• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM DI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 1950-2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM DI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 1950-2014."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM

DI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 1950-2014 M

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

MIFTAHUL KHOIRI NIM : A0.22.11.063

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

(5)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Aliran Keagamaan Islam di

Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan tahun 1950-2014”. Masalah yang diteliti

dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Sejarah masuknya Islam di Kecamatan Solokuro? (2) Apa saja aliran-aliran keagamaan Islam yang berkembang di Kecamatan Solokuro? (3) Bagaimana dinamika hubungan sosial, dan pengaruh aliran keagamaan Islam yang ada di Kecamatan Solokuro terhadap masyarakat?

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan historis dan antropologi agama, dan metode penelitian yang digunakan meliputi pemilihan topik, heuristik, kritik, interpretasi, dan penulisan. teori yang digunakan, adalah teori perubahan.

(6)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “'the development of Islamic Groups in Solokuro

Lamongan” in 1950-2014”. The problem which are investigated such as (1) How

history entry of Islamic Group in Solokuro subdistrict? (2) what kinds of Islamic

Group which developed in Solokuro subdistrict? (3) how the dynamic of social

relationship and the influence of Islamic to people in Solokuro subdistrict?.

In this thesis, the writer used historical approach and antropology religion, and then the research method that is used includes the selection of topic, heuristic, critic, interpretation, and writing. So the theory used is the theory of change.

From the result of research it was found several history result: (1) Islam enterred in Solokuro zone does not escape a role of Sunan Drajad which delegate his student Raden Rembelo to preach for spreading Islamic Group in Solokuro zone. (2) there are four ideologies which developed in Solokuro subdistrict like a Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Community Salafi. (3) in social of relationship, there is conflict between one ideology to the other ideology, but now there is no conflict again among ideology all of ideologies live contiguous. the ideology in Solokuro has some influences to people in various fields such as education field (Pesantren) politic field and culture field.

(7)

xii

SAMPUL DEPAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI. ... iv

TRANSLITERASI ... .v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... .x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 9

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II : SEJARAH MASUKNYA AGAMA ISLAM DI KECAMATAN

(8)

xiii

2. Kondisi Sosial Budaya ... 22

3. Kondisi Keagamaan ... 24

B. Penyebaran Islam di Jawa ... 27

C. Masuknya Islam di Kecamatan Solokuro ... 32

BAB III : ALIRAN-ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM YANG BERKEMBANG DI KECAMATAN SOLOKURO A. Muhammadiyah ... 37

B. Nahdlatul Ulama (NU) ... 55

C. Lembaga dakwah Islam Indonesia (LDII) ... 79

D. Komunitas “SALAFI” ... 87

BAB IV: DINAMIKA HUBUNGAN SOSIAL DAN PENGARUH ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM DI KECAMATAN SOLOKURO TERHADAP MASYARAKAT A. Dinamika hubungan sosial antar aliran keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro ... 90

1. Hubungan Sosial kegamaan antar aliran ... 91

2. Hubungan Sosial masyarakat ... 92

B. Pengaruh dalam bidang pendidikan (pesantren) ... 93

C. Pengaruh dalam bidang politik ... 96

D. Pengaruh dalam bidang budaya ... 98

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam datang, berkembang, dan pada akhirnya membentuk sebuah lembaga,

melalui proses yang sangat panjang.1 Kedatangan Islam ke Indonesia (Nusantara)

melalui jalur kerajaan yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisis

bagaimana Islam pada akhirnya dapat menyebar dan berkembang secara masif di

Jawa. Para ahli sejarah bersepakat bahwa kedatangan Islam di Jawa berkisar pada

masa pertengahan sampai akhir pemerintahan kerajaan Hindu-Budha.2

Dari situlah kemudian proses penyebaran Islam dilakukan. Graaf dalam

studinya membedakan ada tiga metode penyebaran Islam, pertama, oleh pedagang

Muslim yang sudah lama menetap dan bermukim di Nusantara. Sampai sekarang

teori ini masih banyak yang meyakini bahwa ini adalah embrio awal penyebaran

Islam di Nusantara.

Penyebaran kedua, menurut Graaf, adalah diperankan oleh para orang suci,

yang dalam penyebaran Islam di Jawa lebih dikenal dengan istilah wali. Anggapan

sementara bahwa wali-wali ini adalah mereka yang khusus datang dari Cina atau

1

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 59.

2

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara

(10)

Arab yang memang tujuan utamanya adalah untuk berdakwah dan melakukan proses

Islamisasi terhadap mereka yang masih “kafir”, serta memantapkan pengetahuan

mereka dalam hal ihwal keislaman.

Ketiga adalah dengan peperangan. Perang dianggap sebagai jalan terakhir

dalam penyebaran Islam. Hal ini dimaklumkan untuk memerangi daerah-daerah

dianggap kafir, yang masih menyembah berhala. Gambaran tentang penyebaran Islam

dengan peperangan mungkin dapat dilihat dari tulisan Pramudia Ananto Toer dalam

roman Arus Balik. Dia melihat bagaimana proses penyerbuan tentara Jepara terhadap

pelabuhan Tuban yang kala itu masih dikuasai oleh Majapahit.3

Selain itu, penyebaran Islam yang ada di Indonesia (Nusantara), terutama

Jawa masih kental aroma budaya yang datang jauh hari sebelum Islam menancapkan

kukunya di Nusantara, baik itu yang bercorak animisme-dinamisme ataupun segala

hal yang dipengaruhi oleh keberadaan Hindu-Budha yang lebih dulu lama singgah di

Indonesia (Nusantara). Sampai sekarang belum ditemukan literature yang bisa

menjawab kenapa para wali yang menyebarkan Islam di Jawa masih begitu kuat

memegang beberapa prinsip kebudayaan lokal Jawa.

Pada saat sebelum Islam masuk ke Jawa, masyarakat Jawa masih mempunyai

kepercayaan pada agama yang dianut oleh nenek moyang. Diantaranya adalah

animisme dan dinamisme sebagai akar spiritualitas dan hukum adat sebagai pranata

3

(11)

kehidupan sosial masyarakat Jawa. Religi animisme dan dinamisme yang merupakan

akar budaya asli Indonesia, khususnya dalam masyarakat Jawa yang cukup mengakar.

Dengan demikian dapat bertahan walaupun mendapat pengaruh dan berhadapan

dengan kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang maju. Masyarakat Jawa

merupakan satu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma, tradisi, maupun

agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat Jawa secara kekerabatan.4

Kentalnya nilai tradisi yang menghiasi perkembangan Islam di Jawa juga

masih terlihat pada masa pergerakan Nasional, sampai kemudian muncul

Muhammadiyah yang mengklaim dirinya sebagai gerakan puritanisasi Islam dalam

upayanya untuk mengembalikan Islam sesuai Dengan Qur’an dan Hadis.5

Meskipun

demikian, kalangan tradisional Islam tidak lantas kehilangan posisinya di

tengah-tengah masyarakat Indonesia, puncaknya adalah ketika Nahdhlatul Ulama (NU) resmi

berdiri di Surabaya tahun 1926 yang visinya yaitu menjaga eksistensi Islam

tradisional dari gempuran kaum reformis.

Nahdlatul ulama (NU) yang lahir dan besar di Jawa Timur benar-benar

memanfaatkan Jawa Timur untuk menjadi basis masa terbesar Nahdlatul ulama (NU).

Meskipun Muhammadiyah lebih dahulu berdiri, namun tidak serta merta dapat

mengambil hati masyarakat Jawa Timur pada umumnya untuk mengalihkan

simpatinya kepada organisasi masa berbasis agama yang lahir di Yogyakarta ini,

bahkan kenyataan itu masih berlaku sampai sekarang. Nahdlatul Ulama (NU) hampir

4

Abdul Jamil, Islam Dan Kebudayaan Jawa (Jogjakarta: Gama Media, 2000), 4-5.

5

(12)

menguasai seluruh elemen keagamaan di Jawa Timur, tidak terkecuali Pondok

Pesanten (Ponpes). Stigma masyarakat yang mengatakan bahwa Ponpes selalu identik

dengan Nahdlatul Ulama (NU) tidak sepenuhnya salah, ini dikarenakan kebanyakan

pesantren yang ada di Jawa Timur berbasis Nahdlatul Ulama (NU).6

Basis kultural Masyarakat santri di Lamongan terbentuk sejak keterikatan

wilayah ini dengan Kesultanan Islam di Demak, beberapa saat setelah runtuhnya

kekuasaan agung Majapahit. Lamongan merupakan salah satu wilayah kekuasaan

Demak yang berada di bawah otoritas Sunan Giri di Gresik, sebuah sistem politik

yang mempersatukan otoritas keagamaan dengan wilayah politik.7 Melemahnya

kekuatan Demak di pusat menjadikan otoritas Sunan Giri semakin menguat, bahkan

hampir menyerupai “Raja Kecil” di wilayah pesisir Jawa Timur. Karena semakin

menguatnya Sunan Giri, maka upaya dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri

semakin masif, termasuk di Lamongan. Para santri dikirim ke berbagai pelosok

daerah untuk menyebarkan Islam dan menyusun struktur pemerintahan di beberapa

wilayah di pesisir utara Jawa Timur, termasuk Raden Ronggo Hadi yang kelak

menjadi bupati pertama di Lamongan pada masa Sunan Giri.8

Realitas hubungan santri dengan abangan bergerak dinamis sesuai dengan

dinamika perubahan sosial. Untuk masyarakat Jawa, sebenarnya Koentjaraningrat

pernah membuat sebuah pembagian berdasarkan kedaerahan. Ortodoksi Islam

6

Greag Fealy, Ijtihad Politik Ulama (Yogyakarta: LKiS, 2003), 30.

7

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: LP3ES, 1984), 326.

8

(13)

menguat di bagian barat Jawa Tengah yang berbatasan dengan daerah Sunda, pantai

Utara Jawa dan beberapa daerah yang bersinggungan dengan pengaruh Madura.

Sementara itu, wilayah Jawa Tengah bagian Selatan menjadi kantong kejawen, yaitu

Islam banyak bercampur aduk dengan budaya lokal.9

Satu hal yang juga menjadi salah satu alasan kenapa kejawen tidak bisa

berkembang sebagai sebuah institusi atau varian sosial kemasyarakatan adalah adanya

kelompok-kelompok Islam yang terwadahi dalam sebuah organisasi relegius.

Organisasi relegius ini dalam perkembangannya ternyata sangat besar pengaruhnya

terhadap perkembangan Islam di pesisir Lamongan.10 Sejak awal, penyebaran Islam

di Lamongan dilakukan secara organisatoris melalui struktur kekuasaan yang berada

di bawah kekuasaan Sunan Giri. Menuju era yang lebih modern, institusi yang

berlabel keagamaan semakin menunjukkan taringnya di Lamongan, apalagi muncul

dua kutub organ masa berbasis agama terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan

Nahdlatul Ulama (NU).

Tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan saja, tetapi

sudah merambah ke dunia pendidikan di mana lembaga-kembaga itu gigih

menyumbangkan ide dan gagasannya dalam pendidikan, salah satunya dengan

mendirikan Pondok Pesantren. Oleh karenya, selain merupakan tradisi turun-temurun

sejak jaman Wali Songo, keberadaan institusi keagamaan ini juga semakin

menumbuh kembangkan keberadaan Pesantren di Pesisir Lamongan.

9

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, 315.

10

(14)

Peran sentral organisasi masa berbasis keagamaan semakin mencolok dan

menunjukkan taringnya di pesisir Utara Lamongan pada kurun waktu 1920 ke atas.

Hal ini dikarenakan organisasi masa semacam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama

(NU) melakukan berbagai kebijakan untuk memperluas jaringan masing-masing.

Nahdlatul Ulama (NU) secara umum masih mempunyai masa terbanyak di wilayah

Jawa Timur, dikarenakan di wilayah inilah Nahdlatul Ulama (NU) lahir dan

berkembang. Muhammadiyah, meskipun tidak segegap-gempita Nahdlatul Ulama

(NU), namun tidak menyurutkan antusias simpatisannya di Jawa Timur. Wilayah

pesisir menjadi lahan dakwahnya, termasuk Lamongan bagian Utara. Pada akhirnya

Muhammadiyah benar-benar menjadi Organisasi kemasyarakatan berbasis Islam

mayoritas di wilayah ini, bahkan sampai sekarang.11

Sebelum agama Islam atau aliran keagamaan datang, seperti munculnya

Muhammadiyah di Kecamatan Solokuro, masyarakatnya masih terpengaruh oleh

kepercayaan animisme dan dinamisme. Tidak heran jika sebagian masyarakat

Kecamatan Solokuro saat itu masih menaruh kepercayaaan pada perdukunan. Mereka

kerap memberikan sesajen dan membakar kemenyan di beberapa tempat yang

diyakini sebagai tempat keramat, bahkan mereka rajin mengadakan upacara ritual

dekahan rutin setiap tahun.

11

(15)

Setelah melalui proses musyawarah para tokoh dari dua aliran, mengusulkan

agar ritual memberikan sesajen, membakar menyan, dan dekahan itu digantikan

dengan acara ngaji bersama, setelah terjadi perdebatan antara yang mendukung

dekahan dan yang melarangnya, keputusan finalnya adalah dekahan tidak

dihapuskan, tetapi diselenggarakan dua acara, yaitu dekahan sebagaimana biasanya

dan ngaji bersama.

Aliran keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro mulai menunjukkan

taringnya terjadi pada tahun 1950-an keatas, seperti munculnyanya aliran Nahdlatul

Ulama (NU), aliran Muhammadiyah dan munculnya dua aliran yang lainnya yakni

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komunitas Salafi.

Di kecamatan Solokuro, jumlah aliran keagamaan Islam ada sekitar 3-4

aliran-aliran keagamaan Islam seperti, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga

dakwah Islam Indonesia (LDII), dan “Komunitas Salafi”.12

Mulai dari situlah penulis ingin meneliti lebih dalam lagi aliran keagamaan

Islam yang berada di Kecamatan Solokuro, karena pada akhir-akhir ini Kecamatan

Solokuro menjadi sorotan masyarakat diseluruh dunia, karena ada warga atau

penduduknya yang terlibat dalam pelaku bom Jihad. Keempat aliran keagamaan

Islam ini mulai eksis di Kecamatan Solokuro dan mulai mendakwakan paham-paham

yang mereka ikuti di tengah-tengah masyarakat penduduk Kecamatan Solokuro.

12

(16)

Kecamatan Solokuro sendiri adalah Kecamatan yang berada di bawah

naungan Kabupaten Lamongan, penduduk masyarakat Kecamatan Solokuro masih

memegang faham Islam abangan pada masa dulu dan sekarangpun masih ada sedikit,

banyak sekali masyarakat Kecamatan Solokuro pada waktu itu yang masih

mempercayai benda-benda mistis di sekelilingnya. Waktu itu Nama Kecamatan

Solokuro masih asing ditelingan orang. Semenjak ada peristiwa bom yang

menghancurkan Bali, Kecamatan Solokuro mendadak terkenal, karena ada seorang

yang terlibat dalam peristiwa itu, semenjak itulah aliran-aliran keagamaan Islam di

Kecamatan Solokuro disoroti oleh berbagai orang diseluruh dunia khususnya dan

Indonesia umumnya, karena dirasa ajaran faham aliran apa yang di pelajari di daerah

Kecamatan Solokuro itu hingga ada penduduk masyarakatnya yang berani melakukan

hal-hal radikal/ekstrim seperti itu.

Maka dari itu penulis ingin meneliti lebih dalam lagi aliran-aliran keagamaan

Islam yang berada di kecamatan Solokuro, karena dirasa cukup menarik untuk diteliti

dan di kembangkan lebih mendalam.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah masuknya agama Islam di Kecamatan Solokuro?

2. Apa saja aliran-aliran keagamaan Islam yang berkembang di Kecamatan

Solokuro?

3. Bagaimana dinamika hubungan sosial dan pengaruh aliran keagamaan Islam yang

(17)

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui sejarah masuknya agama Islam di Kecamatan Solokuro.

2. Untuk mengetahui aliran-aliran keagamaan Islam yang berkembang di Kecamatan

Solokuro.

3. Untuk mengetahui dinamika hubungan sosial dan pengaruh aliran keagamaan

Islam yang ada di Kecamatan Solokuro tehadap masyarakat.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dan berguna dimasa mendatang.

Adapun kegunaan tersebut antara lain:

1. Dapat memberikan konstribusi terhadap pengembangan dalam penulisan, baik di

bidang sejarah, sosial,maupun budaya.

2. Sebagai bahan masukan atau gambaran untuk dijadikan tambahan referensi dalam

perpustakaan.

3. Bermanfaat bagi pengembangan dunia keilmuan di Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya khususnya jurusan

Sejarah dan Kebudayaan Islam.

4. Bagi masyarakat, hasil penulisan ini sebagai gambaran atau informasi tentang

aliran keagamaan Islam yang berada di Kecamatan Solokuro khususnya dan

Lamongan umumnya.

(18)

Untuk dapat memperjelas dan mempermudah dalam proses pembuatan skripsi

yang berjudul “Sejarah Perkembangan Aliran Keagamaan Islam di Kecamatan

Solokuro Kabupaten Lamongan tahun 1950-2014”. Penulis Akan mengunakan

pendekatan yang bertujuan untuk mendiskripsikan apa-apa yang terjadi di masa lalu

atau lampau. Penulis akan mengunakan pendekatan historis dan sosiologis.

Pendekatan historis ini diharapkan bisa mengetahui secara menyeluruh sejarah

lahirnya aliran-aliran keagamaan Islam dan perkembangan aliran-aliran keagamaan

islam yang berada di Kecamatan Solokuro. Berdasarkan sosiologis digunakan sebagai

alat bantu penggunaan, pendekatan sosiologis tersebut akan dapat meneropong

segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, yang mencakup aliran-aliran keagamaan yang

berperan, jenis-jenis hubungan sosial, dinamika hubungan sosial antar aliran

keagamaan Islam, konflik berdasarkan kepentingan dan ideologi, dan pengaruh aliran

keagamaan Islam di daerah Kecamatan Solokuro tersebut terhadap masyarakat

Kemudian landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori

perubahan. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pada mulanya di Lamongan

umumnya Solokuro khususnya menganut ajaran dinamisme dan animisme. Seiring

berjalannya waktu, ajaran agama Islam mulai masuk dan faham aliran keagamaan

Islam mulai berdiri di Kecamatan Solokuro, tidak hanya itu, semakin banyaknya

masyarakat atau penduduk Indonesia yang belajar atau menempuh pendidikan di luar

Negeri khususnya Timur Tengah dan daerah sekitarnya, mereka pulang kedaerahnya

(19)

Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan.

Perubahan itu ada yang bergerak cepat ataupun lambat. Perubahan sosial yang terjadi

dalam masyarakat dapat bersifat progres atau regres, luas ataupun terbatas, cepat atau

lambat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, dan sebagainya.13

Taylor mengartikan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan

kebudayaan adalah kebudayaan dikatakannya suatu komplek yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap

kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat,

perubahan-perubahan kebudayaan merupakan setiap perubahan-perubahan dari unsur-unsur tersebut.

Misalnya dengan adanya ajaran atau aliran-aliran baru yang di bawa oleh seseorang

masuk ke Lamongan umumnya Solokuro khususnya telah menyebabkan

perubahan-perubahan dari pola-pola prilaku, seperti dari segi norma-norma, nilai-nilai sosial,

yang menjadikan masyarakat saat ini lebih agamis dengan menganut ajaran Islam dan

sangat taat kepada agamanya.14

Uraian tersebut menjelaskan bahwa pendekatan historis, antropologi agama

dan teori perubahan bisa digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini,

sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa faktor internalnya adalah adanya

aliran faham keagamaan baru. Sedangkan faktor eksternalnya masyarakat Solokuro

khususnya dan Masyarakat Lamongan umumnya semakin was-was dengan adanya

faham aliran keagamaan Islam baru.

13

Kurnadi Sahab, Sosiologi Pedesaan (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 14.

14

(20)

F. Penelitian terdahulu

Dalam proses penelusuran karya-karya seperti skripsi dan karya ilmiah, yang

sama atau mirip dengan penyusunan penelitian ini, Adapun penelitian dan penulisan

yang sempat mengkaji berdasarkan skripsi dan buku-buku yang berkaitan dengan

faham keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan, diantaranya

sebagai berikut:

1. “Kaum muda dan kekerasan agama (Peran Gerakan Pemuda Anshor NU dan

Pemuda Muhammadiyah Dalam Mencegah Konflik Keagamaan di Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan)”, Sholihul Huda, Universitas Muhammadiyah

Surabaya, tahun 2013.15 Skripsi ini membahas peran Ansor (NU) dan pemuda

Muhammadiyah dalam menjaga konflik keagamaan yang berada di Kecamatan

Paciran.

2. “Fenomena aliran keagamaan dalam Islam”, ditulis oleh Adeng Muchtar Ghazali,

Universitas Islam negeri Bandung, tahun 2012.16

3. “Konflik antar aliran keagamaan: studi kasus konflik antar NU dan

Muhammadiyah dalam mengadakan ritual nyadran di Desa Sugio Kec. Sugia Kab.

Lamongan”, Siti Azizah, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013.17

15

Sholihul Huda, “Kaum muda dan kekerasan agama (Peran Gerakan Pemuda Anshor NU dan Pemuda Muhammadiyah Dalam Mencegah Konflik Keagamaan di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”,

(Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2013).

16

Adeng Muchtar Ghazali, “Fenomena aliran keagamaan dalam Islam”, (Bandung, Universitas Islam negeri Bandung, 2012).

17

Siti Azizah , “Konflik antar aliran keagamaan: studi kasus konflik antar NU dan Muhammadiyah dalam

(21)

4. “Konflik kekerasan keagamaan di Madura: Studi komparatif atas hubungan Syiah

dan Ahlussunnah di Bangkalan dan Sampang”, Siti Maryam, Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014.18

Dari semua penelitian di atas berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian

ini dengan judul “Sejarah Perkembangan Aliran Keagamaan Islam di Kecamatan

Solokuro Kabupaten Lamongan tahun 1950-2014”, fokus pembahasanya mengenai

bagaimana dinamika hubungan sosial dan pengaruh aliran keagamaan Islam di

Kecamatan Solokuro terhadap masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian yang

masih belum pernah disajikan sebelumnya.

G. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah, metode mempunyai peran yang sangat

penting. Secara umum sejarah merupakan proses penyajian dan analisis sumber atau

laporan dari masa lampau secara kritis. Hasil rekonstruksi masa lampau berdasarkan

atas dua fakta yang diperoleh, bentuk proses ini disebut historiografi, adapun

langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan topik

Dalam skripsi ini penulis memilih topik yang berjudul “Sejarah

Perkembangan Aliran Keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro Kabupaten

Lamongan tahun 1950-2014”.

18

Siti Maryam, “Konflik kekerasan keagamaan di Madura: studi komparatif atas hubungan syiah dan

(22)

2. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani heurishen, artinya memperoleh.19 Sebagai

langkah awal adalah apa yang disebut heuristik (heuristic) atau dalam bahasa Jerman

Quellenkunde, sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan

data-data, atau materi sejarah.20 Maksudnya kegiatan menghimpun data jejak-jejak masa

lampau dengan Cara mencari dan menemukan sejumlah dokumen penting sesuai

dengan pembahasan judul skripsi ini.21 Dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan dua langkah untuk mencari dan menemukan sumber sejarah yaitu:

a.Langkah pertama yaitu dengan mencari sumber primer, adalah sumber yang

disampaikan oleh saksi mata. Sumber primer dalam penelitian ini meliputi:

a.1. Dokumen, baik berupa surat keputusan (SK), dan surat pengesahan pimpinan,

buku Musycab III Muhammadiyah Cabang Solokuro, Tanfidz Keputusan

Musyawarah Cabang III Muhammadiyah Solokuro, Kecamatan Solokuro

dalam angka tahun 2013, Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Konferensi

Periodik I Majlis Wakil Cabang Kecamatan Solokuro.

b.2. Wawancara, wawancara ini penulis lakukan dengan bapak K.H. Rofiq

Rohman, H. Khusaeri, Muhammad Tsabit, H.M Ilham, Nurul Yaqin, Zainal

Abbidin, Sukran, Supono, Srinadi, H. M. Khozin, H. Jayadi, , Ali Makhfud,

Abu Maksum, Nur Hasan, Yusanah, Amrozi Ismail, Ahmad Nafik, Marwan

Huda, Baqir Yasin, Sulyadi, Muhammad Ilham, Hamtoro Huda, Heru

19

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55.

20

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2007), 86.

21

(23)

Sukadri, Nur Hadi, Agus Arifin, Khoiruman, Akhiyar, Khalimin, Abu Sholeh,

Fattah Amin, Khoirul Anam

b.Sumber skunder yaitu sumber yang disampaikan oleh bukan saksi mata, seperti

buku-buku atau referensi yang penulis peroleh berkaitan dengan penulisan skripsi

ini. Beberapa sumber skunder antara lain:

- Soeleiman Fadeli, Antologi NU Sejarah-Istilah-Amaliah Uswah NU.

- Dewan pimpinan pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Direktorat LDII.

3. Kritik

Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu terkumpul, tahap yang

berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik untuk

memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini yang juga harus diuji adalah

keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas) yang dilakukan melalui kritik

ekstren, dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri

melalui kritik intern.22 Dalam tahap ini penulis melakukan kritik intern, yang

dalam pelaksanaannya lebih menitik beratkan pada kebenaran dan keaslian data

dengan mencari korelasi sumber-sumber yang ada, sehingga dapat ditarik fakta

untuk penulisan sejarah. Di samping itu, peneliti juga menggunakan kritik ekstern

yang dalam pelaksanaannya menitik beratkan kredibilitas dari sumber yang ada.

4. Interpretasi.

Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis

sejarah.Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda

22

(24)

dengan sintesis yang berarti menyatukan. Di dalam proses interpretasi sejarah,

seorang peneliti harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya peristiwa. Data sejarah kadang mengandung beberapa

sebab yang membantu mencapai hasil dalam berbagai bentuknya. Walaupun suatu

sebab kadangkala dapat mengantarkan kepada hasil tertentu, tetapi mungkin juga

sebab yang Sama dapat mengantarkan pada hasil yang berlawanan dalam

lingkungan lain.23

5. Historiografi.

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi di sini merupakan

Cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan.

Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu

hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian,

sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya (penarikan

kesimpulan).24

Dalam buku lain historiografi merupakan tahap akhir metode sejarah, yang

mana historiografi itu sendiri adalah menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam

bentuk suatu kisah yang dipaparkan secara sistematis dan terperinci dengan

menggunakan bahasa yang baik.25 Dalam hal ini penulis mencoba menuangkan

laporan penelitian ke dalam satu karya yang berupa skripsi. Penulis ini diharapkan

memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal hingga akhir

23

Ibid., 65.

24

Ibid., 67.

25

(25)

tentang “Sejarah Perkembangan Aliran Keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro

Kabupaten Lamongan tahun 1950-2014”.

H. Sistematika bahasan

Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, diperlukan sebuah

sistemasi terhadap isi dengan membagi dalam beberapa bab, dan masing-masing bab

akan dibagi menjadi beberapa bagian yang akan membahas tentang “sejarah

perkembangan aliran keagamaan Islam di kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan

tahun 1950-2014.”

Adapun sistematika bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik,

penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika bahasan.

BAB II : Pada bagian ini akan di jelaskan keberadaan Letak geografis

Kecamatan Solokuro, penyebaran Islam di Jawa dan masuknya Islam beserta

tokoh-tokohnya di Kecamatan Solokuro,.

BAB III : Bagian ini akan menjelaskan aliran-aliran keagamaan Islam yang

berkembang di Kecamatan Solokuro, Dalam hal ini akan dibagi menjadi beberapa sub

Bab diantaranya seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga dakwah

(26)

BAB IV : Bab ini Akan menunjukan dinamika hubungan sosial dan pengaruh

aliran keagamaan Islam di Kecamatan Solokuro terhadap masyarakat, dalam hal ini

Akan dibagi menjadi beberapa sub Bab diantaranya: Pengaruh dalam bidang

pendidikan (pesantren), Pengaruh dalam bidang politik, dan Pengaruh dalam bidang

budaya.

BAB V : Merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran dari

(27)

BAB II

SEJARAH AGAMA ISLAM MASUK DI KECAMATAN SOLOKURO

A.Kondisi umum

1. Tinjauan Geografis Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan

Kecamatan Solokuro sebelumnya merupakan gabungan atau pembantu

pemerintahan dari Kecamatan Paciran seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk di Kecamatan Paciran, maka pada tahun 1993 Solokuro memisahkan diri

dan membuat pemerintahan sendiri.

Kecamatan Solokuro merupakan Kecamatan yang ada di Kabupaten

Lamongan yang terletak dibagian Barat. Batas-batas Wilayahnya meliputi sebelah

Utara berbatasan dengan Kecamatan Paciran, sebelah Timur berbatasan dengan

Kecamatan Panceng dan Kecamatan Dukun (Kabupaten Gresik), sebelah Selatan

berbatasan dengan Kecamatan Laren, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan

Laren dan Kecamatan Brondong.

Luas Wilayah Kecamatan Solokuro adalah 102, 98 Km² atau setara dengan

10.298, 523 Ha yang terbagi menjadi 10 Desa, 20 dusun, 50 RW, dan 225 RT.1 yang

mayoritas Penduduknya bekerja sebagai Petani, yang berdasarkan tata guna lahan

tanah terdiri dari tanah sawah tadah hujan 1.911, 894 Ha, tanah tegalan/lahan kering

1

(28)

4. 109, 636 Ha, tanah pekarangan 198, 150 Ha, tanah hutan Negara 3. 983, 700 Ha,

tanah lain-lain 95, 143 Ha.

Dilihat dari keadaan Geografisnya, Kecamatan Solokuro tergolong daerah

Pertanian, dan hutan Negara, terbukti dari luas Wilayah, hampir sebagian wilayah di

seluruh Kecamatan Solokuro mulai dari Kecamatan Solokuro bagian Barat hingga

bagian Timur terdapat tanah tegalan dan sawah dengan masyarakatnya yang

mayoritas bekerja sebagai petani. Untuk daerah yang terdapat hutan Negaranya

terletak di Desa Tenggulun, Tebluru, Dadapan, Takerharjo, dan Dagan.

Secara klimatologis, wilayah Kecamatan Solokuro beriklim tropis yang

terbagi dalam dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan

umumnya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim

kemarau umumnya terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September. Dengan

rata-rata jumlah hari hujan setiap bulan adalah (8) hari dengan curah hujan 119 mm.2

Dari segi Sumber Daya Alamnya Kecamatan Solokuro memiliki beberapa

macam Sumber Daya Alam, antara lain yaitu:

Pertanian, Masyarakat di Wilayah Kecamatan Solokuro sebagian besar

wilayahnya berupa dataran rendah yang subur, dan ada juga daerah dataran tinggi

yang masih bisa ditanami tanaman, sehingga memudahkan untuk masyarakat

2

(29)

membuat lahan pertanian yang tersebar di beberapa Desa dengan komoditas utama

adalah tanaman holtikultural berupa jagung, kacang-kacangan, dan padi.

Peternakan, selain bertani Masyarakat di wilayah Kecamatan Solokuro juga

banyak dijumpai yang berternak, baik berternak Sapi, berternak Ayam, berternak lele,

dan berternak Kambing.

Perdagangan, banyak dijumpai Pasar-pasar di Wilayah Kecamatan Solokuro

di seluruh Desa-Desa antara lain, Pasar Wage di Desa Payaman, Pasar di Desa

Solokuro, Pasar di Desa Dadapan, Pasar Tebluru, Pasar Sugian, Pasar Takerharjo,

Pasar Banyubang, Pasar Dagan. Dan ada juga pasar hewan.3

Ekonomi, Secara umum ekonomi di Wilayah Kecamatan Solokuro pada tahun

1950-an masih tergolong daerah sangat miskin dan tertinggal, tetapi dengan

berubahnya keadaan zaman, daerah Solokuro secara mengejutkan menunjukkan

kemajuan yang sangat pesat, terbukti dengan banyaknya rumah-rumah warga yang

sudah bertembok dengan batu bata (bersaren) juga bertingkat. Dan juga banyaknya

Penduduk Masyarakat Kecamatan Solokuro yang pergi bekerja ke luar Negeri, ini

membuktikan bahwa keadaan ekonomi di Wilayah Solokuro sangat maju pada zaman

sekarang ini.

3

(30)

2. Kondisi sosial budaya

Sebelum mengungkapkan kondisi sosial dan budaya masyarakat Kecamatan

Solokuro, perlu kiranya penulis mendefinisikan kata “sosial” dan “budaya”. Menurut

kamus ilmiah populer, sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat, peduli

terhadap kepentingan umum.4

Adapun kata budaya didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia

sebagai makhluk sosial digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan

lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah

lakunya.5

Jadi sosial budaya merupakan segala sistem atau tata nilai, pola berfikir, pola

tingkah laku dalam berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Atau segala hasil

karya, cipta, dan rasa manusia yang berkaitan dengan pergaulan hidup manusia baik

yang menyangkut individu atau kelompok seperti, dalam halnya masyarakat yang

timbul dalam berbagai bentuk baik oleh individu maupun kelompok tertentu.

Penduduk Kecamatan Solokuro tergolong masih homogen, oleh karena itu

mereka masih tampak kekelompokannya, baik dari segi tolong menolong, bantu

membantu, saling menghormati, dan lain-lain. Sehingga rasa hormat dan harga diri

mereka masih kelihatan, mereka serempak dalam mengerjakan seuatu secara

gotong-royong demi kepentingan bersama.

4

Pius A partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 718.

5

(31)

Kerukunan dan kerja sama mereka memang sudah lama ditampakkan, hal ini

karena dilatarbelakangi oleh rasa persaudaraan yang kuat sesuai dengan karakter

sebagai makhluk sosial. Sebagai contoh kongkrit, adanya rasa gotong royong dalam

pembangunan jalan, pembuatan rumah (gugur gunung) dan lain-lain. Dari situ

nampak dasar sebagai makhluk sosial yang termanifestasi dalam bentuk seperti di

atas.

Sebelum aliran keagamaan Islam masuk di Kecamatan Solokuro seperti

Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII),

dan Komunitas Salafi. Secara keseluruhan masyarakat Kecamatan Solokuro memiliki

kebiasaan yang sudah melekat dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari, yakni

mengadakan acara ritual-ritual yang bertujuan untuk mencari keselamatan dan

keberuntungan bagi diri dan pekerjaannya. Misalnya agar hasil tanamannya baik

maka harus menyediakan sesajen untuk danyang Desa (Dewi Sri) atau untuk mencari

keselamatan masyarakat atau penduduknya mereka mengadakan sedekah kepada

pohon-pohon yang dianggap keramat, agar selamat dari marah bahaya atau gangguan

dari makhluk halus seperti Jin.

Di samping itu masyarakat Kecamatan Solokuro juga memiliki kebiasaan

pada waktu dulu yaitu slametan. Pada hari-hari tertentu, sebagian penduduk

masyarakat kecamatan solokuro masih melaksanakan kenduri agar sesuatu yang

diinginkan dapat terkabul. Selamatan ini seperti wethonan (selamatan hari lahir),

(32)

diseluruh wilayah Kecamatan Solokuro pada waktu itu, juga berkembang kebiasaan

minum-minuman arak atau toak, nanggap gong (sindiran) sampai dengan sedekah

bumi.

Masyarakat Kecamatan Solokuro juga pernah menjadi basis orang-orang PKI,

yang pada waktu itu berpusat di Desa Payaman. Hal ini disebabkan karena kondisi

masyarakat Kecamatan Solokuro pada waktu itu sangat jauh dan sangat miskin dari

moral yang luhur, meskipun masyarakat Kecamatan Solokuro pada waktu itu menjadi

penganut agama Islam. Adapun budaya yang ada di Kecamatan Solokuro yaitu:

Kesenian Jaran Jinggo, Kesenian Kentrung Sunan Drajad, dan Reog.6

3. Kondisi keagamaan

Sebelum menjelaskan tentang kondisi keagamaan masyarakat Kecamatan

Solokuro sebelum masuknya aliran-aliran keagamaan Islam, terlebih dahulu penulis

akan menjelaskan tentang pengertian agama. Agama berasal dari kata gam (bahasa

Sansekerta) yang artinya pergi, kemudian mendapat awalan I, U, dan akhiran A,

sehingga pengertian berubah menjadi “jalan”, jadi agama, igama, dan ugama dalam

bahasa bali ketigannya ketiganya mempunyai arti berikut, agama merupakan

6

(33)

peraturan, tata cara, upacara dewa-dewa, sedang ugama ialah peraturan, tata cara

dalam berhubungan dengan manusia.7

Menurut kamus ilmiah populer agama adalah keyakinan dan kepercayaan

kepada tuhan.8 Sedangkan pengertian agama menurut sosiologi yaitu dipandang

sebagai wadah lahiriah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataan iman di forum

terbuka (masyarakat) yang manifestasinya dapat dilihat atau disaksikan dalam bentuk

kaidah-kaidah, ritus dan kultus, atau doa’-doa’.9

Dari pengertian-pengertian agama-agama di atas penulis mengambil

kesimpulan bahwa agama adalah suatu keyakinan atau kepercayaan kepada tuhan

yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan, tata cara ataupun upacara yang

dijadikan ikatan oleh manusia dengan tuhannya.

Pada umumnya, Islam berkembang baik di kalangan masyarakat Jawa,

walaupun begitu tidak semua orang yang memeluk agama Islam beribadah sesuai

dengan peraturan agamannya, sehingga berlandasan atas kriteria pemelukan

agamannya ada yang disebut Islam santri dan Islam kejawen. Islam santri adalah

penganut agama Islam di Jawa yang secara patuh dan teratur menjalankan

ajaran-ajaran dari agamannya, sedangkan golongan yang disebut Islam kejawen yaitu tidak

menjalankan Shalat, Puasa serta tidak berkeinginan naik Haji akan tetapi percaya

kepada ajaran keimanan agama Islam, mereka menyebut Gusti Allah dan Muhammad

7

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 35.

8

Partanto, Kamus Ilmiah Populer, 9.

9

(34)

adalah Kanjeng Nabi. Kebanyakan orang Jawa percaya kehidupan manusia di Dunia

seolah sudah ada yang mengatur yaitu Alam Semesta dan percaya akan adanya

kekuatan seperti Lelembut, Tuyul, Demit beserta Jin yang menempati alam

sekitarnya, menurut kepercayaan mereka bahwa Makhlus halus itu bisa

mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman, atau juga keselamatan. Begitu

pula sebaliknya, makhluk halus tersebut bisa mendatangkan kesengsaraan, kematian

ataupun gangguan pada jiwa manusia. Jika seseorang ingin hidup tanpa gangguan

atau penderitaan maka orang tersebut harus mempengaruhi alam semesta seperti

berprihatin, berpuasa, berselamatan atau bersaji. Berselamatan atau bersaji inilah

yang bisa dijalankan oleh masyarakat Jawa terutama di Desa-Desa pada waktu

tertentu.10

Masyarakat Kecamatan Solokuro mayoritas beragama Islam, namun mereka

masih senantiasa melakukan hal-hal yang berbau kejawen, misalnya masyarakat

Kecamatan Solokuro masih percaya adanya kekuatan roh leluhur, makhlus halus yang

ada di pohon besar atau di tempat-tempat yang angker yang jika diberi sesaji akan

membawa ketenangan dan tidak menganggu pikiran dan mengadakan upacara

keselamatan.

Walaupun warga Masyarakat Kecamatan Solokuro mayoritas beragama Islam

akan tetapi dalam pemahaman agama atau pengamalan terhadap agama masih sangat

jauh, oleh sebab itu tidak heran jika masyarakat Kecamatan Solokuro banyak yang

10

(35)

melanggar ajaran agama Islam yang tidak ada tuntutannya dalam Al-qur’an dan

Hadits, karena apa yang mereka ketahui tentang ilmu pengetahuan terutama

pengetahuan tentang Islam berawal dari apa yang diperoleh dan dipahami dari

orang-orang terdahulu, jadi apa yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Solokuro sudah

menjadi hal yang biasa dan tidak asing lagi untuk diterapkan dalam peristiwa

kehidupan sehari-hari.11

B.Penyebaran Islam di Jawa

Agama Islam tersebar di Asia Tenggara dan di Kepulauan Indonesia sejak

abad XII atau XIII. Pada zaman ini hegemoni politik di Jawa Timur masih berada di

tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha di Kediri dan di Singasari daerah

pedalaman. Ibu kota Majapahit, sekitar pada abad XIV belum berdiri. Sebaliknya,

kemungkinan bahwa pada abad XIII di Jawa sudah ada orang Islam yang menetap.

Sebab, jalan perdagangan di laut yang menyusuri pantai timur Sumatera melalui Laut

Jawa ke Indonesia bagian timur sudah ditempuh sejak zaman dulu.12

Penyebaran Islam merupakan salah satu proses dalam sejarah Indonesia.

Secara umum dibagi menjadi dua proses. Pertama, penduduk pribumi mengalami

kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Proses kedua, orang-orang

asing Asia (Arab, India, Cina, dll), yang telah memeluk agama Islam tinggal secara

menetap di suatu wilayah Indonesia.13

11 Sukran, Wawancara, Solokuro, 20 April 2015. 12

H. J. De Graaf, Kerajaan Islam pertama di Jawa (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1985), 20.

13

(36)

Proses Islamisasi di Jawa sudah berlangsung sejak sekitar abad ke-11 M,

meskipun belum meluas, terbukti dengan diketemukannya makam Fatimah binti

Maimun di Leran, Gresik yang berangka tahun 475 H (1082).14 Memang berita Islam

pada abad ke -11 dan 12 M masih langka. Akan tetapi sejak akhir abad ke-13 M

sampai pada abad berikutnya terutama ketika Majapahit mengalami puncak

kejayaannya, sebagai bukti adanya proses Islamisasi sudah banyak, dengan

ditemukannya beberapa puluh nisan di Troloyo, Trowulan dan Gresik bahkan di

pesisir kota pelabuhan telah terjadi proses Islamisasi dan sudah terbentuknya

masyarakat muslim.

Pertumbuhan masyarakat Islam di Majapahit terutama di beberapa pelabuhan

di pulau Jawa. Hal ini erat kaitannya dengan perdagangan yang dilakukan orang

Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai,

Malaka dan Aceh. Para pelaut baik yang beragama Islam atau tidak, dalam perjalanan

mereka singgah ditempat pusat pemukiman di pantai utara Jawa.15 Tokoh terpenting

dalam cerita Jawa tentang Campa adalah Putri Campa. Ada dua cerita tentang putri

Campa yaitu, makam Islam yang ada di Ibukota Majapahit. Makam itu bertarikh Jawa

1370 (1448), sedang pendapat kedua mengisahkan Campa berhubungan dengan

orang-orang suci, kemudian putri tersebut menikah dengan seorang Arab yang telah

menyebarkan Islam di Gresik dan Surabaya.16

14

Ibid., 4.

15

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 197-198.

16

(37)

Dalam perkembangan selanjutnya proses Islamisasi diseluruh wilayah

Nusantara baik di Sulawesi, Sumatera dan berbagai daerah diseluruh Jawa,

kesemuanya mengalami proses yang sama yaitu, datang dengan damai dan mendapat

tanggapan yang baik dan cepat diterima oleh bangsa Indonesia khususnya di Jawa.

Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam,

yaitu:

1. Saluran Perdagangan

Memang pada taraf permulaan saluran Islamisasi adalah dengan perdagangan,

sehingga pedagang asing baik dari Arab, India, Persia mereka turut ambil bagian.

Saluran melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para Raja dan

Bangsawan turut serta bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip

pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di

pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim

banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih

kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan ulama-ulama

dari luar sehingga jumlah mereka banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu

menjadi orang Jawa yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang

ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena

faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor

(38)

2. Saluran Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial orang yang

lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik

untuk menjadi istri-istri saudagar itu. Sebelum kawin, mereka di-islamkan lebih

dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar

muslim dengan puteri bangsawan anak raja atau anak adipati, atau bangsawan itu

kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.

3. Saluran Tasawuf

Pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi, mengajarkan teosofi yang

bercampur dengan ajaran orang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

Dengan tasawuf, ”Bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi

mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut

agama Hindu, sehingga agama baru mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli

tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran

Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan

Sunan Panggung di Jawa.17

4. Saluran Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok

yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai, dan ulama-ulama. Di pesantren

atau pondok itu calon guru agama, ulama dan kyai mendapat pendidikan agama.

17

(39)

Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau

berdakwah ke tempat tertentu untuk mengajarkan Islam.

5. Saluran Kesenian

Saluran kesenian, melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan

wayang, kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat,

babad), seni bangunan, dan seni ukir.

6. Saluran Politik

Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat memeluk Islam setelah

rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu

tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di

Indonesia bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam

mempunyai kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis

banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam, itu masuk Islam.18

Dengan demikian agama Islam khususnya di daerah Jawa, disebarkan melalui

saluran perdagangan, perkawinan dan dakwah secara langsung kepelosok-pelosok

perkampungan oleh pedagang Islam, yang kemudian diteruskan oleh para wali. Para

wali dalam menyebarkan agama Islam pada permulaannya melalui

perkumpulan-perkumpulan yang sangat terbatas bahkan kebanyakan secara rahasia kemudian

dilanjutkan dari mulut ke mulut. Setelah pengikutnya bertambah banyak, maka sistem

18

(40)

penyebaran Islam dilakukan dengan jalan tabligh yang diadakan dari rumah ke

rumah, kemudian meningkat membentuk suatu pesantren.19

C.Masuknya Islam di Kecamatan Solokuro

Penyebaran Islam di Kecamatan Solokuro Lamongan khususnya dan

Nusantara pada umumnya tidak lepas dari peranan para pedagang Islam, ahli-ahli

Agama dan raja atau penguasa yang sudah memeluk agama Islam. Hal ini membuat

penyebaran Islam yang dilakukan oleh para Wali Sangga juga semakin bebas dan

leluasa. Dengan demikian Agama Islam yang pertama kali tersiar di Kota-Kota

pelabuhan atau pantai-pantai, tidak lama kemudian penyiaran atau penyebaran mulai

kedaerah-daerah pedalaman Jawa (termasuk daerah Kecamatan Solokuro,

Lamongan).20

Penerimaan terhadap Islam juga dipengaruhi oleh budaya dan struktur sosial

yang berkembang sebelum Islam. Ketidakberdayaan, keterkungkungan, dan

ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dengan adanya pengkelasan warga dalam

sistem kasta sebagai pengaruh ajaran Hindu, kedatangan Islam merupakan alternatif

jawaban yang dinantikan.

Islam masuk di Wilayah Solokuro sendiri diyakini telah hadir sekitar abad

ke-16. Masuknya Islam di wilayah Solokuro tidak luput dari masuknya Islam di daerah

19

Sholihin Salam, Sejarah Islam di Jawa (Jakarta: Djaja Murni, 1964), 15.

20

(41)

pantura (Lamongan) yang dibawa oleh dua Sunan yaitu Sunan Drajad dan Sunan

Sendang.

Menurut cerita turun temurun yang cukup kuat. Pada saat itu, setelah wilayah

pantura (Lamongan) sudah di Islamkan oleh Sunan Drajad, dan banyak

murid-muridnya yang sudah menguasai ilmu Agamanya, maka Sunan Drajad mengutus

salah satu muridnya untuk berdakwah menyiarkan agama Islam diwilayah Selatan

Drajad yaitu wilayah daerah Solokuro, yang masih dipenuhi dengan hutan belantara

dengan pohon-pohon besar yang dikeramatkan oleh penduduk masyarakat setempat

pada waktu itu.

Wilayah daerah Solokuro pada waktu itu memang sangatlah cocok untuk

dakwah penyebaran agama Islam, karena pada saat itu penduduknya masih terlihat

mengikuti ajaran animisme dan dinamisme yang kebanyakan mengkeramatkan

benda-benda seperti, pohon-pohon besar, pemujaan kuburan dan lain-lain sebagainya.

Awalnya murid Sunan Drajad yang diutus berdakwah menyebarkan agama

Islam di wilayah Solokuro itu bernama Raden Rembelo, waktu itu daerah Solokuro

masih bernama Jalak dan Sangan. Setibanya di sekitar daerah wilayah Solokuro

Raden Rembelo mencari sumber air untuk dibuat Wudhu, bermula dari daerah

Solokuro bagian pinggir yang dipenuhi dengan pohon-pohon besar Raden Rembelo

murid (Sunan Drajad) masuk wilayah Solokuro dan membabat pohon-pohon itu

sampai ke tenggah sambil mencari sumber air yang akan dibuat untuk berwudhu.

Setelah membabat pohon-pohon itu, karena dirasa di daerah pinggir daerah Solokuro

(42)

sampailah di daerah Jalak dan Sangan yang sekarang masuk wilayah Kecamatan

Solokuro. Di tempat ini Raden Rembelo mencari sumber air, sampailah ditempat

yang dirasa ada sumber airnya lantas Raden Rembelo menancapkan tongkatnya lalu

menariknya kearah Selatan sampai jarak seratus meter, ditempat itulah Raden

Rembelo membuat Jublangan/Sendang yang akan dibuat untuk berwudhu, dan

berharap kelak Sendang itu digunakan penduduk masyarakat sekitar untuk berwudhu.

Ditempat inilah Raden Rembelo murid (Sunan Drajad) juga sekaligus membuat

Langgar kecil (gubuk pada waktu dulu), yang dibuat untuk tempat tinggalnya

sekaligus tempat cikal bakal pengajaran tentang agama Islam.21

Islam hadir di Jawa bukanlah di lingkungan masyarakat yang masih sederhana

dan tipis kebudayaan, akan tetapi masyarakat telah memiliki peradaban dan

kebudayaan tinggi. Kedatangan Sunan Sendang saat itu penduduk masyarakat masih

dalam pengaruh kepercayaan Hindu dan Budha. Begitu juga pengaruh keyakinan

mereka anut ikut mewarnai tradisi dan budaya mereka sehari-hari, kepercayaan

animisme dan dinamisme (serba magis) yang sudah lama mengakar dan menjadi

agama resmi bagi kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Jawa di antaranya Majapahit.

Animisme adalah kepercayaan yang beranggapan bahwa semua benda memiliki ruh.

Sedangkan dinamisme adalah suatu kepercayaan ruh dan daya gaib.22

Raden Rembelo merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah daerah

Solokuro. Beliau dalam menyebarkan Islam mengambil cara melalui

21

Rofiq Rohman , Wawancara, Payaman, 21 April 2015. 22

(43)

perkumpulan penduduk sekitar. Beliau adalah seorang ahli dalam pertanian atau

bercocok tanam. Adapun proses penyebaran agama Islam yang ditempuh oleh Raden

Rembelo yakni melalui pendidikan (mengajari ngaji) dan kesenian.23

Pendidikan adalah suatu cara yang paling baik untuk menyebarkan agama

Islam sebagai sarana dakwahnya. Sebagai langkah yang diambil oleh Raden Rembelo

dalam dakwah menyebarkan agama Islam dengan membuat Langgar (Musholla),

karena tempat tersebut sangat diperlukan untuk memperdalam ajaran-ajaran agama

Islam dan merupakan yang sangat tepat untuk mendidik kader-kader muballigh Islam.

Dalam Langgar inilah para masyarakat setempat memperoleh:

1. Pengetahuan tentang tauhid, untuk mempertebal keimanan yang sangat diperlukan

bagi keteguhan iman para mubaligh.

2. Pengetahuan tentang syariat yang berarti aturan hidup, pedoman hidup dan jalan

yang harus diikuti untuk kebahagiaan hidup, seperti, amalan-amalan syariat

sebagai rukun Islam.

3. Pengetahuan tentang Al-Qur’an, Hadits, Tarikh Nabi serta mubaligh-mubaligh

Islam yang telah dirintis oleh Khulafaur Rasyidin.

4. Pengetahuan tentang ajaran bersedekah yang merupakan sumber kebaikan dan

berfungsi untuk menjalin hubungan dengan sesama manusia berdasarkan rasa

empati, kasih sayang dan persaudaraan.

23

(44)

Dakwah yang dilakukan Raden Rembelo ini merupakan ajakan atau seruan

untuk mengajak seseorang mengikuti dan mengamalkan ajaran nilai-nilai Islam.24

Dari situlah, menurut cerita turun temurun, berkat jasa Sunan Drajad penyebar

Agama Islam di pantura (Lamongan) yang telah mengirim dan mengutus muridnya

yaitu Raden Rembelo untuk berdakwah menyebarkan Agama Islam di daerah Selatan

Drajad.

24

(45)

BAB III

ALIRAN-ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM YANG BERKEMBANG DI

KECAMATAN SOLOKURO

A.Muhammadiyah

1. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah

K.H Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai upaya

penyempurnaan pemikiran beliau dalam melaksanakan Islam dengan

sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Sebelum resmi menjadi organisasi, embrio

Muhammadiyah merupakan gerakan atau bentuk kegiatan dalam rangka

melaksanakan Agama Islam secara bersama-sama. Perkumpulan ini diprakarsai oleh

Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Gerakan yang digetarkan oleh motivasi seperti itulah yang nantinya berhak

mempunyai landasan dan akar yang kuat. Dalam gerakannya itu beliau dibantu oleh

para sahabat-sahabatnya. Ini membuktikan bahwa untuk melaksanakan Islam tidak

bisa dilakukan sendirian, tetapi harus bersama-sama dengan yang lain. Karenanya

belakangan K. H A. Dahlan memilih orang-orang yang sepaham.

Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H (bertepatan tanggal 18

November 1912 M) Muhammadiyah diresmikan menjadi organisasi persyarikatan

dan berkedudukan di Yogyakarta, yang dipimpin langsung oleh K.H A. Dahlan

(46)

penyempurnaan dari pelaksanaan gerakan yang telah dilakukan sebelumnya.

2. Faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah.

Faktor-faktor yang mendorong berdirinya Muhammadiyah ada dua, yakni

faktor subyektif dan faktor obyektif.

Faktor subyektif, ialah pelakunya sendiri. Yang dimaksudkan di sini ialah,

kalau mau mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari orangnya sendiri.

Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan K. H. Ahmad. Dahlan,

tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan tahun 1868 M dan wafat tahun

1923 M. Dimakamkan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta.

Faktor obyektif yang dimaksud ialah keadaan dan kenyataan yang

berkembang saat itu. Hal ini hanya merupakan pendorong lebih lanjut dari permulaan

yang telah ditetapkan hendak dilakukan subyek. Bisa juga dikatakan sebagai api yang

akan menyalakan mesiu. Yakni menyalakan keadaan masyarakat itu sendiri.

Faktor obyektif tersebut oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan dibagi menjadi dua,

yaitu yang intern ummat Islam (keadaan ummat Islam sendiri) dan ekstern ummat

Islam (masyarakat di luar ummat Islam).1

Intern ummat Islam, yang dimaksud dengan faktor obyektif dari kalangan

ummat Islam sendiri (intern ummat Islam) ialah kenyataan bahwa ajaran Agama

1

(47)

Islam yang masuk di Indonesia, kemudian menjadi Agama ummat Islam di Indonesia,

ternyata sebagai akibat perkembangan Agama Islam pada umumnya, sudah tidak utuh

dan tidak murni lagi!

Faktor Obyektif Ekstern, Pemerintah Hindia Belanda merupakan keadaan

objektif ekstern ummat Islam pertama yang melatar belakangi berdirinya

Muhammadiyah. Pemerintah Hindia Belanda memegang kekuasaan yang

menentukan segala-galanya. Agama Pemerintah Belanda, menurut resminya, adalah

Protestan. Dengan sendirinya sudah tidak menghendaki Agama Islam.

3. Proses berdiri dan berkembangnya Muhammadiyah di Kecamatan Solokuro

Faham Aliran Muhammadiyah mulai masuk di Kecamatan Solokuro pada

tahun 1949-an, Tokoh yang membawanya adalah tidak luput dari peran K. H.

Abdurrahman Syamsuri. Dalam menyiarkan Faham aliran Muhammadiyah, Kiai

Abdurrahman Syamsuri tidak langsung mengatakan bahwasanya ini adalah aliran

Muhammadiyah, tetapi beliau menutup-nutupi aliran Muhammadiyahnya agar bisa

diterima oleh masyarakat daerah Solokuro. Walaupun belum memakai nama

Muhammadiyah tetapi Faham yang diajarkan sudah mengacu pada ajaran

kemuhammadiyaan.

Setelah mengajari mengaji beberapa tahun maka pada tahu 1951, organisasi

Muhammadiyah mulai dibentuk dan diperkenalkan kepada masyarakat daerah

(48)

Cabang Paciran, karena Solokuro pada waktu itu masih bagian dari Kecamatan

Paciran otomatis Ranting-Ranting di seluruh daerah Solokuro mengikuti Cabang

Paciran. Selama Muhammadiyah mengikuti Cabang Paciran perkembangan disegala

sektor belum terlalu terlihat, dikarenakan Muhammadiyah Solokuro masih terikat dan

mengikuti alur, jadwal yang dibuat oleh Cabang Paciran.

Muhammadiyah Cabang Solokuro mendapatkan pengesahan pendirian

organisasi dari PP. Muhammadiyah tertanggal 21-06-1995. Muhammadiyah Cabang

Solokuro memisahkan diri dari Cabang Paciran dan berdiri sendiri, dan Tokoh yang

menjadi ketua pada saat itu adalah H. Muhammad Sun’an. Sebelum Muhamadiyah

Cabang Solokuro dibentuk dan berdiri, seluruh Ranting-Ranting yang ada di daerah

Solokuro pada waktu itu sudah berdiri semua, diantara Ranting-Ranting yang terdapat

di daerah Solokuro pada saat itu antara lain: Ranting Solokuro, Ranting Payaman,

Ranting, Sugian, Ranting Dadapan, Ranting Tebluru, Ranting Tenggulun, Ranting

Takerharjo, Ranting Bluri, Ranting Palirangan, Ranting Bango, Sekarang

Muhammadiyah Cabang Solokuro mempunyai 10 Ranting yang ada di sebagian Desa

maupun Dusun.

Selepas dari Cabang Paciran dan berdiri sendiri pada tahun 1995,

Muhammadiyah Cabang Solokuro mengalami perkembangan yang cukup pesat dari

tahun ke tahun dari sisi faham maupun organisasi. Ini terbukti dengan makin

banyaknya Amal usaha yang di lakukan oleh warga Muhammadiyah dan walaupun

(49)

Hal ini menandakan bahwa Muhammadiyah mendapat sambutan baik dan diterima

oleh masyarakat Kecamatan Solokuro.2 Dalam periode pertamanya, Cabang Solokuro

mendirikan Gedung Dakwah yang dibuat untuk kantor sekaligus sekertariat.

Selanjutnya Cabang Muhammadiyah dari tahun ke tahun mengalami perkembangan

yang sangat signifikan, terbukti dengan banyaknya amal usaha dalam segala bidang.

Contohnya amal usaha dalam bidang pendidikan, Cabang Muhammadiyah Solokuro

memiliki bidang pendidikan dengan jumlah yang cukup banyak diantaranya 9

Madrasah Ibtidaiyah, 7 Madrasah Tsanawiyah, 1 Sekolah Menengah Pertama, 3

Madrasah Aliyah. Dalam bidang ekonomi Muhammadiyah Cabang Solokuro

mendirikan satu buah koperasi, dan usaha-usaha kecil lainya di setiap Ranting, dalam

bidang Dakwah Muhammadiyah Cabang Solokuro membangun Gedung Dakwah

yang digunakan untuk musyawarah dan keperluan lainnya, dalam bidang kesehatan

Cabang Muhammadiyah Solokuro membangun sebuah Balai Pengobatan (BP).

Periode awal (1951-1994)

Berdirinya Muhammadiyah di Kecamatan Solokuro tidak luput dari buah

pemikiran dari K.H. Abdurrahman Samsuri yang berasal dari Paciran, yang pada saat

itu beliau mendengar, bahwa di sebelah Selatan Paciran masih ada masyarakat yang

mempercayai dan mengkeramatkan benda-benda ghaib dan pohon-pohon besar, oleh

karenanya kemudian beliau datang ketempat itu yaitu di wilayah Solokuro, beliau

(K.H. Abdurrahman Syamsuri) pertama kali tiba di Desa Payaman dan melihat

2

(50)

sendiri situasi yang ada ditempat itu, apa yang sedang dilakukan oleh masyarakat,

kemudian setelah melihat keadaan di seluruh wilayah Solokuro, maka K.H

Abdurrahman Syamsuri mulai mencari cara agar di terima oleh masyarakat sekitar.

Setelah menelusuri wilayah di seluruh Solokuro maka, kemudian beliau K.H

Abdurrahman Syamsuri bertemu dengan seorang penduduk yang bernama Maksum,

yang mana orang itu juga pemimpin masyarakat di Desanya, dari situlah kemudian

K.H. Abdurrahman Syamsuri diperkenalkan oleh masyarakat dan diterima dengan

baik. Kemudian beliau dikit demi sedikit mengajari ngaji dan ilmu agama Islam

kepada masyarakat itu.

Pada tahun 1951, barulah K.H. Abdurrahman Syamsuri mendirikan

Muhammadiyah dan memperkenalkan kepada masyarakat, setelah Muhammadiyah

berdiri, karena pada saat itu wilayah Solokuro masih mengikuti Paciran, Maka

Muhammadiyah diwilayah Solokuro saat itu masih bergabung dengan Paciran. Oleh

karena itulah dalam hal perkembangan di awal-awal berdirinya ini antara tahun

1951-1994 tidak begitu terlihat perkembangannya karena masih bergabung dengan Paciran,

tetapi walaupun begitu, Madrasah-Madrasah yang ada di wilayah Solokuro sudah

mulai berdiri satu persatu.

Periode I (1995-2000)

Setelah Solokuro memisahkan diri dari Paciran, maka Muhammadiyah pada

saat itu berdiri sendiri dan menjadi Cabang Muhammadiyah Solokuro. Pada periode I

(51)

yang ada di seluru Desa maupun Dusun. oleh karena itulah perkembangan di periode

pertama ini lebih penataan organisasi dan anggota Muhammadiyah Cabang Solokuro.

Waktu itu juga Madrasah Ranting-ranting yang ada di Cabang Solokuro ini mulai

berdiri semua.

Disamping masih dalam penataan organisasi dan anggotanya Muhammadiyah

Cabang Solokuro, di dalam periode pertama ini juga ada perkembangan yang sangat

signifikan karena pada saat itu juga di Ranting-ranting yang ada diseluruh wilayah

Solokuro sudah berdiri semua. Oleh sebab itulah, setelah Muhammadiyah Cabang

Solokuro memisahkan diri dari Cabang Paciran, terjadi perkembangan yang sangat

signifikan mulai dari Organisasi, anggotanya dan juga perkembangannya diseluruh

ranting-ranting yang sudah berdiri semua. Di periode I ini juga dibuat AD/ART

Muhammadiyah Cabang Solokuro.

Periode II (2000-2005)

Pada periode kedua ini bisa disebut dengan periode perkembangan menengah.

karena, Setelah organisasinya tertata dengan baik dan seluruh ranting-ranting sudah

berdiri semua, maka pada periode kedua ini Muhammadiyah Cabang Solokuro

bertambah maju karena pada periode ini dibangunlah Gedung Sekertariat Cabang

Muhammadiyah Solokuro atau lebih dikenal dengan Gedung Dakwah Cabang

Muhammadiyah Solokuro. Disamping itu, pada periode ini pula Muhammadiyah

Cabang Solokuro mulai mengambil dan menarik hati masyarakat dengan mengadakan

(52)

oleh sebab itulah Muhammadiyah Cabang Solokuro mulai mendapatkan nama di hati

Masyarakat, karena dengan acara-acara seperti itu bisa membuat Masyarakat

menyukai Muhammadiyah, dan Muhammadiyah sendiri bisa diterima dengan baik

oleh masyarakat Kecamatan Solokuro. Dalam periode ini juga para pengurus mulai

turun ke ranting-ranting untuk berdakwah melebarkan agama Islam yang sesuai

dengan Al-qur’an dan Hadits, dan menyebarkan faham muhammadiyah kepada

masyarakat.

Periode III (2005-2010)

Pada periode III ini Muhammadiyah Cabang Solokuro semakin maju dengan

di bangunnya balai pengobatan (BP) milik warga Muhammadiyah Cabang Solokuro,

selain itu, pada waktu itu pula diadakan pengobatan gratis oleh warga

Muhammadiyah Cabang Solokuro yang diperuntuhkan ol

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual tidak memiliki pengaruh terhadap pemahaman akuntansi mahasiswa secara

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono, (2017) dan Mutaalimah, (2018) menemukan bahwa religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat membeli produk

Dalam kerangka itu, maka panduan beserta kebijakan yang terkandung di dalamnya diharapkan dapat mendorong dan membantu para dosen di lingkungan Fakultas Ilmu

Ketentuan lebih lengkap tentang penggunaan ruang dan kegiatan di zona pertanian ekowisata baik yang diijinkan, diijinkan bersyarat, diijinkan terbatas serta

Naskah ini menceritakan mengenai kerajaan Galuh pada zaman dahulu. Diawali oleh cerita Ratu yang menguasai satu Negara. Ratu Bojong Galuh pergi melaksanakan apa

Analisis proses berpikir yang dilakukan pada siswa Quitter dalam memecahkan masalah matematika mengacu pada langkah-langkah Polya, dimulai dari proses berpikir siswa

Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengujian untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari penggunaan internet terhadap minat belajar mahasiswa pada Perguruan Tinggi yang ada di

Hasil penelitian menunjukkan: konsumsi gula pasir masyarakat kota Medan meningkat setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan 2011 dengan persentase sebesar 1,006%;