• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang lebih dikenal dengan sebutan otonomi daerah. Menurut Kurniawan (2006) dalam Devy (2012), disahkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan langkah besar yang ditunggu-tunggu oleh daerah. Lahirnya undang-undang ini diharapkan dapat menjadi suatu landasan percepatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah, yang selama ini dirasakan adanya ketimpangan-ketimpangan dalam pembangunan antara pusat dan daerah. Undang-undang tersebut selanjutnya disempurnakan dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Menurut Khusaini (2006) dalam Devy (2012), sesuai dengan UU No. 32 dan 33 tahun 2004, perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri didukung

(2)

dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal atau lebih dikenal dengan sebutan Otonomi Daerah menurut Widjaja (2002) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat di daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diberlakukannya daerah otonom setiap daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk menggali, mengelola dan menggunakan sumber daya alam serta potensi-potensi yang terdapat di daerahnya sendiri, guna menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemerintahannya. Tujuan akhirnya adalah setiap daerah dituntut untuk bisa mengurangi ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat, sehingga setiap daerah harus bisa membiayain rumah tangganya sendiri.

Pemerintah membiayai rumah tangganya tersebut menggunakan sumber pendanaan dari Pendapatan Daerah. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu, pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan lain-lain pendapatan yang sah. (UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)

Machfud (2002) mengemukakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator keberhasilan dalam penyelengaraan otonomi daerah, karena semakin tinggi PAD maka semakin tinggi pula kemampuan daerah untuk

(3)

membiayai kebutuhan pembiayaan daerah itu sendiri. Karena salah satu sumber pembiayaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu PAD.

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yan dipisah dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Abdul (2004) suatu daerah yang otonom, harus mempunyai kemampuan keuangan dalam menyelenggarakan pemerintahan, daerah yang telah mandiri ditandai dengan berkurang ketergantungan keuangan terhadap pusat. Dengan demikian tujuan otonomi daerah bisa terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Meningkatkan PAD merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai belanja rutin dan pembangunan. Semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD maka semakin besar kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.

Empat komponen sumber PAD khususnya pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk peningkatan PAD pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Marteen, et all (2001) dan Robert (2002) dalam Krisna (2013), yang menjelaskan bahwa peranan sektor pajak daerah dan retribusi yang paling besar kontribusinya terhadap PAD dimana pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah itu sendiri.

(4)

Machfud (2002) menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen PAD, seharusnya merupakan sumber penerimaan utama bagi daerah, sehingga ketergantungan daerah kepada Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan) semakin berkurang, yang pada gilirannya daerah diharapkan akan memiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masyarakat lokal. Jika ini terjadi maka hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah telah berhasil menjalankan otonomi daerah begitu juga sebaliknya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, jasa yang diberikan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Keberhasilan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah salah satunya dilihat dari kemandirian keuangan daerah tersebut. Suatu daerah yang sudah mandiri dalam aspek keuangan diharapkan bisa melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengharapkan transfer dana dari pemerintah pusat. Menurut Joko (2001) kemandirian keuangan daerah

(5)

atau ekonomi fiskal menunjukan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah. Tingkat kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama dalam pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah otonom yang menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Kabupaten Garut memiliki wilayah terluas kedua di wilayah Provinsi Jawa Barat, setelah Kabupaten Sukabumi yang terdiri dari 42 kecamatan, 421 desa, dan 21 kelurahan.

Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan merealisasikan pembangunan tersebut dibutuhkan tersedianya dana yang cukup besar yang diperoleh dari daerahnya sendiri selain bantuan dari pemerintah pusat. Akan tetapi pada kenyataannya dana yang diperoleh dari hasil pendapatan asli daerah Kabupaten Garut ini masih sangat kecil kontribusinya. Menurut Sekda Kabupaten Garut Imam Alirahman, total pendapatan asli daerah di Kabupaten Garut masih dibawah 10 persen dari nilai APBD Kabupaten Garut. (Garudaindonesia.com, diakses pada 31/01/2017)

(6)

Berikut perkembangan kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah tahun 2008-2015 di Kabupaten Garut:

Tabel 1.1

Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Garut Tahun 2008-2015

No. Tahun PAD

(Rp) Pendapatan Daerah Kontribusi PAD (%) 1. 2008 83,306,424,295 1,364,183,603,375 6.11 2. 2009 102,702,673,665 1,594,689,277,646 6.44 3. 2010 108,914,763,969 1,695,066,200,909 6.43 4. 2011 122,418,643,665 2,066,858,426,039 5.92 5. 2012 184,269,764,772 2,329,795,383,220 7.91 6. 2013 240,631,630,078 2,741,528,022,330 8.78 7. 2014 373,261,713,306 3,150,458,860,769 11.85 8. 2015 419,201,758,615 3,540,619,065,782 11.84

Sumber: Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset (diolah)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kontribusi PAD terhadap Pendapatan daerah masih sangat rendah. Menurut Imam hal ini disebabkan belum optimalnya pendapatan dari retribusi yang setiap tahunnya tidak pernah mengalami peningkatan disebabkan banyak kendala, salah satunya mulai dari

(7)

pengaturan atau regulasi hingga keterbatasan sumber daya manusianya. Padahal Sekda Garut berharap bahwa PAD mampu untuk dioptimalkan guna menopang anggaran APBD yang kini mengalami kendala akibat adanya penundaan sebagian dana APBD oleh pemerintah pusat. Menurutnya upaya peningkatan PAD dari berbagai sektor secara maksimal akan dapat menutupi kebutuhan-kebutuhan alokasi anggaran sehingga dapat mengimbangi terhadap keseluruhan APBD. (Garudaindonesia.com, diakses pada 31/01/2017)

Penelitian mengenai analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah ini juga dilakukan oleh Krisna (2013) dengan hasil penelitian menunjukan bahwa penerimaan pajak dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PAD, sedangkan dilihat dari kontibusinya pajak daerah lebih dominan mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Rina (2009), yang meneliti tentang analisis pengaruh pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah, hasil penelitiannya menunjukan bahwa Pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten Sumedang. Evi (2011) yang meneliti tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kota Tasikmalaya hasil penelitiannya menunjukan bahwa bahwa (1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (2) Pajak Daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (3) Retribusi Daerah secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya.

(8)

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa di Kabupaten Garut karena Kabupaten Garut merupakan daerah berkembang, yang dibuktikan dengan pesatnya pertumbuhan dan pembangunan baik berupa pusat perbelanjaan, pariwisata, dan tempat hiburan, dan juga badan usaha yang bersifat swasta maupun pemerintah yang berpotensi menghasilkan pajak daerah dan retribusi daerah yang cukup besar yang salah satunya bersumber dari sektor perdagangan dan pajak lainnya yang terkait dengan pajak daerah. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset di Kabupaten Garut)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

2. Seberapa besar pengaruh retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

3. Seberapa besar pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

(9)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

2. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

3. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sacara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Garut.

3.4 Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini, penulis mengharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi penulis

Memberikan gambaran dan informasi mengenai pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.

2. Bagi Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset

Sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD di Kabupaten Garut.

3. Bagi Akademisi

(10)

lainnya yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.

3.5 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian yang dilakukan penulis dalam mengumpulkan data untuk menyusun informasi ini diperoleh dari berbagai sumber dan penelitian yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Garut jalan Kiansantang No. 3 Garut. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan September 2016 sampai dengan Januari 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian melalui Kurikulum Kursus Penyiar Televisi Berbasis Komptensi ini, peserta kursus dimungkinkan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang memadai baik

Atas dasar perbedaan harga pokok penjualan dan laba yang dihasilkan serta adanya pertimbangan pajak maka variabilitas harga pokok penjualan dapat mempengaruhi pemilihan

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam penyelesaian studi pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Bahwa pengaturan tentang penyediaan, penyerahan dan penegelolaan prasarana,sarana dan utilitas pada perumahan dan permukiman kedalam peraturan daerah bertujuan

Dari hasil penelitian, dapat dituliskan suatu model koreksi yang dapat digunakan untuk memprediksi laju korosi pada baja karbon A106 yang disebabkan oleh kandungan NaCl

Keunggulan SIG yaitu data dapat dikelola dalam format yang jelas, biaya lebih murah daripada harus survey lapangan, pemanggilan data cepat dan dapat diubah dengan

 Dari variasi kecepatan putar spindle dan kedalaman potong terhadap getaran pahat pada proses pembuatan poros menggunakan mesin bubut, proses pemotongan yang paling

Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap peternak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peternak yang diukur melalui Revenue Cost Ratio , hal ini sesuai