• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTI CANDIDA MINYAK ATSIRI LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga) TERHADAP Candida albicans PENYEBAB CANDIDIASIS SECARA INVITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANTI CANDIDA MINYAK ATSIRI LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga) TERHADAP Candida albicans PENYEBAB CANDIDIASIS SECARA INVITRO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANTI CANDIDA MINYAK ATSIRI LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga) TERHADAP Candida albicans PENYEBAB CANDIDIASIS SECARA INVITRO

Anik Andayani1, Ari Susilowati2, Artini Pangastuti3

1 Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS

2 Dosen Pembimbing I Program Studi Biosain Pascasarjana UNS 3 Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS

( e-mail: Anikandayani73@yahoo.co.id )

ABSTRAK - Penderita HIV atau AIDS rentan terhadap infeksi oportunistik yaitu oral candidiasis oleh Candida albicans. Keberadaan jamur C. albicans di rongga mulut dapat menyebabkan Oral candidosis dan merupakan salah satu komplikasi paling tinggi angka kejadiannya di rongga mulut sekitar 90%. Penggunaan obat sintetik sebagai obat antifungi lama-kelamaan akan menyebabkan peningkatan resistensi terhadap obat tersebut. Penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena masyarakat menerapkan gaya hidup kembali ke alam dan efek samping obat tradisional yang relatif kecil dan harganya lebih terjangkau. Salah satu bahan alam yang mempunyai aktivitas anti jamur adalah lengkuas putih (Alpinia galanga). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi minimal minyak atsiri lengkuas putih dalam menghambat pertumbuhan C. albicans (MIC) dan konsentrasi minimal minyak atsiri lengkuas putih dalam membunuh C. albicans (MFC), untuk mengetahui golongan senyawa fitokimia minyak atsiri lengkuas putih yang memiliki aktivitas antijamur dan untuk mengetahui toksisitas dari minyak atsiri lengkuas putih terhadap sel fibroblas.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan design experimental laboratory. Ekstrak minyak atsiri lengkuas putih diperoleh dengan metode destilasi. Pengujian efektivitas minyak atsiri lengkuas putih dengan metode difusi agar dan dilusi (pengenceran).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih 12,5% mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 1,56% dan Minimum Fungisidal Concentration (MFC) minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 3,25%.

Kata Kunci: Candida albicans, HIV, Kandidiasis, Minyak Atsiri Lengkuas Putih (Alpinia galanga), MIC, MFC.

PENDAHULUAN

Penderita HIV atau AIDS sangat rentan terinfeksi oportunistik yaitu oral candidiasis akibat infeksi oleh C. albicans. Keberadaan jamur C. albicans di rongga mulut dapat menyebabkan Oral candidosis dan merupakan salah satu komplikasi paling tinggi angka kejadiannya di rongga mulut sekitar 90%, pada penderita dengan keadaan

imunokompromistik seperti halnya pada penderita HIV atau AIDS (Reznik, 2005; Retno et al.,2009). Dari hasil penelitian pendahuluan dilaporkan bahwa C. albicans ditemukan dalam jumlah yang tinggi dibanding dengan spesies candida yang lain. Jamur C. albicans biasanya hidup sebagai saprofit dalam rongga mulut, usus dan vagina. Pada orang sehat jamur ini bersifat non patogen, tetapi

(2)

2 dalam keadaan daya tahan tubuh menurun jamur ini dapat berubah sifat-nya menjadi patogen dan menimbulkan berbagai keluhan.

Dewasa ini penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Hal ini disebab-kan oleh kecenderungan masyarakat yang menerapkan gaya hidup back to nature atau kembali ke alam. Hal tersebut juga ditunjang oleh efek samping obat tradisional yang relatif kecil disbanding-kan obat kimia dan harganya yang lebih terjangkau oleh masyarakat luas (Djauhariya dan Hermani, 2004). Sebagian besar senyawa metabolit sekunder dari tanaman secara tradisional digunakan untuk tujuan pengobatan. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki kisaran aktivitas yang luas sesuai dengan spesies, topografi dan iklim dari daerahnya, dan mengandung senyawa aktif yang berbeda pula. Menurut Pratiwi (2008), senyawa yang bersifat sebagai antimikroba adalah alkaloid, saponin, flavanoid, senyawa fenolik hidrokuinon dan tanin.

Berbagai obat berbahan dasar herbal adalah sumber daya alami dan tersedia untuk perawatan kesehatan primer dan sistem kesehatan yang dapat melengkapi perawatan. Tidak diragukan lagi, masih banyak spesies tanaman yang mengandung zat nilai obat yang belum ditemukan (Mishra, et al.,2011). Salah satu bahan alam yang mempunyai aktivitas anti jamur adalah lengkuas

putih (Alpinia galanga). Tumbuhan yang telah lama digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan obat penyakit perut, kudis, panu, dan menghilangkan bau mulut (Kusumaningtyas, 2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Haraguchi, et al., (1996) juga menyatakan diisolasi dari biji lengkuas putih (Alpinia galanga) dan identifikasi sebagai (E)-beta, 17-epoxylabd-12-16-dial secara sinergis meningkatkan dan aktivitas antifungi dari quercetin dan chalcone melawan C. albicans. Kandungan Alkaloid dapat menghambat pertumbuhan C. albicans dengan cara menghambat biosentesa asam nukleat, flavonoid dapat meng-hambat C. albicans dengan menggangu pembentukan pseudohyphae, tanin pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan jamur dan menghambat kerja enzim polifenol oksidase, sedangkan saponin dapat membentuk kompleks dengan sterol dan mem-pengaruhi permeabilitas galangal (Kusumaningtyas, 2008).

Menurut penelitian Hakim, et al. (2012), lengkuas putih (Alpinia galanga) mampu menghambat pertumbuhan C.

albicans pada konsentrasi 10%,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Handajani (2008), konsentrasi penghambatan pertumbuhan minimum ekstrak etanol lengkuas putih (A. galanga) terhadap pertumbuhan A. flavus, F. moniliforme, dan A. niger masing-masing sebesar 816 mg/L, 1.682

(3)

3 mg/L dan 3.366 mg/L (Handajani dan Purwoko, 2008).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan indikasi lengkuas putih (Alpinia galanga) mempunyai daya anti mikroba maka perlu dilakukan penelitian tentang Anti Candida Minyak Atsiri Lengkuas Putih (Alpinia galanga) terhadap Candida albicans penyebab candidiasis secara invitro.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat experimental laboratory.

Tempat Penelitian

Penelitian uji aktivitas jamur C. albicans dilakukan di laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi dan Tropical Disease Central (TDC) Universitas Airlangga Surabaya sedangkan destilasi minyak atsiri lengkuas putih (Alpinia galanga) dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya

Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juli 2014.

Bahan Penelitian

Isolat jamur yang digunakan pada penelitian ini adalah Candida albicans yang diperoleh dari laboratorium Tropical Disease Central (TDC) Universitas Airlangga Surabaya.

Minyak Atsiri Lengkuas Putih.

Lengkuas putih sebanyak 2 kg setelah dicuci dilakukan perajangan lalu dikering anginkan. Selanjutnya bahan tersebut dimasukkan ke alat destilasi. Minyak atsiri yang diperoleh dari proses destilasi uap, kemudian dibuatkan variasi konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100% dengan menggunakan pelarut DMSO

Pengujian daya hambat dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar yang menggunakan metode kertas cakram (Kirby bauer) pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan diinkubasi selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona bening di sekitar metode kertas cakram (Kirby bauer) pada masing-masing konsentrasi minyak atsiri, kontrol positif dan kontrol negatif dengan menggunakan jangka sorong. Data hasil penelitian ditabulasi dan dianalisis dengan cara membandingkan diameter hambatan untuk semua konsentrasi. Selanjutnya dilakukan metode dilusi untuk mendapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh di masing-masing konsentrasi untuk mengetahui MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MFC (Minimum Fungisidal Concentration). HASIL DAN PEMBAHASAN

Alpinia galanga (L.) atau tanaman lengkuas sudah banyak digunakan sebagai anti jamur yaitu lengkuas putih. Bentuk sediaan yang diuji minyak

(4)

4 atsirinya. Penggunaan lengkuas secara empiris sebagai anti jamur kulit telah diketahui sejak lama. Penelitian yang telah dilakukan oleh Haraguchi (1996) telah membuktikan bahwa minyak atsiri dan ekstrak air rimpang lengkuas berkhasiat sebagai anti jamur.

A. Rendemen Minyak Atsiri Lengkuas Putih (Alpinia galanga)

Dari destilasi stahl diperoleh minyak atsiri yang berwarna kecoklatan dengan aroma lengkuas yang khas. Pengukuran ulangan I berat kering 1393 gram lengkuas putih menghasilkan minyak atsiri sebanyak 5,3 ml, sehingga rendemennya adalah 0,38% dan pengukuran ulangan II berat kering 1340 gram lengkuas putih menghasilkan minyak atsiri sebanyak 5,2 ml, sehingga rendemennya adalah 0,39% pada Tabel 1.

Tabel 1. Rendemen minyak atsiri lengkuas putih

Parameter Ulangan I Ulangan II Rata-rata Berat kering ditimbang (gram) Volume minyak atsiri (ml) Rendemen (%) v/b) 1393 5,3 0,38 1340 5,2 0,39 1366,5 5,25 0,385

Rendemen minyak atsiri ini berbeda dengan perhitungan rendemen yang dilakukan oleh Kusumawardani (2009) dengan metode penyulingan air yaitu 0,19%. Cara penyulingan atau destilasi yang berbeda juga dapat menghasilkan rendemen yang berbeda.

B. Aktivitas anti candida minyak atsiri Aktivitas Candida minyak atsiri lengkuas putih pada berbagai konsentrasi meng-gunakan metode Kirby Bauer menunjuk-kan adanya penghambatan pertumbuhan jamur yang di tandai dengan adanya Diameter Daya Hambat (DDH). Diameter Daya Hambat merupakan zona bening yang menunjukkan adanya penghambat-an pertumbuhpenghambat-an jamur disekitar kertas cakram dan berwarna keruh pada media menunjukkan adanya pertumbuhan jamur yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diameter daya hambat minyak atsiri lengkuas putih terhadap Candida albicans pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan

nistatin (kontrol +)

Minyak atsiri lengkuas putih memiliki aktivitas penghambatan terhadap jamur Candida albicans. Minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 100% mempunyai aktivitas anti jamur yang kuat terhadap jamur Candida

albicans untuk menghambat

pertumbuhan jamur dengan DDH 10,4 mm. Minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 50% mempunyai aktivitas anti jamur sedang terhadap jamur C.

albicans untuk menghambat

(5)

5 mm. Minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 25% mempunyai aktivitas anti jamur sedang terhadap jamur C.

albicans untuk menghambat

pertumbuhan jamur dengan DDH 8,20 mm. Minyak atsiri lengkuas putih pada konsentrasi 12,5% mempunyai aktivitas anti jamur sedang terhadap jamur C.

albicans untuk menghambat

pertumbuhan jamur dengan DDH 8,07 mm sedangkan pada konsentrasi 6,25% tidak ada daya hambat terhadap pertumbuhan jamur C. albicans.

Gambar 2. Histogram Daya Hambat minyak atsiri lengkuas putih terhadap pertumbuhan

jamur C. albicans

Berdasarkan Gambar 2, secara umum terlihat bahwa penurunan konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih sebanding dengan penurunan besarnya diameter daya hambat. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya konsentrasi minyak astiri lengkuas putih maka kandungan yang bersifat anti jamur semakin banyak sehingga daya hambat terhadap pertumbuhan jamur semakin besar.

Aktivitas anti jamur suatu senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kandungan senyawa anti jamur, daya difusi, jenis jamur yang dihambat dan konsentrasi ekstrak (Jawetz et al., 1996). Konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi menyebabkan terbentuknya zona bening yang semakin besar. Semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak maka senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tersebut semakin banyak, sehingga berpengaruh terhadap diameter zona hambat yang terbentuk (Ajizah, 2004). Menurut Pelezar dan Chan (1986) menambahkan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu ekstrak maka akan semakin besar efek yang ditimbulkannya.

Menurut Setyaningsih (2008) bahwa kekuatan anti jamur digolongkan menjadi 4, yaitu bila diameter hambat 5 mm atau kurang maka aktivitas penghambatnya dikategorikan lemah, diameter daya hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, diameter daya hambat 10-19 mm dikategorikan kuat dan diameter daya hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat.

Untuk mengetahui efektivitas Diameter Daya Hambat minyak atsiri pada C. albicans dianalisis dengan menggunakan ANOVA (One way Anova). Pada uji Anova, asumsi-asumsi yang harus dipenuhi adalah kenormalan data dan homogen varian. Dari hasil output SPSS yang disajikan pada lampiran, menunjukkan bahwa data eksperimen pertumbuhan jamur telah memenuhi

(6)

6 asumsi kenormalan data dan homogen varian karena memiliki nilai signifikan lebih besar dari α (0,05). Hasil Anova menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas putih pada masing-masing konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan jamur C. albicans yang berarti konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih mempengaruhi besar kecilnya diameter daya hambat terhadap jamur C. albicans.

Berdasarkan uji LSD juga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 100% minyak atsiri lengkuas putih memiliki efektivitas daya hambat yang paling besar dibandingkan konsentrasi yang lain, tetapi efektivitas ini belum menyamai efektivitas dari kontrol positif.

Minyak atsiri lengkuas putih dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dapat menghambat pertumbuhan jamur C. albicans dan pada konsentrasi 6,25% tidak dapat menghambat pertumbuhan C.albicans. Menurut penelitian Caburin dan Osi (2010), yang melakukan penelitian efek anti jamur minyak atsiri hijau terhadap pertumbuhan C. albicans secara in vitro, sedangkan efek anti jamur minyak atsiri daun sirih merah terhadap C. albicans secara in vitro telah dilakukan oleh Sulistiyani et al., (2007). Pada penelitian ini minyak atsiri daun sirih hijau konsentrasi 6,25% sudah menghasilkan daya hambat, sedangkan minyak atsiri daun sirih merah pada konsentrasi 10% menghasilkan daya

hambat. Perbedaan yang timbul disebab-kan penggunaan metode yang berbeda oleh Kusumawardani (2009) menunjuk-kan bahwa salep dengan konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih 8% memberikan diameter hambatan 0,22 cm. Penelitian dilakukan dengan mengguna-kan metode sumuran pada jamur C. albicans. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas putih baik murni maupun sediaan formulasi dapat mem-berikan efek anti jamur terhadap C. albicans.

C. Minimum Inhibitor Concentration (MIC) dan Minimum Fungisidal Concentration (MFC)

Minimum Inhibitor Concentration (MIC) minyak atsiri lengkuas putih pada berbagai konsentrasi menggunakan metode dilusi atau pengenceran memberikan hasil yang berbeda. Hal ini dapat dilihat jumlah koloni C. albicans pada tabel 3.

Pada konsentrasi 1,56% terdapat pertumbuhan koloni C. albicans sebanyak 14,3 koloni. Pada konsentrasi 0,78% terdapat pertumbuhan koloni C. albicans sebanyak 25,3 koloni. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ada efek anti jamur dari minyak atsiri lengkuas putih dengan konsentrasi Minimum Inhibitor Concentration (MIC) adalah konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan jamur adalah sebesar 1,56%. Semakin besar konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih yang

(7)

7 diberikan semakin kuat kemampuan hambat pada pertumbuhan jamur C. albicans, dimana konsentrasi 3,25% tidak didapatkan pertumbuhan jamur C. albicans atau dapat ditentukan sebagai Minimum Fungisidal Concentration (MFC) dari minyak atsiri lengkuas putih. Pertumbuhan koloni jamur C. albicans yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Konsentrasi minyak atsiri 1,56% menunjukkan Minimum Inhibitor Concentration

(MIC) (gambar B) dan Konsentrasi minyak atsiri 3,25% menunjukkan Minimum Fungisidal

Concentration (MFC) (gambar C) dan kontrol (+)

(gambar D) setelah di inkubasi selama 48 jam Penelitian efek anti jamur minyak atsiri daun sirih hijau terhadap C. albicans secara in vitro dilakukan oleh Caburin dan Osi (2010), sedangkan efek anti jamur minyak atsiri daun sirih merah terhadap C.albicans secara in vitro dilakukan oleh Sulistiyani dkk (2007). Keduanya menggunakan metode dilusi cair. Minyak atsiri daun sirih hijau memiliki aktivitas anti jamur dengan nilai Minimum Inhibitor Concentration (MIC) sebesar 250 µg/mL terhadap jamur C. albicans sedangkan minyak atsiri sirih merah memiliki aktivitas anti jamur

dengan nilai Minimum Fungisidal Concentration (MFC) sebesar 0,25% terhadap jamur C. albicans.

Penurunan jumlah koloni C. albicans pada penelitian ini terjadi karena adanya kandungan pada minyak atsiri lengkuas putih yang diduga berpotensi sebagai anti jamur. Menurut Jirovetz et al (2003), senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dapat berupa senyawa golongan terpenoid. Golongan ini diketahui sebagai penyusun minyak atsiri yang utama pada tanaman. Menurut Choi (2008) dan Daisy, et al (2008), golongan terpenoid diketahui mampu menghambat sintesa ergosterol pada membran sel yang merupakan komponen sterol penting pada membran sel C. albicans. Mekanisme peng-hambatan biosintesis ergosterol dalam sel C. albicans yaitu dengan mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi membran dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa essensial yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamur. Bagian lipofilik pada terpenoid berpartisipasi ke dalam struktur dan fungsi membran sehingga menyebabkan perubahan fluiditas membran, mengubah lingkungan lipid protein membran, melisiskan membran sel, dan mengganggu aktivitas enzimatik membran yang dapat merusak pembentukan dinding sel. Kekurangan ergosterol menyebabkan ketidakstabilan

(8)

8 membran sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berkaitan dengan membran dan mengakibatkan peningkatan permeabilitas serta hambatan pertumbuhan dan perbanyak sel.

Dari hasil tersebut juga dapat dilihat setiap peningkatan konsentrasi dari minyak atsiri lengkuas putih terjadi penurunan pertumbuhan koloni C. albicans. Hal ini sesuai dengan pendapat Verma (2011), bahwa senyawa diterpen 1 yang terkandung pada ekstrak lengkuas putih yang diidentifikasi sebagai (E)-8

beta, 17-epoxylabd-12-ene-15, 16-dial

secara sinergis meningkatkan aktivitas anti jamur dari quercetin dan chalcone melawan C.albicans dengan cara melisiskan protoplasma dari jamur C. albicans sehingga dapat diketahui bahwa aktivitas anti jamur lengkuas putih berhubungan dengan perubahan lipid galangal dari sel jamur yang berakibat pada perubahan permeabilitas membran-nya. Senyawa diterpen yang terkandung dalam lengkuas putih bersifat sitotoksik terhadap jamur dimana dapat dilihat pada konsentrasi 50% tidak terjadi pertumbuhan koloni C. albicans yang berarti konsentrasi 50% merupakan Minimum Fungisidal Concentration (MFC).

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Minyak atsiri lengkuas putih (Alpinia galanga) efektif meng-hambat pertumbuhan C. albicans pada konsentrasi 1,56% dan mampu

membunuh C. albicans pada konsentrasi 3,25%

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada konsentrasi 3,25% minyak atsiri lengkuas putih (Alpinia galanga) yang aman dan efektif sebagai obat anti jamur khususnya jamur Candida albicans. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut toksisitas sub kronis dan kronis minyak atsiri lengkuas putih terhadap hewan uji mencit jantan untuk mengetahui efek jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah A., 2004. Sensitivitas Salmonella thypimurium Terhadap Ekstrak Daun

Psidium guajava L. J.

Bioscientiae.1(1): hlm. 31-38

Caburin A.B., & Osi M.O. 2010. Characterization and Evaluation of Antimicrobial Activity of The Essential Oil From The Leaves of Piper Betle L. E-Int. Sci. Res. J. 2(1): hlm. 1-13

Choi, H.W.2008. A Role for a Methone Reductase in Resistance Against

Microbial Pathogens in Plants,

(online),

http://www.plantphysiol.org/cgi/con tent/full/148/1/383. diakses tanggal 19 november 2013.

Daisy P, Mathew S, Suveena S, dan Rayan N.A. 2008. A Novel Terpenoid From Elephantopus Scaber – Antibacterial Activity on Staphylococcus Aureus: A substiante Computational Approach. International Journal of Biomedical Science 4(3): hlm. 193-203

Djauhariya, E & Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

(9)

9 EUCAST. 2009. Antimicrobial

Susceptibility Testing: EUCAST Disk

Diffusion Method. Version 1.0,

Desember 18, 2009. European Committe on Antimicrobial Susceptibity Testing

Hakim FR, Fakhruzazi, & Cahya C. 2012. The inhibition response of Alpinia galanga rhizome extract 10% and Apinia purpurata rhizome extrat 10% toward the growth of Candida albicans. Research Report. Faculty of Dentistry, Syiah Kuala University. Aceh Indonesia. hlm 1-13

Haraguchi H, Kuwata Y, & Shingu K. 1996. Antifungal Activity from Alpinia galanga and the competition for incorporotion of unsaturated fatty acids in cell growth. Planta Med. 1996 Aug;62(4): 308-13. Diakses pada 6 Maret 2013.

Handajani, NS. & Purwoko, T. 2008. Aktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus spp. Penghasil Aflatoksin dan Fusarium moniliforme. Bioversitas ISSN: 1412-033X Volume 9, No . 3 Juli 2008. hlm 161-164.

Jawetz E, Melnick JL., & Adellberg EA. 1996. Mikrobiologi untuk Profesi

Kesehatan, diterjemahkan oleh

Tonang, H., Ed. 16, 21, 126, 147, 150, 299. Jakarta. EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Kusumaningtyas E, Sukmawati L, & Astuti E. 2008. Evalution of group of

Alpiniagalanga n-hexane-Extract

against Candida albicans by

bioautography and thin layer chromatography.JITV 13(4). hlm 323-328.

Kusumawardani, N.F., 2009, Skripsi

Formulasi Salep Minyak Atsiri

Rimpang Lengkuas (Alnia galanga (L.) Swatz Basis Lemak dan PEG 4000 Dengan Uji Sifat Fisik dan Uji Aktivitas Antijamr Candida albicans. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mishra G, Verma RK, Singh P, Jha KK, & Khosa Rl. 2011. Alpinia galanga-An Important Medicinal Plant: A review Der Pharmacia Sinica.

Pelezar MJ, & Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Ratna Sri H., penerjemah: Jakarta: Univeritas Indonesia Press.

Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta. Gelora Aksara Pratama Retno, Vitanata dan Prihartini, 2009.

Ekspresi Gen SAP3 Pads Oral

Candidiasis Sebagai Marker

Diagnostik Prediktor Keparahan

HIV/AIDS. LPPM, Unair.

Reznik DA, 2005. Perpective Oral manifestation of HIV Disease.Topic in HIV medicine, 2005.Vol 13 (5). hlm 143-148

Sulistiyani N., Sasongko H., Hertanti M., & Lana L.M. 2007. Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Daun Sirih Merah Piper crocatum Ruiz & Pav Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans

serta Identifikasi Komponen

Kimianya. Media Farmasi. 6: hlm. 33-39

Verma RK, Mishra G, Singh P, Jha KK, & Khosa RL. 2011. Alpinia galanga – An Important Medicinal Plant: A review Der Pharmacia Sinica, 2011, 2 (1). hlm 142-154

WHO. 2009. HIV / AIDS in the South-East Asia Region. New Delhi: World Health Organization.

Gambar

Gambar 1. Diameter daya hambat minyak atsiri  lengkuas putih terhadap Candida albicans pada  konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan
Gambar 2. Histogram Daya Hambat minyak  atsiri lengkuas putih terhadap pertumbuhan
Gambar 3. Konsentrasi minyak atsiri 1,56%

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat tokoh di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan menerapkan strategi Everyone is a Teacher Here pada pembelajaran di kelas, karena

(1) Izin sementara Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini, diberikan kepada penyelenggara usaha pariwisata untuk dapat

[r]

Tujuan dalam penanganan induk yang matang telur adalah untuk. menghasilkan telur yang berkualitas dengan harapan laju daya tetas telur

Sistem deteksi kebakaran IRM dapat merespon adanya asap untuk detektor asap, api untuk detektor panas, dan penekanan tombol pada manual call point ( break

Penelitian ini membedakan discretionary accruals untuk perusahaan yang mengalami kenaikan leverage dengan perusahaan yang mengalami leverage tinggi secara konsisten hanya pada

1) ISTMI (Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri), dalam penyelenggaraan program Pembicara Tamu pada mata kuliah tertentu. 2) Institut Teknologi Bandung dan

Seorang dosen pembimbing lapangan (DPL) PLT diambil dari dosen jurusan yaitu Nurkhamid, Ph.D.,.. gambaran pengetahuan dan pengalaman mengenai tugas-tugas seorang guru