• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat. oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat. oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton dengan Sitinggil, Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan, Lima Gerbang (Pigeaud & Adam, 2003) Panggung Krapyak, Taman Sari dan Tugu Yogyakarta. Pemerintah Kolonial Belanda merupakan pihak yang cukup banyak meninggalkan bangunan bergaya kolonialnya di Yogyakarta seperti Benteng Vredeburg, Gedung Agung, dan Stasiun Kereta Api Tugu (Brata , 1997), Bank BI, Bank BNI, Kantor Pos dan Gereja. Namun dari kesemuanya itu, hanya ada satu monumen yang sangat unik dan menjadi ikon Kota Yogyakarta, yaitu Tugu Yogyakarta . Tugu adalah ikon Kota Yogyakarta yang selalu dikunjungi oleh wisatawan. Letaknya berada di sebelah Utara Jalan Mangkub umi. Awalnya tugu dibangun oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa Hamengku Buwono I pada tahun 1757 sebagai simbol dari persatuan rakyat Yogyakarta dalam melawan penjajahan Belanda dengan bentuk tiang besar seperti silinder yang disebut Gilig dan di atasnya terdapat bola raksasa dan dinamakan dengan Golong. Tinggi Golong Gilig ini mencapai 25 meter. Maksud lain dari Tugu Golong Gilig tersebut sebagai acuan para sultan untuk melakukan semedi dengan pandangan yang lurus dari Sitinggil menuju tugu maka akan

(2)

terlihat tiga titik. Titik pertama dan kedua adalah puncak pohon beringin kembar yang berada di Alun-alun Utara. Titik yang ketiga adalah titik di puncak Tugu Golong Gilig. Keberadaan Tugu juga menjadi monumen yang menandakan telah berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dengan dipimpin oleh seorang Sultan (Kismoyo, 2012).

Gempa yang terjadi di Yogyakarta pada Senin Wage 10 Juni 1867 mengakibatkan Tugu Golong Gilig yang setinggi 25 meter menjadi patah tiga bagian. Desakan untuk membangun Tugu Golong Gilig setelah gempa menjadi alasan kuat agar simbol perjuangan tersebut dimunculkan kembali. Kemudian tugu tersebut dibangun kembali oleh pemerintah Belanda, yang penggambarannya dilakukan oleh JWS Van Brussels sebagai Opzichter Van Waterstaat (sebutan untuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum Belanda pada masa itu) (Kedaulatan Rakyat, 2002).

Pemerintah Kolonial Belanda sebagai pihak yang merenovasi tugu setelah gempa, tampak memunculkan bentuk yang sama sekali berbeda dari tugu sebelumnya. Bentuk Tugu Golong Gilig tidak dimunculkan lagi setelah direnovasi oleh pihak Pemerintah Kolonial Belanda. Mulai dari bentuk tugu yang sangat beda dari sebelum gempa, adanya sebuah uliran meruncing ke atas pada puncaknya, kemudian ada simbol bintang segi enam pada bagian badan tugu yang menghadap keempat penjuru mata angin.

(3)

Bentuk Tugu Yogyakarta yang sekarang (Waitte Pall) hampir menyerupai ikon monumen di beberapa kota di dunia. Kota-kota yang memiliki monumen itu adalah Vatikan, Washington dan Paris. Bentuk simbol segi enam yang terdapat pada tugu ini juga dikenal oleh masyarkat umum dengan nama Bintang david atau hexagram. Simbol hexagram digunakan oleh negara Israel pada benderanya. Pada bagian puncak tugu tersebut terdapat uliran yang meruncing ke atas yang sangat mirip dengan tanduk unicorn. Pemerintah Belanda sendiri selaku pihak yang merenovasi kraton tidak memberikan penjelasan tentang hal ini. J. Mullemeister sebagai residen di Yogyakarta pada waktu itu sekaligus orang yang mendampingi Sultan Hamengku Buwono VII untuk meresmikan Tugu Yogyakarta tidak memberikan keterangan apapun. Pihak Kraton yang diwakili oleh Sultan Hamengku Buwono VII sekaligus yang meresmikan bangunan tersebut setelah renovasi juga tidak memberikan pernyataan terkait dengan bentuk tugu yang baru serta simbol hexagram itu sendiri.

Dewasa ini banyak studi atau berita tentang secret societies (organisasi rahasia) yang berkembang di media cetak maupun elektronik. Terlebih lagi mengenai sebuah objek atau benda yang terletak pada sebuah kota serta munculnya dugaan bahwa objek atau benda tersebut dibangun oleh anggota organisasi rahasia. Yogyakarta yang memiliki sebuah monumen dengan simbol hexagram juga dikaitkan dengan masalah ini. Freemasonry atau lebih familiar dengan nama Mason menjadi bahan yang menarik untuk dibahas dari waktu

(4)

ke waktu. Pembicaraan tentang Freemason identik dengan simbol dan konspirasi. Mengenai tugu yang mengalami perubahan bentuk setelah direnovasi oleh pihak Belanda menjadi perhatian serius untuk melihat adanya campur tangan secret societies ini dalam perubahan bentuk tugu pada saat itu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian:

1. Apakah ada pengaruh Freemason pada Tugu setelah direnovasi oleh pihak Pemerintah Kolonial Belanda ?

2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya ? C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bentuk simbol dan ikon Freemason.

2. Mengetahui hubungan Freemason dengan Tugu Yogyakarta. 3. Mengetahui hubungan organisasi Freemason dengan Kraton pada

masa itu.

4. Mengetahui penyebab kraton menyetujui bentuk Tugu Yogyakarta . 5. Mengetahui keberadaan organisasi Freemason di Yogyakarta

dengan keberadaan simbol dan ikon. D. Landasan Teori

John Lock adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah semiotika pada akhir abad ke-17. Semiotika adalah nama dari suatu kajian yang dipelajari oleh dua orang yang notabene berasal dari akhir

(5)

abad ke-19. Kedua orang itu adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Jikalau Saussure lebih terkenal karena semiotika linguistiknya, maka Peirce lebih ke logika (Peirce dalam Zoest, 1993). Oleh sebab itu, penulis mencoba untuk menjelaskan Tugu dan simbolnya dengan pendekatan yang dilakukan oleh Peirce. Menurut Peirce Semiotika merupakan sinonim dari kata logika yang senantiasa disebut dengan cara orang bernalar. Penalaran akan terjadi bila ada tanda, sehingga apapun bisa berinteraksi dengan segala sesuatu dan memiliki fungsi (Peirce dalam Zoest, 1996).

Semiotika secara umum berarti cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Semiotika sendiri dalam kumpulan karya tulis Peirce (1970) merangkum segala sesuatu yang saling bekaitan antara tiga faktor dan disebut dengan triangle meaning. Ketiga faktor tersebut adalah tanda (sign), objek, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Acuan dari tanda disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Biasanya objek ini merupakan bentuk dari suatu

(6)

hal yang diwakilkan oleh simbol maupun ikon. Contohnya adalah simbol atau ikon mobil Mercedes adalah tiga garis yang meruncing dan membentuk sudut 120 derajat pada tiap sisinya seperti segitiga. Tanda ini sangat dikenal di seluruh dunia sebagai tanda dari sebuah kendaraan yang sangat mewah. Objeknya adalah sebuah mobil yang dilengkapi dengan segala pernak pernik dan ditambahkan sebuah tanda berupa tiga garis Mercedes tadi. Mobil yang biasa tadi menjadi mahal dikarenakan memiliki sebuah tanda yang menjadi merek mahal dalam dunia otomotif. Seandainya objek berupa mobil mewah tersebut diberi tanda berupa lambang ESEMKA apakah bisa menjadi mobil tersebut menjadi mahal di pasaran. Jawabannya tidak sama sekali, sebab semua orang mengetahui tentang lambang Mercedes yang merupakan produsen mobil berkualitas dan mahal.

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiotika adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi (Zoest, 1993).

Sementara itu simbol merupakan bagian dari kajian semiotika dari tanda tersebut. Salah satu teorinya adalah Semiotik Semantik yang cocok untuk menjelaskan hal yang terjadi pada Tugu. Jadi Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan arti yang disampaikan. Pada arsitektur, semiotik semantik merupakan

(7)

tinjauan tentang sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan tadi. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau arti yang ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pengamatnya.

Pemahaman manusialah yang sangat dibutuhkan untuk mengenali simbol sehingga apa yang dimaksud oleh si pembuat tersampaikan secara tepat kepada penerimanya. Oleh karenanya tidak ada keraguan bagi manusia untuk melihat dengan matanya dan menggunakan nalarnya untuk berpikir lebih kritis terhadap berbagai simbol dan ikon yang mereka temui di manapun dan kapanpun.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala -gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empirik. Penalaran induktif ini bersifat eksploratif deskriptif, mengamati atau menemukan suatu pengamatan data-data, kemudian dihubungkan antara satu dengan yang lain kemudian baru ditemukan kesimpulan (Tanudirjo, 1989-1999:4)

(8)

Tahap awal penelitian ini akan memfokuskan pada simbol dan ikon yang ada pada Tugu Yogyakarta. Data berupa simbol hexagram dan dua buah ikon yakni, pertama tanduk uncorn pada bagian puncak tugu dan yang kedua ikon dari bentuk tugu yang menyerupai obelisk. Kemudian meliha t Bangunan Gedung Agung yang berada tepat di depan Benteng Vredeburg hanya memiliki dua buah tiang pada bagian terasnya. Sebuah buku yang ditulis oleh H. Stevens (2004) memperlihatkan sebuah foto dengan aktifitas jamuan dengan latar sebuah dinding dengan dua simbol hexagram dan diapit oleh dua tiang. Selanjutnya, mencoba untuk menemukan simbol dan ikon di tempat lain yang memiliki keterkaitan dengan simbol yang ada pada Tugu Yogyakarta.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa simbol dan ikon yang diteliti baik secara langsung (observasi) dan hasil pengamatan pada sebuah foto lama tentang sebuah jamuan yang berlatar simbol hexagram diyakini sangat erat kaitannya dengan sebuah organisasi rahasia yang bernama Freemason dan pernah ada di Yogyakarta. Selain itu keterangan lengkap dari Van der Veur dalam bukunya Freemason di Indonesia (2012) mengenai anggota Freemason pada masa itu beserta Loji Freemason.

1. Tahap pengumpulan data

a. Data primer: Penulis langsung menuju lokasi yang dulu dirujuk sebagai tempat perkumpulan anggota Freemason. Penulis mencoba mencari bangunan bergaya Indis untuk menemukan bukti

(9)

keberadaan Freemason di Yogyakarta. Tempat-tempat yang diduga sebagai tempat yang memiliki pengaruh Freemason diantaranya adalah, Tugu Yogyakarta, Gedung DPRD Yogyakarta dan Gedung Agung.

b. Data sekunder: Berupa buku yang menjadi acuan sejarah Freemason baik internasional maupun nasional. Kemudian tulisan, artikel, gambar atau foto yang menjelaskan tentang bentuk simbol Freemason dalam arsitektur dan seni di tempat lain.

2. Tahap pengolahan dan analisis data

Pada tahap ini data yang diperoleh dari sumber bacaan dibuat timelinenya. Nantinya akan ada semacam bagan yang menjelaskan awal mula masuknya Freemason ke Indonesia hingga pendirian tarekat Freemason dan rekonstruksi tugu setelah gempa. Selain itu data berupa berbagai macam simbol dan seni hias pada Tugu Yogyakarta akan langsung dikategorikan sesuai budaya atau etnis yang menciptakannya. Analisis akan difokuskan pada dua hal, yaitu tugu dan seni hiasnya sebelum gempa dan tugu setelah gempa. Tahap yang kedua adalah keberadaan Freemason di Yogyakarta sebelum gempa dan sesudah gempa. Teori semiotika dari Peirce sangat membantu dalam menjelaskan keberadaan simbol dan ikon yang terdapat pada Tugu Yogyakarta .

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Freemason sudah pernah dilakukan oleh Arifin Setiawan (2012). Penelitian tersebut dibuat dalam bentuk skripsi yang

(10)

berisi tentang sejarah konflik ideologi Freemason dengan kelompok agama di Jawa dalam rentang tahun 1900-1940. Penelitian itu mengungkap ideologi Freemason tentang konsep Kabbala yang dileburkan ke dalam ritual kaum priyayi yang masih kental dengan nuansa Hindu Budha. Herry Nurdi (2006) juga mengupas jejak Freemason dan zionis di Indonesia secara lebih mendalam. Van der Veur (2012) dalam bukunya Freemason di Indonesia lebih menjelaskan perkembangan organisasi Freemason serta bersatunya berbagai elemen masyarakat demi berkembangnya gerakan ini.

G. Batasan Penelitian

Penelitian ini perlu diberi batasan agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas dan tidak akan jauh dari objek penelitian yaitu Tugu Yogyakarta. Periode yang diambil adalah tahun 1867 sebagai tahun tugu (Golong Gilig) mengalami gempa hingga tahun 1889 disaat tugu (Witte Pall) diresmikan oleh Hamengku Buwono VII setelah direnovasi. Batasan lain adalah aktivitas anggota Freemason di Nusantara pada umumnya dan Yogyakarta pada khususnya sejak pertama datang hingga peresmian tugu yang baru pada tahun 1889.

H. Sistematika Bab

Skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:

1. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dari penelitian, landasan teori yang digunakan, serta metode penelitian.

(11)

2. Bab kedua menjelaskan tentang sejarah Freemason, proses kedatangan mereka ke Nusantara serta simbol dan ikon yang mereka gunakan dalam menunjukkan identitas mereka pada beberapa bangunan yang mereka jadikan sebagai tempat berkumpul.

3. Bab ketiga menjelaskan perubahan bentuk Golong Gilig menjadi Tugu Yogyakarta lengkap dengan hiasan berupa simbol dan ikon.

4. Bab keempat menjelaskan hasil analisis dari data yang didapatkan melalui observasi di lapangan dan referensi dari bacaan yang terkait dengan keberadaan Freemason di nusantara.

5. Bab kelima berisi tentang kesimpulan penelitian berdasarkan hasil analisis dan posisi hasil penelitian dalam teori semiotika

(12)

I. Bagan Alir BAB II Permasalahan Pengumpulan data Primer Sekunder Tugu Yogyakarta, Gedung Agung, Gedung DPR, Benteng Vredeburg Pustaka (buku, artikel, skripsi) Pengolahan Data Identifikasi Ikon dan Simbol Freemason Kesimpulan Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hyman (2004), yang mengkaji penggunaan indefinite you dalam teks-teks bahasa Inggeris, kebanyakan penggunaan indefinite you biasanya ditemui dalam bentuk

Di Kecamatan Cicadas secara umum tingkat pendidikan ayah lebih baik dari ibu walaupun masih ada yang tidak tamat SD. Rata-rata nilai matematika anak sudah cukup

Kabupaten Pesawaran terdiri dari 7 (tujuh kecamatan), yakni Kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Punduh Pidada, Kecamatan Kedondong, Kecamatan Way Lima, Kecamatan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu untuk segera merubah Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 19 Tahun 2000 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan

/ 6isiko terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia sekolah b-d kebiasaan anak usia sekolah tidak menggosok gigi sebelum tidur sebesar 2C'

Cara Mempercepat Kinerja Laptop/Komputer dengan Mudah - Untuk kali ini Lapkom akan sharing tentang cara memaksimalkan kinerja komputer anda agar tidak lemot atau lola.. Komputer

waktu yang cukup lama dalam pengolahan datanya karena terdapat 113 hero yang memiliki karakterisitik yang berbeda di dalam game tersebut.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI Unit