• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI NELAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI NELAYAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL

DAN EKONOMI NELAYAN

6.1 Karakteristik Nelayan Non Pariwisata dan Nelayan Pariwisata

Perkembangan pariwisata di Desa Karimunjawa telah membuka berbagai lapangan pekerjaan. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Penurunan jumlah tangkapan ikan membuat nelayan mencari alternatif pekerjaan lain untuk menambah pendapatan. Hal tersebut merupakan alasan sebagian besar nelayan untuk ikut dalam kegiatan wisata. Namun ada juga nelayan yang tetap bertahan di bidang perikanan.

Nelayan di Karimunjawa saat ini terbagi menjadi dua, yaitu nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata (nelayan pariwisata) dan nelayan yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata (nelayan non pariwisata). Nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah nelayan yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selain menggantungkan pada hasil penangkapan ikan di laut, juga terlibat secara langsung dalam kegiatan aktivitas pariwisata (membuat souvenir, menyewakan perahu, pemandu wisata, menyewakan pemondokan maupun fasilitas lainnya). Sedangkan nelayan yang tidak aktif adalah nelayan yang kegiatannya sehari-harinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya hanya menggantungkan diri pada hasil penangkapan ikan di laut. Ciri-ciri kedua kelompok nelayan yang dilihat dari umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pendapatan keluarga akan memperlihatkan dengan jelas perbedaan ukuran tingkat pemanfaatannya dari para nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan nelayan yang tidak aktif.

6.1.1 Umur

Umur responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada pelaksanaan penelitian. Data penelitian di lapangan menunjukkan bahwa usia nelayan beragam antara 22-55 tahun. Sebagian besar nelayan yang ada di Karimunjawa memulai pekerjaannya semenjak usia remaja. Pekerjaan menjadi nelayan memang bisa dilakukan mulai dari umur remaja hingga umur tua. Penduduk

(2)

Karimunjawa yang aktif dalam kegiatan pariwista umumnya berada di umur 20-50 tahun. Berikut akan disajikan data pada Tabel 14 tentang klasifikasi responden berdasarkan umur.

Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Desa Karimunjawa, 2012 Umur Responden (Tahun) Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 7 28.0 5 20.0

Sedang 12 48.0 18 72.0

Tinggi 6 24.0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden non pariwisata dan responden wisata berusia sedang (31-50), yaitu masing-masing sebesar 48 persen dan 72 persen. Hal ini terjadi karena untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan membutuhkan stamina yang masih kuat dan berpengalaman. Alat tangkap ikan yang paling banyak digunakan di Karimunjawa saat ini adalah pancing dan ada juga yang menggunakan tembak (kompressor). Nelayan kompressor adalah nelayan yang membutuhkan stamina yang prima untuk menyelam sehingga ada kecenderungan umur nelayan kompressor yang masih muda.

Kebanyakan nelayan yang tergabung dalam pariwisata memiliki umur yang sedang karena pada usia tersebut, nelayan aktif dalam wisata harus berhubungan langsung dengan wisatawan, seperti yang diungkapkan oleh AM (40 tahun).

“ Orang-orang yang ikut wisata itu kebanyakan yang muda-muda Mbak. Kalo yang tua-tua udah malas. Orang Karimun itu ya Mbak orangnya pemalu-pemalu kalo ketemu sama orang banyak apalagi yang baru dikenal. Yang masih muda itu yang masih aktif, suka ketemu orang banyak. Gimana mau jadi tour guide kalo malu ketemu sama wisatawan? Kerjanya tour guide itu kan ngurusin tamu-tamu (wisatawan) yang datang. Orang-orang muda lebih suka yang instan sih Mbak. Kerja sedikit dapat uang.”

Meski kebanyakan nelayan yang ikut dalam wisata memiliki umur yang sedang, namun terdapat 2 orang yang memiliki umur tinggi. Mereka adalah pemilik

(3)

homestay yang ada di Karimunjawa. Sedangkan 4 orang lainnya adalah nelayan yang menyewakan kapal mereka.

6.1.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Komposisi tingkat pendidikan responden dapat dilihat di Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Karimunjawa, 2012 Tingkat Pendidikan Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

N % n %

Rendah 18 72.0 13 52.0

Sedang 7 28.0 10 40.0

Tinggi 0 0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa responden nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata masih berpendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD) yaitu 72 persen dan 52 persen. Nelayan non pariwisata yang berpendidikan rendah lebih banyak jumlahnya daripada nelayan pariwisata yang berpendidikan rendah. Fasilitas pendidikan di Desa Karimunjawa memang belum terlalu memadai. Nelayan biasanya memulai pekerjaannya semenjak usia masih muda sehingga tidak ada waktu untuk bersekolah. Kebanyakan responden setelah lulus SD tidak melanjutkan sekolah karena ikut melaut bersama orang tua mereka untuk menambah pendapatan. Responden yang berpendidikan tinggi (tamat SMA dan akademik) hanya terdapat di nelayan pariwisata yaitu 8 persen sedangkan nelayan non pariwisata tidak ada yang berpendidikan tinggi. Responden mendapatkan pendidikan tingkat SMA di luar Karimunjawa, yaitu di Jepara dan di Semarang karena di Karimunjawa hanya ada SMK.

Syarat menjadi seorang pelaku wisata di Karimunjawa tidak dibatasi oleh tinggi rendahnya pendidikan, khususnya yang bergabung dalam HPI (Himpunan

(4)

Pramuwisata Indonesia), seperti yang diungkapkan oleh ZA (33 tahun), seorang anggota HPI yang juga bekerja sebagai nelayan.

“Kalau jadi tour guide itu kan SDM nya harus bagus Mbak. Terutama bahasa indonesia dan umurnya di atas 17 tahun, umur buat bekerja gitu Mbak. Setidaknya bisa baca tulis. Tapi aturan dari HPI sendiri tidak ada yang mengharuskan tamat SMA atau harus sekolah, yang penting bertanggung jawab dan mengerti tentang sapta pesona itu, Mbak”.

6.1.3 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah keluarga yang besar akan berpotensi menjadi penyedia tenaga kerja khususnya di kehidupan rumah tangga nelayan. Sebagaimana biasanya dalam kegiatan usaha tani, sub sistem anggota keluarga akan menyumbangkan tenaganya dalam proses usaha tani. Ayah yang berfungsi sebagai kepala keluarga mempunyai fungsi ganda sebagai pemimpin usaha tani dan merangkap sebagai pekerja yang dibantu oleh istri dan anak-anak mereka ditambah pula dengan anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan petani yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya tidak semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan ikut bekerja secara penuh waktu. Hal ini terutama anggota keluarga yang masih pada usia sekolah ataupun mereka yang mempunyai pekerjaan lain secara tidak penuh waktu di luar sekolah (Su’ud 1991 dalam Aryono 2003). Berikut akan disajikan data jumlah tanggungan responden pada masing-masing kelompok nelayan pada Tabel 16.

Tabel 16. Responden Menurut Jumlah Tanggungan, Desa Karimunjawa, 2012 Jumlah tanggungan Nelayan non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 7 28.0 5 20.0

Sedang 17 68.0 18 72.0

Tinggi 1 4.0 2 8.0

Total 25 100 25 100.0

Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga pada masing-masing kelompok responden tidak meiliki perbedaan yang terlalu jauh. Anggota keluarga yang paling banyak terdapat di kedua kelompok pada interval

(5)

sedang untuk nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata (60,7 persen dan 64,3 persen). Kelompok yang memiliki jumlah tanggungan tinggi (>4) sangat sedikit di kedua kelompok responden yaitu 4 persen untuk nelayan non pariwisata dan 8 persen untuk nelayan pariwisata. Jumlah ini sejalan dengan data BPS Jepara (2011) yang mengeluarkan angka yang sama yaitu rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4 orang. Hal ini juga menjadikan Kecamatan Karimunjawa adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Jepara, yaitu 122 jiwa per km². Data ini juga didukung oleh pernyataan ZA (33 tahun).

“Penduduk Karimunjawa ini masih sedikit Mbak jika dibanding dengan luas wilayahnya. Kalopun banyak pendatang yang datang, tapi tanahnya masih cukup untuk dijadikan perumahan, tidak seperti Jakarta yang udah kayak lautan manusia. Istri saya bidan di Karimun ini, jada saya tau berapa kelahiran setiap harinya. Orang Karimun banyak yang KB Mbak, dulu pernah ada penyuluhan yang datang kesini terus bidan-bidan disini sampe sekarang itu masih sering nganjurin masyarakat untuk KB.”

Rendahnya jumlah tanggungan juga dipengaruhi oleh usia menikah yang cukup muda. Kebanyakan penduduk menikah pada usia SMA dan lepas dari tanggungan keluarganya. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang kurang memadai dan sebagian karena ketidakmampuan keluarga untuk menyekolahkan anaknya.

6.1.4 Pendapatan

Tingkat pendapatan nelayan tidak pernah menentu setiap bulannya, karena hasil dari laut yang tidak menentu, dipengaruhi oleh cuaca dan ketersediaan ikan di laut. Kadang dalam sekali melaut, nelayan bisa mendapat hasil yang banyak, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu minggu. Namun terkadang nelayan juga bisa tidak mendapatkan hasil sama sekali, bahkan untuk kebutuhan satu hari saja tidak tercukupi. Menurut informasi masyarakat setempat, jumlah pendapatan mereka akhir-akhir ini mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pernah terjadi penangkapan ikan dengan penggunaan muroami, kompressor dan potassium yang merusak karang dan biota lautnya sehingga terjadi penurunan penangkapan ikan. Hal

(6)

ini tentu saja mempengaruhi jumlah pendapatan nelayan. Selain itu, ketersediaan ikan yang berkurang membuat nelayan harus menambah luas tangkapannya ke daerah yang lebih jauh. Berikut pada Tabel 17 akan disajikan jumlah pendapatan nelayan setiap tahunnya di Karimunjawa.

Tabel 17. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan, Desa Karimunjawa, 2012 Tingkat Pendapatan (Rp) per

Tahun

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 0 0.0 0 0.0

Sedang 17 68.0 5 20.0

Tinggi 8 32.0 20 80.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa jumlah pendapatan nelayan sudah cukup baik. Sejumlah 50 responden, tidak ada yang memiliki pendapatan pada kategori rendah, baik untuk nelayan non pariwisata maupun nelayan pariwisata. Namun jumlah nelayan yang memiliki pendapatan tinggi pada nelayan non pariwisata lebih kecil daripada jumlah nelayan yang berpendapatan tinggi pada nelayan pariwisata. Hal ini dikarenakan nelaya pariwisata mendapat tambahan pendapatan dari kegiatan wisata yang mereka jalankan. Pendapatan responden nelayan non pariwisata berada di antara Rp 10.800.000,- sampai Rp 24.000.000,- per tahunnya. Pendapatan nelayan pariwisata berada antara Rp 15.600.000,- sampai Rp 84.000.000,-. Nelayan yang memiliki homestay yang juga menyediakan paket wisata adalah nelayan yang pendapatannya paling besar, sedangkan nelayan yang bekerja sebagai guide dan penyewa kapal memiliki pendapatan yang lebih rendah.

Data ini sesuai dengan hasil survei perekonomian masyarakat di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Karimunjawa tahun 2011 yang menyatakan bahwa rata-rata pendapatan di Desa Karimunjawa (per kepala keluarga) sudah berada pada angka Rp 26.225.862,- per tahun. Tingkat pendapatan responden memiliki variasi yang cukup tinggi seiring dengan tingginya variasi jenis pekerjaan responden. Ada sebagian penduduk yang annual income-nya mencapai Rp 120.000.000,- per tahun dan ada juga yang hanya Rp 1.250.000,- per tahun.

(7)

6.1.5 Pengalaman Melaut

Pengalaman melaut adalah lamanya (tahun) nelayan sudah melakukan pekerjaannya dalam menangkap ikan di laut. Mayoritas responden sudah memulai pekerjaannya sejak usia muda, yaitu pada taraf usia SMP. Berikut pada Tabel 18 disajikan data pengalaman melaut responden di Desa Karimunjawa.

Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut, Desa Karimunjawa, 2012 Pengalaman Melaut (Tahun) Nelayan non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 10 40.0 12 48.0

Sedang 6 24.0 8 32.0

Tinggi 9 36.0 5 20.0

Total 25 100 25 100.0

Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa pengalaman melaut nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata pada kategori ketiga kelompok tidak terlalu mengalami perbedaan yang jauh. Pengalaman melaut nelayan bervariasi antara 7-39 tahun dengan rata-rata pengalaman 21 tahun. Kategori pengalaman melaut yang tinggi terdapat pada nelayan non pariwisata. Hal ini berkaitan dengan umur nelayan pada kelompok tersebut, yaitu 50 tahun ke atas. Pengalaman yang cukup lama membuat para nelayan tersebut lebih suka melaut daripada bekerja sampingan di bidang pariwisata.

6.2 Dampak Pariwisata terhadap Kegiatan Perekonomian Nelayan 6.2.1 Jumlah Trip untuk Menangkap Ikan

Jam kerja menangkap ikan di laut adalah lamanya waktu (jam) yang diperlukan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan selama satu hari. Biasanya lama tidaknya nelayan menangkap ikan di laut ditentukan oleh besar kapal dan kapasitas mesin yang digunakan serta jumlah bahan bakar yang tersedia. Biasanya nelayan menghabiskan ± 20 liter bahan bakar setiap kali melaut. Penangkapan ikan dilakukan setiap hari, ada yang berangkat pagi ada juga yang berangkat sore, seperti yang diungkapkan MA (51) dibawah ini.

(8)

“Kalo nelayan sini kan 24 jam. Ada yang berangkat pagi pulang sore, ada yang sore pulang pagi. Kalo terang bulan gini nelayan tidak melaut. Paling nanti nelayan yang nangkap ikan teri berangkat jam 4 pulang jam 7. Tapi kalo bulan gelap, nangkapnya semalam suntuk.”

Perkembangan wisata dan menurunnya jumlah tangkapan ikan tidak terlalu mempengaruhi jam tangkap nelayan dalam sekali melaut. Sebagian besar kedua kelompok nelayan ini memiliki jam tangkap sekitar 5-10 jam dalam satu hari melaut. Perubahan lamanya nelayan menangkap ikan di laut tidak terlalu mengalami perubahan karena masing-masing nelayan sudah memiliki target waktu melautnya masing-masing. Besarnya biaya bahan bakar yang dibutuhkan nelayan dalam sekali melaut juga mempengaruhi lamanya nelayan menangkap ikan di laut. Jauhnya jarak yang ditempuh dan lamanya kapal dioperasikan bergantung pada ketersediaan bahan bakar pada kapal tersebut.

Hampir setiap hari nelayan Karimunjawa pergi melaut, kecuali hari Jumat dan ketika terang bulan. Hari Jumat adalah hari libur bagi nelayan karena pada hari Jumat, semua nelayan melaksanakan ibadah Shalat Jumat. Namun, seiring perkembangan pariwisata di Karimunjawa, terjadi perubahan jumlah hari melaut di kedua kelompok nelayan ini. Berikut pada Tabel 19 akan disajikan perubahan jumlah hari melaut nelayan yang ada di Karimunjawa.

Tabel 19. Responden Berdasarkan Perubahan Jumlah Trip untuk Menangkap Ikan, Desa Karimunjawa 2012

Jumlah hari melaut selama 1

bulan

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % N % n %

Rendah 0 0.0 1 4.0 1 4.0 11 44.0

Sedang 4 16.0 4 16.0 0 0 12 48.0

Tinggi 21 84.0 20 80.0 24 96.0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa ada perubahan jumlah melaut pada kedua kelompok nelayan sebelum dan sesudah adanya kegiatan wisata. Jumlah hari

(9)

melaut kelompok nelayan non wisata didominasi pada kategori tinggi (≥25 hari). Namun setelah adanya kegiatan pariwisata, terdapat satu orang nelayan non pariwisata memiliki jumlah melaut paling sedikit (20 hari) karena nelayan tersebut juga memiliki lahan pertanian yang harus dikerjakan. Sedangkan pada kelompok nelayan pariwisata, terjadi perubahan dominasi jumlah hari melaut dari tinggi ke kategori sedang (20-24 hari) dan rendah (<20 hari). Terdapat satu orang nelayan yang memiliki jumlah hari melaut dalam kategori rendah (20 hari) sebelum adanya wisata karena nelayan tersebut juga bekerja sebagai penjaga keramba.

Jumlah hari melaut nelayan pariwisata mengalami pengurangan yang sangat besar. Hanya 2 orang yang masih melaut setiap hari kecuali hari Jumat, selebihnya berada pada kelompok sedang dan rendah. Hal ini terjadi karena nelayan pariwisata memiliki perkerjaan sampingan yang menyita waktu mereka. Apabila pada hari libur dan banyak wisatawan yang berkunjung, maka nelayan pariwisata tidak akan menangkap ikan. Biasanya hal ini terjadi pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Mereka akan sibuk memandu wisata, baik sebagai guide, tour leader maupun sebagai nahkoda kapal yang menyewakan kapal mereka.

6.2.2 Jumlah Ikan yang Diperoleh Setiap Kali Melaut

Berdasarkan laporan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2012 diketahui bahwa biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang yang dimonitoring dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum mengalami penurunan di semua zona yang ada di Taman Nasional Karimunjawa. Selama tahun 2007-2009 terjadi penurunan biomassa ikan karang yang signifikan, yaitu 25,55 persen dari 480,25 kg/ha pada tahun 2005 menjadi 200,30 kg/ha pada tahun 2009. Berikut akan disajikan data mengenai perubahan jumlah tangkapan ikan nelayan.

(10)

Tabel 20. Responden Berdasarkan Jumlah Tangkapan Ikan, Desa Karimunjawa, 2012 Jumlah

Tangkapan

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % n % n %

Rendah 11 44.0 18 72.0 11 44.0 23 92.0

Sedang 8 32.0 7 28.0 12 48.0 2 8.0

Tinggi 6 24.0 0 0 2 8.0 0 0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0 Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan di kedua kelompok nelayan. Setelah adanya kegiatan pariwisata, jumlah nelayan yang jumlah tangkapannya berada pada kategori rendah (< 1 kuintal) semakin banyak dan tidak ada yang berada pada kategori tangkapan yang tinggi. Sebelum adanya kegiatan wisata, jumlah tangkapan ikan nelayan sekitar 1-2 kuintal untuk nelayan pancing dan 1-3 kuintal untuk nelayan kompressor. Bahkan ada nelayan yang mendapat ikan sampai 5 kuintal. Namun setelah adanya kegiatan wisata, jumlah tangkapan ikan nelayan menjadi berkurang, yaitu sekitar 20-30 kg untuk nelayan pancing dan 1-2 kuintal untuk nelayan tembak.

Biomassa dan kelimpahan ikan karang memang mengalami penurunan di kawasan Karimunjawa. Selain karena maraknya penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan yang pernah terjadi di kawasan perairan Karimunjawa, pengembangan pariwisata juga ikut menyebabkan menurunnya jumlah tangkapan nelayan. Spot-spot yang dijadikan sebagai zona atraksi wisata bahari adalah daerah-daerah yang memiliki kelimpahan ikan dan karang yang masih bagus. Sebelum adanya kegiatan pariwisata, nelayan masih bebas menangkap ikan di didaerah tersebut. Namun setelah adanya penetapan kawasan tersebut sebagai zona pariwisata, maka nelayan tidak bisa menangkap ikan di zona wisata tersebut.

Atraksi pariwisata juga ikut menimbulkan kerusakan karang. Hal ini terjadi ketika ramainya wisatawan yang melakukan snorkeling pada suatu spot wisata dan terjadi overload pengunjung di perairan tersebut. Wisatawan juga banyak yang menginjak

(11)

karang sehingga tidak jarang banyak karang yang patah di spot tersebut. Semuanya ini akan berdampak pada ketersediaan jumlah ikan yang semakin sedikit dan tentu saja akan berdampak pada penurunan jumlah tangkapan ikan nelayan. Nelayan sangat resah dengan hal ini sehingga mereka mencari alternatif pekerjaan yang bisa menutupi kebutuhan mereka.

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan

Jumlah tangkapan ikan dan nilai jualnya tidak sama setiap harinya karena jumlah dan jenis ikan yang diperoleh tidak pasti setiap harinya. Jumlah tangkapan dan jenis ikan yang diperoleh akan mempengaruhi jumlah nilai jual hasil tangkapan nelayan. Harga setiap ikan berbeda-beda. Jenis ikan yang ekonomis semakin menurun jumlahnya karana banyak ditangkap oleh nelayan. Ikan kerapu dan ikan sunuk adalah ikan paling mahal di Karimunjawa namun jumlahnya semakin menurun dan susah ditemukan di perairan Karimunjawa akibat penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Berikut akan disajikan data perubahan nilai tangkapan nelayan non pariwisata dan Nelayan Pariwisata di Karimunjawa pada Tabel 21.

Tabel 21. Responden Berdasarkan Nilai Hasil Tangkapan, Desa Karimunjawa, 2012 Nilai Hasil

Tangkapan (Rp000,-/hari)

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % n % n %

Rendah 17 68.0 17 68.0 21 84.0 23 92.0

Sedang 8 32.0 8 32.0 2 8.0 2 8.0

Tinggi 0 0.0 0 0.0 2 8.0 0.0 0.0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0 Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa jumlah pendapatan nelayan Karimunjawa dari sektor perikanan sebelum dan sesudah adanya pariwisata masih tergolong rendah. Sebelum adanya kegiatan pariwisata, jumlah nelayan yang berpendapatan rendah paling banyak terdapat pada kelompok nelayan pariwisata. Hal ini terjadi karena mayoritas nelayan wisata menggunakan pancing sebagai alat tangkapnya. Sedangkan nelayan non pariwisata banyak menggunakan alat tangkap

(12)

kompressor sehingga jumlah pendapatannya lebih tinggi. Sebelum adanya kegiatan wisata, jumlah pendapatan nelayan per harinya sangat bervariasi mulai dari Rp 65.000,- sampai Rp 200.000,-. Kelompok yang memiliki nilai jual tangkapan terendah terdapat pada nelayan pancing dengan pendapatan antara Rp 65.000,- sampai Rp 80.000,- sedangkan kelompok nelayan dengan penghasilan sedang terdapat pada nelayan kompressor dengan pendapatan antara Rp 90.000,- sampai Rp 100.000,-. Kelompok nelayan yang memiliki pendapatan tinggi adalah nelayan yang berstatus juragan kapal yang juga ikut melaut dan langsung menjual sendiri hasil tangkapannya tanpa melalui juragan ikan yang ada di Karimunjawa. Pendapatan nelayan ini kurang lebih Rp 200.000,- setiap kali melaut.

Setelah adanya kegiatan pariwisata, semakin banyak jumlah nelayan pariwisata yang memiliki pendapatan rendah di bidang perikanan. Kondisi ini berbeda dengan nelayan non pariwisata yang tidak mengalami perubahan jumlah nelayan pada masing-masing kategori nilai hasil tangkapan sebelum dan sesudah adanya kegiatan pariwisata. Setelah adanya pengembangan kegiatan wisata, pendapatan nelayan mengalami penurunan. Nelayan yang memiliki pendapatan rendah mengalami penurunan pendapatan menjadi Rp 30.000,- sampai Rp 50.000,-. Sedangkan kelompok nelayan yang memiliki pendapatan sedang dan tinggi tidak mengalami penurunan, yaitu Rp 90.000,- sampai Rp 100.000,- dan Rp 200.000,-. Hal ini terjadi karena kelompok nelayan kompressor masih sering mendapatkan ikan yang bernilai jual tinggi.

Perkembangan pariwisata ternyata ikut memberikan dampak bagi pendapatan nelayan di bidang perikanan. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan membuat tingkat permintaan akan konsumsi ikan juga meningkat sehingga nelayan juga menjual ikan yang berukuran kecil di pasar. Menurunnya jumlah tangkapan ternyata membuat harga jual ikan semakin tinggi sebab jumlah ikan yang sedikit namun permintaan semakin bertambah. Namun, tingginya harga jual ini ternyata tidak diikuti dengan peningkatan jumlah pendapatan nelayan karena jumlah ikan yang diperoleh oleh nelayan semakin menurun setiap kali melaut.

(13)

6.2.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Sektor Pariwisata

Mata pencaharian Desa Karimunjawa mayoritas sebagai nelayan dan bermukim di daerah pesisir. Bekerja sebagai nelayan dianggap sebagai pekerjaan yang sangat diminati karena nelayan tidak perlu menanam ikan, tetapi bisa langsung mengambil hasilnya setiap saat. Sebagian kecil masyarakat ada juga yang bertani padi, jambu mete dan menanam kelapa. Namun hal ini kurang mendukung karena kondisi tanah yang tidak mendukung untuk pertanian, seperti yang diungkapkan oleh tokoh masyarakat MA (49).

“Allah itu Maha Adil kok Mbak. Setiap orang ditempatkan di daerah yang tepat. Kalo dibandingkan sama pekerjaan lain, pekerjaan nelayan paling enak, ndak perlu menanam ikan, ndak perlu ngasih makan ikan tapi ikannya ada terus setiap hari, enggak habis-habis. Nelayan cuma manen saja. Tapi kembali lagi, Tuhan itu Maha Adil, tanah Karimun ndak sesubur tanah di daerah lain biar kita umatNya selalu bekerja keras dan ndak serakah. Ikan kita memang banyak, tapi kita harus membeli bahan sembako lainnya dari Jepara.”

Karimunjawa juga memiliki kekayaan dan keindahan alam yang sangat berpotensi untuk kegiatan pariwisata. Perkembangan wisata di Karimunjawa berkembang dengan adanya berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan tersebut. Keberadaan sarana dan prasarana wisata tersebut tentu saja membutuhkan sumberdaya manusia untuk mengelolanya. Berkembangnya hotel, resort, homestay, penjualan-penjualan souvenir, jasa transportasi dan jasa pemandu wisata telah membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat Desa Karimunjawa dan masyarakat di luar Desa Karimunjawa. Banyaknya peluang usaha di bidang non perikanan dan non pertanian tersebut membuat variasi pekerjaan semakin banyak.

Berdasarkan Laporan Potensi Desa Karimunjawa (2012), jumlah tenaga kerja yang berumur 15-55 tahun di Desa Karimunjawa adalah 1.947 orang dari 4.996 orang total jumlah penduduk. Namun tidak tersedia data mengenai jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan sampingan. Selain itu, Dinas Pariwisata juga belum pernah melakukan pendataan tentang jumlah penduduk yang bekerja di bidang tersebut. Sebagian besar dari masyarakat hanya

(14)

aktif dibidang wisata ketika hari libur tiba. Banyaknya kunjungan wisatawan membuat pendapatan mereka juga ikut bertambah. Berikut akan disajikan data mengenai jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata.

Tabel 22. Data Jumlah Penduduk yang Bekerja di Bidang Pariwisata

Bidang Pekerjaan n %

Penginapan (homestay) 21 9.3

Penjual souvenir 20 8.9

Pengrajin 15 6.7

Penyewa kapal 30 13.3

Guide dan Tour leader 139 61.8

Jumlah 225 100.0

Berdasarkan Tabel 22 tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk yang bekerja di bidang wisata adalah 225 orang dari 1.947 jumlah tenaga kerja di Karimunjawa. Hal ini menjadikan pekerjaan di dunia wisata cukup menjanjikan karena jumlah penduduk yang aktif di dunia wisata jauh lebih kecil dari jumlah seluruh tenaga kerja yan tersedia di desa Karimunjawa sehingga masih banyak lapangan pekerjaan lain yang belum dimanfaatkan. Nelayan yang aktif dalam kegiatan wisata kebanyakan bertempat tinggal di sebelah utara dan tengah desa serta di sepanjang jalan utama desa. Hal ini terjadi karena saat ini perkembangan wisata (homestay, toko souvenir dan pusat kuliner) terpusat di bagian utara, yaitu daerah dramaga utama untuk kapal penumpang dan sampai ke bagian tengah (pusat) desa. Sedangkan nelayan yang bertempat tinggal di bagian utara dan selatan jarang ada yang ikut kegiatan wisata karena wisatawan jarang berkunjung ke daerah tersebut.

6.6 Perubahan Sosial Nelayan

6.6.1 Pranata Sosial, Norma, Adat Istiadat dan Lembaga-Lembaga yang ada di Desa Karimunjawa

Lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat Desa Karimunjawa adalah lembaga agama Islam baik sebelum ataupun setelah berkembangnya kegiatan wisata. Berdasarkan survei di lapangan,

(15)

semua responden menyatakan bahwa lembaga agama sangat berperan dalam kehidupan mereka. Lembaga agama sebagai lembaga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada masyarakat. Nilai-nilai ini tidak berubah dengan adanya perkembangan wisata. Setiap hari Jumat semua nelayan tidak ada yang melaut untuk melaksanakan Shalat Jumat.

Lembaga agama di Desa Karimunjawa yang melakukan kegiatan rutin adalah adalah NU, Muhammadiah dan Al-Hikmah. Menurut petinggi desa, NT (49), dan petinggi Muhammadiah, MS (54), nilai-nilai Islam tetap tertanam dalam diri masyarakat. Masyarakat punya prinsip yang kuat sehingga tidak terpengaruh dengan budaya wisatawan seperti yang diungkapkan oleh NT (49) dibawah ini.

“Masyarakat di sini (Karimunjawa) sudah punya prinsip. Setiap pribadi sudah kuat agamanya, jadi tidak terpengaruh. Seumpama banyak wisatawan bule ke sini atau wisatawan lokal suka tidak pake baju kalau di laut. Tapi tidak ada orang Karimun yang ngikutin. Biasanya pandangan orang-orang tentang tempat wisata itu kan negatif, tapi ternyata di Karimunjawa enggak. Ternyata pemandu-pemandu itu sebelum berangkat tour sudah memberi ceramah bagi wisatawan agar berpakain sopan kalau sudah memasuki desa. Banyak juga wisatawan yang shalat di pulau-pulau ketika mereka ikut tour. Saya melihat dan belajar dari mereka untuk tetap beribadah di mana pun.”

Menurut informasi dari masyarakat desa, wisatawan yang datang juga sering membawa pengetahuan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa yang melakukan penelitian ke Karimunjawa. Mereka sering mengadakan pelatihan-pelatihan dan mengajar di sekolah. Mereka memotivasi anak-anak sekolah agar terus rajin belajar dan berjuang dalam mendapatkan pendidikan yang tinggi. Para mahasiswa juga mengajarkan tentang pentingnya kebersihan bagi masyarakat desa dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan lama-lama masyarakat juga mengikutinya. Wisatawan agamis juga sering berkunjung ke Karimunjawa dan berbagi informasi tentang agama Islam dengan masyarakat Karimunjawa. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan yang datang ke Karimunjawa tidak selamanya membawa pengaruh negatif. Kehadiran wisatawan agamis menginspirasi masyarakat agar semakin cinta pada alam.

(16)

Selain agama Islam, ada juga penduduk yang beragama Kristen dan sebuah gereja di Karimunjawa. Hubungan antara kedua umat beragama sangat baik, buktinya tidak pernah terjadi konflik antara kedua umat beragama. Tingkat kriminalitas di Desa Karimunjawa juga sangat rendah. Jarang sekali ada perkelahian antar masyarakat karena hubungan kekeluargaan yang tinggi diantara sesama nelayan. Walaupun terdapat banyak suku di Karimunjawa yang berbeda-beda, namun tidak pernah ada terjadi konflik antar suku, seperti yang diungkapkan oleh ZA (33).

“Masyarakat disini saling kenal Mbak, mulai dari Legon Lele sampai ke perbatasan Kemujan semuanya kenal. Semuanya akur. Kalau mau bangun rumah kita gotong royong. Kalau ada yang kesusahan kita bantuin. Jenengan (Anda) tanya saja ke kantor polisi, kerja mereka pasti santai-santai karena ndak ada perkara yang mau di urus. Kalo soal keamanan, Karimunjawa nomor satunya Mbak. Ndak pernah ada kecurian. Motor di sini ditinggalin diluar sama kontaknya juga ndak akan hilang.”

Karimunjawa tidak memiliki adat istiadat dan budaya yang asli karena tidak ada penduduk asli dari Karimunjawa. Semuanya merupakan masyarakat pendatang, baik dari Jawa, Bugis, Madura, Buton dan suku lainnya. Setiap suku masih menjalankan kebudayaannya masing-masing. Hal ini terlihat dari bentuk bangunan rumah masing-masing suku serta budaya pelaksanaan pernikahan mereka. Tidak ada ketua adat di desa tersebut, yang ada hanyalah ketua masing-masing suku.

Meningkatnya pengembangan wisata serta sarana dan prasarana wisata membutuhkan suatu pengaturan yang jelas dalam pengelolaannya. Terdapat paguyuban untuk mengurus kegiataan wisata yaitu paguyuban homestay, paguyuban pembuat kerajinan asli Karimunjawa dan paguyuban kapal carteran. Paguyuban homestay dibentuk untuk mengurus homestay yang ada di Karimunjawa untuk pemerataan pendapatan dan kenyamanan wisatawan. Nelayan juga ikut menyediakan homestay di rumah mereka. Saat ini ada sekitar 30 kapal nelayan yang bergabung dalam paguyuban ini. Apabila kapal mereka tidak dipakai untuk kegiatan wisata, maka nelayan akan melaut untuk menangkap ikan.

Lembaga lain yang terbentuk di Karimunjawa yang bergerak di bidang wisata, yaitu Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) yang berdiri pada tahun 1989. Saat ini

(17)

diketuai oleh Arif Rahman, yang juga menjabat sebagai petinggi desa (kepala desa) dengan jumlah anggota 139 orang. Himpunan ini terdiri dari komponen-komponen usaha jasa wisata, tour leader, diving, souvenir shop, pemilik hotel dan juga guide. Tour leader bekerja mengurus wisatawan yang datang, sedangkan guide bertugas mendampingi wisatawan melakukan tour. Saat ini, sekitar 85 persen anggota HPI yang juga masih aktif sebagai nelayan dan sebagian besar adalah nelayan pancing. Setiap bulan dilakukan rapat HPI untuk membahas pengeluaran dan pemasukan dana HPI serta pembinaan guide yang masih baru.

Salah satu budaya masyarakat Karimunjawa adalah gotong royong yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak turun temurun dan masih berjalan hingga saat ini. Masyarakat bergotong royong membersihkan lingkungan rumah, desa dan jalan-jalan utama. Gotong royong membersihkan desa juga dilakukan untuk menyambut kedatangan pejabat-pejabat negara seperti bupati dan gubernur. Gotong royong juga dilakukan untuk membangun rumah-rumah warga. Menurut responden, kepedulian warga akan kebersihan semakin tinggi apalagi semenjak kegiatan wisata makin berkembang. Warga sadar bahwa wisatawan sangat menyukai tempat yang bersih. Apabila lingkungan mereka kotor, maka wisatawan tidak akan suka berkunjung ke tempat tersebut. Namun ada juga nelayan yang berpendapat lain, yang mengatakan bahwa kegiatan gotong royong jarang dilakukan. Masing-masing warga sudah sadar kebersihan sehingga walaupun tidak bergotong royong, mereka tetap membersihkan lingkungannya. Kegiatan gotong royong dan tolong menolong juga dilakukan apabila ada warga yang ingin membangun atau memperbaiki rumah. Hal ini dilakukan untuk memperindah desa dan mempererat hubungan dalam masyarakat. Selain itu, kegiatan gotong royong dalam membangun rumah juga dilakukan untuk memperkecil biaya pembangunan rumah tersebut.

Setelah adanya wisata, terdapat kelompok nelayan yang tidak setuju tentang partisipasi masyarakat dalam kegiatan gotong royong. Menurut mereka, Dinas Kebersihan Kota di Kecamatan Karimunjawa telah mempekerjakan para petugas kebersihan yang bertugas membersihkan kecamatan dan Desa Karimunjawa sehingga kegiatan Jumat Bersih menjadi jarang dilakukan. Namun sebagian besar responden

(18)

tetap setuju bahwa kegiatan gotong royong tetap dilakukan walaupun pelaksanaannya tidak seteratur sebelum adanya kegiatan wisata. Menurut staff TNKJ, NC (28), kegiatan bersih pantai oleh masyarakat menjadi jarang dilakukan karena hampir setiap pulau sudah ada penghuninya, yang membersihkan pantai di pulau tersebut.

6.6.2 Tingkat Migrasi masuk dan Migrasi Keluar

Kehadiran wisatawan sering membawa informasi bagi masyarakat tentang daerah lain, yang kondisinya berbeda dengan Desa Karimunjawa. Hal ini membuat penduduk termotivasi untuk pergi merantau keluar Karimunjawa. Migrasi masuk juga terjadi setelah adanya kegiatan wisata. Kebanyakan berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun pemerintahan desa tidak memiliki data yang pasti tentang jumlah migrasi keluar dan migrasi masuk Desa Karimunjawa, serta jenis pekerjaan yang mereka tekuni karena pemerintah desa tidak pernah mendata jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar Karimunjawa. Secara umum hampir semua penduduk Karimunjawa adalah pendatang karena Pulau Karimunjawa tidak memiliki penduduk asli.

Masyarakat Karimunjawa tidak merasa terganggu dan tersaingi dengan kedatangan masyarakat pendatang. Hal ini terjadi karena penduduk pendatang hanya memanfaatkan pekerjaan di luar perikanan. Pekerjaan sebagai nelayan membutuhkan pengalaman dan keahlian, sedangkan masyarakat pendatang tidak bisa melakukan hal tersebut. Pendatang biasanya bekerja sebagai pedagang, tukang bangunan dan pekerja-pekerja di homestay atau hotel, seperti yang diungkapkan oleh DT, (18), pendatang asal Lampung yang bekerja di Wisma Apung.

“Saya diajakin sama Kakak kesini. Dia udah duluan kerja di hotel Dewadaru. Kalo di Lampung saya enggak punya kerjaan, daripada nganggur mending saya ngikut Kakak. Di Karimunjawa ini asal kita mau, kita pasti dapat kerjaan, Mbak.”

Hampir semua masyarakat mengatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah migrasi keluar. Migrasi keluar dipicu oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Sebagian besar penduduk yang bermigrasi keluar Karimun adalah anak

(19)

usia lulusan SD dan SMP yang pergi ke luar Karimunjawa untuk melanjutkan pendidikan di tingkat SMP, SMA dan perguruan tinggi karena di Karimunjawa hanya terdapat SMK yang berdiri sejak tahun 2002. Walaupun tidak ada data yang pasti tentang jumlah penduduk yang bermigrasi keluar Karimunjawa, namun hal ini dapat dilihat dari data jumlah siswa pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan jumlah siswa SD sebanyak 1.260 orang, siswa SMP sebanyak 324 dan siswa SMK sebanyak 274. Data ini membuktikan bahwa terjadi penurunan jumlah anak yang melanjutkan pendidikan di Karimunjawa. Anak yang yang melanjutkan pendidikannya di luar Karimunjawa biasanya tidak akan kembali untuk tinggal di Karimunjawa dan menjadi nelayan.

Gambar

Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Desa Karimunjawa, 2012   Umur Responden (Tahun)  Nelayan Non Pariwisata  Nelayan Pariwisata
Tabel 15. Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Karimunjawa, 2012  Tingkat Pendidikan   Nelayan Non Pariwisata  Nelayan Pariwisata
Tabel 17. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan, Desa Karimunjawa, 2012  Tingkat Pendapatan (Rp) per
Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut, Desa Karimunjawa, 2012  Pengalaman Melaut (Tahun)  Nelayan non Pariwisata  Nelayan Pariwisata
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh kebudayaan Barat yang modern baru dirasakan betul oleh bangsa Indonesia ketika Belanda, atas saran Van Deventer, pada tahun 1899 menerapkan politik etis yang

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat

Oleh sebab itu perlu dilakukan analisa risiko dan penanganan aksi mitigasi untuk memitigasi risiko atau gangguan yang berpeluang timbul pada supply chain bahan crumb

[r]

Untuk dapat mencapai hasil internal audit dengan kategori baik, maka dalam pelaksanaan implementasi HACCP yang berkaitan dengan prinsip-prinsip HACCP harus

Kondisi lingkungan PAUD Bunga Bangsa berdasarkan pengamatan yang kami lakukan adalah dalam tingkat kebersihannya sangat bersih karena mempunyai tukang kebun. Hal

januari 2017 dengan 1 orang siswa kelas kontrol yang telah diberikan perlakuan, diperoleh informasi bahwa siswa kurang tertarik dengan cara penyampaian guru

Dari sudut pandang ilmu hukum, kewenangan ini merupakan bentuk jaminan dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang melakukan pelanggaran hak