• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petualangan. ke benteng VOC. Siapa yang nggak tahu VOC, serikat dagang asal Belanda yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Petualangan. ke benteng VOC. Siapa yang nggak tahu VOC, serikat dagang asal Belanda yang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Petualangan

ke benteng VOC

Siapa

yang nggak tahu VOC, serikat dagang asal Belanda yang mempunyai nama panjang Vereenigde Oostindische Compagnie ini adalah serikat dagang pertama yang menguasai tanah nusantara Indonesia beratus tahun lamanya. Bahkan Portugis, India, dan bangsa-bangsa lain yang datang ke nusantara dengan tujuan berdagang nggak bisa mengalahkan kekuasaan VOC yang begitu dahsyat hingga akhirnya pemerintah Belanda membuat serikat dagang ini menjadi alat untuk melanjutkan kekuasaan Belanda di Indonesia sampai akhirnya VOC dibubarkan pada tahun 1798 karena bangkrut akibat korupsi para pejabatnya, hingga VOC ditutup pemerintah Belanda dan pemerintah Belanda membentuk pemerintahan Hindhia Belanda sebagai gantinya media kekuasaan mereka di tanah Indonesia.

Peninggalan VOC tersebar dari barat hingga timur Indonesia, dari utara hingga selatan Indonesia. Salah satunya adalah di Jakarta yang merupakan tempat awal berkembang pesatnya kekuasaan VOC hingga dulu Jakarta dinamakan dengan nama Batavia. VOC membangun gedung untuk memantau kekuasannya, gudang-gudang, hingga benteng pertahanan dari serbuan kerajaan-kerajaan nusantara yang tidak menyukainya.

(2)

Salah satu benteng yang nggak terawat peninggalan VOC terdapat di daerah Ancol Jakarta Utara, tepatnya di dekat perumahan elit. Saat gue ke sana bersama sahabat gue Kamandaka yang merupakan paranormal, benteng itu masih sepi, gelap dan nggak terawat. Ditempati oleh supir-supir truk yang kalau siang beristirahat namun kalau malam sepi, membuat benteng itu semakin nggak terawat. Dulu manajemen Ancol belum merawat benteng itu, banyak tanaman liar tumbuh menyebabkan benteng semakin tenggelam di dalam rimbunnya pohon dan nggak kelihatan di balik rumah-rumah besar bertingkat.

Suatu malam gue iseng pergi ke benteng itu bersama Kamandaka, terkadang karena di malam weekend kami nggak punya kegiatan untuk menghabiskan waktu, kami sering pergi ke tempat-tempat yang dianggap seram oleh penduduk sekitar dan masyarakat untuk membuktikan keberadaan makhluk ghaib, apakah makhluk tersebut benar ada atau nggak. Maklumlah jomblo-jomblo bahagia ya begini... Paling menyenangkan jadi jomblo dengan banyak kegiatan di setiap weekend... (Promosi amat :P )

Malam itu cuaca sangat dingin, langit seakan ingin menumpahkan hujan yang ditampungnya sekian lama. Udara berhembus nggak bersahabat, kami merapatkan jaket kami masing-masing, suasana sekitar sudah sepi, rumah-rumah besar itu nggak menunjukkan keberadaan penghuninya, kemungkinan hanya ditinggali pembantu sementara pemiliknya entah kemana.

Benteng tersebut sudah sangat hancur, hanya beberapa dinding saja yang masih tampak kokoh. Terpisah oleh jalan setapak yang sengaja dibuat. Kamandaka mengisap rokoknya dalam-dalam, merasakan dinginnya hawa malam yang mengigit tulang. Sementara gue hanya mengigit jari mengusir hening dan rasa ngeri yang seketika memeluk hati gue.

Kami berjalan mengitari benteng, ingin merasakan dan menapak tilas bagaimana suasana 300 tahun lalu, saat VOC masih berjaya, saat tentara

(3)

berbaju seragam yang gagah hilir mudik di tempat ini, saat suara-suara teriakan komandan tentara berteriak memenuhi lorong benteng untuk mendisiplinkan serdadunya. Gue memejamkan mata, menghirup udara dingin dan keheningan. Kaki gue melangkah mengikuti hati, gue hanya ingin merasakan bagaimana suasana tempo dulu yang begitu memikat para pecinta sejarah.

Tiba-tiba kaki gue tersandung batu, kontur tanah yang nggak rata membuat gue terperosok ke dalam tanah yang menjorok agak dalam. Gue mengaduh kesakitan, gue nggak melihat Kamandaka di manapun, mau teriak tapi gue tahan karena takut berisik dan nanti jadi ramai menarik perhatian orang dan akhirnya jadi banyak pertanyaan dari orang nggak dikenal. Akhirnya gue mencoba bangkit dari jatuh, namun kaki gue seperti keseleo dan gue nggak mampu berdiri. Gue hanya duduk meringis dan mengurut mata kaki gue yang terkena batu tajam.

Gue mencari HP di tas dan berusaha menghubungi Kamandaka,

‘hmm, mungkin di sebelah sana..’ pikir gue ketika menangkap sosok besar

hitam di balik pohon besar.

Gue berusaha berdiri dan berjalan walau tertatih, ketika gue mendekat pohon itu, sosok besar itu hilang sekejab. Gue terperanjat dan kaget luar biasa.

Kepala gue menoleh ke kiri dan ke kanan, panik mulai menyerang, dan ketakutan mulai merajai pikiran. Gue menarik napas panjang, menenangkan diri agar nggak panik.

DEG.. DEG… DEG..

Jantung gue terdengar lebih kencang dari biasanya, seperti ingin melompat keluar dari tempatnya, tiba-tiba udara yang tadinya dingin menjadi sangat panas. Gue kegerahan hingga membuka jaket sembari berjalan pelan menuju jalan setapak tempat gue masih bersama Kamandaka tadi. Tapi gue nggak melihatnya sama sekali, gue seperti seorang diri di tempat itu. Nggak

(4)

ada manusia satu pun yang gue lihat, bahkan lampu-lampu rumah yang menerangi remang-remang pun nggak ada. Tempat itu jadi benar-benar gelap gulita.

Gue menyalakan HP untuk menerangi jalan gue. Tapi gue seperti tersesat di tempat yang nggak begitu besar itu. Gue berkeliling berusaha mencari jalan tempat gue masuk tadi, tapi gue seperti sudah memutari berkali-kali namun gue nggak mendapati jalan itu.

Dengan menahan kaki yang sakit, gue duduk di batu besar. Berusaha berpikir jernih dan mengingat di mana jalan masuk tadi. Tapi apa yang gue usahakan untuk mengingat, namun tetap nggak ingat juga. Gue yakin di dekat batu besar itu adalah jalan masuk, tapi gue nggak melihat jalan sama sekali.

TUNGGU DULU !!

Gue juga nggak melihat jalan beraspal, tiba-tiba tempat itu menjadi lebih luas dari seharusnya. Gue ingat sekali, kalau dari jalan masuk menuju gue terjatuh tadi seharusnya nggak begitu jauh. Tapi mengapa gue jadi seperti berada di hutan besar.

Gue menelepon Kamandaka, namun HP-nya nggak bisa dihubungi, begitu gue melihat titik sinyal di HP gue, bar sinyal itu sama sekali nggak ada, alias nggak ada sinyal sama sekali.

Bagaimana mungkin di tempat perumahan, kota besar nggak ada sinyal sama sekali?

Gue berpikir ulang, apakah HP gue rusak atau jaringan sedang error? Dan jalanan beraspal yang merupakan jalanan komplek rumah juga seharusnya kelihatan, ini kenapa jadi nggak ada?

(5)

Waduuh gue kebingungan luar biasa. Mau teriak juga gue bingung, mau nangis juga gue nggak ingin. Gue duduk saja di batu itu semoga Kamandaka menemukan gue yang kebingungan.

Saat menunggu, kaki gue iseng mengais-ngais tanah. Terkena silaunya sinar HP gue melihat benda logam bulat yang ada di dekat kaki gue, gue merunduk dan mengambilnya. Ternyata itu adalah uang logam VOC. Gue terkejut senang luar biasa, nggak menyangka akan menemukan benda sejarah di tempat itu. Yang gue pikir sudah nggak ada apa-apanya lagi karena begitu banyak masyarakat yang berkunjung ke sana selama ratusan tahun belakangan. Gue menyimpan koin VOC itu, bersyukur dalam hati dapat kenang-kenangan dari tempat ini.

Tiba-tiba terdengar suara dentuman kencang. BUM..

Tanah menjadi bergetar seperti gempa kecil, dan dentuman itu terdengar lagi berkali-kali.

BUM.. BUM... DUAAR!!

Gue terkejut sampai terjatuh, tanah kembali bergetar seperti gempa. Suara seperti dentuman meriam kencang hingga memekakkan telinga gue.

Gue melihat ke langit yang tiba-tiba memerah karena cahaya api besar, gue melihat seperti bola api terbang, tapi itu bukan bola api macam banaspati, itu meriam besar yang meluncur dari mana entah kemana.

HARI GINI ADA MERIAM?

Gue berlari secara spontanitas menuju ke mana bola meriam itu akan jatuh, tapi jatuhnya tidak terlihat karena sangat jauh dari jangkauan gue. Dan langit kembali gelap. Tiba-tiba ada suara daun yang terserak oleh

(6)

langkah kaki, “AKANG??” gue teriak, tapi yang muncul depan gue sosok bule nggak ganteng dan memakai baju serdadu kuno.

HAH?

“Lo siapa?” Tanya gue berharap dia bisa ngerti bahasa Indonesia, dan kemudian dia ngomong apa nggak tahu nggak jelas dari suaranya.

Dia memegang tangan gue dan nyeret gue untuk mengikutinya, gue ya ngikut aja, naluri cewek alamiah diseret cowok bule ya mau-mau aja, barangkali dia minta kenalan mau mempersunting gue dan gue di bawa ke negerinya, aiish.

Dari balik pepohonan rindang tampak benteng megah besar namun ada beberapa yang runtuh seperti terkena bom. ‘Perasaan tadi nggak ada,

kok bisa tiba-tiba ada..’ batin gue bergumam.

Lalu ada orang bule lagi mengenakan seragam yang sama dengan si bule yang narik tangan gue. Mereka ngobrol entah apa, yang jelas nggak gosipin gue, ya laaah kerajinan amat ngegunjingin gue.

Tiba-tiba kepala gue seperti terjatuh benda keras, AUCH! Gue kesakitan, kepala gue mendadak pusing, berputar dan gelap.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui konsentrasi kromium(VI) yang dapat digunakan sebagai komparator warna larutan serta aplikasi tes kit kromium pada sampel air limbah yang

mahasis asiswa wa atau atau san sangat gat mem membantu bantu dal dalam am pemahaman sifat fisik batuan reservoir dan pemahaman sifat fisik batuan reservoir dan dapa. dapat t

Dalam penggunaan kesantunan, dua media pemberitaan secara on-line yang dipilih cenderung menggunakan maksim penghargaan (MPENG) yang berarti kurangi kecaman

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pencahayaan umum dengan kelelahan mata pada pegawai kantor sekolah tinggi ilmu kesehatan (STIKES)

Based on the previous analysis, the researcher found that there were three types of gambits that were uttered by the students in EFL classroom and they always use in

Bagian atas dari formasi ini secara umum tersusun oleh batupasir dengan batugamping dengan sisipan tipis batulanau (kontak litologi antara Formasi Belumai dan bagian