• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat

Posisi geografis Provinsi Kalimantan Barat berada di antara 2o08’ LU dan 3o05’ LS, serta di antara 108o0’BT dan 114o10’ BT menempatkannya sebagai salah satu Provinsi yang berada pada garis lingkar dunia atau dengan kata lain dilalui garis Khatulistiwa (garis lintang 0 o). Secara letak geografis, Kalimantan Barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan yang menghubungkan dengan negara Singapura, Riau, Malaysia Barat, Cina dan Thailand. Kalimantan Barat juga merupakan salah satu Provinsi di pulau Kalimantan yang memiliki jalur perbatasan melalui darat dengan negara tetangga Malaysia sepanjang kurang lebih 1.2 km. Posisi strategis tersebut merupakan daya dukung dalam pengembangan dunia usaha maupun investasi. Secara terinci, posisi strategis Kalimantan Barat yang diapit oleh wilayah pertumbuhan sebagai berikut :

- Bagian utara berbatasan langsung melalui darat dengan negara Malaysia tepatnya dengan Sarawak-Malaysia Timur.

- Bagian selatan dibatasi oleh laut Jawa yang menghubungkan dengan ibu kota negara serta Provinsi lainnya di pulau Jawa yang merupakan sentral perekonomian nasional. Pada bagian selatan juga berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah.

- Bagian barat dibatasi oleh Selat Karimata yang menghubungkan dengan Singapura, Malaysia dan wilayah pertumbuhan Batam serta daerah potensi lainnya di Sumatra, Laut Natuna yang menghubungkan kepulauan Natuna.

(2)

- Bagian timur walaupun secara geografis berbatasan langsung dengan Kalimantan Timur, namun transportasi darat yang menghubungkan kedua Provinsi (jalan trans Kalimantan) sampai saat ini masih belum terealisasi.

Topografi daratan Kalimantan Barat sebagian besar berupa daerah rawa-rawa dengan kondisi tanah gambut dan bentangan hutan mangrove-nya. Hal ini terkait dengan topografi Kabupaten/kota, dimana sebagian besar luas lahan (khususnya daerah pantai) berada pada kelas kemiringan lereng dibawah 2 persen yaitu sekitar 35.92 Hektar dan pada kelas kemiringan lereng 2 persen sampai 15 persen yaitu sekitar 24.31 persen. Untuk daerah yang memiliki lahan relatif luas pada kelas kemiringan lereng cukup tinggi (diatas 40%) adalah Kapuas Hulu yaitu sekitar 1.166 ribu Hektar atau sekiar 53.62 persen dari total luas Kapuas Hulu atau sekitar 40.77 persen dari total luas lahan pada kelas diatas 40 persen di Kalimantan Barat. Untuk Kabupaten Sintang sebagian besar lahan (34.12 %) berada pada kelas kemiringan lereng 15-40 persen.

Kalimantan Barat juga terkenal dengan julukan Provinsi ‘seribu sungai’ sejalan dengan kondisi geografis yang memiliki ratusan sungai. Bahkan sungai terpanjang di Indonesia terdapat di Provinsi ini, yaitu Sungai Kapuas yang melalui Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Sanggau dan Kota Pontianak. Dari panjang sungai Kapuas yang mencapai 1 086 kilometer, sekitar 842 kilometer di antaranya dapat dilayari.

4.2. Kondisi dan Potensi Jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat

Kalimantan Barat memiliki wilayah relatif luas yaitu sekitar 25.57 persen dari luas Pulau Kalimantan. Wilayah yang luas ternyata masih belum diimbangi dengan jumlah dan persebaran penduduk, dimana tahun 2005 tingkat kepadatan

(3)

penduduk Kalimantan Barat sekitar 28 jiwa per kilometer persegi. Daerah perkotaan terutama Kota Pontianak memiliki tingkat kepadatan sebesar 4 575 jiwa per kilometer persegi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten. Bahkan terdapat empat kabupaten yang memiliki tingkat kepadatan di bawah 20 jiwa per kilometer persegi yaitu Kapuas Hulu (7 jiwa/km2), Ketapang (14 jiwa/km2), Melawi (15 jiwa/km2) dan Kabupaten Sintang dengan tingkat kepadatan 16 jiwa per kilometer persegi. Relatif kecilnya tingkat kepadatan mencerminkan Provinsi ini memiliki potensi pengembangan sektoral berbasis sumberdaya alam terutama pada sektor pertanian khususnya pengembangan jeruk Siam Pontianak.

Kondisi pertanaman jeruk Siam Pontianak secara umum sampai tahun 2006 luas tanam 13 060 Hektar luas panen 5 015 Hektar dengan total produksi sebanyak 73 435 Ton (Diperta Kalbar, 2007). Banyak pertanaman jeruk Siam Pontianak yang belum panen tersebut memerlukan peranan pemerintah terutama dalam perbaikan insfrastruktur jalan usahatani dan pemasaran hasil karena sudah dipastikan petani akan mengalami dalam hal pemasaran.

Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat masih mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena masih banyaknya lahan tidur yang termarjinalkan. Disamping itu lahan yang tersedia sangat cocok untuk budidaya tanaman jeruk Siam Pontianak. Gambaran kondisi pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat tahun 2002-2006 dari aspek perkembangan luas tanam luas tanam, luas panen dan produksinya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 7 menunjukkan perkembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat dari luas tanam, luas panen dan produksi.

(4)

Tabel 7. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002-2006

Tahun Luas Tanam (Hektar) Luas Penen (Hektar) Produksi (Ton) 2002 974.64 142.00 1 161 2003 2 475.76 2 563.00 33 794 2004 9 694.60 3 011.00 47 149 2005 12 069.32 4 241.22 64 720 2006 13 060.62 5 015.46 73 435 Sumber : Diperta Kalbar, 2007

Pada tahun 2002 luas areal tanam seluas 974 Hektar, luas panen 142 Hektar dengan produksi 1 161 Ton pertahun kemudian pada tahun 2006 luas tanam mencapai 13 060 Hektar luas panen 5 015 Hektar dengan total produksi 73 435 Ton. Kondisi ini yang menjadi bahan pemikiran dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk mengembangkan industri hilir sehingga lebih menarik minat masyarakat untuk kembali meningkatkan areal pertanamannya.

Potensi pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak selama ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yaitu pertama : faktor eksternal meliputi (1) lahan yang belum dimanfaatkan cukup luas, (2) letak geografis Kalimantan Barat berada pada dataran rendah dan pesisir serta sangat sesuai untuk pertumbuhan jeruk, dan (3) teknologi budidaya yang mudah dan sederhana untuk dilakukan oleh petani, kedua faktor internal (1) permintaan pasar yang berasal dari masyarakat lokal, luar daerah dan ekspor, dan (2) komitmen Pemda Provinsi Kalimantan Barat dan pengusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi petani.

Seiring dengan perkembangan teknologi, jeruk Siam Pontianak berpeluang untuk dikembangkan ke sektor hilirnya seperti diolah menjadi industri minuman seperti yang diharapkan masyarakat saat ini. Pengembangan industri hilir

(5)

diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari produksi jeruk itu sendiri serta memberikan nilai jual yang tinggi pada on-farm dalam dalam upaya membantu peningkatan pendapatan petani.

4.3. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian

Sektor pertanian memberi peran terhadap perekonomian Kalimantan Barat. Tahun 2005, dari total PDRB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 2 822.32 milyar, sekitar 27.13 persen berasal dari sektor pertanian. Berdasarkan sub sektornya, sejak tahun 2004 sub sektor tanaman bahan makanan memberi kontribusi tertinggi menggeser perkebunan. Tahun 2000 kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian sebesar 24.49 persen, mengalami peningkatan pada tahun 2005 dimana besarnya menjadi 33.48 persen.

Gambar 6. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kalimantan Barat, Tahun 2000 dan 2005

Sumber : Bappeda Kalbar, 2006

Sub sektor perkebunan pada tahun 2000 memberi kontribusi terhadap sektor pertanian sebesar 31.54 persen, sedangkan tahun 2005 kontribusinya mengalami

7,93 8,48 2,98 5,33 2,17 9,08 8,84 2,56 3,65 3,00 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Pe rs e n

Th 2000

Th 2005*)

Th 2000 7,93 8,48 2,98 5,33 2,17 Th 2005*) 9,08 8,84 2,56 3,65 3,00 Tanam an Bahan Makan Tanam an Perkebunan Peternakan

(6)

sedikit peningkatan yaitu menjadi 32.58 persen. Kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan terhadap perekonomian juga mengalami peningkatan. Tahun 2000 kontribusi tanaman bahan makanan terhadap PDRB sebesar 7.93 persen, sedangkan tahun 2005 meningkat menjadi 9.08 persen. Untuk perkebunan, tahun 2000 kontribusinya sebesar 8.48 persen, tahun 2005 sedikit mengalami peningkatan menjadi 8.84 persen.

Gambar 7. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan Barat Tahun 2000

Sumber : Bappeda Kalbar, 2006

Kontribusi sub sektor kehutanan terhadap sektor pertanian dan juga perekonomian selama lima tahun terakhir mengalami penurunan yang relatif tinggi. Tahun 2000 kontribusi sub sektor tersebut terhadap perekonomian Kalimantan Barat sebesar 5.37 persen sedangkan tahun 2005 kontribusinya hanya sebesar 3.65 persen. Adapun kontribusi sub sektor kehutanan terhadap sektor pertanian pada tahun 2000 sebesar 19.83 persen, sedangkan tahun 2005 kontribusinya menurun menjadi 13.45 persen. Sub sektor perikanan dan peternakan selama lima tahun terakhir memberi kontribusi terhadap perekonomian

K e h u t a n a n 1 9 , 8 3 % P e t e r n a k a n d a n H a s il2 n y a 1 1 , 0 9 % T a n a m a n P e r k e b u n a n 3 1 , 5 4 % P e r ik a n a n 8 , 0 6 % T a n a m a n B a h a n M a k a n 2 9 , 4 9 %

(7)

Kalbar relatif kecil, masing-masing di bawah 3 persen (Gambar 6 sampai dengan 8).

Gambar 8. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan Barat Tahun 2005

Sumber : Bappeda Kalbar, 2006

Hal ini menunjukkan cukup besarnya potensi kedua sub sektor tersebut, terutama dalam meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian dan juga penyerapan tenaga kerja daerah. Sektor pertanian juga memberi kontribusi tertinggi terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, sebagian besar 65.62 persen penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja di Kalimantan Barat terserap di sektor pertanian

PDRB Provinsi Kalimantan Barat juga dipengaruhi oleh Pertanian Tanaman pangan khususnya hortikultura. Komoditi jeruk Siam Pontianak telah memberikan kontribusi ekonomi terhadap masyarakat terutama petani. Kontribusi tanaman

T a n a m a n B a h a n M a k a n 3 3 , 4 8 % P e r ik a n a n 1 1 , 0 5 % T a n a m a n P e r k e b u n a n 3 2 , 5 8 % P e t e r n a k a n d a n H a s il2 n y a 9 , 4 3 % K e h u t a n a n 1 3 , 4 5 %

(8)

jeruk siam yang diusahakan masyarakat dirasakan sebagai salah satu sumber pendapatan dalam perekonomian. Permintaan terhadap jeruk Siam Pontianak sangat besar untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk memenuhi permintaan pasar baik ditingkat lokal maupun untuk dikirim keluar daerah. Hal ini karena buah jeruk yang diusahakan petani di Provinsi Kalimantan Barat telah diketahui oleh pelaku pasar atau masyarakat diluar Pontianak. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi jeruk Siam Pontianak dalam tahap perekonomian cukup besar.

4.4. Kebijakan Pengembangan Produksi Jeruk Nasional

Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2005), menyebutkan bahwa pengembangan produksi hortikultura khususnya buah jeruk di Indonesia diarahkan kepada: (1) memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan dalam rangka memenuhi gizi masyarakat, (2) mengurangi fluktuasi harga yang tajam dalam rangka turut mempertahankan stabilitas ekonomi, (3) mengurangi impor dan menaikkan ekspor, dan (4) memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan petani. Dalam rangka mengembangkan komoditas buah yang merupakan bagian dari komoditas hortikultura, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan yang mengacu pada kebijakan hortikultura secara umum, antara lain kebijakan pengembangan produksi jeruk dan kebijakan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil jeruk.

4.4.1. Kebijakan Pengembangan Produksi Jeruk Siam Pontianak

Diperta Kalbar (2006), Kebijakan pengembangan produksi jeruk Siam Pontianak mengacu kebijakan pengembangan produksi hartikultura yang dijabarkan dalam lima kegiatan pokok sebagai berikut :

(9)

1. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis kepada kemampuan produksi, keragaman bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal.

2. Mengembangkan agribisnis hortikultura yang berorentasi pasar dalam negeri dan ekspor, dengan membangun keunggulan kompetitif produk-produk daerah berdasarkan keunggulan komparatif wilayah.

3. Mendorong kreativitas petani dalam kegiatan agribisnis dengan memanfaatkan komoditas hortikultura sebagai basis kegiatan khususnya jeruk. 4. Pengembangan dan penerapan ilmu teknologi sebagai instrumen terobosan

untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan efisiensi.

5. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan wilayah, sehingga akan terjadi efisiensi ruang baik dari sisi pengadaan input maupun dari sisi pemasaran output.

Dalam rangka mendukung kebijakan di atas, strategi pengembangan yang ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan produksi komoditas unggulan daerah yang pengembangannya mengacu pada besarnya pangsa pasar, keuntungan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi, dan kesesuaian agroekologi. Untuk komoditas buah, yang menjadi unggulan daerah diantaranya adalah jeruk Siam Pontianak.

2. Pewilayahan komoditas untuk pengembangan kawasan agribisnis. Pemetaan wilayah komoditas didasarkan pada kesesuaian sumberdaya lahan (jenis dan kesuburan tanah, ketinggian tempat, curah hujan, ketersediaan pengairan, topografi) dengan persyaratan produksi komoditas unggulan serta memperhatikan nilai ekonomi, permintaan pasar, nilai keuntungan kompetitif,

(10)

fasilitas pemasaran, kondisi sosial ekonomi petani, dan rencana tata ruang wilayah (RTRW).

3. Pertumbuhan sentra produksi dengan harapan dapat memberikan peluang keberhasilan yang besar, produktivitas dan mutu yang tinggi, sistem produksi yang efisien, dan dalam skala ekonomi menguntungkan.

4. Pemantapan sentra produksi dengan pembinaan penerapan teknologi maju dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas, kontinuitas pasokan produk, standar, mutu yang tinggi sesuai dengan permintaan konsumen serta mengurangi kerusakan dan kehilangan hasil.

5. Pembinaan pengamanan hasil, mutu dan peningkatan pendapatan. 6. Pengembangan sistem perbenihan nasional.

7. Perlindungan tanaman hortikultura. 8. Pembinaan kelembagaan agribisnis

Dalam melaksanakan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak ini terdapat tiga pola yang ditempuh, yaitu : (1) meningkatkan mutu intensifikasi di daerah-daerah sentra produksi dengan kegiatan utama pemberian bimbingan penerapan teknologi budidaya dan sistem jaminan mutu sesuai dengan dinamika permintaan pasar, (2) memperluas areal tanam melalui pertumbuhan daerah produksi, pemberdayaan kelompok tani, pelatihan, penyuluhan, pemanfaatan jasa alsintan, pengendalian hama penyakit dan penangkaran benih, dan (3) meningkatkan indeks pertanaman dari 200 persen menjadi 300 persen setahun khususnya jeruk Siam Pontanak, dimana teknik pemeliharaan secara intensif, syarat dengan penerapan teknologi maju dan jarak antar waktu panen sangat singkat.

(11)

Sehubungan dengan dilaksanakannya pengembangan komoditas hortikultura khususnya buah jeruk Siam Pontianak, ada tiga program pengembangan yang ditempuh, yaitu : (1) program ketahanan pangan yang bertujuan agar masyarakat mampu memperoleh dan mengkonsumsi berbagai produk pangan termasuk hortikultura sepanjang tahun dengan harga terjangkau melalui peningkatan produksi, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani dan kesempatan kerja on-farm dan off farm, (2) program peningkatan agribisnis yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan dayasaing melalui peningkatan efisiensi manajemen usaha, penggunaan skala efisien dan pemilihan komoditas bernilai ekonomi usaha, penggunaan skala efisiensi dan pemilihan komoditas bernilai ekonomi tinggi berorientasi pasar, baik domestik maupun ekspor, dan (3) program rintisan korporasi melalui pembinaan kerjasama ekonomi dalam kelompok tani melalui konsolidasi manajeman usahatani dalam skala efisien dan manajemen profesional untuk menciptakan nilai tambah sehingga efisiensi usaha dan dayasaing komoditas dalam jangka panjang bisa meningkat.

4.4.2. Kebijakan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Jeruk Siam Pontianak Kebijakan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil jeruk Siam Pontianak adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan dayasaing melalui pengembangan jaminan mutu produk, pemanfaatan teknologi dan sarana pengolahan yang tepat dan ramah lingkungan, serta peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi.

2. Titik berat pembinaan diarahkan pada pembangunan ekonomi masyarakat dengan basis sumberdaya domestik yaitu pengembangan jeruk Siam

(12)

Pontianak yang dilengkapi dengan usaha-usaha pengolahan dan pemasaran yang lebih efisien.

3. Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil jeruk dilakukan dengan berdasarkan atas sumberdaya dan budaya lokal, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dan berorientasi pasar.

4. Pembangunan usaha pengolahan dan pemasaran hasil jeruk Siam Pontianak skala rumah tangga, UKM, dan koperasi dilakukan dengan mengembangkan akses terhadap modal, teknologi, dan pasar.

5. Pengembangan dan penerapan pola-pola pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan penuh dari masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pembangunan.

6. Pelaksanaan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil jeruk Siam Pontianak diarahkan pada upaya melayani, memfasilitasi, dan melindungi kepastian berusaha bagi pelakunya.

Mengacu pada kebijakan di atas, maka pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil jeruk Siam Pontianak menekankan program-program diantaranya (1) pengembangan dan penguatan pasar dalam negeri, (2) pengembangan pasar internasional, (3) pengembangan jaminan mutu, 4 pembinaan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil, (5) pembinaan sarana pasca panen dan pengolahan hasil, (6) pengembangan manajemen informasi dan jaringan pasar, (7 pengembangan promosi, dan (8) pembangunan dan pengembangan sistem distribusi hasil jeruk Siam Pontianak

Sesuai dengan program di atas, maka beberapa kegiatan utama yang sudah dilaksanakan sampai tahun 2007 adalah (1) pembangunan terminal

(13)

agribisnis terpadu, (2) pembangunan citrus center, (3) pembangunan perusahaan daerah yang menangani masalah jeruk, (4) memberikan bantuan penguatan modal petani, (5) pembangunan tempat pengumpulan jeruk, (6) peningkatan sumberdaya manusia melalui magang bagi petugas dan petani, (7) membentuk asosiasi farum hortikultura krakatau (Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Kalimantan Barat), dan (8) menjalin kemitraan jeruk dengan pihak swasta seperti PT. Mitra Raya Lestari dan PT. Mitra Raya Khatulistiwa.

Beberapa program kegiatan utama yang akan dilaksanakan sampai tahun 2007 adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan kebijakan, pedoman dan standar pengolahan dan pemasaran hasil.

2. Pengembangan informasi pasar khususnya permintaan dan harga, sangat membantu pelaku agribisnis dalam menentukan harga jual produk selain meningkatkan posisi tawar petani.

3. Pengembangan wahana informasi dan pelayanan teknologi pengolahan hasil jeruk.

4. 5. Karakteristik Responden

Secara umum identitas responden yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas pengusahaan usahatani dan status kepemilikan lahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Rata-rata umur petani yang mengembangkan jeruk Siam Pontianak terutama di Kabupaten Sambas berkisar antara 26 hingga 50 tahun, dengan pengalaman yang bervariasi sesuai dengan tingkatan umur. Pada umumnya

(14)

responden merupakan warna keturunan Cina yang sudah menetap secara turun temurun dari tahun 1936-an di Desa Segarau Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Pengalaman dan tata cara berusahatani lebih banyak mengarah pada apa yang pernah mereka kerjakan secara turun temurun, yang tercermin pada sistem usahataninya.

Tabel 8. Karasteristik Responden Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Nomor Uraian Minimal Maksimal Rata-rata

1 Umur responden (tahun) 26 50 35.2

2 Pendidikan formal SD S1 SMP

3 Jumlah anggota keluarga

(orang) 3 7 3-4

4 Luas pengusahaan (Hektar) 0.5 5 1.35 5 Umur tanaman jeruk (Hektar)

0-5 tahun 0.5 5.2 1.32

5-10 tahun 2 6 1.73

> 15 tahun 0.5 2 1.00

6 Jumlah tanaman per Hektar 278 400 394 6 Pengalaman usahatani (tahun) 4 23 > 10 7 Produksi per Hektar

(Kilogram)

1 275 13 760 6 906 Sumber : Analisis data primer, 2007

Tingkat pendidikan petani masih rendah (rata-rata 6.7 tahun) hanya dari kalangan muda yang mengecam pendidikan hingga ke sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Jenis kelamin responden yang diambil yaitu dari laki-laki karena penelitian dilakukan ke lahan pertanian. Kondisi lahan yang cukup berat (lahan marginal) yang membutuhkan masukkan teknologi dan input cukup tinggi serta hasil kadang yang kurang menguntungkan, mereka lebih senang bekerja di sektor perkebunan sawit atau industri playwood.

Lahan yang diusahakan untuk pengembangan jeruk Siam Pontianak seluas 0.5 – 5 Hektar dengan rata-rata luas kepemilikan 1.35 Hektar dengan jumlah

(15)

keluarga 3-4 orang per kepala keluarga (KK) dengan tingkat upah yang diterima adalah bersifat borongan yaitu upah penebasan lahan, pembuatan trumbuk, pembuatan parit, pemupukan, penanaman dan bersifat harian ( pengendalian hama penyakit, pemangkasan dan penjarangan buah) serta upah panen juga bersifat boronan per Kilogram buah sebesar Rp 125.

4.5.1. Aspek Teknis/Produksi

Secara teknis/produksi tanaman jeruk Siam Pontianak yang dikembangkan di Provinsi Kalimantan Barat, karena dari beberapa syarat yang dikehendaki untuk syarat tumbuh tanaman jeruk Siam Pontianak antara lain: curah hujan, suhu udara, dan tinggi tempat. Kalimantan Barat terutama di Kabupaten Sambas memiliki curah hujan yang cukup baik yaitu 2 800 mm/tahun, suhu udara berkisar 22o C-31oC, kelembaban 81-90 persen, dan tinggi tempat yang sebagian merupakan daerah dataran rendah yaitu 1-100 meter dpl dengan kondisi tanah yang relatif subur untuk tanaman pangan dan hortikultura khususnya jeruk siam Pontianak.

Disamping itu secara teknis, Kalimantan Barat masih memiliki ketersediaan lahan yang cocok untuk usahatani jeruk Siam Pontianak mencapai kurang lebih 537 ribu Hektar, (Bappeda Kalbar, 2006). Sebagai gambaran teknis pengelolaan usahatani jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat memiliki ciri-ciri yang spesifik yaitu :

1. Modal awal berusaha tani jeruk 100 persen berasal dari modal petani sendiri 2. Pembukaan lahan dilakukan secara manual dimulai dari penebasan lahan,

pembuatan trumbuk, saluran drainase baik primer dan sekunder.

3. Semasa tanaman utama (jeruk) belum atau sudah menghasilkan diperlukan pemeliharaan meliputi pengemburan trumbuk, pembersihan saluran drainase,

(16)

pemupukan, pengendalian hama/penyakit, penyiangan gulma, pemangkasan, dan penjarangan buah.

4. Setelah tanaman jeruk menghasilkan, maka sistem upah petik yang digunakan adalah menggunakan sistem borongan per Kilogram sampai pada tempat pengumpulan buah jeruk.

5. Secara umum ada juga sistem penjualan ditingkat petani dilakukan dengan cara pengumpul mendatangi di tempat pengumpul petani.

6. Sarana transfortasi yang ada pada wilayah penelitian sebagian besar adalah melalui anak sungai kecil dengan alat transfortasi tradisional (Sampan) atau motor air dengan ukuran mesin kecil.

7. Luas lahan jeruk siam berkisar 0.5 – 5 Hektar, dengan kepemilikan rata-rata per KK seluas 1.35 Hektar.

Produksi tanaman jeruk Siam Pontianak Provinsi di Kalimantan Barat pada umur sebelas tahun mencapai produksi puncak tertinggi dengan rata-rata 13.76 Ton per Hektar. Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura (2005), produksi jeruk adalah 12-15 Ton per Hektar. Rata-rata produksi Jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 9.

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa produksi tanaman jeruk Siam Pontianak pada saat umur 11 tahun produksinya yaitu sebesar 13.25 Ton per tahun, hal ini sudah menunjukan adanya penurunan produksi bila dibandingkan dengan umur tanaman 11 tahun, tahun ke 13 sebesar 12.45 Ton, tahun ke 14 sebesar 9.75 Ton, tahun ke 15 sebesar 7.65 Ton. Kondisi ini lebih disebabkan lemahnya perhatian petani itu sendiri terhadap pemeliharaan tanaman sehingga tanaman banyak tanaman terserang hama dan penyakit dan lemahnya kontrol

(17)

pemerintah terhadap saluran pemasaran terutama selama ini penjualan berupa produk buah segar saja tanpa memperhatikan industri hilirnya.

Tabel 9. Rata-rata Produksi Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Produksi per grade (Kilogram/Hektar) Umur Tanaman AB C D E Jumlah 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 250 550 350 125 1 275 3 750 1 000 450 125 2 375 4 2 315 609 405 71 3 400 5 2 880 758 504 88 4 230 6 4 071 1 072 713 124 5 980 7 5 072 1 335 888 155 7 450 8 6 569 1 730 1 151 200 9 650 9 8 462 2 228 1 482 258 12 430 10 9 367 2 468 1 641 286 13 760 11 9 020 2 375 1 580 275 13 250 12 8 476 2 231 1 484 259 12 450 13 6 638 1 748 1 163 203 9 750 14 5 208 1 371 912 159 7 650 Jumlah 69 078 19 475 12 723 2 328 103 604

Sumber : Analisis data primer, 2007

4.5.2. Aspek Pasar

Tanaman jeruk Siam Pontianak terdapat di setiap Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan sentra pengembangan berada di Kabupaten Sambas. Jeruk yang berasal dari Kabupaten Sambas biasanya dijual ke pedagang pengumpul, ke Pedagang distributor, ke pedagang besar/pedagang antar pulau atau langsung ke konsumen. Pola penjualan jeruk berdasarkan hasil survai lapangan wawancara dengan petani adalah (1) melalui satu group atau kelompok petani dengan cara pedagang pengumpul yang mendatangi petani, (2) sistem upah petik yang digunakan adalah menggunakan sistem borongan per Kilogram sampai pada tempat pengumpulan buah jeruk kemudian dilakukan transaksi jual beli dan biasanya letaknya berdekatan dengan pengumpul dan biaya transportasi

(18)

ditanggung oleh petani yang bersangkutan, (3) melalui pola kemitraan dengan pihak swasta seperti PT. Mitra Raya Lestari dan PT. Mitra Raya Khatulistiwa. Cara ketiga yang banyak dilakukan oleh petani keturunan cina, cara pertama dan kedua dilakukan oleh petani pribumi.

Pengumpul tersebut kebanyakan berasal dari penduduk setempat yaitu petani keturunan cina. Cara ini lebih sering digunakan, sebagian petani buah jeruk kepada pedagang pengumpul yang telah menjadi langganannya. Pengambilan jeruk dilakukan oleh pedagang pengumpul atau melalui buruh petik yang sampai pada tempat pedagang pengumpul. Pemetikan buah biasanya dilakukan pada pagi hari, dan siang harinya langsung dijual ke pedagang pengumpul, pedagang eksportir atau distributor dan pedagang besar atau Pedagang Antar Pulau.

Ada empat kelas mutu buah jeruk yang dijual di tingkat petani, yaitu kelas AB, C, D dan E. Tingkat harga jeruk berdasarkan kelas AB Rp 2 067 per Kilogram, kelas C Rp 1 667 per Kilogram, kelas D Rp1 267 per Kilogram, dan kelas E Rp 817 per Kilogram, dengan sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Alat grading jeruk yang digunakan di Kalimantan Barat masih sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan papan kayu yang diberi lobang menurut diameter tertentu. Akan tetapi ukuran alat grading tersebut tidak seragam, seperti tercantum dalam Tabel 10.

Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa jeruk Siam Pontianak untuk grade A dan grade B dijadikan dalam satu grade, sehingga terdapat empat grade yaitu AB, C, D, E. Sedangkan grade jeruk menurut SNI: 01-3165-1992 terdapat lima grade yaitu A, B, C, D, dan E. Ukuran dalam setiap grade yang berlaku di Kalimantan Barat belum standar, hal ini terbukti dengan adanya variasi ukuran grade.

(19)

Berdasarkan hasil penelitian ternyata terdapat empat keragaman ukuran grade terutama untuk grade AB, C, D dan E. Ukuran dalam setiap grade yang berlaku di Kalimantan Barat juga tidak sesuai dengan ukuran menurut Standar Nasional Indonesia. Ukuran grade menurut SNI lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran grade yang berlaku. Dalam hal ini petani menjadi pihak yang dirugikan, mengingat jeruknya dihargai setingkat lebih rendah dibanding standar SNI.

Tabel 10. Grade Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Menurut Standar Nasional Indonesia

Menurut Pedagang di Kalbar*)

Grade

Versi A Versi B Versi C

Menurut SNI: 01-3165-1992**) A > 6.5 cm > 6.5 cm > 6.5 cm > 7.1 cm B > 6.5 cm > 6.5 cm > 6.5 cm 6.1 – 7.0 cm C 6.0 -6.4 cm 6.0 -6.4 cm 6.0 -6.4 cm 5.1 – 6.0 cm D 5.5 – 5.9 cm 5.0 – 5.9 cm 5.0 – 5.9 cm 4.0 – 5.0 cm E 4.5 – 5.4 cm 4.0 – 4.9 cm 4.5 – 4.9 cm < 3.9 cm Sumber: Data primer, dan Haerah B., 2006

Kemudian pedagang pengumpul menjual jeruk kepada pedagang distributor/eksportir yang berkedudukan juga pada daerah setempat. Jeruk sudah harus sampai di gudang distributor pada sore harinya, untuk menghindari kerusakan buah. Jika pedagang pengumul menjual kepada pedagang distributor, pedagang besar atau eksportir pada siang hari atau menjelang sore. Selisih harga antara pedagang pengumpul dengan distributor sekitar Rp 629 – 989 per Kilogram yang terdiri dari transport, bongkar muat, sortir, kerusakan buah, retribusi, biaya listrik dan penyusutan serta keuntungan. Keuntungan rata-rata semua ukuran per Kilogram pedagang pengumpul sekitar Rp 117 per Kilogram dengan volume penjualan pedagang pengumpul ke pedagang besar/eksportir 1 818 Ton per bulan. Pedagang pengumpul mempunyai mitra tertentu (pedagang

(20)

distributor) yang merupakan pemilik modal. Pedagang distributor juga merupakan mitra dari pengecer yang diberikan pinjaman modal oleh distributor. Selisih harga antara distributor dengan pengecer rata-rata antara Rp 793 – 1 690 per Kilogram. Permintaan pasar akan produk jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Permintaan ini selain berasal dari dalam daerah sendiri untuk konsumsi rumah tangga juga dari luar Kalimantan Barat maupun negara tetangga. Oleh karena itu agar pemasaran jeruk dapat menembus pasar ekspor, perlu adanya perbaikan mutu buah jeruk. Dalam hal ini adanya upaya pemerintah untuk melakukan keterpaduan dan keselarasan antara sub sistem pendukung agribisnis jeruk, serta dilaksanakan secara terpadu oleh masyarakat dan swasta, pelatihan kepada petani terutama dalam pengelolaan budidaya jeruk yaitu pemeliharaan, pengendalian hama penyakit dan perbaikan pasca panen.

Selain pasar untuk buah jeruk Siam Pontianak sebagai konsumsi rumah tangga, pasar industri lokalpun harus diperhatikan. Selama ini tidak terdapat industri pengolahan buah jeruk di daerah, hal ini membuat keterpurukan petani dari tahun ke tahun sehingga umur tanaman produktif 10-15 tahun. Menurut Muhammad, (2005) umur tanaman jeruk masa produktif 10-20 tahun.

Gambar

Tabel  7.   Luas  Tanam, Luas Panen dan Produksi Jeruk Siam Pontianak di   Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002-2006
Gambar 6. Kontribusi  Sub Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian    Kalimantan  Barat, Tahun  2000 dan 2005
Gambar  8.   Kontribusi  Sub  Sektor  Pertanian Terhadap Sektor Pertanian  Kalimantan    Barat Tahun  2005
Tabel  8.   Karasteristik Responden Pengembangan Sentra Jeruk Siam  Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Saya memahami bahwa saya dapat meminta pertolongan kepada penelitijika terjadi hal-hal yang kurang menyenangkan selama penelitian · yang merupakan akibat dari

Peningkatan terhadap suhu penguraian dengan penambahan GNP membolehkan ia digunakan pada suhu yang lebih tinggi dan seterusnya memperbaiki kelemahan yang sememangnya dimiliki

Pandangan hukum islam adanya pengambilalihan jaminan pada pembiayaan murabahah di BMT Marhamah wonosobo yaitu diatur dalam Fatwa DSN-MUI NO 47/DSN-MUI/II/2005

Selaras dengan tujuan penataan ruang tersebut, di mana Kabupaten Purworejo dari total luas tanah di Kabupaten Purworejo 103.481,75 ha terbagi menjadi 2 kelompok yaitu tanah sawah

Tahap kedua adalah menghitung nilai similaritas antara paragraf-paragraf pada sebuah dokumen dengan paragraf-paragraf pada dokumen lain yang termasuk dalam k dokumen

Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa F hitung variabel independen (kewenangan formal, kewenangan informal, sistem akuntansi keuangan dan perilaku manajer)

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi

Muhammad Mahmud Hijazi menyatakan bahwa bentuk perumpamaan (matsal) yang rumit merupakan inti sebuah kalimat yang sangat berdampak bagi jiwa dan berbekas bagi akal. Oleh