• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentan usia tahun atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentan usia tahun atau"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Menarche a. Pengertian Menarche

Menurut Proverawati dan Misaroh, (2009) menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentan usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi.

b. Usia Menarche

Usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menstruasi sangat bervariasi. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi yang pertama kali pada usia lebih muda. Ada yang berusia 12 tahun saat ia mendapat menstruasi pertama kali, tapi ada juga yang 8 tahun sudah memulai siklusnya. Bila usia 16 tahun baru mendapat menstruasi pun dapat terjadi ( Proverawati dan Misaroh, 2009).

Secara global, perempuan mengalami menstruasi dini (premature). Hal ini disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal karena ketidakseimbangan hormon bawaan lahir. Hal ini juga berkorelasi dengan faktor eksternal seperti asupan gizi pada makanan yang dikonsumsi (Proverawati dan Misaroh, 2009).

(2)

Haid pertama kali disebut menarche, terjadi pada usia 11-13 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan ada pula remaja dibawah 11 tahun sudah mengetahui haid (BKKBN, 2010).

2. Konsep Dasar Menstruasi a. Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan terjadi menurut siklusnya dari rahim yang menggambarkan rangsangan hormonal pada endometrium karena tidak terjadi kehamilan (Indarti, 2004).

Cepat lambatnya kematangan seksual (menstruasi, kematangan fisik) ini ditemukan oleh kondisi fisik individual, cara hidup dan lingkungan yang melingkungi anak. Rangsangan kuat dari luar yg berupa film-film seks, buku-buku bacaan, majalah bergambar seks, godaan dan rangsangan dari kaum laki-laki mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat pada diri anak (Kartono, 2006).

b. Siklus Menstruasi

Secara sederhana Maulana (2008) menjelaskan mekanisme terjadinya haid, dimana menurutnya haid merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh perempuan setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu FSH (Folikel Stimulating Hormons) dan LH (Luteinesing Hormons), kelenjar dibawah

(3)

otak depan, dan indung telur. Pada permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal. Lapisan ini berperan sebagai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh jika perempuan itu hamil.

Hormon FSH (Folikel Stimulating Hormons) dan LH (Luteinesing Hormons) memberi sinyal kepada telur di dalam indungnya

untuk mulai berkembang. Tak lama kemudian sebuah telur dilepaskan dari indungnya untuk mulai bergerak menuju tuba falopii, terus ke rahim. Jika telur tidak dibuahi oleh sperma, lapisan rahim dalam akan berpisah dari dinding uterus dan mulai luruh serta akan dikeluarkan melalui vagina. Periode pengeluarna darah disebut periode haid, berlangsung selama ±3-7 hari.

Menurut Sarwono (2006) menerangkan bahwa pada tiap siklus haid dikenal tiga masa utama, ialah sebagai berikut:

1) Masa haid : selama 2-8 hari. Pada waktu itu endometrius dilepas, sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah atau minimum

2) Masa proliferasi : terjadi sampai hari ke-14. Pada waktu itu endometrium tumbuh kembali, disebut endometrium mengadakan proliferasi. Antara haid ke 12-14 dapat terjdi pelepasan ovum dari metrium yang disebut ovulasi.

3) Sesudahnya dimasa sekresi. Pada akhir masa ini endometrium berubah ke arah sel-sel desisua, terutama yang berada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi.

(4)

Pada tiap-tiap siklus haid FSH (Folikel stimulating Hormons) dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis yang menyebabkan beberapa folikel primer dapat berkembang dalam ovarium. Umumnya satu folikel, namun kadang-kadang lebih dari satu, dan berkembang menjdai folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH (Folikel Stimulating Hormons), sehingga lobus anterior hipofisis dapat

mengeluarkan hormon gonadotropin yang kedua, yakni LH (Luteinesing Hormons). Produksi hormon gonadotropin (LH dan FSH) tersebu

dibawah pengaruh Realising Hormons (RH) yang disalurkan dari hipotalamuske hipofisis. Penyaluran RH ini dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen ke hipotalamus.

Bila penyaluran RH (Realising Hormons) normal atau berjalan baik, maka produksi gonadotropin akan baik pula, sehingga folikel de graaf berikutnya main lama makin matang dan makin banyak berisi likuor folikulli yang mengandung estrogen. Estrogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium yaitu menyebabkan endometrium tumbuh atau berproliferasi. Waktu ketika proses proliferasi terjadi disebut proliferasi.

Di bawah pengaruh LH (Luteinesing Hormons) folikel de graaf menjadi lebih matang, mendekati permukaan ovarium, kemudian terjadilah ovulasi (ovum dilepas oleh ovarium). Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang akan merangsang peritonium di

(5)

pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang disebut Intermenstrual pain. Pula dapat diikuti perdarahan vagina sedikit.

Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus luteum rubrum (berwarna merah oleh karena perdarahan tersebut di atas), yang akan menjadi korpus luteum (warnanya menjadi kuning) dibawah pengaruh hormon-hormon LH (Luteinesing Hormons). Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Progesteron ini mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkeluk-keluk dan bersekresi (masa sekresi).

Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi dan ini mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun. Menurutnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada arteri yang berkeluk-keluk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hyperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses ini disebut haid/mensis.

Siklus menstruasi pada wania tidak sama, dengan varians normal antara 26-32 hari atau 28-35 hari. Oleh karena itu korpus luteum mempunyai umur 8-10hari, dapat diperhitungkan terdapat pergeseran dari ovulasi (pelepasan telur) yang mempengaruhi perhitungan masa subur. Mengetahui minggu subur sangat penting berkaitan dengan upaya

(6)

dapat hamil bagi yang menginginkan atau menghindari hubungan seksual bagi yang ber-KB dengan sistem “pantang berkala”(Manuaba, 1999).

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi

(http://jelfiarz.blogspot.com/2012_05_01_archive.html) c. Jumlah Darah Menstruasi

Jumlah darah menstruasi biasanya sekitar 50-100ml dan lamanya menstruasi berlangsung selama 3-7hari, tetapi rata-rata 5 hari. Jumlah darah menstruasi yang dikeluarkan biasanya belum begitu banyak pada hari pertama, dan baru bertambah banyak pada hari kedua. Setelah itu banyaknya darah menstruasi berangsur-angsur berkurang. Darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat. Menstruasi membuat tidak membuat tubuh kekurangan darah. Warna darah normal saat menstruasi adalah merah tua sampai coklat (Hellen, 1999).

d. Sindrom Sebelum Menstruasi (Premenstruation Syndrom)

Menurut Kasdu (2005), bagi sebagian wanita, saat-saat menjelang menstruasi sering merasa tidak nyaman, sakit perut hingga bagian pinggang,

(7)

kram, mual, muntah, pusing, dan pingsan. Keadaan ini disebut Premenstruation Syndrom (PMS).

Keadaan PMS dan waktunya pada setiap wanita tidak selalu sama. Ada wanita yang sangat sakit sampai menderita kram dan tidak bisa beraktivitas, sementara wanita lain merasa sakit pada bagian bawah perut dan masih bisa beraktivitas. Ada juga wanita yang pada bulan lalu merasa sangat menderita sakitnya ketika mengalami PMS, tetapi bulan ini tidak begitu terasa sakit. Rasa sakit ini berbeda pada setiap orang atau waktu, juga ambang sakitnya (Kasdu, 2005).

Banyak wanita yang tidak secara terus-menerus mengalami PMS. Hal ini bisa dikarenakan penyebab PMS sudah ditemukan dan dilakukan penangan. Untuk itu, lakukan pemeriksaan ke dokter kandungan secara rutin agar dapat terdeteksi ada-tidaknya kelainan atau gangguan tertentu sehingga tidak mengalami PMS. Selain itu, jaga kebersihan organ genetal, baik dalam hubungan seksual maupun saat buang kecil. Tindakan lainya untuk mengurangi resiko ini adalah olahraga dan hidup lebih rileks sehingga aliran darah tubuh lancar karena mempengaruhi aliran darah dalam organ reproduksi. Termasuk pola makan yang memenuhi gizi seimbang sehingga semua kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi tepenuhi, terutama kebutuhan zat besi yang diperlukan saat wanita sedang menstruasi (Kasdu, 2005).

Menurut Kasdu (2005), berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan jika mengalami PMS, yaitu :

(8)

1) Perhatikan konsumsi makanan

makanlah secara teratur dalam porsi kecil, tetapi sering. Tindakan ini bisa mengatasi timbulnya rasa mual dan menjaga kestabilan kadar gula darah dalam tubuh.

2) Terima menstruasi sebagai gaya hidup

Cobalah untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan selama menstruasi. Jangan menganggap menstruasi sebagai beban, tetapi sebaliknya bersyukurlah bahwa periwtiwa ini adalah normal dialami oleh setiap wanita.

3) Rencanakan kegiatan,

Susun jadwal kerja sehingga fisik dan mental pada saat menjelang menstruasi tidak terlalu mendapat beban.

4) Lakukan olahraga secara teratur

Lakukan olahraga secara teratur untuk melancarkan peredaran darah, kebugaran tubuh, dan rileks. Dengan demikian ketegangan fisik dan mental bisa dihindari.

3. Konsep Dasar Pubertas a. Pengertian Pubertas

Pubertas dapat didefinisikan sebagai waktu tercapainya kematangan seksual, yang secara klinis di mulai dengan timbulnya tanda-tanda seks primer seperti menstruasi pertama atau menarche pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Sedangkan seks sekunder

(9)

berupa pembesaran payudara, tumbuhnya rambut pubis serta pertumbuhan badan yang pesat. Adanya perubahan-perubahan tersebut menunjukkan bahwa seseorang telah memasuki masa remaja (Widyastuti, 2009).

Masa puber adalah suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir dengan masa remaja awal. Periode ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap prapuber, puber, dan pascapuber. Tahap prapuber bertumpang tindih dengan dua tahun terakhir masa anak akhir. Tahap puber terjadi pada batas antara periode anak dan remaja, di mana ciri kematangan seksual semakin jelas (menstruasi dan mimpi basah). Tahap pascapuber bertumpang tindih dengan dua tahun pertama masa remaja (Kurnia, 2007).

b. Perubahan Fisik/tubuh Anak Puber

Perubahan fisik/tubuh anak puber yang sangat pesat berkenaan dengan perubahan ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), proporsi tubuh (perbandingan bagian-bagian tubuh), dan ciri-ciri seks primer (organ-organ reproduksi), dan ciri-ciri seks sekunder (rambut, otot, suara, payudara, dan sebagainya). Perubahan fisik yang cepat dan mencolok ini mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku anak puber. Karakteristik puber antara lain : sikap menarik diri dan menyendiri; merasa bosan melakukan kegiatan permainan pada masa anak; inkoordinasi gerakan yang mengakibatkan kecanggungan; antagonisme sosialyang membuat anak sulit bekerjasama dan sering membantah atau menentang; emosi meninggi sehingga puber cenderung merasa sedih, marah, gelisah, khawatir, kurang percaya diri; dan

(10)

ada juga yang cenderung berpenampilan sangat sederhana dan bersahaja (Kurnia, 2007).

Sebaiknya orang dewasa mempersiapkan anak pada masa anak akhir untuk memasuki masa puber dengan menjadi teman bagi anaknya dan memberikan informasi mengenai perubahan fisik dan psikis yang akan terjadi pada masa puber (Kurnia, 2007).

4. Konsep Dasar Remaja 1) Pengertian Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata lain yaitu adolescere (kata bendanya), adolescentia yang berarti remaja atau dimana

mempunyai arti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif, demikian pula orang-orang jaman purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, nd).

Monk (Monks & Knoers, 2002) menerangkan bahwa dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi

(11)

ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya.

Mendukung pendapat Monk dan Hurlock, Calon (Monks & Knoers, 2002) menyatakan bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Meskipun antara masa kanak-kanak dan masa remaja tidak terdapat batas-batas yang jelas, namun nampak adanya suatu gejala yang tiba-tiba dalam permulaan masa remaja: yaitu gejala timbulnya seksualitas (genital), hingga masa remaja ini atau setidak-tidaknya permulaan masa tersebut juga disebut sebagai masa pubertas (Monks & Knoers, 2002).

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjuk pada perubahan fisik daripada perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan (Hurlock, nd).

Monk mengemukakan bahwa pubertas datang dari kata puber (yaitu Pubescent). Kata lain Pubescere yang berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Bila selanjutnya dipakai istilah puber, maka yang

(12)

dimaksudkan adalah remaja sekitar masa pemasakan seksual (Monks & Knoers, 2002).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah masa peralihan dan masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, 2009).

b. Pembatasan Usia Remaja

Menurut Hurlock (nd) secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dan remaja akhir. Garis pemisah antara awal masa remaja dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia tujuh belas tahun. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode tersingkat.

Tak jauh berbeda dengan itu Monk (Monks & Knoers, 2002) mengatakan bahwa perkembangan masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Sedangkan pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12-16 tahun pada anak laki-laki dan 11-15 tahun pada anak wanita (Monks & Knoers, 2002; Hurlock, nd).

(13)

Batas usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widiastuti,dkk., 2009).

c. Perkembangan pada Masa Remaja

Menurut Widiastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri-ciri perkembangan masa (rentang waktu) remaja ada tiga yaitu:

1) Masa Remaja Awal (10-12 tahun) :

a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya b) Tampak dan merasa ingin bebas

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak)

2) Masa Remaja Tengah (13-15 tahun) :

a) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri

b) Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis c) Timbul perasaan cinta yang mendalam

d) Kemampuan berpikir abstrak (mengkhayal) makin berkembang. e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks.

3) Masa Remaja Akhir (16-19 tahun) :

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif

c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya d) Dapat mewujudkan perasaan cinta

(14)

d. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik

Secara garis besar perkembangan masa remaja meliputi tiga aspek utama yaitu :

1) Perkembangan Fisik

Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat masa pubertas berakhir, dan jelas belum sepenuhnya sempurna pada akhir awal masa remaja. Terdapat penurunan dalam laju pertumbuhan eksternal dan perkembangan internal yang lebih menonjol (Hurlock, nd).

Menurut Hulock (nd) perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Peningkatan tinggi badan yang terbesar terjadi setelah satu tahun sesudah dimulainya masa puber. Sesudahnya pertumbuhan menurun dan berlangsung lambat sampai usia 20 atau 21 tahun. Karena periode pertumbuhan yang lebih lama, anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan pada saat sudah matang. Pertambahan berat tidak hanya karena lemak, tetapi juga karena tulang dan jaringan otot yang bertambah besar. Pertambahan berat yang paling besar pada anak perempuan terjadi sesaat sebelum dan sesudah haid. Setelah itu pertambahan berat hanya sedikit.

Antara umur 10 dan 12, disekitar permulaan terjadinya pertumbuhan pesat, anak cenderung menumpuk lemak di perut, disekitar putting susu, di pinggul dan paha, di pipi, leher, dan rahang. Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-daerah

(15)

tubuh yang tadinya terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat di daerah-daerah tubuh yang lain. Ini tampak jelas pada hidung, kaki, dan tangan. Perkembangan fisik utama yang lain adalah menyangkut perkembangan seksual. Pertumbuhan organ-organ genital yang ada baik di dalam maupun di luar badan sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku seksual selanjutnya. Istilah tandatanda kelamin primer menunjuk pada organ badan yang langsung berhubungan dengan persetubuhan atau proses reproduksi. Pada anak wanita hal ini adalah rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan klitoris (Monks & Knoers, 2002).

Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi pada anak perempuan menjadi matang adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari sampai mencapai menopause, pada akhir empat puluhan atau awal lima puluhan tahun. Periode haid umumnya terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan lamanya berbeda-beda pada tahun-tahun pertama. Periode ini dikenal sebagai tahap kemandulan remaja. Dalam tahap ini terjadi ovulasi atau pematangan dan pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Oleh karena itu, anak perempuan disebut mandul (sementara). Bahkan setelah mengalami beberapa periode haid, masih diragukan apakah mekanisme seks sudah cukup matang untuk pembuahan. Periode gemuk pada anak perempuan dalam masa puber,

(16)

biasanya terjadi antara usia enam belas dan delapan belas tahun, bertepatan dengan periode kemandulan remaja. Pada saat ini terjadi pertumbuhan pesat dalam panjangnya uterus dan beratnya indung telur (Hurlock, nd).

Tanda-tanda kelamin sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi, namum merupakan tanda-tanda yang khas perempuan dan khas laki-laki. Pertama kali yaitu rambut kemaluan, pada anak perempuan merupakan gambar segitiga dengan basis ke atas. Kemudian tanda kelamin sekunder yang paling penting pada wanita adalah tumbuhnya payudara dengan sedikit mencuatnya bagian putting susu. Hal ini terjadi pada usia antara 8-13 tahun. Baru pada stadium kemudian sebentar menjelang menarche maka jaringan pengikat disekitarnya mulai tumbuh hingga payudara mulai memperoleh bentuk yang dewasa (Monks & Knoers, 2002).

Perubahan fisik, khususnya perkembangan pada organ-organ reproduksi, bertanggung jawab atas munculnya dorongan seksual. Pemuasan dorongan seksual pada remaja dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus kurangnya pengetahuan yang benar tentang seksualitas. (Maulana, 2008).

2) Perkembangan Emosional

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi

(17)

sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat.

Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi remaja masa kini. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri menghadapi keadaan itu. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Jadi, adanya badai dan tekanan pada periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. Remaja tidak lagi mengungkapkan marahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan cara menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan suara keras mengeritik orang-orang yang menyebabkan amarah.

Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Dengan demikian remaja mengabaikan banyak

(18)

rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya, remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya (Hurlock,nd).

3) Perubahan Emosi

Menurut Widiastuti dkk (2009) perubahan-perubahan emosi yang terjadi pada diri remaja berupa kondisi :

a) Sensitif atau peka, misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya pada seorang remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.

b) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.

c) Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua dan lebih senang pergi bersama temannya daripada tinggal di rumah.

4) Perkembangan Psikososial

Seorang anak pada masa adolensi awal ini harus berfungsi dalam tiga arena : keluarga, teman sebaya (peer group), dan sekolah. Dalam setiap arena terdapat suatu interaksi yang kompleks dari faktor-faktor penentu untuk dapat berfungsi dengan baik. Di dalam keluarga perkembangan yang utama pada masa adolensi awal ini akan memulai ketidaktergantungan terhadap keluarga sehingga pada masa ini hubungan

(19)

antar keluarga yang tadinya sangat erat tampak jelas terpecah. Seorang remaja dapat mempengaruhi kesinambungan dalam kehidupan keluarga, misalnya dengan menuntut privacy sehingga secara tidak langsung menyebabkan jarak antara dia dengan orang tuanya (Narendra, dkk, 2008).

Anak remaja sebagai anak dalam perkembangannya menuju ke masa dewasa, mengalami suatu masa perlihan yang mencakup berbagai macam perubahan. Perubahan fisik memang jelas terlihat dari seluruh tubuhnya yang telah berubah, mengambil ukuran dan bentuk dewasa. Perubahan yang meliputi fisik, psikis, dan tingkah laku si remaja, terjadi begitu cepat sehingga orang tua sering tidak dapat mengikuti timbulnya setiap perubahan. Bagi orang tua yang dulu sudah biasa mengikuti jalan perkembangan anaknya dan turut aktif dalam pengarahannya, sekarang sudah tidak mudah untuk mengikuti perubahan-perubahan yang silih berganti. Anak yang biasanya dapat dibimbing dengan tidak banyak kesulitan, tiba-tiba menunjukkan perlawanan terhadap bimbingan orang tua. Remaja berada dalam perubahan ke masa dewasa, akan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan orang tua (Gunarsa, 2003).

Dengan kelompok sebayanya biasanya remaja pada masa ini akan berkumpul dengan teman sejenis. Penerimaan untuk kelompok sebaya merupakan hal yang sangat penting, bias mengikuti dan tidak beda dengan yang lain merupakan motif yang mendominasi sebagian besar perilaku sosial remaja. Persahabatan yang timbul pada masa ini

(20)

lebih terpusat pada kegiatan bersama daripada hubungan perorangan. Setiap perbedaan dengan rata-rata teman sebayanya akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan sering juga timbul karena merasa tidak aman dalam berteman dan ketakutan akan ditolak dalam pergaulan. Walaupun dalam masa ini biasanya remaja berkelompok dengan teman-teman sejenis, tapi pada masa ini mulai terjadi eksistensi kearah pergaulan dengan lawan jenisnya dan dimulai pergaulan secara berpasang-pasangan (Narendra, dkk, 2008).

Monk (Monks & Knoers, 2002) menyatakan bahwa dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak: satu yaitu memisahkan diri dari orang tua dan yang lain adalah menuju kearah teman-teman sebaya. Dalam keadaan sudah dewasa secara jasmaniah dan seksual remaja masih terbatas dalam kemungkinan-kemungkinan perkembangannya, mereka masih tinggal bersama dengan orang tua mereka dan merupakan bagian dari keluarga. Mereka secara ekonomi masih tergantung pada oang tua, kadang-kadang sampai jangka waktu yang lama. Mereka belum bisa kawin, hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial, meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman-teman lain jenis. Dalam keadaan ini dapatlah dimengerti bahwa mereka saling mencari teman sebaya karena mengerti bahwa mereka ada dalam nasib yang sama. Untuk pertama kalinya mereka merasa satu dan mereka saling mengisi. Disamping itu untuk pertama kalinya mereka merasa jelas

(21)

tertarik pada jenis yang lain. Hal ini memberikan penghayatan pada mereka yang belum pernah dikenalnya lebih dahulu dan yang mereka alami sekarang sebagai tanda-tanda status dewasa yang diinginkan.

5. Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan a. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau masyarakat sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2009).

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009) adalah :

1) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.

2) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar. 3) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf

hidup sehat dan sejahtera masyarakat.

Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 maupun WHO dalam Mubarak (2009) adalah meningkatkan kemampuan masyarakat; baik fisik, mental,

(22)

dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu :

1) Dimensi sasaran

a) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu. b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. 2) Dimensi Pelaksana

Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya :

a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dengan sasaran murid.

b) Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

c) Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

3) Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) menurut Leavel dan Clark, yaitu sebagai berikut :

(23)

a) Peningkatan kesehatan (Health Promontion)

Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (health education), penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit, konsultasi perkawinan, pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan lain-lain.

b) Perlindungan umum dan khusus (General and Specific Protection) Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut seperti imunisasi dan hygiene perseorangan, perlindungan diri dari kecelakaan, kesehatan kerja, pengendalian sumber-sumber pencemaran, dan lain-lain.

c) Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)

Kekurangan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain. d) Rehabilitasi (rehabilitation)

Setelah sembuh dari penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan

(24)

tertentu. Oleh karena itu, kurangnya pengertian dan kesadaran membuat masyarakat tidak mau atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu, orang cacat karena penyakit kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Masyarakat sering tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan tidak hanya diperlukan untuk orang yang cacat tetapi juga untuk masyarakat.

6. Konsep Dasar Penyuluhan a. Pengertian Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2005) penyuluhan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok, atau individu dengan harapan mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan.

b. Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Menurut Setiawan and Saryono (2010), tujuan penyuluhan yaitu: 1) Mengubah sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok, masyarakat

dalam bidang kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dan bermanfaat di mata masyarakat.

2) Terbentuk perilaku sehat dan status kesehatan yang optimal pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental maupun sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

(25)

c. Sasaran Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2005) sasaran penyuluhan adalah sebagai berikut :

1) Individu

Yaitu individu yang mempunyai permasalahan dengan keperawatan dan kesehatan yang dapat dilakukan di Rumah sakit, klinik, Puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.

2) Keluarga

Yaitu keluarga binaan yang mempunyai permasalahan kesehatan yang tergolong dalam resiko tinggi antara lain:

a) Anggota keluarga yang mempunyai penyakit menular.

b) Keluarga yang pendidikan dan keadaan sosial ekonominya rendah. c) Keluarga dengan masalah sanitasi lingkungan yang buruk.

d) Keluarga yang kondisi gizinya buruk.

e) Keluarga yang anggota keluarganya banyak untuk tidak memenuhi kemampuan hidup yang tidak sesuai kapasitas keluarga.

3) Kelompok

Kelompok khusus yang menjadi sasaran dalam pemberian penyuluhan masyarakat, salah satunya adalah kelompok ibu hamil.

4) Masyarakat

Dari masyarakat yang mendapatkan penyuluhan kesehatan, yaitu: a) Masyarakat di bawah binaan puskesmas

(26)

c) Masyarakat pedesaan

d) Masyarakat yang datang ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu yang diberikan pendidikan penyuluhan secara masal.

d. Materi atau Pesan dalam Penyuluhan Kesehatan

Menurut Effendy (2003) dalam Machfoedz (2005) materi atau pesan yang disampaikan pada sasaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan individu, keluarga, masyarakat sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Untuk mempermudah pemahaman dan menarik perhatian sasaran sebaiknya materi yang disampaikan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti oleh sasaran. e. Metode Penyuluhan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam menyampaikan penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat selalu di pakai komunikasi dua arah yang dapat memperjelas permasalahan yang dihadapi. Adapun metode penyuluhan kesehatan sebagai berikut:

1) Perorangan (individual)

Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar yang digunakan dalam pendekatan individual tersebut berbeda karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda sehubung dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan tersebut yaitu:

(27)

Cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat di bantu untuk diselesaikan. Akhirnya klien dengan sukarela dan penuh kesadaran dapat menerima perubahan perilaku tersebut.

b) Wawancara

Wawancara antara petugas kesehatan dan klien untuk menggali informasi apakah sasaran dapat tertarik atau menerima perubahan perilaku yang terjadi, apabila belum maka perlu dilakukan penyuluhan lebih mendalam lagi.

2) Metode Penyuluhan Kelompok

Dalam metode ini harus di ingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Metode penyuluhan ini akan berbeda ketika penyuluhan pada kelompok besar dan pada kelompok kecil. Metode ini mencakup:

a) Kelompok besar, apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode ini seperti ceramah, baik sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Penceramah harus menguasai materi yang akan disampaikan dan menyiapkan materi serta peralatan, ceramah ini dilakukan dengan cara berdiri di depan atau pertengahan peserta, suara hendaknya cukup keras dan jelas. Selain ceramah juga terdapat metode lain yaitu seminar, metode ini cocok untuk sasaran besar dengan kelompok berpendidikan menengah keatas, seminar ini

(28)

penyajian dari seorang ahli tentang suatu topik yang sedang hangat di masyarakat.

b) Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang, metode ini cocok seperti diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, dan lainnya.

3) Metode Penyuluhan Masa

Penyampain informasi ini ditujukan pada orang banyak atau masyarakat yang bersifat massa atau public. Sasaran ini bersifat umum tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan lainnya. Pada umumnya metode pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan media massa seperti tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, leaflet, poster dan lain sebagainya.

f. Alat Bantu Penyuluhan

Alat bantu pendidikan adalah semua sarana atau upaya untuk menyampaikan pesan atau informasi kesehatan yang ingin disampaikan pada responden, baik melalui media cetak maupun elektronika, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan dapat merubah perilakunya kearah positif terhadap kesehataan (Notoatmodjo, 2005).

(29)

g. Faktor yang Mempengaruhi Penyuluhan

Sangat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1) Faktor penyuluh, meliputi : a) Kurangnya persiapan

b) Kurangnya materi yang akan disampaikan c) Penampilan penyuluh yang kurang pada sasaran

d) Bahasa yang digunakan kurang di mengerti oleh sasaran

e) Penyampaian yang monoton sehingga sasaran kurang mendengarkan dan tidak tertarik pada informasi yang disampaikan.

2) Faktor sasaran, meliputi :

a) Tingkat pendidikan yang terlalu rendah sehingga sulit menangkap informasi yang telah disampaikan.

b) Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah.

c) Kepercayaan dan adat istiadat yang sulit untuk di ubah.

d) Kondisi lingkungan dan tempat sasaran yang tidak mungkin di capai dan di ubah perilakunya.

3) Faktor waktu penyuluhan, meliputi :

a) Waktu penyuluhan tidak sesuai yang diinginkan oleh sasaran. b) Tempat penyuluhan sangat ramai.

c) Jumlah sasaran yang sangat banyak sehingga sulit untuk menenangkan suasana saat penyuluhan.

(30)

d) Alat peraga yang di pakai sulit di terima oleh sasaran e) Bahasa yang diucapkan sulit di terima oleh sasaran.

7. Konsep Dasar Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut :

1) Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).

2) Merasa Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap obyek sudah mulai timbul.

3) Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.

4) Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.

(31)

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2010) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi apapun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prisip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(32)

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), terdapat 2 cara untuk memperoleh suatu pengetahuan, antara lain :

1) Cara tradisional

a) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini tidak berhasil, maka dicoba lagi dengan kemungkinan yang ketiga,

(33)

dan apabila kemungkinan ketiga gagal, dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

b) Cara kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama pemegang pemerintahan, dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang digunakan

(34)

tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah orang lain sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasi memecahkannya.

d) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan berkembangnya kebudayaan manusia cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya dengan kata lain dalam memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya

2) Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodelogi penelitian.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :

1) Faktor Internal a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita – cita tertentu yang

(35)

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

b) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, sehingga pengetahuan mereka tidak bertambah padahal ilmu semakin berkembang. Bekerja bagi ibu – ibu juga akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya.

c) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Daris segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari pada orang yang belum tinggi kedewasaannya.

(36)

2) Faktor Eksternal a) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur (Notoadmodjo, 2003).

f. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Adapun kriteria yang digunakan peneliti dalam penelitian ini mengacu pada teori Nursalam (2008) yaitu:

1) Baik : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden >75% 2) Cukup : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden 56%-75% 3) Kurang : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden < 56%

(37)

8. Konsep Dasar Perilaku a. Definisi perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadarai maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua mahluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia adalah sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan-jalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2, yakni : aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain dan aktivitas yang tidak diamati oleh orang lain (dari luar).

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus  Organisme  Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

(38)

1) Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respon-dent respons juga mencakup perilaku emosional.

2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

b. Kelompok perilaku

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Perilaku tertutup (Corvert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “convert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”.

(39)

c. Faktor-faktor perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah : perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya.

d. Perilaku kesehatan

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) perilaku kesehatan (health behavior) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan bila sakit atau terkena masalah kesehatan.

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

(40)

e. Determinan perilaku kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah :

1) Teori Lawrence Green

Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan, yakni behavior factors (faktor perilaku), dan non-behavior factors atau faktor

non-perilaku. Faktor perilaku tersebut telah ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

a) Faktor-faktor predisposisi (pre disposing faktors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Bentuk pendidikan ini antara lain : penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan sebagainya.

b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Pemberian fasilitas ini dimungkinkan

(41)

hanya sebagai percontohan (pilot project). Prinsip pendidikan kesehatan dalam kondisi ini adalah give a man to fish, but not give a man a fish (memberikan pancingnya untuk memperoleh ikan, bukan

memberikan ikannya). Bentuk pendidikan yang sesuai dengan prinsip ini antara lain : Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM), upaya peningkatan pendapatan keluarga (incoming generating), bimbingan koperasi, dan sebagainya, yang memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana sehat, dan sebagainya.

c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan bagi toga, toma, dan petugas kesehatan sendiri 2) Teori Snehandu B. Karr

Karr mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu:

a) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus dari luar dirinya.

b) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).

c) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

(42)

d) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan.

e) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). 3) Teori WHO

WHO merumuskan determinan perilaku sangat sederhana. Seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:

a) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling). Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

b) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal reference).

c) Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

d) Sosio budaya (culture) biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

9. Konsep Dasar Sikap

a. Definisi Sikap

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

(43)

Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2010) dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

b. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. c. Tingkatan Sikap

Menurut (Notoadmodjo, 2005) sikap mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2) Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diaartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

(44)

3) Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia haru berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

(45)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Faktor-faktor Peningkatan Pengetahuan

Sumber : Modifikasi Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Pengetahuan sebelum

dilakukan pendidikan kesehatan tentang

Pengetahuan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang mestruasi

Penyuluhan tentang menstruasi Proses Perubahan

Faktor Penguat Dukungan keluarga, pengetahuan, sikap dari

keluarga , petugas kesehatan dan tokoh

masyarakat Faktor Pemungkin Ketersediaan sarana dan prasarana/ fasilitas Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan dasar 2. Kepercayaan pada pengajar 3. Sikap Pemberdayaan masyarakat

Komunikasi penyuluhan Training

Pendidikan kesehatan (promosi kesehatan)

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi
Gambar 2.2 Faktor-faktor Peningkatan Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional, untuk mencari hubungan antara variabel kecerdasan emosional (x) dengan variabel strategi coping

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh susunan lamina komposit berpenguat serat E-glass dan serat Carbon terhadap kekuatan tarik

Judul : Konstitusionalitas Pembatasan Selisih Perolehan Suara Dalam Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Hak Demokrasi

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BARITO SELATAN TAHUN 2017 hal 95 menjadi kewenangan daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan

Berlandaskan kepada kejayaan ini, saya percaya bahawa penswastaan KTM Berhad melalui perancangan yang lebih kemas dan teratur akan dapat menjadi sebuah syarikat pengangkutan

Berdasarkan hasil data dan penelitian, simpulannya adalah pengaruh lagu yang berjudul “hey tayo” terhadap kemampuan anak menyebutkan warna – warna pada anak usia 4 tahun

Untuk menghindari unsur subjektif dalam melakukan penyeleksian penerima beasiswa, maka tujuan dari penelitian ini yaitu menghasilkan suatu aplikasi sistem pendukung keputusan yang