut dan harus mengambil tindakan
mitigasi dengan mendayagunakan sumber
daya yang ada yang ditujukan untuk
memastikan bahwa resiko pendanaan
terorisme dapat dimitigasi secara efektif
dan berdaya guna. Tujuan lain yang
diangkat dalam CTF Summit ini antara lain:
1. Bekerja sama untuk mengidentifikasi
dan memahami secara utuh tingkat
ancaman yang ditimbulkan oleh
pen-danaan terorisme di wilayah regional
Asia Tenggara dan Australia, salah
satunya dengan menghasilkan produk
berupa Regional Risk Assessment on
Terrorist Financing (RRA on TF);
2. Berkolaborasi dan saling berbagi
informasi terkait dengan informasi
intelijen keuangan maupun info
terkait lainnya untuk mengidentifikasi
sekaligus melawan ancaman yang
dihasilkan oleh praktek pendanaan
terorisme dengan membentuk
Financial Intelligence Consultative
Group (FICG);
3. Berbagi teknik yang efektif untuk
mencegah aliran dana dan pendanaan
teroris masuk ke pasar keuangan
formal sesuai dengan jurisdiksi yang
berlaku;
4. Mendayagunakan program kemitra-an
pemerintah dengan swasta
(public-private partnerships) dalam rangka
menghadapi ancaman dari pendanaan
terorisme serta untuk memperkuat
keamanan pasar keuangan global dan
regional; dan
5. Memaksimalkan peran teknologi dalam
mengidentifikasi dan memutus mata
rantai aliran pendanaan terorisme.
Hasil yang dicapai dalam 2nd CTF
Summit antara lain pembentukan Financial
Intelligence Consultative Group (FICG),
pelaksanaan Regional Analyst Exchange,
serta peluncuran Regional Risk Assesment
on Terrorist Financing. Hasil akhir kegiatan
ini tertuang dalam Nusa Dua Statement
yang antara lain mengutuk serangan
teroris di berbagai negara, mendukung
revitalisasi peran PBB dan Dewan
Keamanan PBB dalam usaha memerangi
terorisme, menggarisbawahi bahwa ISIS
merupakan ancaman global terhadap
keamanan dan perdamaian internasional,
serta berkomitmen mempromosikan
kolaborasi yang lebih kuat dan inovasi
dalam memerangi pendanaan terorisme.
G RO UNDBREA KING
INSTITUT INTELIJEN
KEUA NG A N INDO NESIA , PERTA MA DA N
MENJA DI RUJUKA N DI KA WA SA N A SIA TENG G A RA
G
round Breaking Gedung InstitutIn-telijen Keuangan Indonesia (Indonesian
Financial Intelligence Institute/IFII) digelar
di Tapos, Depok, pada 4 Mei 2016. Kelak,
IFII akan menjadi yang pertama sekaligus
rujukan di kawasan Asia Tenggara. Tujuan
pembentukan IFII adalah dalam rangka
membangun rezim anti pencucian uang
yang efektif di Indonesia serta memenuhi
tuntutan masyarakat terhadap peningkatan
kinerja yang secara terus menerus harus
ditingkatkan, khususnya dalam rangka
membantu menjaga stabilitas keuangan
serta membantu penegakan hukum di
Indonesia. PPATK berusaha untuk tetap
konsisten mengembangkan sumber daya
manusia baik yang ada di lingkungan PPATK
maupun para stakeholder lainnya dalam
upaya memecahkan masalah-masalah
yang krusial yang terus berkembang.
Perencanaan pembangunan IFII sudah
dilakukan sejak tahun 2014, dimulai dengan
kajian, pencarian lokasi, dan pengurusan
perizinan. Gedung IFII ini akan dibangun di
atas tanah eks aset BPPN, seluas 9510 m2.
4 MEI 2016
2
Acara simbolis serah terima pelaksanaan proyek pembangunan gedung PUSDIKLAT ANTI TPPU dari Kepala PPATK kepada Direktur PT. Nindya Karya sebagai kontraktor
Saat ini telah memiliki Sertifikat Hak Pakai tanggal 11 Juli 2015 atas nama Pemerintah
Republik Indonesia c.q. PPATK.
Di tengah adanya moratorium
pembangunan gedung-gedung pemerintah,
rencana pembangunan gedung ini telah
mendapat persetujuan dari Presiden RI
melalui Surat Menteri Sekretaris Kabinet RI
Nomor B.669/Seskab/Polhukam/11/2015
tanggal 11 November 2015. Proses Izin
Mendirikan Bangunan sudah dimulai sejak
tahun 2015. Saat ini sudah 95% dokumen
persyaratan IMB sudah dapat diselesaikan,
dan diharapkan dalam waktu yang tidak
terlalu lama, IMB sudah bisa diterbitkan
oleh Pemerintah Daerah Kota Depok.
Bangunan terdiri dari 3 lantai ruang
Diklat, 4 lantai asrama, dan 1 semi
basement dengan total luas hampir 10.000
m2, yang terdiri dari ruang pengelola Diklat,
5 ruang kelas, ruang wisma yang mampu
menampung 120 peserta didik, auditorium,
sarana ibadah, serta sarana olahraga
dan rekreasi. Gedung Diklat ini dirancang
sebagai sebuah bangunan yang ramah
lingkungan, meminimalisir penggunaan
energi listrik, melalui pemanfaatan
cahaya matahari, dan sesedikit mungkin
menggunakan pengatur udara elektronik.
Pengelolaan lingkungan taman yang asri,
pengelolaan air limbah untuk dipergunakan
kembali, dan meminimalkan pembuangan
air ke lingkungan sekitar dengan membuat
sumur-sumur resapan dan bak kontrol.
Untuk mewujudkan gedung IFII
ini, PPATK dibantu oleh konsultan dan
kontraktor yang telah dipilih melalui proses
lelang secara elektronik. PT Ciriajasa Cipta
Mandiri sebagai Konsultan Manajemen
Konstruksi, PT Patroon Arsindo sebagai
Konsultan Perencana, dan PT Nindya Karya
(Persero) sebagai Kontraktor Pelaksana
Konstruksi. Sesuai ketentuan yang berlaku,
PPATK juga dibantu oleh Tim Teknisi
dari Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
Diharapkan gedung IFII yang sedang
dibangun oleh PPATK tersebut dapat
meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh
pihak yang merupakan bagian dari rezim
anti pencucian uang di Indonesia sesuai
dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing pihak.
MENG G A LI PENDA PA TA N PA JA K MELA LUI
REZIM A NTI PENC UC IA N UA NG
SUPPO RT
DA TA
UNTUK SELEKSI
PEJA BA T STRA TEG IS
DI KEMENTERIA N /
LEMBA G A NEG A RA
S
alah satu dukungan penuh PPATKdalam setiap kebijakan pemerintah
dilakukan dengan mengoptimalkan
pene-rimaan negara dari sektor perpajakan.
Produk Hasil Analisis (HA) dan Informasi
yang dihasilkan PPATK secara nyata telah
membantu meningkatkan pungutan pajak
untuk negara senilai lebih dari Rp3,5 triliun
rupiah. Pada periode tahun 2006 sampai
dengan Mei 2016, sebanyak 190 (seratus
sembilan puluh) Hasil Analisis dan 121
(seratus dua puluh satu) informasi PPATK
telah dikirimkan kepada Direktorat Jenderal
Pajak (DJP), dan dari jumlah tersebut, HA
dan Informasi yang telah ditindak lanjuti
DJP sebagai berikut:
a. 85 (delapan puluh lima) HA
proaktif telah menghasilkan potensi
penerimaan pajak sejumlah Rp3,5
triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah
pajak yang sudah dibayarkan sebesar
Rp3,5 triliun.
b. 4 (empat) HA reaktif telah
ditindaklanjuti dengan penetapan
pokok pajak dan sanksi administrasi
sebesar Rp134,5 miliar. Dari jumlah
tersebut, jumlah pajak yang sudah
dibayarkan sebesar Rp131,9 miliar.
Selain itu, PPATK juga telah menerima
permintaan informasi dari DJP tentang data
kepemilikan rekening 3.100 WP penunggak
pajak, dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK
dengan menyampaikan data 2.961 WP
kepada DJP. Selanjutnya, dari 2.961 data
WP tersebut, sebanyak 2.393 data WP
telah ditindaklanjuti oleh DJP dengan total
perkiraan hutang pajak sebesar Rp25,9
triliun.
S
ejak tahun 2014, PPATK telahdipercaya oleh Presiden untuk
membantu dalam proses seleksi calon
menteri dan pejabat Eselon I. Sedangkan
berdasarkan SE MenPAN-RB No. 1 Tahun
2012 tentang Peningkatan Pengawasan
Dalam Rangka Mewujudkan Aparatur
Negara yang Berintegritas, Akuntabel dan MEI 2016
3
4
Transparan dinyatakan bahwa setiap orang
yang akan menduduki jabatan setingkat
eselon II harus melalui proses pengecekan
MENING KA TNYA HA SIL A NA LISIS YA NG
DITINDA KLA NJUTI O LEH PENYIDIK
ini, PPATK melakukan pengecekan track
record transaksi keuangan mencurigakan
dan data keuangan lainnya terhadap para
calon pejabat tersebut. Hasil pengecekan
yang dilakukan oleh PPATK tersebut
menjadi salah satu bahan pertimbangan
bagi Presiden ataupun para menteri
untuk menyeleksi calon pejabat yang
jujur, bersih dan berintegritas.
Sampai dengan November 2016,
PPATK telah menyampaikan informasi
untuk fit and proper test atas permintaan
Sekretariat Kabinet RI sebanyak 27
Surat, dan dari instansi lainnya sebanyak
24 surat.
K
egiatan analisis atas laporan daninformasi transaksi keuangan
dituangkan dalam Hasil Analisis (HA).
Dalam hal hasil analisis menunjukkan
adanya indikasi TPPU dan/atau tindak
pidana lainnya, maka HA tersebut
disampaikan kepada pihak berwenang
untuk ditindaklanjuti.
HA yang ditindaklanjuti adalah HA
yang informasi tindak lanjutnya telah
diterima PPATK pada tahun berjalan, yang
menginformasikan bahwa atas HA PPATK
telah ditindaklanjuti dengan informasi
antara lain sebagai berikut:
a. Telah dilakukan pengumpulan
informasi/ penyelidikan/penyidikan
atas suatu kasus baru.
b. HA digunakan untuk memberikan
informasi tambahan atas kasus yang
tengah ditangani penyidik (antara lain
identifikasi pihak-pihak terkait, asset
tracing, keperluan blokir, penguatan
indikasi TPPU, perampasan aset).
c. HA digunakan untuk kepentingan
perpajakan.
d. HA digunakan untuk kepentingan
penuntutan (antara lain asset
recovery).
Selama tahun 2016 terdapat total
435 (empat ratus tiga puluh lima) HA dari
penyidik yang sudah diterima informasi
tindak lanjutnya oleh PPATK, antara lain
sedang dalam pengembangan dan analisis
(DJP), penyelidikan dan penyidikan.
Selama tahun 2016 terdapat
total 435 (empat ratus
tiga puluh lima) HA dari
penyidik yang sudah diterima
informasi tindak lanjutnya
oleh PPATK, antara lain
sedang dalam pengembangan
dan analisis (DJP),
penyelidikan dan penyidikan.
2 JANUARI 2016 - 30 NOVEMBER 2016REG IO NA L RISK A SSESSM ENT O N
TERRO RIST FINA NC ING
: SINERG I FIU REG IO NA L
PERA NG I PENDA NA A N TERO RISME
T
indak pidana pendanaan terorismemerupakan kejahatan yang bersifat
lintas batas negara yang penanganannya
sangat membutuhkan bantuan dan
kerjasama dari negara-negara di luar
Indonesia. Dalam rangka memperkuat
hubungan kerjasama pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pendanaan
terorisme sekaligus sebagai tindak lanjut
hasil NRA on TF yang telah diluncurkan
tahun 2015, pada tahun 2016 ini Indonesia
telah menjadi pemrakarsa dalam penilaian
risiko pendanaan terorisme untuk kawasan
Asia Tenggara dan Australia yang disebut
dengan Terrorist Financing Regional Risk
Assesment (RRA TF). RRA TF dimaksudkan
untuk melakukan penilaian risiko pendanaan
terorisme yang ada di wilayah Asia
Tenggara dan Australia, yang diharapkan
dapat membantu negara-negara yang ada
di wilayah tersebut untuk mengenal dan
memitigasi risiko pendanaan terorisme
yang terjadi di wilayah tersebut.
Negara-negara yang terlibat dalam kegiatan RRA TF
antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand,
Filipina, Singapura, dan Australia.
Secara khusus RRA TF bertujuan
untuk mengidentifikasi metode, teknik,
dan sarana yang digunakan teroris dan
organisasi teroris untuk menggalang dana,
memindahkan dana, dan menggunakan
dana. Penilaian juga ditujukan untuk
mengetahui kerentanan dan ancaman
pendanaan terorisme yang berpotensi
muncul dalam waktu 3 hingga 5 tahun ke
depan. Melalui kegiatan RRA TF ini telah 17-20 MEI 2016
6
dihasilkan pula rencana strategis dimasa
depan terkait anti pendanaan terorisme
yang bersifat lintas batas negara.
Untuk mensukseskan kegiatan RRA
TF pada tahun 2016 PPATK bersama
perwakilan negara yang terlibat dalam
kegiatan RRA TF ini telah melakukan
beberbagai kegiatan berupa koordinasi,
diskusi, dan pertemuan untuk menentukan
metodologi analisis dan pengumpulan
data dalam bentuk pengisian kuesioner.
Kegiatan berjalan sangat kondusif dan
efektif dengan menghasilkan kesepakatan
metode dalam pelaksanaan kegiatan
penilaian risiko pendanaan terorisme.
Dengan semangat untuk mensukseskan
kegiatan RRA TF ini pada tanggal 17-20
Mei 2016, di Hotel Aryaduta Bandung,
Jawa Barat, PPATK bersama stakeholders
anti pendanaan terorisme yang terdiri dari
Penyidik (Densus 88 Anti Teror dan Satgas
Terorisme Kejaksaan Agung RI), Badan
Intelijen Negara, Hakim dari Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Timur, Barat, Utara
dan Selatan serta Regulator (Bank Indonesia
dan Otoritas Jasa Keuangan) telah sukses
melaksanakan kegiatan FGD dalam rangka
pengisian kuesioner RRA TF. Hasil jawaban
kuesioner tersebut akan disatukan dengan
jawaban kuesioner RRA TF negara perserta
lainnya untuk mendapatkan hasil penilaian
secara regional menyeluruh untuk kawasan
Asia Tenggara dan Australia.
Aspek penilaian yang dilakukan lewat
kegiatan RRA TF ini yang telah diluncurkan
pada acara Counter Terrorist Financing
Summit (CTF) pada tanggal 7 sampai
11 September 2016 di Nusa Dua Bali,
diantaranya meliputi:
A. Modus Pendanaan Terorisme yang meliputi
a. Pengumpulan dana (Rising Fund)
1. Self-funding from legitimate
sources
2. Nonprofit organizations
3. Fundraising through social
media and crowdfunding
4. Criminal Activity
b. Pemindahan dana (Moving Fund)
1. Cross border movement of
funds/value
2. Banking system
3. Alternative remittance and
money service businesses
c. Penggunaan dana (Using Fund)
1. Operasional
• Personnel mobility/travel
• Weapon and explosive
materials
• Training personnel
2. Organisasional
• Window and family
charity
• Propaganda radicalization
meetings
• Salary
• Terrorist network
maintenance
B. Faktor yang Berpotensi menimbul-kan risiko
a. New Payment Method
b. ISIL dan pendanaan internasional
lainnya ke region
Kegiatan RRA TF ini menghasilkan
4 priority action yang harus mendapat
penanganan segera oleh para negara yang
berada di wilayah Asia Tenggara dan juga
Australia sebagaimana dapat digambarkan
pada bagan dibawah ini:
Terhadap priority action tersebut
beberapa diantaranya sudah dan akan
ditindaklanjuti oleh PPATK bersama
instansi terkait lainnya diantaranya
adalah: Riset sectoral risk assessment
mengenai NPO yang sudah dilakukan
tahun 2016, serta riset tahun 2017 yang
akan ditujukan untuk memenuhi priority
action diantaranya adalah riset Regional
Risk Assessment mengenai NPO (RRA
NPO) dan Riset mengenai Cross Border
Movement of funds/value yang diharapkan
kedepannya risiko pendanaan terorisme
yang terjadi dapat dicegah dan diberantas
bersama bukan hanya melibatkan otoritas
negara Indonesia namun juga
negara-negara dimana Indonesia berdekatan yakni
negara-negara dikawasan Asia Tenggara
dan juga Australia.
20 SEPTEMBER 2016
7
SA TU DEKA DE SA BET PREDIKA T WA JA R
TA NPA PENG EC UA LIA N
K
omitmen PPATK dalam pengelolaankeuangan pemerintah yang transparan
dan akuntabel kembali mendapat Opini
WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Opini BPK merupakan pengakuan
profesio-nal pemeriksa mengenai kewajaran
infor-masi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan dengan memperhatikan
kesesuaian penyajian Laporan Keuangan
dengan Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP), kecukupan pengungkapan informasi
keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai
dengan pengungkapan yang diatur SAP,
kepatuhan terhadap Peraturan
Perundang-undangan, dan Efektifitas Sistem
Pengendalian Intern.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan kembali berhasil
mempertahan-kan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
sepuluh kali berturut-turut sejak tahun
2006 s.d tahun 2015 dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan
Tahun 2015 yang merupakan tahun
pertama penerapan Standar Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Penyerahan penghargaan atas
keber-hasilan K/L dalam memepertahankan
Opini WTP 5 Tahun berturut turut
dilaku-kan di sela acara pembukaan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Tahun 2016 yang bertajuk “Mewujudkan
Percepatan Pembangunan Infrastruktur
bertempat di Istana Negara, Jakarta pada
hari selasa 20 september 2016. Sementara
untuk piagam penghargaan Pemerintah
Republik Indonesia kepada Kementerian /
Lembaga atas capaian Opini Wajar Tanpa
Pengecualian untuk Laporan Keuangan
Kementerian Negara dan Lembaga Tahun
2006 s.d. 2016 diberikan langsung secara
simbolik oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia, Ibu Sri Mulyani kepada Sekretaris
Utama PPATK Bapak Bjardianto Pudjiono di
Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan
Jakarta.
Standar Akuntansi Pemerintah berbasis
akrual merupakan basis akuntansi dimana
transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya
(penerimaan dan/atau pengeluaran)
diakui, dicatat dan disajikan dalam Laporan
Keuangan pemerintah pada saat terjadinya
transaksi tersebut tanpa memperhatikan
waktu kas atau setara kas diterima atau
dibayarkan.
Dalam prosesnya, BPK mengerahkan
300 akuntan untuk mengaudit
kementeri-an/lembaga atas Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKK/L)
pada tahun anggaran 2015. Hasilnya,
jumlah kementarian/lembaga (K/L) yang
memperoleh opini Wajar Tanpa
Pengecuali-an (WTP) tercatat mencapai 56 K/L,
PERING KA T KEDUA PENILA IA N
KETERBUKA A N INFO RMA SI PUBLIK
PERING KA T KEDUA BKN
A W A RD
KA TEG O RI
PERENC A NA A N KEPEG A WA IA N
P
restasi hebat kembali diukir oleh PPATK.Lembaga intelijen di bidang keuangan ini
menyabet predikat terbaik kedua Keterbukaan
Informasi Publik di kategori Lembaga Non Struktural.
Penilaian ini dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat
sebanyak 26 K/L mendapatkan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dan 4 K/L
mendapatkan opini Tidak Mendapatkan
Pendapat.
20 SEPTEMBER 2016
26 MEI 2016
8
9
(KIP), dan penghargaan diberikan
langsung oleh Wakil Presiden
RI Dr. Muhammad Jusuf Kalla.
Raihan ini merupakan wujud
nyata pelaksanaan kewajiban
PPATK sebagai Badan Publik untuk
mengumumkan, menyediakan,
melayani permohonan Informasi
Publik, dan melakukan pengelolaan
informasi dan dokumentasi sesuai
dengan Undang-undang No. 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Adanya
penghargaan ini juga merupakan
salah satu bentuk komitmen
PPATK dalam mewujudkan
penyelenggaraan negara yang
transparan, efektif, efisien, dan
akuntabel.
P
usat Pelaporan dan Analisis TransaksiKeuangan mendapatkan peringkat
kedua pada BKN Award 2016 dalam kategori
Perencanaan Kepegawaian. BKN Award 2016
merupakan penghargaan yang diberikan
oleh Pemerintah RI kepada unit-unit
kepegawaian instansi/Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) seluruh Indonesia yang
terdiri dalam 8 (delapan) kategori yaitu
Perencanaan Kepegawaian, Pelayanan
Pengadaan dan Kepangkatan, Pelayanan
Pensiun, Implementasi Computer Assisted
Test dalam Manajemen Aparatur Sipil
Negara, Implementasi Penilaian Kinerja,
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menerima
DESA IN BA RU
W EBSITE
PPA TK
AGUSTUS 2016
10
Implementasi Assessment
Center, Pelaksanaan e-PUPNS
dan BKD Inovatif.
Trofi BKN Award yang
didapatkan oleh PPATK
di-serahkan oleh Wakil Presiden
Republik Indonesia Jusuf Kalla
kepada Sekretaris Utama
PPATK, Bjardianto Pudjiono,
dalam acara Rapat Koordinasi
Nasional (Rakornas) Kepegawaian, Kamis
(26/5) bertempat di Hotel Bidakara Jakarta.
Kriteria penilaian dalam kategori
Peren-canaan Kepegawaian meliputi kelengkapan
dan kebenaran dokumen kepegawaian,
ketepatan waktu pengusulan
dokumen kepegawaian,
pro-posionalitas anggaran belanja
pegawai dan anggaran
belanja pembangunan serta
rasionalitas usulan dengan
kebutuhan sesuai dengan
Batas Usia Pensiun (BUP). Atas
penghargaan yang dimaksud,
PPATK berkomitmen untuk
terus meningkatkan pelayanan pengelolaan
kepegawaian kepada seluruh Pegawai
sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
S
ejak Agustus 2016, PPATK meluncurkandesain website baru yang merupakan
penyempurnaan dari tampilan dan konten
website sebelumnya. Tampilan baru ini
dapat dilihat di www.ppatk.go.id.
Desain website baru PPATK
menampil-kan tampilan berita utama yang lebih
menarik, sebaran laporan transaksi
keuang-an mencurigakkeuang-an dari seluruh wilayah
Indonesia yang disajikan dalam bentuk
infografis, begitu juga dengan tampilan
statistik laporan transaksi keuangan dan
statistik kinerja dan reformasi birokrasi
yang ditayangkan dalam bentuk grafis dan
dapat dipantau langsung oleh publik.
Guna semakin mendekatkan PPATK
kepada publik, website baru PPATK juga
dilengkapi dengan fitur whistleblowing
system, pengaduan pencucian uang,
layanan pemohon informasi publik, hingga
e-learning yang berfungsi sebagai sarana
belajar bagi masyarakat.
Sebagai bukti komitmen PPATK dalam
mengimplementasikan Instruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Komunikasi Publik, tampilan website baru
PPATK juga menampilkan Government
Public Relations (GPR), yang merupakan
bentuk sinergi kehumasan pemerintah
P
ada tahun 2016, Pihak Pusat Akreditasi Kearsipan Arsip Nasional RepublikIndonesia (ANRI) melakukan penilaian
akreditasi kearsipan melalui kegiatan
verifikasi lapangan dan uji petik dalam
rangka kegiatan akreditasi unit kearsipan
di lingkungan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan dari bulan Maret
sampai dengan bulan November 2016. Hasil
dari penilaian tersebut ditampilkan pada
acara Rapat Pleno yang diselenggarakan
oleh pihak ANRI dengan mengundang para
pengelola arsip di Unit Kearsipan PPATK.
Aspek-aspek yang dinilai oleh pihak
Pusat Akreditasi Kearsipan ANRI, antara
lain Aspek Pengelolaan Arsip Dinamis,
Aspek Sumber Daya Manusia Kearsipan,
dan Aspek Sarana dan Prasarana Kearsipan.
Hasil yang dicapai dari kegiatan rapat pleno
ini adalah keterangan hasil akreditasi yang
dicapai oleh Unit Kearsipan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan yaitu
sebesar 89,85 (Delapan Puluh Sembilan
Koma Delapan Puluh Lima) dengan predikat
Sangat baik.
Hasil penilaian Akreditasi Kearsipan
ini menjadi semangat bagi Unit Kearsipan
PPATK untuk semakin meningkatkan
kegiatan pengelolaan arsip serta
mengetahui kondisi pengelolaan arsip
di seluruh unit pengolah dan mengukur
tingkat kepatuhan unit pengolah terhadap
Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan Pada
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan, sehingga pengelolaan arsip di
seluruh unit kerja menjadi lebih baik lagi
nantinya.
RA IH PREDIKA T SA NG A T BA IK DA LA M
A KREDITA SI KEA RSIPA N
NOVEMBER 2016
11
KO MITMEN 100%
E- PRO C UREM ENT
PPA TK
D
alam rangka mewujudkan birokrasi yangbersih dan akuntabel telah dilakukan
beberapa upaya untuk melaksanakan
program reformasi pengadaan barang
dan jasa pemerintah (PBJP) yang hasilnya
ditunjukkan antara lain dengan semakin
meningkatnya transaksi pengadaan secara
elektronik dan efisiensi belanja negara
Hal ini sejalan dengan arah kebijakan
pembangunan nasional yang ditujukan
untuk memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang.
LKPP sebagai lembaga pemerintah
yang berfungsi melakukan pembinaan dan
pengembangan sistem informasi serta
pengawasan penyelenggaraan pengadaan
barang/jasa pemerintah secara elektronik,
memberikan apresiasi kepada LPSE
Kementrian /Lembaga /Institusi /Daerah
dalam bentuk penganugrahan National
Procurement Award. Penganugrahan
National Procurement Award ini sekaligus
menjadi dorongan kepada seluruh K/L/D/I untuk Meningkatkan Kualitas LPSE dalam
membenahi sektor pengadaan barang dan
jasa.
Tahun ini LKPP membagikan 50 tropi
dan sertifikat penghargaan dengan lima
kategori yang diperebutkan, dimana PPATK
berhasil memperoleh penghargaan dalam
katagori “Komitmen 100% eProcurement”.
Komitmen pengadaan barang/jasa di
lingkungan PPATK secara elektornik telah
dilakukan secara konsisten sejak tahun
2010 sampai dengan sekarang melalui
LPSE Kementrian Keuangan. AGUSTUS 2016
BIDANG
PENC EG A HA N
PERSIAPAN INDONESIA
HADAPI MUTUAL
EVALUATION 2017
SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT
RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK PIDANA SECARA OPTIMAL
PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI
01
02
03
UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI
PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION
PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2/2016
INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT
DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN
PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI
INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016
MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN
05
06
07
08
09
11
12
13
M
utual Evaluation (ME) merupakan proses peer review yang dilaksanakanuntuk menentukan tingkat kepatuhan
negara anggota Asia Pacific Group on
Money Laundering (APG) dalam penerapan
standar internasional Anti Pencucian
Uang dan Pemberantasan Pendanaan
Terorisme (APU/PPT) yang dikeluarkan
oleh Financial Action Task Force (FATF).
Standar internasional tersebut terdiri dari
40 rekomendasi yang dikenal dengan
nama “FATF Recommendation”. FATF
Recommendation/Rekomendasi FATF
sebagaimana dimaksud mencakup standar
dalam hal regulasi, pengawasan terhadap
penyedia jasa keuangan serta penyedia
barang dan jasa lainnya, serta penegakan
hukum dalam rezim APU/PPT.
ME melibatkan proses desk-based
review dan on-site visit ke negara anggota
APG oleh tim yang terdiri dari perwakilan
negara anggota APG dan Sekretariat APG
yang komposisisnya terdiri atas pakar/ahli
di bidang hukum, keuangan dan pengaturan
Penyedia Jasa Keuangan/Penyedia Barang
dan Jasa, serta penegakan hukum.
Tujuan dari dilaksanakannya ME
adalah untuk memastikan negara anggota
memenuhi dua faktor sebagai berikut:
i. Technical Compliance (TC) yakni
kepatuhan negara anggota dalam
memenuhi Rekomendasi FATF yang
di antaranya diwujudkan dengan
adanya regulasi yang memadai; bukti
data maupun statistik dari penerapan
Rekomendasi FATF; serta adanya
wewenang yang nyata pada competent
authorities.
ii. Effectiveness merupakan ukuran
efektivitas penerapan dari regulasi
yang ada mengenai APU/PPT. Tujuan
dari diujinya efektivitas adalah untuk
meningkatkan outcome dari penerapan
Rekomendasi FATF; mengidentifikasi
sejauh mana rezim APU/PPT nasional
mencapai tujuan dari Rekomendasi
FATF dan mengidentifikasi kelemahan
sistemik; membantu negara untuk
memprioritaskan langkah-langkah
untuk memperkuat sistem APU/PPT
nasional.
Hasil dari ME akan pada
tingkat internasional
menentukan penilaian dunia
internasional terhadap
kematangan rezim APU/
PPT Indonesia yang akan
mempengaruhi reputasi
dan citra sistem inansial
dan sistem hukum di
Indonesia dalam kaitannya
dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
PERSIA PA N INDO NESIA HA DA PI
Hasil dari ME akan menentukan
pe-nilaian dunia internasional terhadap
kematangan rezim APU/PPT Indonesia
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
reputasi dan citra sistem finansial dan
sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya
dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme. Citra dan reputasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan
antara lain dalam penanaman modal asing/
investasi, penerbitan obligasi oleh negara,
maupun dalam pengembangan industri
keuangan nasional ke tingkat global.
Pada tingkat nasional, kepatuhan
Indonesia dalam pelaksanaan Rekomendasi
FATF yang dinilai dalam ME akan
membantu Indonesia untuk memperkuat
kerangka nasional APU/PPT yang akan
mempermudah instansi terkait dalam
mempersulit aktivitas dari pelaku tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana
asal.
Bagi PPATK, selaku focal point dari
rezim APU/PPT di Indonesia, proses ME
akan memberikan gambaran utuh atas
kondisi rezim APU/PPT di Indonesia ditinjau
dari perspektif standar global. Lebih lanjut,
proses ME akan membuat PPATK untuk
dapat:
1. mengidentifikasi kekurangan dan
kelemahan dari peraturan-peraturan
turunan UU No. 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang maupun UU
No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme sehingga dapat
dilakukan perbaikan;
2. merumuskan strategi nasional untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan
yang ditemukan dalam proses ME; dan
3. menunjukkan komitmen Indonesia
kepada dunia Internasional dalam
pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme.
Pada bulan November 2017 mendatang,
Indonesia akan mendapat giliran untuk
dievaluasi oleh tim evaluator yang akan
ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia
menolak untuk dievaluasi dalam kerangka
ME, maka hal tersebut akan berdampak
pada diragukannya komitmen Indonesia
oleh dunia internasional dalam pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Pada tingkat yang paling merugikan
adalah Indonesia akan dicantumkan dalam
FATF public statement/blacklist yang
berdampak pengenaan sanksi berupa
counter-measures yang dapat berdampak
pada terganggunya sistem keuangan dan
menghambat perkembangan investasi di
Indonesia. Counter-measures dimaksud
antara lain meliputi:
1. penolakan pembukaan cabang, anak
usaha atau kantor perwakilan dari
industri finansial indonesia di negara
lain.
2. penolakan pembukaan cabang, anak
usaha atau kantor perwakilan dari
industri finansial asing di indonesia.
3. melakukan pembatasan hubungan
usaha atau transaksi keuangan dengan
institusi keuangan di indonesia
4. melakukan review, perubahan atau jika
diperlukan menghentikan hubungan
korespondensi dengan lembaga
keuangan di indonesia.
Dalam proses persiapan ME dan
pelaksanaan ME sendiri akan melibatkan
cukup banyak instansi terkait sehingga
dibutuhkan kerja sama dan koordinasi
yang sinergis guna mensukseskan ME
2017 mendatang. Instansi terkait yang
terlibat adalah Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan sebagai focal point,
kemudian Mahkamah Agung; Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Pada bulan November 2017
mendatang, Indonesia akan
mendapat giliran untuk
dievaluasi oleh tim evaluator
yang akan ditentukan oleh
APG. Apabila Indonesia
menolak untuk dievaluasi
dalam kerangka ME, maka
hal tersebut akan berdampak
pada diragukannya
komitmen Indonesia
oleh dunia internasional
dalam pencegahan dan
pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme
Keamanan; Kementerian Dalam Negeri;
Kementerian Luar Negeri; Kementerian
Keuangan; Kementerian Hukum dan HAM;
Kementerian Agama; Kementerian Sosial;
Kementerian Koperasi dan UKM; Kejaksaan
RI; Kepolisian Negara RI; Badan Narkotika
Nasional; Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme; Badan Intelijen Nasional; Badan
Pengawas Tenaga Nuklir; Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi; Bank
Indonesia; dan Otoritas Jasa Keuangan.
Sampai dengan akhir tahun 2016
koordinasi terkait persiapan ME telah
dilakukan dan akan terus dilakukan
secara intensif. Koordinasi yang dilakukan
antara lain dalam hal sosialisasi mengenai
ME kepada instansi terkait, action plan
jangka pendek maupun jangka panjang,
kekurangan Indonesia yang perlu diatasi
dalam menghadapi ME, serta inisiasi
penyusunan peraturan untuk mendukung
pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme di Indonesia.
Berdasarkan self-assessment yang
telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia
masih menghadapi banyak defisiensi baik
dari segi technical compliance maupun
effectiveness sehingga untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dalam ME tentunya
dibutuhkan komitmen dan dukungan yang
kuat dari pemerintah, serta kerja sama
yang lebih baik lagi diantara instansi terkait
02
I
nstitut Intelijen Keuangan Indonesia(Indonesian Financial Intelligence
Institute/IFII) merupakan unit kerja baru
setingkat eselon II yang dibentuk melalui
Rancangan Peraturan Presiden yang saat
ini tinggal menunggu pengesahan dari
Presiden RI. IFII dibentuk dengan tujuan
meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh
pihak yang merupakan bagian dari rezim anti
pencucian uang di Indonesia sesuai dengan
tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing pihak, melalui pengembangan
sumber daya manusia atas kompetensi
dan pengetahuan pegawai PPATK dan
pemangku kepentingan melalui pendidikan
dan pelatihan di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian
uang dan pendanaan terorisme.
PPATK telah menyusun Program dan
Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri
dari 48 (empat puluh delapan) program
diklat. Program Diklat yang rencananya
akan mulai dilaksanakan pada Bulan
Februari tahun 2017 berjumlah 21 dari 48
Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK.
IFII mendapat sambutan positif menjelang
pembukaannya. Hal tersebut terbukti
dengan antusiasnya beberapa Penyedia
Jasa Keuangan (PJK) yang berencana
memperkaya pemahamannya melalui IFII.
Selain itu beberapa lembaga Diklat seperti
FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal
sudah mulai menawarkan kerjasama
pelatihan. Bahkan lembaga donor
internasional seperti UNODC dan AIPEG
juga telah menyatakan ketertarikannya
untuk mendukung penyelenggaraan
kegiatan di IFII.
SELA MA T DA TA NG INSTITUT
INTELIJEN KEUA NG A N INDO NESIA
03
RUU PERA MPA SA N A SET, TERO BO SA N
BA RU PENG EMBA LIA N HA SIL TINDA K
PIDA NA SEC A RA O PTIMA L
S
aat ini Indonesia tengah menyusunketentuan yang memungkinkan
dilakukannya perampasan aset tanpa
pemidanan atau yang dikenal dengan
istilah non conviction based (NCB) asset
forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan
dilakukannya perampasan aset tanpa harus
menunggu adanya putusan pidana yang
berisi tentang pernyataan kesalahan dan
pemberian hukuman bagi pelaku tindak
pidana.
RUU Perampasan Aset Tindak
Pidana dibuat berdasarkan beberapa
pertimbangan:
a. Pertama, bahwa sistem dan mekanisme
yang ada mengenai perampasan
aset hasil tindak pidana berikut
instrumen yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana, pada saat
ini belum mampu mendukung upaya
penegakan hukum yang berkeadilan
dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Kedua, bahwa pengaturan yang
jelas dan komprehensif mengenai
pengelolaan aset yang telah dirampas
akan mendorong terwujudnya
penegakan hukum yang profesional,
transparan, dan akuntabel.
c. Ketiga, bahwa berdasarkan
pertimbangan pertama dan kedua,
maka perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perampasan Aset
Tindak Pidana; dengan mengingat
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Adapun sasaran yang ingin dicapai
dari pembentukan dan penyusunan RUU
Perampasan Aset Tindak Pidana adalah:
a. menyediakan ketentuan hukum yang
bersifat komprehensif yang dapat
digunakan oleh aparat penegak
hukum dan aparat pemerintah lainnya
perampasan hasil dan instrumen tindak
pidana.
b. mendorong agar pengembalian hasil
tindak pidana bisa dilaksanakan secara
optimal melalui mekanisme yang
efektif, dalam waktu yang singkat dan
sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
c. mengimbangi perkembangan di dunia
internasional di bidang penegakan
hukum khususnya dalam rangka
pengembalian hasil dan instrumen
tindak pidana atau asset recovery
antar negara.
Salah satu klausul yang dimasukkan
dalam RUU tersebut adalah unexplained
wealth. Konsep yang berhubungan, illicit
enrichment, juga masuk dalam RUU Tindak
Pidana Korupsi. Unexplained wealth adalah
instrumen hukum yang memungkinkan
perampasan aset/kekayaan seseorang
yang memiliki harta dalam jumlah
tidak wajar (yang tidak sesuai dengan
sumber pemasukannya) tanpa mampu
membuktikan bahwa hartanya tersebut
diperoleh secara sah (bukan berasal dari
tindak pidana). Instrumen serupa dikenal
pula dalam United Nations Convention
Againts Corruption (UNCAC). Aset
seseorang yang didaftarkan atas nama
pihak ketiga (misalnya anggota keluarga)
tetap dapat dianggap sebagai aset/harta
orang tersebut selama dapat dibuktikan
adanya peralihan aset pada pihak ketiga
tersebut.
Penyusunan RUU Perampasan Aset
Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia
yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut
beranggotakan wakil dari instansi-instansi
terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan,
KPK, PPATK, Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Keuangan, Kementerian
PAN RB, Setneg, dan Kementerian
Hukum dan HAM sebagai ”focal point”.
Adapun sistematika dan substansi yang
diatur dalam RUU tersebut antara lain
adalah sebagai berikut: Penelusuran,
pemblokiran, penyitaan, dan perampasan;
Illicit enrichment/unexplained wealth;
we-wenang mengajukan permohonan
perampasan aset dan wewenang
pengadilan untuk mengadili; pengelolaan
aset; perlindungan dan kompensasi;
perlindungan terhadap pihak ketiga yang
beritikad baik.
RUU ini masuk dalam long list Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) pada DPR-RI
masa bakti 2009-2014. Pembahasan RUU
ini telah sampai pada tahap harmonisasi
(penghalusan) antar kementerian dan
dinyatakan selesai pada tanggal 16 Maret
2012. Pengharmonisasian ini melibatkan
perwakilan dari Sekretariat Negara,
Kemenkeu, Polri, Kejaksaan Agung, KPK,
Salah satu klausul yang
dimasukkan dalam
RUU Perampasan Aset
adalah unexplained
wealth. Unexplained
wealth adalah
PPATK, Kemenlu, Satgas Pemberantasan
Mafia Hukum, Kemenpan dan RB, serta
Kemenkumham.
Selanjutnya melalui surat dari
Sekretariat Negara Nomor:
B-175/Kem-setneg/d-4/PU.00/09/2014 tanggal 25
September 2014 perihal Penyampaian
Kembali Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Perampasan Aset Tindak Pidana
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) Menteri Keuangan telah membubuhkan
paraf atas RUU dimaksud kecuali
pada halaman 24 batang tubuh dan
halaman 13 penjelasan RUU dimaksud
sebagaimana disampaikan melalui
surat Nomor S-585/MK.01/2014
tanggal 5 September 2014.
Sistematika dan
substansi yang
diatur dalam RUU
tersebut antara
lain Penelusuran,
pemblokiran,
penyitaan, dan
perampasan;
Illicit enrichment/
unexplained wealth;
wewenang mengajukan
permohonan
perampasan aset
dan wewenang
pengadilan untuk
mengadili; pengelolaan
aset; perlindungan
dan kompensasi;
perlindungan terhadap
pihak ketiga yang
beritikad baik.
2) Jaksa Agung RI belum dapat
membubuhkan paraf persetujuan atas
RUU tersebut sebagaimana
disampai-kan melalui surat Nomor B-120/A/
Chk.1/07/2014 tanggal 10 Juli 2014.
Adapun keberatan Kejaksaan terkait
dengan lembaga pengelolaan aset
karena dikejaksaan sudah ada lembaga
sejenis.
3) Kepala Kepolisian Negara RI belum
dapat membubuhkan paraf persetujuan
atas RUU tersebut sebagaimana
disampaikan melalui surat Nomor
B/1943/VI/2014/Divkum tanggal 24
Juni 2014. Adapun Keberatan POLRI
terkait peran penyidik karena harus
melalui Kejaksaan untuk mengajukan
perampasan aset. Keberatan
Kemenkeu terkait harus ada penetapan
pengadilan setelah penilaian oleh
lembaga apraisal.
Berkenaan dengan hal tersebut,
Sekretariat Negara menyampaikan
kembali RUU tersebut untuk dibahas
kembali bersama dengan kementerian/
lembaga terkait, sebelum diajukan kepada
Bapak Presiden. Pada awal tahun 2015,
Kementerian Hukum dan HAM melalui
Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah
membentuk panitia antarkementerian
penyusunan RUU tentang Perampasan
Aset Tindak Pidana yang terdiri dari
perwakilan dari Kementerian Hukum dan
HAM, PPATK, Kementerian Keuangan,
Kementerian PAN dan RB, KPK, Kejaksan
Agung, Sekretariat Negara, dan Kepolisian.
Sampai dengan saat ini telah dilakukan
pembahasan secara insentif sebanyak 3
(tiga) kali, yaitu pada tanggal 13 Maret,
10 April dan 27 Juni 2015. Dalam rangka
percepatan pembahasan RUU tersebut,
PPATK bekerjasama dengan UNODC dan